Jenis Media: Kesehatan

  • RI Dihantui COVID-19 ‘Stratus’, Ini Bedanya dengan Varian Lain

    RI Dihantui COVID-19 ‘Stratus’, Ini Bedanya dengan Varian Lain

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum lama ini mengungkapkan COVID-19 varian XFG atau Stratus sudah terdeteksi di Indonesia. Bahkan, disebutkan Stratus saat ini menjadi varian yang paling dominan di Indonesia.

    Temuan ini diungkapkan berdasarkan pemantauan rutin yang dilakukan Kemenkes terkait penyakit pernapasan di 39 puskesmas, 25 rumah sakit, dan 14 balai karantina kesehatan.

    “Pada bulan Juni varian dominan di Indonesia adalah XFG dengan 75 persen pada Mei dan 100 Mei pada Juni. Lalu ada XEN sebesar 25 persen pada Mei,” ujar pihak Kemenkes belum lama ini.

    Sebenarnya apa yang berbeda dari Stratus dibanding varian yang sudah ada sebelumnya?

    Menurut dokter umum di Harvey Street dan Hannah Clinic London, Dr Kaywaan Khan varian Stratus memiliki karakteristik khusus yang membuatnya lebih rentan menginfeksi.

    Meski begitu, ia mengingatkan dampak infeksi dari varian Stratus tidak lebih fatal bila dibandingkan dengan varian Omicron yang juga sempat bikin heboh sebelumnya. Vaksin yang sudah disetujui juga tetap disarankan untuk mencegah keparahan gejala.

    “Berbeda dengan varian lain, Stratus memiliki mutasi tertentu pada protein spike yang membantunya menghindari antibodi yang terbentuk dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi,” ujar Khan dikutip dari Cosmopolitan, Senin (28/7/2025).

    “Meski demikian, penting diingat Stratus tampaknya tidak lebih parah dibandingkan varian Omicron sebelumnya dalam hal tingkat keparahan penyakit, rawat inap, atau kematian,” sambungnya.

    Gejala Varian Stratus

    Secara umum COVID-19 Stratus menimbulkan gejala yang mirip dengan varian-varian sebelumnya. Misalnya, hilangnya indera penciuman dan pengecap.

    Namun, varian ini juga memiliki gejala khas, yaitu suara serak atau parau. Dr Khan menuturkan pemeriksaan COVID-19 perlu dilakukan bila mengalami gejala-gejala tersebut.

    “Salah satu gejala yang paling terlihat dari varian Stratus adalah suara serak, termasuk suara yang kasar atau parau,” ujar Dr Khan.

    Senada, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan gejala Stratus dapat berupa suara parau atau bahasa Inggrisnya hoarseness, scratchy, raspy voice.

    Sejumlah pasien di Inggris bahkan mengaitkan keluhan tersebut dengan nyeri tak tertahankan seperti terkena benda tajam di bagian leher. Meski begitu, tidak semua gejala tersebut selalu berkaitan dengan infeksi COVID-19 varian Stratus.

    Untuk benar-benar memastikannya, tetap diperlukan tes atau pemeriksaan COVID-19 melalui rapid test maupun PCR.

    “Stratus atau XFG merupakan rekombinasi dari LF.7 dan LP.8.1.2. XFG juga punya empat mutasi. Secara keseluruhan hal ini dapat berdampak pada kemungkinan peningkatan kasus serta kemungkinan melemahnya proteksi,” sorot dia.

    “Walau sejauh ini vaksin COVID-19 yang sekarang masih dapat digunakan, khususnya untuk yang simtomatik dan kasus yang berat,” pungkasnya.

    Selain itu, gejala lain dari infeksi COVID-19 varian Stratus menurut Menurut National Health Service (NHS) Inggris meliputi:

    Suhu tubuh tinggiMenggigilKehilangan atau perubahan indera penciuman dan pengecapSesak napasKelelahanBadan pegal-pegalSakit kepalaSakit tenggorokanHidung tersumbat atau berairHilang nafsu makanDiareMual dan muntah

    Pencegahan Infeksi COVID-19 Stratus

    Berkaitan dengan dengan dominasi varian Stratus di Indonesia, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan gaya hidup bersih dan sehat. Pastikan juga untuk menerapkan etika batuk atau bersin untuk menghindari risiko penularan pada orang lain.

