Jenis Media: Kesehatan

  • Balita Muntah Cacing Terjadi Lagi di RI, Eks Pejabat WHO Soroti Hal Ini

    Balita Muntah Cacing Terjadi Lagi di RI, Eks Pejabat WHO Soroti Hal Ini

    Jakarta

    Viral balita 1 tahun 8 bulan di Seluma, Bengkulu, dilaporkan cacingan. Cacing tersebut bahkan sudah keluar dari bagian mulut dan hidungnya, saat dirawat di rumah sakit.

    Balita bernama Khaira ini teridentifikasi mengeluarkan cacing gelang dan kini harus menjalani perawatan intensif. Larva cacing juga ditemukan berada di bagian paru Khaira. Kasus Khaira mengingatkan sejumlah orang pada insiden kematian balita di Sukabumi yang meninggal pasca ditemukan sekitar 1 kilogram cacing pada tubuhnya.

    Menurut Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama, kasus kecacingan semacam ini seharusnya sudah bisa diberantas di usia kemerdekaan Indonesia ke-80.

    Munculnya laporan kecacingan juga disebutnya tak hanya menggambarkan persoalan satu maupun dua kasus, tetapi menunjukkan potensi banyaknya kejadian serupa di sejumlah wilayah.

    “Perlu penanganan yang menyeluruh dari hulu sampai hilir, yang didasari dengan analisa mendalam tentang kenapa kasus kecacingan kok masih bermunculan di 80 tahun kemerdekaan bangsa kita ini,” tutur Prof Tjandra dalam keterangan tertulis, Rabu (17/9/2025).

    Prof Tjandra merinci sedikitnya tiga masalah yang terjadi di balik kecacingan pada anak Indonesia.

    “Kecacingan ini adalah tergolong penyakit tropik terabaikan, jadi kita yang abai. Kedua bahwa kasusnya juga berhubungan dengan kekurangan gizi pada anak Indonesia, artinya masalah gizi memang ada di tengah anak-anak sekitar kita,” beber dia.

    Selanjutnya, persoalan pelayanan rumah sakit dalam melakukan operasi atau pembedahan untuk cacing di perut. Artinya, menurut dia, diperlukan penguatan kemampuan pelayanan kesehatan rumah sakit untuk masalah kesehatan seperti kecacingan.

    “Berita media menyebutkan bahwa kasus pada anak di Bengkulu ini adalah karena cacing gelang, atau nama latinnya Ascaris lumbricoides. Disampaikan lima hal tentang cacing ini, sebagaimana tercantum dalam laman CDC Amerika Serikat.”

    Cacing gelang berukuran cukup besar. Pada cacing betina dewasa antara 20 hingga 35 cm, sementara cacing jantan dewasa antara 15 hingga 30 cm. Hal ini dinilai menyedihkan lantaran cacing dengan ukuran tersebut berada pada usia anak yang masih balita Indonesia.

    Sementara seekor cacing betina dapat menghasilkan sekitar 200 ribu telur per hari, yang dikeluarkan bersama feses.

    “Tentu kasihan sekali kalau anak-anak harus ada ratusan ribu telur cacing dalam tubuhnya.”

    “Kemudian menjadi larva dan lalu dalam tubuh si anak maka larva itu melalui sirkulasi sistemik dapat masuk ke paru-paru. Larva matang lebih lanjut di paru-paru sampai 10 hingga 14 hari,” sorotnya menyoal komplikasi yang bisa terjadi.

    (naf/kna)

  • Skizofrenia Jadi Masalah Kesehatan Jiwa Terbanyak di RI, Inikah Biang Keroknya?

    Skizofrenia Jadi Masalah Kesehatan Jiwa Terbanyak di RI, Inikah Biang Keroknya?

    Jakarta

    Skizofrenia menjadi kasus masalah kesehatan jiwa dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia. Ini berdasarkan jumlah klaim BPJS dengan nilai terbesar dalam kurun waktu 2020-2024.

    PLT Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta dr Wahyu Nur Ambarwati, SpKJ mengungkapkan skizofrenia merupakan masalah kesehatan mental serius yang membuat seseorang kesulitan atau kesulitan terkoneksi dengan realitas.

    Ini merupakan salah satu jenis gangguan jiwa berat yang memerlukan pengobatan rutin dan pemantauan dari dokter. Terlebih, penyakit ini juga bersifat kronis dan sangat berisiko untuk relapse.

