Jenis Media: Kesehatan

  • Ikan Hiu Goreng Jadi Menu MBG di Ketapang, Dokter: Merkurinya Tinggi

    Ikan Hiu Goreng Jadi Menu MBG di Ketapang, Dokter: Merkurinya Tinggi

    Jakarta

    Sebanyak 25 orang yang terdiri dari 24 siswa dan satu orang guru di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat, keracunan makanan program makan bergizi gratis. Pemicunya disebut-sebut karena menu ikan hiu goreng yang disajikan sebagai menu MBG.

    Menanggapi kejadian tersebut, dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Yogi Prawira, SpA mengatakan ikan hiu berpotensi menyebabkan keracunan karena kandungan logam merkurinya tinggi.

    “Tentang keracunan setelah makan ikan hiu, kita tahu laut kita ini memang sangat kaya, tapi juga polutan yang ada itu berisiko menyebabkan jenis-jenis ikan tertentu mengalami akumulasi zat-zat yang sifatnya toksin, salah satunya adalah logam seperti merkuri,” ucap dr Yogi dalam konferensi pers, Kamis (25/9/2025).

    Ada beberapa jenis ikan yang memang tinggi kandungan merkuri, salah satunya hiu. Sehingga tidak disarankan untuk diberikan kepada anak sebagai menu makan.

    Efek konsumsi hiu

    Meskipun belum jelas bagaimana tingkat merkuri yang tinggi memengaruhi hiu, dampaknya terhadap manusia sudah diketahui secara luas. Lembaga-lembaga seperti European Commission (EC), the World Health Organization (WHO), the United States Environmental Protection Agency (EPA) and the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) menyarankan ibu hamil dan anak-anak untuk menghindari konsumsi daging hiu karena paparan merkuri yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan otak dan sistem saraf pusat, serta mengganggu perkembangan kognitif janin.

    Selain itu dalam penelitian berjudul Increase of blood mercury level with shark meat consumption: A repeated-measures study before and after Chuseok, Korean holiday, penulis studi menemukan konsumsi daging hiu secara signifikan meningkatkan kadar merkuri dalam darah partisipan.

    Risiko kesehatan yang terkait dengan peningkatan kadar merkuri bervariasi bergantung pada beberapa faktor, termasuk kelompok populasi, tingkat paparan, serta bentuk dan jenis merkuri. Selain itu, laporan literatur telah mengaitkan paparan metilmerkuri dengan berbagai dampak kesehatan seperti imunotoksisitas, karsinogenisitas, dan efek kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/up)

  • Keluhan Sepele Ini Jangan Diabaikan, Bisa Jadi Gejala Kanker pada Anak

    Keluhan Sepele Ini Jangan Diabaikan, Bisa Jadi Gejala Kanker pada Anak

    Jakarta

    Tak terkecuali pada anak, kanker kerap kali terlambat dideteksi lalu menjadi lebih sulit ditangani. Dokter spesialis anak dari RS Kanker Dharmais, dr Mururul Aisyi, SpA(K), menekankan pentingnya kewaspadaan orang tua terhadap gejala-gejala awal yang sering dianggap sepele.

    dr Aisyi menjelaskan, salah satu contoh kanker pada anak adalah leukemia. Gejalanya dapat berupa demam, pucat, serta perdarahan. Pada kondisi lebih lanjut, bisa muncul pembesaran hati, limpa, kelenjar getah bening, bahkan pembesaran testis pada anak laki-laki. Anak juga dapat mengalami pincang atau gangguan keseimbangan.

    “Diagnosis yang tepat sangat penting agar pencegahan bisa dilakukan. Orang tua perlu waspada, jangan hanya mengira gejala itu akibat infeksi biasa, tapi pikirkan juga kemungkinan kanker sebagai diagnosis banding,” ujar dr Aisyi, dalam diskusi bersama Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), di Karawang, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).