    Selain itu, pastikan untuk selalu menjaga kebersihan tangan dengan cuci tangan pakai sabun atau menggunakan hand sanitizer.

    Jika sedang sakit dan mengalami gejala COVID-19, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Terlebih bila ada riwayat kontak dengan faktor risiko.

    Penggunaan masker juga sangat disarankan apabila mengalami masalah kesehatan seperti batuk, pilek, atau demam.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Pernyataan Kemenkes Singapura Terkait Lonjakan Kasus Covid-19”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/suc)

    Varian Stratus Intai RI

    13 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Video Wamenkes: 2-3 Nyawa Meninggal Setiap Menit Akibat Hepatitis

    Video Wamenkes: 2-3 Nyawa Meninggal Setiap Menit Akibat Hepatitis

    Video Wamenkes: 2-3 Nyawa Meninggal Setiap Menit Akibat Hepatitis

  • Olahraga Sederhana Ini Bisa Bikin Umur Panjang hingga 6 Tahun, Mau Coba?

    Olahraga Sederhana Ini Bisa Bikin Umur Panjang hingga 6 Tahun, Mau Coba?

    Jakarta

    Menjalani hidup tanpa penyakit adalah impian setiap orang. Umur panjang bukan hanya soal berapa lama seseorang hidup, tetapi juga bagaimana menjaga kualitas kesehatannya. Jika ingin hidup lebih lama dan lebih sehat, olahraga adalah hal yang tak bisa diabaikan.

    Sebuah studi tahun 2012 yang dipimpin oleh para peneliti dari Copenhagen City Heart menemukan bahwa satu jenis olahraga tertentu dapat meningkatkan harapan hidup seseorang. Temuan ini dipublikasikan di jurnal ScienceDirect. Studi tersebut menemukan pria yang rutin jogging dapat hidup 6,2 tahun lebih lama, sementara wanita berpotensi mendapatkan tambahan usia hingga 5,6 tahun.

    “Hasil penelitian kami memungkinkan kami untuk menjawab pertanyaan pasti tentang apakah jogging baik untuk kesehatan Anda. Kami dapat mengatakan dengan yakin bahwa jogging secara teratur meningkatkan umur. Kabar baiknya adalah Anda sebenarnya tidak perlu melakukan banyak hal untuk mendapatkan manfaatnya,” kata kepala kardiolog dari Copenhagen City Heart Study, Schnohr, dikutip dari Times of India.

    Perdebatan mengenai jogging terhadap kesehatan pertama kali muncul pada tahun 1970-an, saat pria paruh baya mulai tertarik pada aktivitas ini.

    “Setelah beberapa pria meninggal saat berlari, berbagai surat kabar menyatakan bahwa joging mungkin terlalu berat bagi orang paruh baya pada umumnya,” kenang Schnohr.

    Studi jangka panjang dilakukan sejak tahun 1976, itu meninjau data lebih dari 20.000 pria dan wanita berusia 20 hingga 93 tahun. Untuk sub-studi jogging, para peneliti membandingkan tingkat mortalitas antara 1.116 pelari pria dan 762 pelari wanita dengan non-pelari.

    Partisipan diminta untuk menjawab pertanyaan terkait jumlah waktu yang dihabiskan untuk jogging setiap minggu dan menilai persepsi mereka tentang kecepatan.

    “Dengan rentang usa peserta yang begitu luas, kami merasa bahwa skala intensitas subjektif adalah pendekatan yang paling tepat,: kata Schnohr.

    Data pertama dikumpulkan mulai tahun 1976-1978, daa kedua dari tahun 1981-1983, data ketiga dari tahun 1991-1994, dan data keempat dari tahun 2001-2003. Partisipan dilacak menggunakan nomor ID unik.

    Apa Hasilnya?

    Peneliti menemukan ada sebanyak 10.158 kematian di antara mereka yang tidak jogging dan 122 kematian di antara mereka yang jogging dalam periode tindak lanjut maksimal 35 tahun. Para peneliti menemukan, risiko kematian berkurang sebesar 44 persen bagi pelari pria dan pelari wanita.