    “Skizofrenia ini jenisnya termasuk kronis relapse disease. Pasien-pasien skizofrenia itu harus rutin kontrol, kemudian mengonsumsi obat. Karena salah satu, yang menstabilkan neurotransmitter dopamin, itu adalah adalah obat-obatan antipsikotik,” ucap dr Wahyu dalam acara temu media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

    dr Wahyu mengingatkan penyakit jiwa seperti skizofrenia sebenarnya bisa dicegah. Namun, stigma yang beredar di tengah masyarakat berkaitan dengan penyakit jiwa seringkali menghambat pengobatan lebih dini.

    Ini membuat pasien datang berobat terlanjur memiliki gejala berat. Lalu, angka kasus skizofrenia di Indonesia pun terus meningkat dan kasusnya menjadi yang terbanyak bila dibandingkan masalah kesehatan jiwa lainnya.

    “Jadi jangan menunggu sudah ada gejala yang berat, seperti halusinasi, tetapi pada saat seseorang sudah ada stresor, mulai tidak baik-baik saja, mulai cemas ringan, mulai ada hendaya (ketidakmampuan) beberapa fungsi, nah itu sudah perlu intervensi awal,” jelasnya.

    “Itu yang kadang-kadang, balik lagi ke stigma, balik lagi ke akses, padahal dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) sendiri sudah banyak sekali memberikan akses untuk layanan psikiatri. Jadi seperti itu yang harus kita antisipasi di masyarakat. Mari kita sama-sama menghapus stigma,” tandas dr Wahyu.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan kesehatan jiwa di Indonesia adalah salah satu masalah serius. Selama periode 2020-2024, nilai klaim BPJS Kesehatan untuk penanganan gangguan jiwa tembus hingga Rp 6,7 triliun.

    BPJS Kesehatan juga mencatat adanya kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2024, biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan jiwa mencapai Rp 1,9 triliun, naik dari Rp 1,6 triliun pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun 2022 nilai klaim mencapai Rp 1,2 triliun, tahun 2021 dengan Rp 1 triliun, dan tahun 2020 dengan Rp 937 miliar.

    Menurut data BPJS Kesehatan, skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dengan jumlah klaim kasus terbanyak dengan 7.499.226 klaim kasus. Total pasien yang menjalani perawatan sebanyak 473.144 jiwa.

    “Yang paling banyak ini skizofrenia. Skizofrenia itu tidak bisa membedakan realitas dan idealitas. Biayanya itu hampir Rp 3,5 triliun tahun 2020-2024,” tandas Ghufron.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Viral Cacing Keluar dari Mulut-Hidung Balita Bengkulu, Ada Larva di Paru-parunya

    Viral Cacing Keluar dari Mulut-Hidung Balita Bengkulu, Ada Larva di Paru-parunya

    Jakarta

    Balita berusia 1 tahun 8 bulan di Seluma, Bengkulu, diketahui mengeluarkan cacing gelang dari mulut dan hidung saat dirawat di rumah sakit. Balita bernama Khaira Nur Sabrina itu kini tengah menjalani perawatan intensif.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma, Rudi Syawaludin mengatakan kondisi Khaira cukup memprihatinkan. Selain bobot tubuhnya kecil dan tidak normal, balita ini juga didiagnosa mengalami penyakit paru-paru.

    “Pasien Khaira kita rujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu agar mendapat perawatan medis yang lengkap dan bisa mengembalikan kondisi pasien menjadi cepat pulih,” kata Rudi, Rabu (16/9/2025), dikutip dari detikSumbagsel

    Dari hasil pemeriksaan dokter, kata Rudi, kondisi pasien mengalami anemia, leukosit tinggi, gula darah 270 dan dari hasil rontgen ditemukan larva di paru-paru pasien.

    Selain Khaira, kakak pasien yang bernama Aprillia (4) juga didiagnosis mengidap penyakit cacingan dan harus dirawat di rumah sakit. Baik Khaira dan Aprillia, keduanya akan dirujuk ke RSUD Bengkulu agar mendapatkan perawatan medis yang lebih intensif.

    Di sisi lain, ahli parasitologi dari Departemen Parasitologi FKUI, Prof dr Saleha Sungkar beberapa waktu lalu menjelaskan infeksi cacing membuat anak mengalami malnutrisi hingga daya tahan tubuh menurun.