    Selain leukemia, kanker anak yang juga perlu diwaspadai adalah limfoma. Penyakit ini umumnya dialami anak usia di atas lima tahun. Gejalanya berupa pembesaran kelenjar getah bening, khususnya di leher. Pada anak, ukuran normal kelenjar bisa lebih besar dibanding dewasa, namun jika diameternya melebihi 2 cm, terutama bila teraba di salah satu sisi atau di daerah supraklavikula (atas tulang selangka), orang tua perlu curiga.

    dr Aisyi menambahkan, meski kasus kanker anak tidak sebanyak penyakit infeksi, gejala-gejala tersebut sebaiknya tidak diabaikan. “Waspada pada setiap kondisi apapun, jangan anggap sepele. Semakin dini terdeteksi, semakin baik peluang penanganannya,” tutupnya.

    dr Aisyi juga menyinggung retinoblastoma atau kanker mata yang umumnya menyerang anak usia di bawah lima tahun, terutama pada rentang usia satu hingga tiga tahun. Salah satu tanda khasnya adalah leukokoria atau yang sering disebut “mata kucing”, yaitu munculnya pantulan putih pada pupil.

    Retinoblastoma bisa menyerang satu atau dua mata. Jika terdeteksi dini, peluang kesembuhan cukup tinggi, namun bila sudah berkembang hingga menyebabkan bola mata menonjol keluar (proptosis), tingkat kesembuhan dapat turun drastis hingga di bawah 20 persen.

    “Semakin cepat kita mengenali gejala dan tanda-tanda itu, semakin besar peluang anak untuk sembuh. Kuncinya ada di kewaspadaan orang tua, tenaga kesehatan, dan lingkungan sekitar. Semua bisa jadi pahlawan bagi anak-anak kita,” tegas dr Aisyi.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Video: Kenali 5 Ikan yang Tinggi Kandungan Merkuri, Ada Hiu

    Video: Kenali 5 Ikan yang Tinggi Kandungan Merkuri, Ada Hiu

    Jakarta

    Dilansir dari World Health Organization (WHO), kandungan merkuri yang terkonsumsi dalam bentuk makanan memiliki beberapa dampak kesehatan pada sistem saraf, pencernaan, kekebalan tubuh, serta pada paru-paru, ginjal, kulit dan mata.

    Seperti contoh kasus menu ikan hiu goreng pada Makan Bergizi Gratis (MBG) di Ketapang, Kalbar, yang diduga picu puluhan siswa SDN 12 Benua Kayong keracunan. Padahal ikan hiu sendiri diketahui mengandung merkuri yang sangat tinggi.

    Nah berikut 5 ikan yang mengandung merkuri tertinggi yang perlu kamu ketahui.

    Klik di sini untuk melihat video lainnya!

    (/)

    who ikan ikan mengandung merkuri merkuri ikan hiu makan bergizi gratis makan gratis

  • Lawan Stroke Lebih Cepat, RS Soeradji Klaten Kini Hadirkan Layanan DSA

    Lawan Stroke Lebih Cepat, RS Soeradji Klaten Kini Hadirkan Layanan DSA

    Jakarta

    Stroke masih menjadi salah satu penyebab kematian nomor 1 (satu) di dunia dan nomor 2 (dua) di Indonesia serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi di Indonesia. Menurut data WHO dan Kemenkes RI, dari total kasus stroke, sekitar 87% disebabkan oleh trombosis atau emboli (stroke iskemik), sementara 13% akibat perdarahan (stroke hemoragik).

    Banyak pasien terlambat ditangani karena gejala sering diabaikan atau pemeriksaan dilakukan dengan cara konvensional yang kurang optimal baik dalam mendiagnosis maupun pemberian tatalaksana selanjutnya. Namun, kini ada teknologi medis modern yang memberi harapan baru untuk tatalaksana stroke yang lebih baik, yakni Digital Subtraction Angiography (DSA).