    Data lebih lanjut menunjukkan bahwa jogging menambah 6,2 tahun harapan hidup pada pria dan 5,6 tahun pada wanita. Hasil terbaiknya terlihat pada orang yang jogging selama 1-2 setengah jam setiap minggu, yang dibagi dalam 2-3 sesi, terutama dengan kecepatan lambat atau sedang.

    “Anda harus berusaha untuk merasa sedikit sesak napas, tapi tidak terlalu sesak napas,” tambahnya.

    Jogging dapat meningkatkan penyerapan oksigen, meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki profil lipid, menurunkan tekanan darah, hingga meningkatkan fungsi jantung dan kekebalan tubuh.

    “Peningkatan kesejahteraan psikologis ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang memiliki lebih banyak interaksi sosial saat jogging,” kata Schnohr.

    (elk/suc)

  • Wanti-wanti Kemenkes soal COVID-19 Varian ‘Stratus’ yang Mewabah di RI

    Wanti-wanti Kemenkes soal COVID-19 Varian ‘Stratus’ yang Mewabah di RI

    Jakarta

    Melalui laporan sistem surveilans penyakit pernapasan di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI melaporkan adanya varian baru COVID-19 di Indonesia yakni XFG atau dikenal Stratus.

    Berdasarkan data terbaru, varian XFG mencatat dominasi sebesar 75 persen pada Mei, dan meningkat menjadi 100 persen pada Juni 2025. Sementara itu, varian XEN menyumbang 25 persen pada Mei.

    Meski demikian, Kemenkes menyebutkan varian dominan COVID-19 yang merebak di Indonesia tergolong dalam kategori risiko rendah (low risk). Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak panik, namun tetap menjaga protokol kesehatan, terutama bagi kelompok rentan.

    “XFG menjadi variant nomor 1 dalam hal Spread di mana per 13 Juni sudah terdeteksi di 130 negara, paling banyak dari Eropa dan Asia per Juni 2025,” demikian laporan Kemenkes, dikutip Senin (28/7/2025).

    Di sisi lain, Kemenkes juga melaporkan dominansi global varian turunan dari LF.7.9 juga telah terpantau di 41 negara, dengan sebaran utama di kawasan Amerika dan Asia.

    Subvarian LF.7.9.1 dan LP.7 memiliki karakteristik yang serupa dengan varian JN.1, yang hingga kini masih dikategorikan sebagai Variants of Interest (VoI) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak pertama kali ditetapkan pada Desember 2023.

    “JN.1 masih menjadi Variants of Interest (VoI) sejak ditetapkan pada Desember 2023. Berdasarkan penilaian risiko, JN.1 merupakan varian yang berisiko rendah (low) di tingkat global,” tutur Kemenkes.

    “Tidak ada indikasi subvarian ini lebih menular atau menyebabkan keparahan dibandingkan subvarian sebelumnya, namun perlu kewaspadaan bagi para lansia dan/atau orang yang memiliki komorbid,” lanjutnya.

    Imbauan Kemenkes RI

    Sebagai kewaspadaan, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk menerapkan sejumlah hal berikut.

    Menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).Menerapkan etika batuk/bersin untuk menghindari penularan kepada orang lain.Cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun (CTPS) atau menggunakan hand sanitizer.Menggunakan masker bagi masyarakat jika jika berada di kerumunan atau sedang sakit seperti batuk, pilek, atau demam.Segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko.Bagi pelaku perjalanan jika mengalami sakit selama perjalanan agar menyampaikan kepada awak atau personel alat angkut maupun kepada petugas kesehatan di pelabuhan/bandar udara/PLBN (Pos Lintas Batas Negara) setempat.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

    Varian Stratus Intai RI

    13 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Kemenkes Ungkap Data Tren COVID-19 Dirawat di RS-ICU, Kasus Terbanyak di Usia Ini

    Kemenkes Ungkap Data Tren COVID-19 Dirawat di RS-ICU, Kasus Terbanyak di Usia Ini

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan tren pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan di rumah sakit relatif stabil. Meski begitu, kondisi ini bersifat sementara dan bisa berubah di kemudian hari, sehingga masyarakat tetap perlu waspada.

    Berdasarkan data dari 35 rumah sakit sentinel SARI pada minggu ke-29 tahun 2025, terdapat penurunan pasien yang dirawat inap. Nihil penambahan kasus COVID-19 rawat inap dalam dua pekan terakhir.