    Saat imunitas tubuh menurun, anak mudah terserang penyakit lain dan tanpa pengobatan cacing terus ‘berkembang biak’. Cacing hidup di tubuh pasca terjadi penularan saat buang air besar maupun kontak dengan tanah yang terkontaminasi.

    “Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) hidup di rongga usus. Jika anak-anak bermain di tanah dan telur cacing gelang menempel di tangan maka jika anak memegang makanan, telur menempel di makanan dan ikut tertelan bersama makanan dan masuk ke usus lalu menetas menjadi larva di usus halus,” terangnya kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

    Larva yang menetas di usus halus mulai bergerak ke pembuluh darah atau saluran limfe, lantas mengarah ke jantung, paru-paru, hingga akhirnya menetap di usus.

    Menurutnya, semua usia bisa terkena infeksi cacing. Namun, kondisi ini paling rentan dialami usia anak balita, TK, dan SD. Faktor di balik pemicu cacingan relatif beragam.

  • Angka Bunuh Diri di Jateng Jadi Tertinggi Se-RI, Dokter Jiwa Ungkap Penyebabnya

    Angka Bunuh Diri di Jateng Jadi Tertinggi Se-RI, Dokter Jiwa Ungkap Penyebabnya

    Jakarta

    CATATAN: Depresi dan munculnya keinginan bunuh diri bukanlah hal sepele. Kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan tubuh atau fisik. Jika gejala depresi semakin parah, segeralah menghubungi dan berdiskusi dengan profesional seperti psikolog, psikiater, maupun langsung mendatangi klinik kesehatan jiwa. Konsultasi online secara gratis juga bisa diakses melalui laman Healing119.id.

    PLT Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta dr Wahyu Nur Ambarwati, SpKJ mengungkapkan ada banyak faktor yang memicu tingginya kasus angka bunuh diri di Jawa Tengah. Salah satu contohnya adalah pasien sudah mengalami masalah kesehatan mental, tapi tidak tertangani dengan baik.

    Ia lantas mencontohkan kasus pasien skizofrenia. Pasien dengan skizofrenia membutuhkan perawatan yang rutin dan berkala. Ketika pasien tidak ditangani dengan baik, maka pasien berisiko melukai dirinya sendiri.

    “Misalkan pasien skizofrenia, yang mungkin tadi kambuh atau tidak minum obat, halusinasinya atau wahamnya kuat, itu yang membuat faktor seseorang mencelakai diri sendiri,” kata dr Wahyu dalam acara temu media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

    Kenapa pasien bisa terlambat ditangani? Menurut dr Wahyu ini berkaitan erat dengan faktor psikososial. Masih ada stigma buruk yang melekat dari orang-orang dengan gangguan kejiwaan.

    Ini pada akhirnya menghambat mereka yang membutuhkan pertolongan untuk mendapat pengobatan yang efektif.

    “Karena stigma juga, jadi untuk mengakses layanan kesehatan jiwa, ‘Wah malu nanti aku dikira orang gila, nanti gimana di tempat kerja ku. Aku mungkin dikeluarkan’ atau seperti apa itu menjadi kasus klasik yang harus kita edukasi lebih. Jadi kita yakinkan bahwa kamu bisa kembali lagi ke masyarakat, kembali bekerja, itu supaya seseorang itu bisa yakin berobat,” jelas dr Wahyu.

    BACA JUGA

    Selain penanganan yang tidak efektif, faktor psikososial lain yang berkaitan dengan gaya hidup juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang memiliki kecenderungan bunuh diri. Seringkali ekspektasi seseorang soal hidup tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

    dr Wahyu menyebut ini lebih rentan dialami oleh pasien-pasien yang berusia lebih muda.

    “Satu mungkin masalah gaya hidup, kesenjangan antara kemampuan dan yang ia inginkan tidak match. Jadi itu banyak yang kasus-kasus mungkin beberapa tahun ini remaja, ada beberapa pelajar atau mahasiswa, mungkin ada konflik-konflik interen dan masalah pendidikan yang memicu seseorang daya mentalnya sangat kurang,” ujar dr Wahyu.

    dr Wahyu melihat peningkatan masalah kesehatan mental selama 2 tahun terakhir di RSJ tempatnya praktik. Salah satu yang paling banyak ditemukan adalah self-harm atau kebiasaan melukai diri sendiri.