    Dokter Spesialis Saraf, dr. Adika Mianoki, Sp.N FINA RS Soeradji, mengatakan bahwa bahwa teknologi DSA memungkinkan dokter melihat kondisi pembuluh darah otak secara real time dan detail untuk mendeteksi kelainan serta menentukan tatalaksana yang lebih tepat dan akurat.

    “Dengan DSA kita bisa melihat real time kondisi pembuluh darah di otak secara detail. Kita bisa melihat semua kondisi pembuluh darah baik arteri, kapiler, maupun vena dan menilai apakah ada kelainan atau tidak. Dari situ dokter bisa tahu bagian mana yang bermasalah dan bisa melakukan tatalaksana selanjutnya dengan lebih tepat dan akurat,” ujar dr. Adika dalam keterangannya, Jumat (26/9/2025).

    Lalu, apa itu DSA? DSA adalah teknologi pencitraan medis yang bisa melihat kondisi pembuluh darah secara jelas dan detail. Dengan alat ini, dokter dapat mengetahui ada tidaknya sumbatan, penyempitan, atau kelainan pembuluh darah dalam hitungan menit.

    Keberadaannya kian menonjol sebagai teknologi andalan dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. DSA bukan hanya alat diagnosis tapi juga senjata strategis dalam upaya menyelamatkan nyawa sebelum tragedi terjadi.

    Dalam penanganan stroke, ada istilah ‘time is brain’. Setiap menit keterlambatan bisa menyebabkan jutaan sel otak rusak. Pada kasus stroke akut, DSA sangat berperan penting untuk menentukan lokasi sumbatan di pembuluh darah otak.

    Proses diagnosis lebih cepat sehingga tindakan medis dapat segera dilakukan untuk membuka sumbatan pembuluh darah melalui tindakan trombektomi.

    dr. Adika menjelaskan bahwa DSA membantu mengoptimalkan tatalaksana stroke sehingga meningkatkan harapan kesembuhan pasien serta menekan angka kecacatan dan kematian.

    “DSA sangat membantu untuk mengoptimalkan tatalaksana stroke dan kelainan pembuluh darah otak lainnya. Teknologi ini membuka harapan lebih besar bagi kesembuhan pasien stroke. Harapannya angka kecacatan dan kematian akibat stroke bisa diminimalisir,” jelasnya.

    Banyak pasien yang sebelumnya berisiko lumpuh permanen kini punya kesempatan untuk pulih lebih baik berkat pemeriksaan dan tindakan menggunakan DSA dan trombektomi pada kasus stroke akut.

    Mengapa DSA Otak Penting dalam Pencegahan Stroke?

    Kunci pencegahan bukan hanya di awal melainkan di tahap deteksi dini aneurisma, stenosis, dan malformasi pembuluh darah otak sebelum rusak atau pecah.

    DSA otak merupakan gold standard radiologi untuk menilai kondisi pembuluh darah otak. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan kontras ke arteri karotis atau vertebralis lalu mengambil gambar digital bertahap.

    Sistem ini memungkinkan dokter melihat dengan jelas, seperti aneurisma serebral (kantong pembuluh darah yang lemah), stenosis (penyempitan pembuluh darah akibat plak), malformasi arteriovenosa, vaskulitis atau kelainan vaskular lainnya.

    Dokter Spesialis Radiologi, dr. Bramadi Nugroho, Sp. Rad (K), menyampaikan bahwa DSA otak berperan penting dalam menjaga kualitas hidup dengan memungkinkan deteksi dini dan perlindungan proaktif terhadap ancaman tersembunyi.

    “DSA otak adalah jembatan antara kesehatan otak dan kualitas hidup yang berkelanjutan. Dengan teknologi ini, kita tidak lagi hanya bereaksi terhadap krisis tapi proaktif melindungi otak dari ancaman tersembunyi di dalam pembuluh darah” imbuh dr.Bramadi Nugroho, Sp. Rad (K).

    “Dengan DSA, kita bisa ‘melihat’ masalah sebelum terjadi stroke dan mengatasinya sebelum parah,” sambungnya.

