Jenis Media: Kesehatan

  • #Tanyadetikhealth Berkaca dari Raya, Gimana Anjuran Minum Obat Cacing yang Tepat?

    #Tanyadetikhealth Berkaca dari Raya, Gimana Anjuran Minum Obat Cacing yang Tepat?

    Video: #Tanyadetikhealth Berkaca dari Raya, Gimana Anjuran Minum Obat Cacing yang Tepat?

    Video: Yuk Simak Bareng Cara Mencegah Anak Terinfeksi Cacingan!

    771 Views | Rabu, 27 Agu 2025 20:13 WIB

    Belakangan ini, banyak yang kembali membicarakan pentingnya minum obat cacing secara rutin.

    Meski terdengar sederhana, langkah ini punya peran besar dalam menjaga kesehatan dan mencegah risiko penyakit yang sering disepelekan.

    Tapiiii, sebetulnya boleh gak sih meminum obat cacing sembarangan? Yuk, simak penjelasannya di video berikut!

    Maharani Salsabila – 20DETIK

  • Video: Campak Lebih Menular dari Covid-19, IDAI Tekankan Pentingnya Imunisasi

    Video: Campak Lebih Menular dari Covid-19, IDAI Tekankan Pentingnya Imunisasi

    Video: Campak Lebih Menular dari Covid-19, IDAI Tekankan Pentingnya Imunisasi

  • Video: Prabowo Bangga Penerima Makan Gratis Tembus 21 Juta Orang

    Video: Prabowo Bangga Penerima Makan Gratis Tembus 21 Juta Orang

    Video: Prabowo Bangga Penerima Makan Gratis Tembus 21 Juta Orang

  • Dikira Migrain Biasa, Ternyata Wanita Ini Idap Tumor Otak Bertahun-tahun

    Dikira Migrain Biasa, Ternyata Wanita Ini Idap Tumor Otak Bertahun-tahun

    Jakarta

    Seorang wanita bernama Nikita Sterling mengeluhkan migrain sejak ia berusia 18 tahun. Kondisi itu membuatnya mengalami gangguan penglihatan dan sakit kepala dengan tekanan hebat.

    Namun, wanita yang kini berusia 39 tahun tidak pernah mencari bantuan medis. Sebab, sakit kepala yang ia rasakan hanya terjadi 2-3 kali dalam setahun.

    Sampai pada Oktober 2024, guru psikologi di sekolah menengah di Medway, Kent, Inggris itu menyadari adanya perubahan yang signifikan.

    “Migrain itu terjadi hampir setiap minggu,” katanya yang dikutip dari The Sun, Rabu (27/8/2025).

    Nikita merasa tekanan di kepalanya meningkat, seperti kepala yang diisi dengan air. Bahkan, ia pernah kehilangan kemampuannya untuk berbicara di sebuah pertemuan dengan orang tua.

    “Saya tidak bisa memikirkan kata-kata yang perlu saya ucapkan, itu benar-benar memalukan,” sambungnya.

    Gejala itu terus memburuk selama beberapa bulan berikutnya. Hingga pada Februari 2025, Nikita mencari bantuan dari dokter umum swasta melalui asuransi kerja suaminya, dan dirujuk ke ahli saraf pada bulan Mei.

    Namun, gejala Nikita terus memburuk sampai membuatnya pingsan dan muntah-muntah. Sampai saudara perempuannya mendesaknya untuk melakukan MRI pada April 2025.

    Hasilnya, dokter menemukan adanya massa besar di lobus frontalnya, yang kemudian didiagnosis sebagai meningioma atau tumor otak non-kanker.

    “Saya hancur, butuh waktu lama untuk mencapai titik ini. Saya terkejut melihat betapa besarnya (tumor itu),” tutur Nikita.

    “Dan semua benda putih ekstra di sekitarnya pada hasil pemindaian membengkak, yang menyebabkan tekanan di kepala saya,” tambahnya.

    Nikita pun dirujuk ke Rumah Sakit King’s College di London. Seorang ahli bedah saraf memberi tahu bahwa tindakan terbaik adalah operasi pengangkatan tumor.

    “Mereka tidak tahu apa itu saat itu. Tetapi semakin lama kami membiarkannya, semakin besar kerusakan yang bisa ditimbulkannya,” katanya.

    Nikita menjalani operasi pengangkatan tumor jinak itu selama empat jam pada 22 April 2025. Dokter menduga tumor itu mungkin sudah tumbuh selama 20 tahun.

    Kini Nikita telah pulih pascaoperasi dan keluhan migrainnya telah hilang. Tetapi, jika ia mengalami gangguan penglihatan, harus segera mengonsumsi obat yang telah diresepkan dokter.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Video: Prabowo Minta Menkes Buka 500 RS untuk Cetak Dokter Spesialis

    Video: Prabowo Minta Menkes Buka 500 RS untuk Cetak Dokter Spesialis

    Jakarta

    Presiden Prabowo minta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membuka 500 rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (RSPPU) untuk menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit sampai 2030 mendatang. Saat ini, Indonesia kekurangan 70.000 dokter spesialis dan hanya mampu memproduksi 2.700 dokter spesialis per tahun.