    Jika menemukan kasus seperti ini, dr Wahyu mengatakan pasien harus menjalani perawatan khusus.

    “Untuk penanganan jelas berbeda. Kalau ini sudah sampai yang ada niatan bunuh diri, kita akan eksplor lagi, apakah yang mendasari. Bisa karena depresinya atau bisa karena psikosisnya,” tandasnya.

    Sebelumnya, Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambudi menyoroti tingginya kasus bunuh diri di Jawa Tengah. Ia menyebut Jawa Tengah menjadi wilayah dengan kasus bunuh diri terbanyak di Indonesia pada tahun 2024 dengan 478 kasus.

    Posisi Jawa Tengah disusul oleh Jawa Timur dengan 201 kasus, Sumatera Utara dengan 81 kasus, Jawa Barat dengan 72 kasus, Bali dengan 72 kasus, lalu DKI Jakarta dengan 49 kasus.

    “Kasus di Jawa Tengah dua kali lebih banyak dari Jawa Timur, padahal penduduknya lebih banyak Jawa Timur. Kalau dibandingkan Jawa Barat, Jabar lebih sedikit lagi 72 kasus, padahal penduduknya paling banyak se-provinsi di Indonesia,” ujar Imran dalam sebuah kesempatan.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Dokter Harvard Wanti-wanti Kebiasaan Gigit-gigit Kuku, Ini Efeknya

    Dokter Harvard Wanti-wanti Kebiasaan Gigit-gigit Kuku, Ini Efeknya

    Jakarta

    Sebagian orang mungkin memiliki kebiasaan menggigit kuku. Seorang dokter Harvard pun mengeluarkan peringatan keras dan membeberkan hal buruk yang dapat terjadi akibat kebiasaan itu.

    Seorang dokter di Harvard Health Publishing, Toni Golen, mengungkapkan kebiasaan menggigit kuku dapat mempengaruhi kesehatan. Sebab, tangan dan kuku tersebut pasti sudah menyentuh berbagai benda, seperti gagang pintu, uang, bahkan ponsel.

    “Ujung jari kita adalah tempat berkumpulnya kuman, bahkan saat kita tidak menggigit kuku. Tetapi, kebiasaan ini membuat Anda sangat rentan terhadap kotoran dan debu yang dapat menumpuk di dasar kuku,” terang Golen yang dikutip dari Mirror UK.

    “Karena menggigit kuku membuat kutikula dan kulit kasar, serta menciptakan celah-celah kecil di kulit yang dapat dilalui kuman,” sambungnya.

    Golen menjelaskan bagaimana memasukkan kuku ke dalam tubuh dapat menyebab tubuhnya rentan terhadap berbagai penyakit, mulai dari flu biasa hingga infeksi salmonella.

    “Anda juga dapat mengalami infeksi pada kulit di sekitar kuku atau di bawah dasar kuku itu sendiri,” tambahnya.

    Meski begitu, dokter mengungkapkan memang tidak mudah untuk berhenti menggigit kuku. Cobalah mencari cara untuk mengisi mulut dan tangan, misalnya dengan mengunyah permen karet atau minum air.

    Bisa juga dengan melakukan berbagai kegiatan, seperti menjahit atau menggambar, agar tidak tergoda untuk menggigit kuku.

    (sao/naf)

  • Ahli Ingatkan 4 Tanda Masalah Jantung yang Kerap Disepelekan

    Ahli Ingatkan 4 Tanda Masalah Jantung yang Kerap Disepelekan

    Jakarta

    Jantung merupakan salah satu organ tubuh yang penting untuk dijaga. Ini berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh.

    Namun, tanda masalah pada jantung kerap tidak disadari. Konsultan ahli jantung di Rumah Sakit Wellington di London, Dr Oliver Guttman, mengatakan tanda yang muncul tidak dramatis seperti di film-film.

    Rasa Sakit yang Halus dan Hilang-Timbul

    Sebaliknya, ia memperingatkan bahwa rasa sakit akibat penyakit jantung bisa terasa sangat halus sampai tidak disadari atau hilang timbul.

    “Misalnya seperti rasa berat, sesak atau tekanan yang terkadang digambarkan seperti ada pita yang meremas dada,” terangnya yang dikutip dari Daily Mail.

    “Rasa sakit ini dapat terasa sebagai sensasi terbakar atau nyeri yang menyerupai terbakar di dada atau gangguan pencernaan,” lanjutnya.