    Siapa yang Perlu Diperiksa dengan DSA Otak?

    DSA otak bukan hanya untuk pasien yang sudah mengalami stroke. Pemeriksaan ini sangat direkomendasikan untuk:

    1. Pasien dengan riwayat stroke ringan atau TIA (Transient Ischemic Attack) : TIA sering disebut ‘peringatan stroke’ jika diabaikan, risiko stroke dalam 90 hari bisa mencapai 10-20%.

    2. Orang dengan tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol tinggi.

    3. Penderita kelainan genetik seperti sindrom Marfan, Ehlers-Danlos, atau polikistik ginjal.

    4. Pasien yang memiliki keluarga dengan aneurisma atau stroke dini.

    5. Pasien yang akan menjalani operasi otak atau bedah vascular.

    Mengenali Gejala Sejak Dini

    Meski teknologi semakin canggih, pencegahan tetap menjadi kunci. Masyarakat diimbau mengenali tanda-tanda stroke, yang bisa diingat dengan istilah ‘SeGeRa Ke RS’ sebagai berikut:

    • Senyum tidak simetris

    • Gerakan tubuh melemah mendadak

    • Raba tubuh terasa kebas

    • Kebicaraan pelo / mendadak sulit bicara

    • RS segera ke rumah sakit

    Sebagai rumah sakit rujukan nasional di Jawa Tengah, RS Soeradji menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang telah dilengkapi layanan DSA untuk penanganan cepat dan tepat pasien stroke maupun gangguan pembuluh darah, yang bermanfaat bagi masyarakat Klaten dan daerah sekitarnya

    Jika gejala ini muncul, segera bawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas yang dilengkapi oleh DSA, seperti RS Soeradji agar mendapat pertolongan maksimal.

    (ega/ega)

  • Respons BGN Usai Menu Burger-Spagetti di MBG ‘Disemprot’ dr Tan

    Respons BGN Usai Menu Burger-Spagetti di MBG ‘Disemprot’ dr Tan

    Jakarta

    Di depan Komisi IX DPR RI, pakar gizi komunitas dr Tan Shot Yen melontarkan kritik tajam terkait menu program Makan Bergizi Gratis (MBG). Alih-alih diberikan makanan dengan nutrisi terbaik, anak-anak justru diberikan fastfood seperti burger hingga spageti.

    “Yang dibagi adalah, adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia,” kata Tan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025).

    “Dibagi spageti, dibagi bakmi Gacoan, oh my god. Dan maaf, ya, itu isi burgernya itu kastanisasi juga, kalau yang dekat dengan pusat supaya kelihatan bagus dikasih chicken katsu,” sambungnya.

    Merespons hal ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana membenarkan bahwa ada variasi-variasi dari menu MBG, termasuk pemberian makanan seperti burger dan spageti.

    “Sering kali itu variasi atas permintaan anak-anak agar tidak bosan,” kata Dadan kepada wartawan, Jumat (26/9/2025).

    BGN menegaskan bahwa pihaknya selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran, termasuk terkait menu makanan. Hal ini sebagai bahan evaluasi agar program MBG menjadi lebih baik.

    Respons Istana Terkait Evaluasi MBG

    Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro menegaskan pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait MBG. Namun, program ini dipastikan tidak akan berhenti total.

    “Tentu ini akan menjadi masukan yang baik buat pemerintah. Tapi sampai hari ini MBG akan tetap jalan dan masalah yang terjadi segera akan diatasi, dievaluasi, dicari jalan keluar, sehingga seperti kata Pak Presiden, MBG betul-betul menjadi program yang memang dibutuhkan anak-anak,” kata Juri.