    Meski begitu, kelompok usia balita yakni 0-4 tahun dan lansia 59 tahun ke atas, menjadi kasus COVID-19 yang paling sering ditemukan di pekan terakhir minggu ke-27 tahun 2025.

    Sementara secara umum, jumlah kasus COVID-19 yang dirawat di ICU cenderung stabil pada 2025.

    “Bahkan, nihil kasus COVID-19 baru yang dirawat ICU selama 2 bulan terakhir,” demikian laporan Kemenkes RI dalam ringkasan kasus terbaru, dikutip Senin (28/7/2025).

    Sebagai kewaspadaan, masyarakat diimbau untuk terus melakukan pencegahan demi menghindari kemungkinan terpapar, seperti berikut:

    Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehatMenerapkan etika batuk/bersin untuk menghindari penularan kepada orang lainCuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun (CTPS) atau menggunakan
    hand sanitizerMenggunakan masker bagi masyarakat jika jika berada di kerumunan atau sedang sakit seperti batuk, pilek, atau demamSegera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala infeksi saluran pernapasan dan ada riwayat kontak dengan faktor risikoBagi pelaku perjalanan jika mengalami sakit selama perjalanan agar menyampaikan kepada awak atau personel alat angkut maupun kepada petugas kesehatan di pelabuhan/ bandar udara/ PLBN (Pos Lintas Batas Negara) setempat.

    (naf/up)

  • Varian Baru COVID ‘Stratus’ Mewabah di RI, Kelompok Ini Paling Rentan Terpapar

    Varian Baru COVID ‘Stratus’ Mewabah di RI, Kelompok Ini Paling Rentan Terpapar

    Jakarta

    Varian baru COVID-19 ‘Stratus’ atau XFG belakangan disorot setelah terdeteksi di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan RI melalui hasil surveilans penyakit pernapasan yang mencakup influenza, COVID-19, dan penyakit pernapasan lainnya.

    Surveilans ini dilakukan secara rutin melalui fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi sentinel, yakni 39 puskesmas, 35 rumah sakit, dan 14 balai karantina kesehatan di pintu masuk negara.

    Laporan tersebut mengatakan varian baru COVID XFG atau ‘Stratus’ kini menjadi varian paling dominan di Indonesia.

    “Pada Bulan Juni Varian dominan di Indonesia adalah XFG (75 persen pada Mei, dan 100 persen pada Juni), dan XEN (25 persen pada Mei),” demikian bunyi laporan Kemenkes, dikutip Minggu (27/7/2025).

    Kelompok Ini Paling Rentan Terpapar Varian Baru COVID Stratus

    Dikutip dari Health Site, kelompok yang paling berisiko terinfeksi varian baru COVID-19, termasuk Stratus adalah mereka yang termasuk dalam kategori rentan, seperti anak-anak, lansia, serta individu dengan penyakit penyerta (komorbid) atau sistem kekebalan tubuh yang lemah.

    Para ahli menjelaskan menurunnya kekebalan tubuh menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan penyebaran varian ini semakin meluas. Efektivitas vaksin booster juga disebut menurun seiring waktu, sementara infeksi alami yang dulu memberikan kekebalan kini mulai jarang terjadi.

    Kondisi ini membuat semakin banyak orang kembali rentan terhadap infeksi COVID-19, termasuk terhadap varian baru seperti Stratus. Para ahli memperingatkan ancaman ini bisa menjadi pemicu gelombang baru infeksi, terutama di kalangan masyarakat yang belum mendapatkan vaksin booster atau memiliki daya tahan tubuh rendah.

    dr Kaywaan Khan, dokter umum di Harley Street dan pendiri Hannah London Clinic juga memperingatkan orang-orang dari semua kelompok usia dan jenis kelamin mungkin rentan jika varian tersebut terus menyebar tanpa terkendali.

    “Tidak seperti varian lain, Stratus memiliki mutasi tertentu pada protein spike, yang dapat membantunya menghindari antibodi yang terbentuk dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya,” kata dr Khan, dikutip dari Financial Express.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

    Varian Stratus Intai RI

    13 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Benarkah Pria Tajir Lebih Menarik? Begini Alasan Ilmiah di Baliknya

    Benarkah Pria Tajir Lebih Menarik? Begini Alasan Ilmiah di Baliknya

    Jakarta

    Penelitian terbaru mengungkap pria dengan isi rekening yang lebih banyak alias tajir cenderung lebih mudah menemukan pasangan. Dalam Journal of Marriage and Family, pria yang memiliki uang banyak disebut cenderung lebih menarik dan memberikan sinyal kesiapan menjalin cinta yang lebih kuat.