    Namun, rasa sakit akibat penyakit jantung dapat menjalar ke lengan (biasanya kiri), bahu, leher, rahang, hingga punggung.

    Dr Guttman menjelaskan sensasi-sensasi seperti ini bisa menjadi tanda angina, yakni kondisi jantung yang disebabkan oleh berkurangnya darah ke organ tersebut. Kebanyakan disebabkan arteri yang mengeras dan menyempit.

    “Meskipun angina sendiri bukan serangan jantung, ia menandakan penyakit arteri koroner yang mendasarinya dan meningkatkan risiko serangan jantung jika tidak diobati,” jelas dia.

    Sesak Napas

    Ia memperingatkan jika gejala tersebut disertai mual, berkeringat, pusing, dan kecemasan, bisa menandakan jantung sedang tegang. Selain itu, sesak napas juga bisa menjadi tanda adanya masalah pada jantung.

    “Sesak napas selama aktivitas rutin dapat mengindikasikan bahwa jantung sedang kesulitan memompa darah secara efisien,” kata Dr Guttman.

    “Waspadai juga sesak napas yang memburuk selama berhari-hari atau berminggu-minggu, atau yang membatasi aktivitas sederhana,” sambungnya.

    Dr Guttman mengungkapkan sesak napas saat naik tangga atau membawa beban, harus diwaspadai. Hal ini bisa disebabkan oleh suatu kondisi yang menyebabkan cairan kembali ke paru-paru yang telah dikaitkan dengan gagal jantung.

    Rasa Lelah dan Kelemahan

    Dr Guttman mengatakan setiap orang bisa mengalami kelelahan. Tetapi, kelelahan yang berhubungan dengan jantung bersifat persisten, ekstrem, dan tidak berkurang dengan istirahat.

    Energi yang rendah ini dapat menyebabkan kesulitan berkonsentrasi atau melakukan tugas-tugas mental, dan membuat orang tidak dapat menyelesaikan rutinitas olahraga sederhana tanpa kelelahan ekstrem.

    “Hal ini dapat terjadi karena jantung tidak memompa cukup darah kaya oksigen ke otot dan organ,” beber Dr Guttman.

    “Menariknya, wanita mungkin merasakan kelelahan yang tidak biasa sebagai salah satu tanda awal penyakit jantung, seringkali tanpa gejala klasik nyeri dada.”

    Detak Jantung Tak Teratur

    Hal lainnya yang perlu diwaspadai adalah detak jantung yang tidak teratur. Dr Guttman mengatakan palpitasi sering atau tidak teratur tidak boleh diabaikan, misalnya seperti sensasi berdebar atau jantung berdebar dengan cepat meski sedang istirahat.

    “Gejala-gejala ini dapat mengindikasikan aritmia, seperti fibrilasi atrium, yang meningkatkan risiko stroke dan gagal jantung,” jelasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Balita Muntah Cacing Terjadi Lagi di RI, Eks Pejabat WHO Soroti Hal Ini

    Lagi! Balita Keluarkan Cacing dari Mulut dan Hidung di Bengkulu

    Jakarta

    Balita di Seluma, Bengkulu, bernama Khaira Nur Sabrina, baru-baru ini disorot setelah mengeluarkan cacing gelang dari mulut dan hidung. Balita tersebut akhirnya dirujuk ke RSUD M Yunus dan kini tengah mendapatkan perawatan intensif.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma, Rudi Syawaludin mengatakan, kondisi pasien Khaira Nur Sabrina (1,8) cukup memprihatinkan. Selain bobot tubuhnya kecil dan tidak normal, balita ini juga didiagnosa mengalami penyakit paru-paru.

    “Pasien Khaira kita rujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu agar mendapat perawatan medis yang lengkap dan bisa mengembalikan kondisi pasien menjadi cepat pulih,” kata Rudi, Rabu (16/9/2025), dikutip dari detiksumbagsel.

    Rudi menjelaskan, pihak Rumah Sakit Daerah Tais telah melakukan berbagai pemeriksaan pada pasien. Dari hasil pemeriksaan tubuh pasien, pasien mengalami anemia, leukosit tinggi, dan gula darah mencapai 270. Selain itu, dari hasil rontgen juga ditemukan larva di paru-paru pasien.

    “Dari hasil pemeriksaan kesehatan itulah akhirnya pasien kita rujuk ke RSUD M Yunus Bengkulu,” jelas Rudi.