    “Yang penting kita menyelamatkan program yang baik ini karena program ini dibutuhkan oleh anak-anak kita, oleh masyarakat kita, sehingga jangan sampai terjadi demoralisasi dalam program ini karena kasus-kasus itu. Pasti akan kita cari jalan keluar untuk mengatasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan ini,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Waspadai Gejala Kanker Limfoma pada Anak, Kerap Samar-Sulit Dibedakan

    Waspadai Gejala Kanker Limfoma pada Anak, Kerap Samar-Sulit Dibedakan

    Jakarta

    Kanker pada anak kerap sulit dikenali sejak dini karena gejalanya samar dan mirip kondisi umum yang dianggap normal. Salah satu jenis yang perlu diwaspadai adalah limfoma, kanker yang menyerang sistem getah bening.

    Menurut dokter spesialis anak konsultan RS Kanker Dharmais, dr Mururul Aisyi, SpA(K), limfoma umumnya dialami anak usia di atas lima tahun. Gejala awal yang sering muncul adalah pembesaran kelenjar getah bening, terutama di area leher.

    “Yang menarik, pembesaran kelenjar getah bening pada anak sebenarnya bisa dianggap normal karena definisinya berbeda dengan orang dewasa. Pada anak, batas normal diameter kelenjar lebih besar dibanding dewasa, yaitu sampai 2 cm,” jelas dr Aisyi, saat berbincang dengan detikcom di sela kunjungan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) di Karawang, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).

    Namun, jika kelenjar di leher membesar lebih dari 2 cm, terutama hanya di satu sisi atau bahkan di kedua sisi, kondisi ini perlu dicurigai sebagai tanda limfoma.

    “Pembesaran di area tertentu juga patut diwaspadai, misalnya di atas tulang selangka (supraklavikula). Walaupun ukurannya kurang dari 2 cm, sekitar 60 persen kasus bisa mengarah ke kanker,” tambahnya.

    Pentingnya Deteksi Dini

    Gejala yang samar sering membuat kanker anak terlambat terdeteksi. Padahal, penanganan dini sangat berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan.

    “Yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan kewaspadaan. Jika ada benjolan di leher lebih dari 2 cm, pembesaran di atas tulang selangka, atau gejala aneh lain seperti mata kucing, segera bawa anak ke dokter,” tegas dr Aisyi.

    Ia menambahkan, masyarakat juga perlu lebih kritis dan tidak mudah menganggap gejala tertentu sebagai hal biasa. “Lebih baik periksa sejak awal, karena dengan deteksi dini peluang kesembuhan anak bisa jauh lebih tinggi,” pungkasnya.

    (naf/up)

  • IDAI Ungkap Gejala Keracunan MBG pada Anak, Segera ke RS Jika Mengalami

    IDAI Ungkap Gejala Keracunan MBG pada Anak, Segera ke RS Jika Mengalami

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) digadang-gadang pemerintah sebagai salah satu prioritas nasional untuk memperbaiki status gizi anak, menurunkan angka stunting, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun, beberapa kasus keracunan massal yang muncul di sejumlah daerah justru bertolakbelakang dengan tujuan utama tersebut.

    Alih-alih menjadi solusi, makanan yang seharusnya menyehatkan malah berubah menjadi ancaman. Kasus luar biasa (KLB) keracunan pangan di Kabupaten Bandung Barat misalnya, sudah menimpa lebih seribu pelajar dalam kurun kurang dari sepekan. Ini menjadi bukti ada celah serius dalam aspek keamanan pangan program MBG.

    Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, menekankan kasus keracunan makanan pada anak bukanlah hal sepele. Orang tua, guru, dan pihak sekolah harus sigap melakukan langkah pertama ketika gejala muncul.

    Tanda Perlu Segera Dibawa ke RS

    dr Piprim menekankan keluhan tertentu menjadi tanda anak perlu segera mendapatkan penanganan lebih lanjut di puskesmas maupun rumah sakit terdekat. Berikut ciri-cirinya:

    Muntah atau diare terus-menerusAda darah dalam muntahan atau tinjaAnak sangat lemas hingga tidak mampu minumSegera menghentikan konsumsi menu MBG saat dicurigai terdapat bau tidak sedap menyengat dan pangan yang tidak segar.