    Peneliti di Kanda melakukan dua studi jangka panjang di Amerika Serikat dan Jerman. Mereka ingin melihat bagaimana sikap seseorang terhadap hubungan berubah seiring waktu, sejalan dengan penghasilan.

    Peneliti secara khusus fokus pada kelompok usia 25-35 tahun. Kelompok ini dianggap sebagai masa ketika seseorang paling mungkin mencari hubungan asmara.

    Hasilnya, pria lajang berpenghasilan tinggi cenderung mengatakan ini waktu yang tepat untuk mencari pasangan. Setelah disurvei kembali, dalam 6-12 bulan, mereka yang bergaji lebih besar lebih mungkin menemukan cinta.

    “Dengan meningkatnya sumber daya finansial, kebutuhan hierarkis yang lebih tinggi seperti cinta dan rasa memiliki, yakni keintiman dan romansa yang merupakan dari sebuah hubungan, menjadi lebih relevan,” kata peneliti dikutip dari Daily Mail, Senin (28/7/2025).

    “Kaitan ini membantu kita memahami berbagai hal yang mungkin menjadi fokus banyak orang lajang, serta bagaimana mereka mengatur hidupnya, seperti upaya untuk lebih dahulu memastikan keamanan finansial,” sambungnya.

    Peneliti menyimpulkan, selain kepribadian yang baik untuk membentuk dan menjaga hubungan, kondisi material memainkan peran yang signifikan dengan cara menunjukkan ‘sinyal kesiapan’ tersebut.

    Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan peran pendapatan dalam ketertarikan terhadap hubungan relatif serupa antara pria dan wanita. Ini menantang persepsi umum yang menyebut uang hanya menjadi masalah bagi pria ketika ingin mendapatkan pasangan.

    Meski penelitian ini menunjukkan adanya kaitan kekayaan dan niat menjalin hubungan, bukan berarti uang adalah faktor satu-satunya seseorang memutuskan memiliki pasangan. Peneliti mengingatkan faktor lain yang juga memengaruhi adalah kepribadian, tujuan hidup, dan budaya juga berperan dalam kesiapan menjalin hubungan.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/suc)

  • Fakta-fakta Varian Baru COVID ‘Stratus’ Masuk RI, Gejala dan Ciri Khasnya

    Fakta-fakta Varian Baru COVID ‘Stratus’ Masuk RI, Gejala dan Ciri Khasnya

    Jakarta

    Varian baru COVID XFG atau stratus sudah terdeteksi di Indonesia menurut laporan terbaru Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes). Stratus menjadi varian yang paling dominan di Indonesia.

    Laporan ini diberikan berdasarkan hasil pemantauan rutin terhadap penyakit pernapasan, seperti influenza dan COVID-19 di 39 puskesmas, 25 rumah sakit, serta 14 Bala Karantina Kesehatan yang berfungsi sebagai sentinel site.

    “Pada Bulan Juni Varian dominan di Indonesia adalah XFG (75 persen pada Mei, dan 100 persen pada Juni), dan XEN (25 persen pada Mei),” demikian bunyi laporan Kemenkes, dikutip Minggu (27/7/2025).

    Hingga minggu ke 30, jumlah total kasus COVID sepanjang 2025 terdapat 291 kasus dari sebanyak 12.853 spesimen yang diperiksa, menghasilkan positivity rate kumulatif 2,26 persen. Sedangkan, jumlah kasus yang ada di lokasi sentinel sampai minggu ke-25 mencapai 82 kasus dari sebanyak 2.613 spesimen.

    Positif kumulatif tahun 2025 terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta.

    Kemenkes RI mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dengan gejala infeksi saluran pernapasan, menerapkan protokol; kesehatan dasar, dan melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala flu berat, batuk, atau demam tinggi. Sementara, vaksinasi dianjurkan bagi kelompok rentan.