    Tak hanya itu, kakak pasien yakni Aprillia (4) ternyata juga didiagnosa mengidap penyakit cacingan. Kakaknya tersebut juga mendapat perawatan intensif di rumah sakit.

    “Kakak pasien yakni Aprillia juga akan kita rujuk ke RSUD Bengkulu karena memiliki penyakit yang sama,” ucap Rizal.

    Diberitakan sebelumnya, dinas terkait sudah melakukan pengecekan ke rumah pasien di Desa Sungai Petai. Mereka menemukan kondisi rumah yang tidak layak huni.

    “Rumah hanya beralas tanah dan dinding papan sudah dalam kondisi rusak. Bahkan banyak kotoran ayam di sekitar rumah,” kata dia.

    Bagaimana Cacing Bisa Terus Berkembang Biak dalam Tubuh?

    Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam beberapa waktu lalu menjelaskan pada kasus cacing gelang atau Ascaris, bila tidak segera diobati, cacing tersebut akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam usus seseorang. Tak jarang, kondisi ini membuat cacing ikut keluar bersama feses saat buang air besar, bahkan bisa muncul lewat muntahan.

    “Pada kasus ini cacing gelang, ascaris, kalau tidak diobati memang itu akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam tubuh, dalam usus seseorang,” sorotnya, saat dihubungi detikcom Rabu (20/8/2025).

    Sebagai catatan, penyebaran cacing saat berkembang biak memang bisa ‘bermigrasi’ ke organ lain, alias tidak hanya di usus.

    Larva cacing disebutnya memungkinkan mengalir ke paru-paru yang menyebabkan masalah di bagian tersebut. Dalam beberapa kasus, cacing juga ditemukan mampu naik ke atas ke saluran empedu.

    Bila hanya di usus halus, pasien umumnya kerap merasakan tidak nyaman di bagian perut, disertai kembung dan begah. Ciri-ciri yang mudah dikenali pada anak sebenarnya cukup mudah, yakni perilaku rewel.

    “Kalau anaknya rewel kita harus periksa jangan-jangan cacingan,” kata dia.

    Pemberian obat cacing bisa menekan kemungkinan berkembang biak bahkan mati di dalam tubuh.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemensos Ambil Pelajaran dari Kasus Meninggalnya Balita Raya”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

  • Anemia Berat gara-gara Matcha, Mungkinkah? Sebuah Pengingat untuk Gen-Z

    Anemia Berat gara-gara Matcha, Mungkinkah? Sebuah Pengingat untuk Gen-Z

    Jakarta

    Matcha memang tengah banyak digemari, khususnya di kalangan Gen-Z. Rasanya yang khas, bisa dikreasikan dalam bentuk latte, dessert, hingga camilan, membuat matcha semakin mudah ditemui di kafe-kafe maupun gerai minuman. Popularitasnya juga didorong oleh citra matcha sebagai minuman sehat dengan manfaat untuk jantung, energi, hingga kulit.

    Namun, tidak semua orang cocok mengkonsumsi matcha. Seorang wanita asal Maryland, Amerika Serikat, harus dirawat di rumah sakit setelah kecintaannya pada matcha justru menyebabkan ia menderita anemia berat.

    Wanita berusia 28 tahun, bernama Lynn Shazeen, sejak bulan Mei rutin minum matcha karena percaya manfaatnya baik untuk jantung dan energi tubuh. Sayangnya, beberapa bulan kemudian ia mulai mengalami gejala kelelahan, gatal, hingga sering kedinginan. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan Shazeen mengalami anemia berat, yang diduga semakin diperparah oleh kebiasaan minumnya.

    Efek Minum Matcha Berlebihan

    Meski matcha punya manfaat bagi kesehatan, mengkonsumsinya secara berlebihan juga dapat menimbulkan efek samping pada tubuh. Kandungan tanin/katekin di dalam matcha bisa menghambat penyerapan zat besi, sehingga berisiko memicu anemia, terutama jika dikonsumsi tiap hari dan berlebihan. Pernyataan ini terbukti di dalam Journal of Nutrition Science.

    Dikutip dari Newsweek, seorang pakar kedokteran keluarga Dr Parth Bhavsar menegaskan kandungan tersebut dapat mengikat zat besi yang terkandung di dalam makanan.