    “Begitu ada gejala, hentikan segera konsumsi makanan tersebut,” jelas dr Piprim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

    Sisa makanan maupun kemasan sebaiknya tidak dibuang. IDAI mengimbau untuk menyimpannya dalam wadah tertutup agar bisa diperiksa oleh petugas kesehatan. “Ini penting untuk melacak sumber kontaminasi dan mencegah kejadian serupa terulang,” tegas dia.

    Bila anak menunjukkan gejala ringan, orang tua disebutnya bisa melakukan langkah awal seperti:

    Pastikan anak cukup minum air bersih untuk mencegah dehidrasi.Biarkan anak istirahat di tempat yang nyaman.

    Orang tua atau pihak sekolah juga disarankan untuk melaporkan kasus ke puskesmas atau dinas kesehatan terdekat. Hal ini krusial agar dilakukan investigasi dan mencegah penyebaran kasus ke wilayah lain.

    dr Piprim mengingatkan bahwa makanan sehat bukan hanya dilihat dari sisi kandungan gizinya, tetapi juga keamanan pangan dari dapur hingga meja makan. Kontaminasi dalam proses pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi bisa mengubah makanan bergizi menjadi ancaman kesehatan.

    “Gizi penting, tapi keamanan pangan tidak kalah penting. Kedua hal itu harus berjalan beriringan,” tegas dr Piprim.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    8 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Tantangan di Balik Momen Ortu ‘Kena Mental’ saat Dengar Anak Idap Kanker

    Tantangan di Balik Momen Ortu ‘Kena Mental’ saat Dengar Anak Idap Kanker

    Jakarta

    Mendengar kabar anak didiagnosis kanker bukanlah hal yang mudah bagi setiap keluarga. Tantangan terbesar biasanya terletak pada aspek emosional yang harus diterima orang tua.

    Hal ini disampaikan Konselor Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), Dewi Simangunsong, M.Th. Menurutnya, banyak orang tua pasien mengalami guncangan psikologis yang berat saat pertama kali mendengar kabar tersebut.

    “Untuk pertama kali, kondisi yang diterima orang tua pasien tentunya terpukul, sedih, mungkin juga bingung. Tidak sedikit yang membutuhkan waktu lama untuk bisa menerima kenyataan,” ungkap Dewi saat ditemui detikcom di Karawang, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).

    Ia menjelaskan, dalam pengalaman mendampingi keluarga pasien, konselor harus tekun dan telaten. Sebab, situasi ini bukan hanya menyangkut medis, tetapi juga kondisi batin orang tua maupun anak yang bersangkutan.

    Menurut Dewi, bentuk dukungan paling efektif bukan sekadar memberi nasihat, melainkan hadir untuk mendengarkan. “Konselor berusaha memberi wadah agar orang tua bisa menyampaikan keluh kesahnya. Dari sana, barulah sedikit demi sedikit diberikan arahan untuk langkah selanjutnya,” jelasnya.

    Selain kepada orang tua, pendekatan emosional juga diberikan langsung kepada anak pengidap kanker. Hal ini penting agar mereka tetap merasa diterima, didukung, dan tidak sendirian dalam proses pengobatan yang berat.

    “Intinya, kita hadir untuk menemani. Bukan hanya bicara soal medis, tapi juga tentang kekuatan mental dan emosional keluarga. Itu sangat menentukan perjalanan anak dalam melawan kanker,” tutup Dewi.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Sengkarut Masalah di Balik Ribuan Anak Keracunan Makanan Bergizi Gratis

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) yang sedang digencarkan pemerintah kembali menuai kritik setelah berulang kali terjadi kasus keracunan pangan di berbagai daerah. Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menilai kejadian ini bukanlah insiden wajar, melainkan sinyal kegagalan sistemik dalam tata kelola keamanan pangan.