    Gejala Varian COVID Stratus

    Menurut dokter umum di Harley Street, sekaligus pendiri Hannah London Clinic, dr Kaywaan Khan, stratus memiliki mutasi spesifik pada protein spike (lonjakan) yang memungkinkan virus ini menghindari antibodi dari infeksi sebelumnya maupun vaksinasi.

    Stratus dikatakan tidak tampak lebih berat atau parah jika dibandingkan dengan varian sebelumnya. Tapi, ada gejala yang dinilai cukup khas.

    “Salah satu gejala paling mencolok dari varian Stratus adalah suara serak atau parau,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa secara umum, gejala Stratus tergolong ringan hingga sedang.

    dr Khan menyarankan, jika seseorang mendapat hasil positif, maka sebaiknya tetap di rumah dan menjalani isolasi. Sebab, varian stratus sangat mudah menular.

    Selain itu, beberapa gejala lainnya mirip varian COVID-19 sebelumnya. Dikutip dari laman National Health Service UK (NHS), gejalanya meliputi:

    Sesak napasKehilangan atau perubahan indra penciuman dan perasa,Kelelahan, demam atau menggigilHidung tersumbat atau berairNyeri ototBatuk terus-menerusSakit tenggorokanSakit kepalaDiareHilangnya nafsu makan, dan mual

    Varian Stratus Lebih Berbahaya?

    Stratus ditetapkan sebagai variant under monitoring (VUM) oleh WHO, sebab proporsinya terus meningkat secara global. Varian ini diperkirakan memiliki pertumbuhan yang relatif tertinggi dibandingkan dengan varian lain yang beredar, seperti Nimbus atau NB.1.8.1 terkini. Kendati demikian, stratus dikatakan tidak lebih parah dibandingkan varian lainnya yang beredar.

    “Data saat ini tidak menunjukkan varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau kematian daripada varian lain yang beredar,” kata WHO, (7/7/2025).

    Terdapat bukti yang menunjukkan adanya peningkatan proporsi dari varian stratus. Tapi, WHO belum mengamati tanda-tanda yang menunjukkan peningkatan keparahannya.

    “Meskipun ada peningkatan kasus dan rawat inap yang dilaporkan di beberapa negara [Kawasan Asia Tenggara], yang memiliki proporsi XFG tertinggi, tidak ada laporan yang menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit terkait lebih tinggi dibandingkan dengan varian yang beredar lainnya, kata WHO.

    Sementara itu, menurut konsultan epidemiologi di UK Health Security Agency (UKHSA), Dr Alex Allen mengatakan pula bahwa sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan varian stratus menyebabkan penyakit yang lebih parah dari varian sebelumnya.

    “Merupakan hal yang normal bagi virus untuk bermutasi dan berubah seiring waktu,” kata Dr Alex Allen, seraya menambahkan pihaknya terus memantau semua jenis COVID di Inggris, dikutip dari The Independent.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Varian Covid-19 yang Mendominasi Indonesia Saat Ini “
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/suc)

    Varian Stratus Intai RI

    5 Konten

    COVID-19 di Indonesia kini didominasi varian XFG, atau dijuluki ‘varian stratus’. Varian ini mendominasi 75 persen kasus di bulan Mei 2025, dan 100 persen kasus di Juni.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Manfaat Kaki di Atas Tembok, Tingkatkan Sirkulasi Darah hingga Redakan Stres

    Manfaat Kaki di Atas Tembok, Tingkatkan Sirkulasi Darah hingga Redakan Stres

    Jakarta

    Setelah seharian beraktivitas, tubuh tentu membutuhkan waktu untuk rileks. Salah satu kebiasaan simpel yang bisa dilakukan di rumah adalah mengangkat kaki ke tembok.

    Meski kelihatannya sepele, kebiasaan mengangkat kaki ke tembok menyimpan segudang manfaat kesehatan. Berikut ini sederet manfaat yang mungkin bisa didapatkan.

    1. Meningkatkan Sirkulasi Darah

    Dikutip dari Healthline, mengangkat kaki ke tembok membantu memperlancar aliran darah di bagian tubuh bawah.

    Darah yang kekurangan oksigen akan kembali ke jantung melalui pembuluh vena. Tidak seperti arteri, tekanan dalam vena relatif lebih rendah. Untuk membantu pergerakan darah, vena dibantu oleh katup-katup kecil serta kontraksi otot di sekitarnya agar darah dapat naik kembali ke jantung.