    Menkes Budi berusaha merealisasikan target tersebut dengan bekerja sama dengan Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME). Ia memastikan pendidikan yang bebas dari bullying, kekerasan, dan transparansi.

    (/)

  • Menkes Janji Tak Ada Bullying di ‘PPDS Hospital Based’

    Menkes Janji Tak Ada Bullying di ‘PPDS Hospital Based’

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklaim tidak akan ada lagi perundungan atau bullying di program pendidikan dokter spesialis (PPDS), utamanya yang berbasis rumah sakit atau hospital based. Program baru tersebut dibuka untuk mempercepat cetakan dokter spesialis di tengah gap kebutuhan yang masih berada di angka 70 ribu.

    Meski dilakukan percepatan, pemerintah disebutnya tidak akan meninggalkan kompetensi atau peningkatan kualitas para tenaga dokter. Memakai Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) International, seluruh sistem dibuat online dan bisa dipantau secara transparan.

    “Semua sistemnya dibikin online, transparansi, oleh ACGME, jadi nggak bisa lagi ada like dan dislike antar satu dengan yang lain. Tidak ada lagi bullying yang terjadi, karena ada mekanisme internasional untuk mengontrol bagaimana cara pendidikan dilakukan dengan baik dan transparan,” beber Menkes, Rabu (27/8/2025).

    “Semuanya dilakukan dengan logbook elektronik ini yang bisa lihat progress-nya seperti apa, tadi juga saya lihat baru diupdate oleh ACGME mereka memetakan semua,” tandasnya.

    Termasuk mengontrol kegiatan setiap dokter pengajar dan senior. Menkes optimistis dengan penambahan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (RSPPU), produksi dokter spesialis dari semula 2.700 setahun, bisa meningkat.

    “Kita belum bisa seperti Inggris yang punya 600 sentra pendidikan, memproduksi 12 ribu dokter spesialis dari 2.700, kita akan senang kalau bisa naik ke 10 ribu kemudian ke 20 ribu setahun dokter spesialis,” lanjutnya.

    Keberadaan PPDS hospital based juga dipastikan Menkes tidak akan menghilangkan program pendidikan dokter spesialis yang selama ini berjalan di universitas.

    “Untuk itu kita akan memperluas jaringan pendidikan, nanti akan ada yang di university based, ada yang hospital based, kita jalan berbarengan untuk bisa memenuhi gap yang 70 ribu itu tadi dengan lebih cepat,” sambungnya.

    “Yang hospital based saya minta tahun ini kita bisa membuka 7 spesialis dasar ditambah 2 spesialis untuk stroke dan jantung, sentra pendidikan dari 6 menjadi 26,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Video: Pertimbangan Menkes soal Dokter Spesialis LN Bertugas di KEK Sanur

    Video: Pertimbangan Menkes soal Dokter Spesialis LN Bertugas di KEK Sanur

    Video: Pertimbangan Menkes soal Dokter Spesialis LN Bertugas di KEK Sanur

  • Siasat Menkes Perbanyak Dokter Spesialis RI, Belajar dari Singapura-India

    Siasat Menkes Perbanyak Dokter Spesialis RI, Belajar dari Singapura-India

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 70.000 dokter spesialis. Ini membuat Kemenkes akan meniru cara Singapura dan India untuk meningkatkan jumlah dokter.

    Kemenkes bekerja sama dengan Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) International, yakni organisasi yang menetapkan dan memantau standar pendidikan kedokteran pascasarjana di Amerika Serikat.

    “Kenapa ACGME kita ajak? Karena dia sudah melakukan reformasi dari pendidikan dokter spesialis di Singapura. Singapura menghadapi masalah yang sama (kurang dokter spesialis), tapi mereka melakukan apa yang kita lakukan yaitu back in early 2000,” kata Menkes Budi dalam sambutannya di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    “Mereka reformasi, undang ACGME untuk masuk, ACGME menolong mereka, sehingga naik hampir dua kali lipat produksi dokter spesialisnya,” lanjutnya.

    Lalu, Menkes Budi juga ingin mencontoh apa yang dilakukan oleh India untuk melahirkan banyak dokter spesialis.

    “India adalah salah satu contoh, di mana bisa naik 4 kali lipat dalam waktu yang lebih singkat untuk pendidikan dokter spesialisnya,” katanya.

    Menkes berharap ACGME dapat membantu pemerintah dalam hal memperbaiki pendidikan kedokteran dengan kualitas standar internasional.