    “Matcha adalah teh hijau bubuk yang mengandung polifenol, yang pada dasarnya mengikat zat besi di usus dan menghambat penyerapannya,” jelas Dr Bhavsar.

    Selain itu, masih menurut Dr Bhavsar, kandungan kafein yang ada di dalam matcha saat diminum berlebihan, efeknya bisa menimbulkan gangguan tidur, cemas, jantung berdebar, hingga sakit perut. Pada sebagian orang, matcha berlebihan juga bisa menyebabkan sakit kepala atau rasa gelisah, bahkan menyebabkan alergi.

    Batas Aman Konsumsi Matcha

    Meski kaya manfaat, matcha memang sebaiknya tidak diminum berlebihan. Menurut para ahli gizi, konsumsi matcha idealnya dibatasi satu sampai dua cangkir per hari, atau sekitar dua sampai empat gram bubuk matcha. Jumlah ini sudah cukup untuk mendapatkan manfaat antioksidan tanpa mengganggu penyerapan zat besi dalam tubuh.

    Ketika matcha tidak diminum berlebihan, maka akan memberikan efek kesehatan yang luar biasa. Dikutip dari Health Shots manfaat kesehatan saat mengkonsumsi matcha antara lain mengatasi radikal bebas penyebab stres oksidatif, mendukung saluran cerna yang sehat, menurunkan berat badan dengan meningkatkan metabolisme, meningkatkan fokus, dan detoksifikasi racun dalam tubuh.

    Penyebab Lain Lynn Shazeen Terkena Anemia

    Menurut pengakuannya, Lynn Shazeen hanya mengkonsumsi matcha dua sampai tiga kali seminggu, yang seharusnya tidak tiap hari mengonsumsi matcha. Tidak disebutkan berapa banyak tiap kali minum matcha, sehingga ada kemungkinan faktor lain yang menyebabkan dia menderita anemia berat.

    Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain:

    Kurang asupan sumber zat besi dari makanan, misalnya jarang mengkonsumsi daging merah, hati, bayam, atau kacang-kacangan.Minum matcha berdekatan dengan waktu makan juga dapat mempengaruhi penyerapan kandungan zat besi yang ada di dalam makanan yang baru saja dikonsumsi.

    Shazeen memiliki kebiasaan minum minuman sumber anti-inflamasi setiap hari untuk detoksifikasi, terlihat di video-video yang dia bagikan di akun media sosialnya. Minuman anti-inflamasi biasanya mengandung polifenol dan menurut beberapa penelitian polifenol dapat mengganggu penyerapan zat besi, sehingga ada kemungkinan minuman yang bertujuan sebagai detoksifikasi tubuh tersebut mengandung zat atau senyawa yang juga menghambat penyerapan zat besi.

    Shazeen termasuk ke dalam kelompok usia wanita subur, sehingga berisiko lebih tinggi mengalami anemia. Ada kemungkinan dia mengalami menstruasi berat, yang bisa mengurangi cadangan zat besi lebih cepat. Di antaranya:

    Kurangnya asupan vitamin pendukung, seperti vitamin B12 dan folat yang penting untuk pembentukan sel darah merah.Riwayat medis tertentu, seperti gangguan pencernaan (misalnya gastritis, celiac disease, atau infeksi) yang menghambat penyerapan zat besi.

    Riwayat pemeriksaan darah yang dia bagikan di dalam video di akun tiktok miliknya menunjukkan kadar iron saturation dan kadar hemoglobin miliknya sebelum minum matcha masing-masing 23 (normal: 20-45) dan 12,8 (normal: 12-15,5). Dilihat dari data tersebut, Shazeen memang dinilai tidak anemia, tetapi kadar iron saturation dan hemoglobin-nya mendekati kategori angka yang rendah.

    Matcha Tetap Aman Asal…

    Meski pengalaman Shazeen cukup mengejutkan, konsumsi matcha sebenarnya relatif aman bagi orang sehat. Kuncinya adalah memperhatikan jumlah dan waktu minum:

    Hindari minum matcha berdekatan dengan waktu makanKombinasikan dengan makanan kaya zat besi (daging merah, bayam, kacang-kacangan)Tambahkan sumber vitamin C (jeruk, stroberi, tomat) untuk membantu meningkatkan penyerapan zat besiTidak berlebihan, cukup satu sampai dua cangkir per hari

    Dengan cara ini, manfaat matcha sebagai minuman sehat tetap bisa didapatkan tanpa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan tubuh.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Gen Z Kira-kira Masih pada Suka Minum Jamu Nggak Ya?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Tren Baru ‘Job Hugging’ di Kalangan Gen Z dan Milenial, Apa Itu?