    “Ini bukan soal sekali-dua kali salah masak. Ini kegagalan sistemik food safety dan governance pengadaan,” ujar Dicky kepada detikcom, Jumat (26/9/2025).

    Menurut Dicky, pola keracunan yang berulang dan bahkan terjadi lintas daerah hampir selalu mengindikasikan adanya masalah di banyak titik rantai makanan.

    Masalah pertama biasanya muncul dari kontrol suhu dan waktu. Dalam standar internasional, makanan tidak boleh terlalu lama berada di ‘zona bahaya’ antara 5 sampai 60 derajat Celsius, karena pada rentang ini bakteri berkembang biak sangat cepat.

    Idealnya ada aturan praktis yang disebut ‘2-jam/4-jam rule’, tetapi di lapangan sering dilanggar. Pendinginan cepat menggunakan teknologi seperti blast chiller jarang tersedia, begitu pula fasilitas penyimpanan panas. Akibatnya, makanan yang seharusnya aman justru menjadi medium pertumbuhan bakteri.

    Kedua, sistem distribusi dan logistik juga sering tidak sesuai dengan kebutuhan. Banyak makanan yang harus menempuh perjalanan jauh tanpa wadah dingin khusus atau data logger untuk memantau suhu. Kemasan pun kerap tidak kedap udara dan mudah disusupi bakteri.

    Ketiga, higiene dan sanitasi dapur, menurutnya masih menjadi persoalan klasik. Mulai dari cuci tangan yang tidak disiplin, peralatan masak yang bercampur antara bahan mentah dan matang, hingga air bersih yang tidak terjamin. Kontaminasi silang menjadi hal sangat mungkin terjadi, apalagi jika tidak ada sistem kontrol hama.

    Selain itu, kualitas bahan baku dan pemasok juga rawan. Banyak bahan pangan berisiko tinggi seperti telur, ayam, nasi, santan, atau saus kelapa tidak melalui proses uji mikrobiologi maupun sertifikasi. Dalam praktiknya, pergantian pemasok lebih sering didasarkan pada harga murah atau kejar volume, bukan pada rekam jejak keamanan pangan.

    “Tak kalah penting adalah lemahnya sistem mutu dan tata kelola. Standar seperti HACCP atau ISO 22000 yang seharusnya memastikan keamanan pangan, sering kali hanya berhenti di tataran administratif. Audit dilakukan sebatas dokumen, tanpa menelusuri kondisi nyata di lapangan. Kontrak pengadaan pun tidak mencantumkan aturan ketat tentang suhu dan waktu penyajian, apalagi sanksi, mekanisme recall, atau asuransi jika terjadi insiden,” sorotnya.

    “Terakhir, perencanaan menu juga sering tidak adaptif. Menu dengan bahan rawan, misalnya berbasis santan atau saus basah, tetap disajikan walaupun disimpan berjam-jam pada suhu ruang. Padahal, jenis makanan seperti ini justru paling sering memicu insiden keracunan,” lanjutnya.

    Tidak Bisa Disamaratakan

    Dicky menekankan, Indonesia tidak bisa memaksakan satu model penyediaan makanan untuk seluruh wilayah. “Konteks kita besar, bukan hanya geografis, tapi juga budaya dan akses. Kalau dipaksakan seragam, justru berisiko,” jelasnya.

    Menurutnya, konsep hybrid lebih realistis. Di kota besar, sekolah bisa bekerja sama dengan katering berskala besar yang memiliki rantai dingin dan sistem distribusi digital. Di daerah dengan akses sedang, penyediaan makanan bisa melibatkan warung atau unit pangan lokal dengan pengawasan ketat dari dinas kesehatan.

    Sementara itu, untuk wilayah terpencil dengan transportasi sulit, pendekatan berbeda diperlukan: misalnya penyediaan dry pack atau ready-to-cook pack seperti abon atau kacang kedelai. Produk-produk ini lebih tahan lama, bergizi tinggi, bisa difortifikasi dengan zat besi, vitamin A, serta protein hewani, dan juga berfungsi sebagai cadangan darurat (emergency supply).

