Jenis Media: Kesehatan

  • Terungkap Alasan Satu Kebiasaan Bangun Tidur Ini Bisa Picu Serangan Jantung

    Terungkap Alasan Satu Kebiasaan Bangun Tidur Ini Bisa Picu Serangan Jantung

    Jakarta

    Serangan jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Namun, ternyata pemicunya bukan selalu makanan berlemak atau stres.

    Dokter umum yang aktif mengedukasi lewat media sosial Dr Sana Sadoxai, mengatakan ada satu kebiasaan saat bangun tidur bisa berkontribusi menyebabkan serangan jantung. Hal yang dimaksud adalah minimnya gerak setelah bangun tidur.

    Bahkan, ia mengklaim hingga 90 persen kasus serangan jantung berkaitan dengan pola ini.

    “Bahaya sebenarnya dimulai saat Anda bangun tidur dan tetap diam,” kata Dr Sadoxai yang dikutip dari Mirror UK.

    Kebiasaan Main Ponsel saat Bangun Tidur

    Menurutnya, banyak orang mengawali hari dengan langsung duduk, memegang ponsel, scrolling media sosial, lalu terburu-buru untuk berangkat kerja tanpa melakukan aktivitas fisik sama sekali.

    Rutinitas ini yang membuat tubuh tetap berada dalam kondisi pasif, dengan peradangan yang meningkat sejak pagi. Tanpa disadari, kebiasaan tersebut memicu serangkaian masalah kesehatan.

    Mulai dari resisten insulin, penumpukan lemak di perut, tekanan darah tinggi, peradangan tersembunyi, hingga gangguan metabolisme. Kombinasi faktor ini secara signifikan meningkatkan risiko serangan jantung, terutama pada orang obesitas atau berat badan berlebih.

    Padahal, risikonya bisa ditekan dengan cara yang sangat sederhana. Dr Sadoxai menekankan aktivitas ringan selama 5-7 menit di pagi hari sudah cukup memberikan dampak besar.

    “Jalan cepat, peregangan ringan, atau latihan pernapasan bisa membantu melancarkan sirkulasi darah, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan gula darah, dan melindungi kesehatan jantung,” jelasnya.

    Faktor Lainnya, Obesitas

    Dr Sadoxai menegaskan berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling berkaitan. Mengabaikan kebiasaan pagi yang sehat bisa menjadi ancaman tersembunyi.

    “Perubahan sederhana di pagi hari bisa berdampak besar bagi kesehatan jangka panjang,” tutur dia

    Ia juga mengingatkan sejumlah tanda awal gangguan metabolisme yang kerap diabaikan, seperti obesitas, lemak perut yang sulit hilang, mudah sesak napas, diabetes, hingga kelelahan kronis.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Wanita Kena Stroke di Usia 28 Tahun gegara Stres, Ini Gejala Awalnya

    Wanita Kena Stroke di Usia 28 Tahun gegara Stres, Ini Gejala Awalnya

    Jakarta

    Wanita bernama Khanh Linh tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis di usia 28 tahun. Semua berawal pada 12 Juni 2025, saat ia tiba-tiba merasa sakit kepala hebat seperti terbelah saat duduk di meja kerja setelah makan siang.

    Tak lama kemudian, semuanya gelap. Sekitar satu jam kemudian, dokter di sebuah rumah sakit di Thai Nguyen mendiagnosis Linh mengalami stroke akibat pecahnya aneurisma otak, yang dipicu kelainan pembuluh darah bawaan.

    Kondisinya kritis sampai dirujuk ke Rumah Sakit Militer Pusat 108 di Hanoi, Vietnam, untuk menjalani operasi darurat.

    “Aku tidak ingat apapun selama seminggu itu,” ujar Linh, dikutip dari VNExpress.

    Semua yang ia ketahui tentang masa tersebut berasal dari cerita keluarganya yang setia mendampingi. Linh menjalani operasi endovaskular modern dengan biaya ratusan juta.

    Setelah operasi, perjuangannya belum selesai. Ia harus menjalani perawatan lebih dari 20 hari di rumah sakit, sebelum akhirnya pulang dan rehabilitasi.