    Tren Baru ‘Job Hugging’ di Kalangan Gen Z dan Milenial, Apa Itu?

    Jakarta

    Tren baru belakangan muncul di dunia kerja, yang memicu kekhawatiran serius bagi para ahli, yakni ‘job hugging’. Berbeda dengan ‘job hopping’ yakni kebiasaan berganti pekerjaan secara berkala, demi pengalaman baru, kenaikan gaji, hingga perkembangan jenjang karier lebih cepat.

    Job hugging adalah kondisi saat seorang karyawan tetap bertahan dalam suatu peran, meskipun mereka tidak bahagia atau merasa pekerjaan itu tidak memuaskan.

    Membiarkan seseorang tetap bertahan dalam pekerjaannya mungkin tidak tampak begitu buruk di permukaan, tetapi para ahli telah memperingatkan bahwa tren ini dapat memiliki konsekuensi lebih serius daripada yang disadari banyak orang.

    “Fenomena ini dipicu oleh rasa takut akan ketidakstabilan pasar kerja,” demikian penjelasan pakar manajemen menengah dan pendiri BoldHR, Rebecca Houghton.

    “Para pekerja tidak ‘memeluk’ pekerjaan mereka karena mereka mencintainya. Mereka ‘memeluk’ pekerjaan mereka karena, sejujurnya, alternatif yang mereka punya saat ini terlihat lebih buruk,” ujarnya kepada news.com.au.

    Kasus semacam ini didorong oleh kecemasan ekonomi dan dampak global dari pandemi, restrukturisasi, ketakutan bahwa AI akan mengambil alih profesi mereka, dan segala hal di antaranya.

    Houghton mengatakan orang-orang saat ini sudah lelah, dengan penelitian terbaru dari BoldHR menunjukkan satu dari tiga manajer yang disurvei mengalami kelelahan di Australia.

    Pakar SDM tersebut menjelaskan bahwa kombinasi kelelahan dan lingkungan ekonomi yang berisiko dapat menyebabkan orang-orang condong ke arah keakraban karena terasa aman.

    Ia memperingatkan para pemimpin perlu memikirkan dengan serius apa yang akan terjadi selanjutnya, karena orang-orang yang hanya terpaku pada pekerjaan tidak loyal.

    “Begitu pasar membaik, mereka akan menjadi yang pertama keluar. Diam-diam. Cepat. Para pemimpin yang cerdas tidak akan menunggu eksodus,” katanya.

    “Mereka akan bertindak sekarang, dengan membangun tempat kerja yang dipilih orang untuk tetap ditinggali, bukan tempat yang belum mereka tinggalkan.”

    Sudah ada tanda-tanda bahwa tren ini mulai menguat secara global, termasuk di Austalia.

    Tingkat mobilitas kerja Australia telah menurun selama dua tahun berturut-turut, dengan data terbaru dari Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan angkanya kini mencapai 7,7 persen.

    Hampir delapan persen pekerja, atau sekitar 1,1 juta orang, berganti pekerjaan atau bisnis dalam 12 bulan hingga Februari 2025.

    Jumlah orang yang berganti pekerjaan telah menurun secara signifikan sejak periode COVID-19, saat angkanya meningkat menjadi 9,6 persen pada Februari 2023.

    Rich Lewis-Jones, vice president APAC, penyedia perangkat lunak akuisisi talenta SmartRecruiters, mengatakan tren baru ini merupakan sinyal pergeseran besar dalam dinamika perekrutan.

    “Ketidakstabilan ekonomi, ketidakpastian pekerjaan yang didorong oleh AI, dan pertumbuhan pekerjaan yang lambat telah menjadikan stabilitas sebagai prioritas daripada peluang baru, terutama di kalangan Gen Z dan profesional muda,” ujar Lewis-Jones kepada news.com.au.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Gen Z Kira-kira Masih pada Suka Minum Jamu Nggak Ya?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Video: Laki-laki Jangan Gengsi Mengakui Emosi!

    Video: Laki-laki Jangan Gengsi Mengakui Emosi!

    Video: Laki-laki Jangan Gengsi Mengakui Emosi!