    “Tantangan berikutnya tentu variasi menu agar anak tidak bosan. Tapi secara gizi dan keamanan jauh lebih aman ketimbang memaksakan satu model distribusi nasional,” tambahnya.

    Belajar dari Negara Lain

    Dicky menegaskan, kunci keberhasilan program makan sekolah di berbagai negara terletak pada disiplin standar keamanan pangan dan transparansi penuh pada publik. Pemerintah harus berani membuka data secara apa adanya, termasuk jika ada kelemahan atau temuan lapangan.

    “Kalau mau MBG berhasil, Indonesia harus transparan, adaptif pada kondisi tiap daerah, dan tidak hanya berhenti pada administrasi di atas kertas. Standar keamanan pangan dan gizi harus nyata dijalankan di lapangan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: PM Israel Benjamin Netanyahu Keracunan Makanan Basi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

    Gaduh Keracunan MBG

    8 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • RI Catat 11 Ribu Kasus Kanker Anak Tiap Tahun, Ini Saran YKAKI soal Survival Rate

    RI Catat 11 Ribu Kasus Kanker Anak Tiap Tahun, Ini Saran YKAKI soal Survival Rate

    Jakarta

    Ketua Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI), Ira Soelistyo, dalam webinar peringatan Bulan Kesadaran Kanker Anak menyebut kasus kanker anak di Indonesia masih relatif tinggi.

    Mengutip data Kementerian Kesehatan, Ira menjelaskan setiap tahun masih terdapat sekitar lebih dari 11 ribu kasus baru kanker anak di Indonesia. Ira menekankan, angka ini harus diimbangi dengan peningkatan survival rate atau tingkat kesembuhan.

    “Leukemia di luar negeri bisa sembuh 98-99 persen. Indonesia harus ke arah sana. Kanker anak bisa disembuhkan, asal penanganannya cepat, tepat, dan berkesinambungan,” jelasnya saat ditemui di Karawang, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).

    Meski begitu, menurutnya tren perhatian kanker anak di Indonesia berangsur membaik, terlebih karena kesadaran orang tua meningkat. Hal ini juga didukung oleh akses pengobatan yang bisa tercover oleh BPJS Kesehatan.

    “Dulu banyak orang tua takut atau tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang, dengan adanya BPJS, orang tua lebih cepat membawa anaknya berobat. Jadi kesadaran meningkat,” ungkap Ira.

    Meski begitu, ia mengingatkan masih ada hambatan teknis di lapangan dalam penanganan pasien kanker anak. Salah satunya adalah sistem rujukan BPJS yang kerap membuat pasien harus mengulang prosedur. “Ini memberatkan pasien dan dokter. Semua pihak harus duduk bersama mencari solusi,” tegasnya.

    Oleh karenanya, pendiri YKAKI sejak 2006 ini aktif mendampingi pasien kanker anak di berbagai rumah sakit. YKAKI menyediakan rumah singgah, sekolah khusus anak kanker, hingga berbagai kegiatan pendukung. Menurut Ira, kedekatan dengan dokter, perawat, dan tenaga medis menjadi kunci dalam membangun sinergi penanganan.

    Namun, ia menegaskan keberhasilan penanganan kanker anak tidak hanya bergantung pada rumah sakit, melainkan juga pada komitmen pemerintah. “Semua stakeholder harus duduk bersama mencari jalan tengah. Harus win-win untuk pasien, rumah sakit, dan tenaga medis,” ujarnya.

    Harapan besar, kata Ira, adalah meningkatnya tingkat kesembuhan kanker anak di Indonesia hingga setara dengan negara maju. “Impian saya, suatu hari pengobatan kanker anak di Indonesia bisa menghasilkan survival rate yang tinggi. Itu akan jadi bukti bahwa kita bisa. Indonesia sehat, anak-anak sehat,” pungkasnya.

    (up/up)