    Ketika duduk atau berdiri, darah di kaki harus melawan gravitasi agar bisa kembali ke jantung. Namun, saat kaki diangkat lebih tinggi dari jantung, gravitasi membantu darah mengalir ke atas, sehingga sirkulasi darah di kaki menjadi lebih lancar.

    2. Mengurangi Pembengkakan

    Pembengkakan kaki bisa disebabkan oleh penumpukan cairan (edema) atau peradangan. Cedera atau kondisi kesehatan tertentu juga dapat menyebabkan pembengkakan kaki.

    Sama seperti manfaatnya terhadap sirkulasi darah, mengangkat kaki di atas level jantung dapat membantu mengeluarkan cairan berlebih secara lebih efisien, sehingga pembengkakan berkurang.

    Berdiri atau duduk terlalu lama dapat menyebabkan darah terkumpul di pembuluh vena kaki. Hal ini meningkatkan tekanan di vena dan bisa memicu munculnya varises.

    Dengan mengangkat kaki, tekanan di kaki dapat berkurang karena darah yang terkumpul bisa mengalir kembali ke arah jantung. Jika sudah lama berdiri, duduk dengan kaki terangkat juga mengurangi rasa pegal dan nyeri pada telapak kaki.

    4. Meredakan Stres

    Selain meningkatkan sirkulasi darah, kebiasaan mengangkat kaki ke tembok juga mengurangi stres. Menurut pakar kebugaran di Australia, Marina Wright, gerakan ini bisa dilakukan 3-10 menit sehari untuk memberikan efek baik bagi kesehatan.

    “Ini adalah pose inversi yang memberikan manfaat serupa seperti headstand atau shoulder stand, tapi kelebihannya adalah legs-up-the-wall (angkat kaki ke tembok) jauh lebih mudah dilakukan dan bisa dilakukan hampir oleh siapa saja,” kata Marina dikutip dari Newsweek, Kamis (244/7/2025).

    Dalam yoga, pose ini dikenal dengan nama Viparita Karani. Gerakan ini membantu tubuh untuk ‘melambat’ dan menikmati momen ketenangan. Untuk mendapatkan efek maksimal, gerakan ini bisa dikombinasikan latihan pernapasan.

    “Pose ini menstimulasi sistem saraf parasimpatis, yang artinya detak jantung bisa melambat dan tubuh memasuki kondisi rileks,” katanya.

    “Pernapasan dalam akan semakin mengaktifkan sistem saraf parasimpatis dan mengurangi efek respons stres,” tandas Marina.

    5. Meredakan Sakit Kepala

    Ahli saraf John Hopkins University Dr David Buchholz berpendapat sakit kepala muncul tak mesti disebabkan oleh otot yang menegang. Menurutnya, sakit kepala lebih umum disebabkan oleh masalah pembuluh darah.

    “Sakit kepala disebabkan oleh pembuluh darah di wajah dan leher membengkak dan menyempit,” katanya dikutip dari Yoga International.

    Menurut Dr David, sakit kepala yang dicetuskan oleh stres atau ketegangan hanyalah versi lebih ringan dari gangguan yang sama. Salah satu gerakan yoga yang disarankan adalah mengangkat kaki ke tembok.

    Melakukan gerakan ini secara rutin ditambah dengan meningkatkan aktivitas fisik, khususnya kardio, dapat memicu pelepasan endorfin olahraga yang mencegah sakit kepala.

    (elk/suc)

  • Video: Dinkes DKI Jakarta Ungkap Penyakit yang Jadi Tantangan Saat Ini

    Video: Dinkes DKI Jakarta Ungkap Penyakit yang Jadi Tantangan Saat Ini

    JakartaWakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menyebut penyakit yang menjadi tantangan saat ini yaitu penyakit yang tidak menular. Beberapa penyakit tersebut seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan kanker.

    Dwi mengatakan risiko penyakit tidak menular bisa dikurangi melalui penerapan pola hidup sehat bagi masayatakat. Pemerintah juga melakukan kolaborasi antar lembaga melalui Cek Kesehatan Gratis (CKG) untuk masyarakat RI.

    Tonton video-video menarik lainnya di 20detik.

    (/)

    penyakit tidak menular ptm dinkes dki dinkes dki jakarta penyakit jantung