    “Malah suatu saat nanti, syukur-syukur dokter spesialis kita sudah setara dengan dokter spesialis Amerika, jadi kalau mau kerja puter-puter lebih gampang. Karena udah certified by ACGME (mendapatkan sertifikasi ACGME),” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • Pasien Terapi Stem Cell Ilegal di Magelang Dipatok hingga Rp 9 Juta Sekali Suntik

    Pasien Terapi Stem Cell Ilegal di Magelang Dipatok hingga Rp 9 Juta Sekali Suntik

    Jakarta

    Sebuah fasilitas produksi dan terapi produk turunan stem cell berupa sekretom ilegal di Magelang, Jawa Tengah dibongkar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Satu orang berinisial YHF (56) yang ditetapkan sebagai tersangka.

    Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar mengungkapkan pasien yang datang ke klinik tersebut butuh biaya besar untuk mendapatkan satu suntikan sekretom. Mereka diiming-imingi berbagai manfaat seperti menyembuhkan penyakit serius seperti kanker hingga meningkatkan stamina.

    “Harga tadi ada yang disebutkan per suntik 1,5 ml itu ada yang Rp 3 juta, Rp 7 juta, ada Rp 9 juta ditambah dengan yang perawatannya bisa ratusan juta. Jadi, kasihan rakyat kita kalau begitu,” kata Prof Taruna dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).

    Padahal, produksi sekretom yang tidak sesuai standar dapat membahayakan pasien. Ketika tidak diproduksi dengan benar, maka risiko kontaminasi pada sekretom akan semakin besar dan ketika disuntikkan risiko sepsis yang mengancam nyawa dapat terjadi.

    Dalam kasus yang lebih ringan, bahayanya dapat meliputi gangguan pada ginjal, gagal jantung, dan masalah pada liver.

    Ini menjadi sorotan yang begitu serius menurut BPOM karena nilai ekonomi dari sarana ilegal ini mencapai ratusan miliar rupiah.

    “Nilai keekonomian kasus di Magelang ini mencapai Rp 230 miliar,” jelasnya.

    Prof Taruna menuturkan ada indikasi jaringan yang lebih besar terkait sarana produksi sekretom ini. Ia bahkan menyebut saat ini ada ratusan klinik lain yang tengah masuk observasi BPOM lantaran diduga melakukan tindakan ilegal yang serupa.

    Ia menegaskan pihaknya akan melakukan pendisiplinan yang keras pada pelanggaran-pelanggaran serupa.

    “Kami dari Badan POM sudah mendeteksi sebetulnya, beberapa puluhan sampai ratusan klinik yang menjadi observasi kami. Jadi saya tegaskan ini, bagi yang merasa masih melakukan praktik-praktik ilegal ini, harus mengerti ini baru awal dari apa yang dilakukan Badan POM,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Pantau Langsung KLB Campak, Menkes Bakal ke Sumenep

    Pantau Langsung KLB Campak, Menkes Bakal ke Sumenep

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin akan mengunjungi Sumenep, Jawa Timur dalam waktu dekat. Ini setelah status infeksi campak di Sumenep meningkat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

    “Sumenep, rencananya saya besok akan ke sana. Diundur jadi besok pagi,” kata Menkes Budi saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    Kunjungan Menkes tidak hanya akan berhenti di Sumenep, melainkan di beberapa Kabupaten/Kota di Madura dengan kasus infeksi campak yang termasuk mengkhawatirkan.

    “Nah ini, sebenarnya kan campak bisa dicegah dengan imunisasi. Gimana caranya kita akan drop out imunisasinya lebih baik lagi,” kata Menkes.

    “Sama seperti outbreak polio kemarin kan, itu karena waktu COVID-19, imunisasinya terganggu, sehingga polionya outbreak. Nah ini yang harus kita bikin program akselerasi imunisasi, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang kena campak dan ini kan bisa mematikan,” lanjutnya.

    Infeksi Campak Lebih Cepat dari COVID-19

    Kejadian luar biasa campak di Indonesia tidak hanya terjadi di Sumenep, Jawa Timur. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat terjadi 46 KLB campak pasti di 42 kabupaten/kota yang tersebar di 13 provinsi.

    “Campak ini penyakit berbayaha dan menyebabkan kematian, bahkan penularannya lebih cepat dari COVID-19,” kata dr Prima Yosephine, MKM, Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan dalam konferensi pers, Selasa (26/8/2025).

    Jumlah kasus campak di Indonesia di tahun 2025 hingga minggu ke-33 menunjukkan ada 23.128 suspek dengan kasus terkonfirmasi 3.444 pasien. Kasus suspek terbanyak tercatat di Sumenep dengan 2.139 suspek.

    Terjadinya kasus campak di banyak wilayah di Indonesia ini dilatarbelakangi cakupan vaksinasi yang rendah. Capaian imunisasi campak-rubella 1 dan 2 tahun 2025 masih berada di angka 45 persen dari target 95 persen.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)