    Sekitar lima bulan kemudian, kondisinya belum sepenuhnya pulih. Mulutnya masih mencong sehingga sulit berbicara, mata kirinya tidak bisa tertutup sempurna, tubuhnya lemah, dan belum mampu berjalan sendiri.

    Stroke tersebut menyebabkan kelumpuhan wajah. Bahkan, aktivitas sederhana menjadi sulit. Mulutnya tidak bisa menutup rapat dan air liur sering keluar tanpa disadari.

    “Saat itu aku butuh dua orang untuk merawatku. Satu orang bahkan harus terus di sampingku hanya untuk menyeka air liur,” kenangnya.

    Ibu dan kakaknya bergantian menjaga Linh. Di awal pemulihan, ia juga harus menggunakan selang makan.

    Berat badannya turun drastis dari 47-48 kg menjadi hanya 40 kg. Setelah menjalani terapi intensif, berat badannya perlahan mulai naik kembali.

    Sebelum stroke, Linh merasa hidupnya normal. Ia hanya sempat mengalami sakit kepala ringan beberapa hari sebelumnya, dan mengira itu akibat perubahan cuaca.

    “Aku punya banyak kebiasaan buruk, sering begadang, telat makan, dan stres karena pekerjaan,” bebernya.

    Ia kini menyadari bahwa gaya hidup tersebut bisa ikut berperan pada kondisi kesehatannya. Masa-masa awal pascastroke menjadi periode paling berat secara mental.

    Linh mengaku sempat diliputi pikiran negatif, merasa tidak berdaya, menjadi beban keluarga, dan takut menghadapi masa depan.

    Sebuah analisis di jurnal medis The Lancet menyebut sekitar sepertiga penyintas stroke mengalami depresi dalam lima tahun pertama. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada psikologis, tapi juga berkaitan dengan kerusakan otak yang mengatur emosi, serta dapat memperlambat pemulihan dan meningkatkan risiko kematian.

    Pada pasien muda seperti Linh, dampak mentalnya bisa lebih berat. Stroke datang tiba-tiba dan merenggut kemandirian, karier, hingga rasa aman sosial.

    “Keluargaku yang menarikku kembali,” kata Linh.

    Ibu dan kakaknya selalu ada, bukan hanya membantu secara fisik, tapi juga memberikan dukungan emosional. Saat Linh hancur, mereka duduk diam sambil menggenggam tangannya.

    Untuk menjaga kesehatan mentalnya, Linh mulai membagikan proses pemulihannya lewat video singkat di TikTok. Awalnya hanya catatan pribadi, tapi perlahan ia menerima banyak pesan dukungan dari orang lain.

    “Saat aku sadar ceritaku bisa membantu orang lain, perjuangan ini terasa bermakna,” sambungnya.

    Kini, Linh menjalani jadwal rehabilitasi ketat setiap hari, mulai dari akupunktur, pijat terapi, hingga latihan berjalan. Setiap kemajuan kecil, ia dianggap sebagai kemenangan.

    “Aku belajar menghargai hal-hal kecil yang dulu terasa sepele,” tutur dia.

    Data menunjukkan kasus stroke pada usia muda terus meningkat. Studi The Lancet mencatat angka stroke pada orang di bawah 45 tahun naik signifikan secara global.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 persen kasus stroke terjadi pada kelompok usia ini. Faktor pemicunya antara lain stres kronis, pola makan buruk, kurang gerak, serta penyakit seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes yang kerap tidak terdeteksi.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Neurolog Ungkap Sakit Kepala Seperti Ini Bisa Jadi Tanda Gejala Stroke”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • Dokter Ungkap 90 Persen Serangan Jantung Dipicu 1 Kebiasaan Pagi, Apa Itu?

    Dokter Ungkap 90 Persen Serangan Jantung Dipicu 1 Kebiasaan Pagi, Apa Itu?

    Jakarta

    Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Seorang dokter mengungkapkan 90 persen kasus serangan jantung dapat ditelusuri pada satu kebiasaan pagi yang sering diabaikan dan kebiasaan tersebut bukan terkait makanan atau stres.

    Seorang dokter umum yang sering membagikan edukasi kesehatan di media sosial, Dr Sana Sadoxai, menyoroti bahaya rutinitas pagi yang minim gerak. Menurutnya, risiko serangan jantung justru dimulai sejak seseorang bangun tidur dan langsung pasif.

    “Bahaya sebenarnya dimulai saat Anda bangun dan tetap diam,” kata Dr Sadoxi, dikutip dari Mirror UK.

    Dr Sadoxi menjelaskan banyak orang bangun tidur langsung memegang ponsel, duduk terlalu lama, lalu buru-buru berangkat tanpa aktivitas fisik sama sekali. Pola ini membuat tubuh berada dalam kondisi kurang bergerak dan peradangan tinggi.

    Kebiasaan tersebut secara perlahan mempercepat resistensi insulin, penumpukan lemak perut, tekanan darah tinggi, peradangan tersembunyi, hingga gangguan metabolisme. Seluruh faktor itu secara signifikan meningkatkan risiko serangan jantung dini, terutama pada orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas.

    Padahal, hanya dengan 5 hingga 7 menit aktivitas ringan saat pagi, risiko tersebut bisa ditekan. Aktivitas sederhana seperti jalan cepat, peregangan, atau latihan pernapasan dapat membantu melancarkan sirkulasi darah, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan kadar gula darah, dan melindungi kesehatan jantung.

    “Berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling terkait. Mengabaikan kebiasaan pagi ini merupakan ancaman tersembunyi. Mengubahnya bisa menyelamatkan nyawa,” tegasnya.

    Dr Sadoxai juga mengingatkan keluhan seperti, obesitas, lemak perut yang sulit hilang, mudah sesak napas, diabetes, hingga kelelahan kronis dapat menjadi tanda awal gangguan metabolisme yang tidak boleh diabaikan.

    Berbagai respons pun datang dari para warganet yang mengikutinya di media sosial. Ada yang mengatakan bangun tidur lalu langsung terburu-buru ke kantor itu perlahan membunuh kita.

    “Saya bangun, minum teh dengan santai 30 menit sebelum bersiap kerja. Saran ini masuk akal,” kata pengguna lainnya.

    Gejala dan Pencegahan Serangan Jantung

    Menurut NHS, serangan jantung atau infark miokard terjadi saat aliran darah ke jantung terhambat, yang umumnya akibat gumpalan darah.

    Gejala yang paling umum adalah nyeri dada, seperti rasa tertekan, berat, atau sesak. Tanda lain yang perlu diwaspadai antara lain nyeri menjalar ke lengan, rahang, leher, punggung, atau perut, pusing, keringat dingin, sesak napas, mual, hingga rasa cemas berlebihan.

    Untuk menurunkan risiko serangan jantung, masyarakat disarankan berhenti merokok, menjaga berat badan ideal, mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat, serta rutin berolahraga. Orang dewasa dianjurkan melakukan aktivitas fisik intensitas sedang setidaknya 150 menit per minggu.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: dr. Dhika Raspati Ungkap Bahaya Cardiac Arrest bagi Pelari Trail”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • Coba Hitung Ada Berapa Hewan yang Sembunyi! Kalau Salah Bisa Jadi Harus Cek Mata

    Coba Hitung Ada Berapa Hewan yang Sembunyi! Kalau Salah Bisa Jadi Harus Cek Mata

    Asah Otak

    Aida Adha Siregar – detikHealth

    Jumat, 19 Des 2025 13:01 WIB

    Jakarta – Butuh waktu refreshing sekaligus cek matamu? Coba mampir dulu di soal-soal ini. Jangan buru-buru lihat jawaban ya, detikers!

  • Pangan Ilegal Jelang Nataru Makin Banyak, Kepala BPOM Wanti-wanti Bahayanya

    Pangan Ilegal Jelang Nataru Makin Banyak, Kepala BPOM Wanti-wanti Bahayanya

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan adanya peningkatan temuan produk pangan ilegal jelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengungkapkan temuan produk pangan ilegal dalam intensifikasi pengawasan jelang Nataru 2025 secara offline dan online, sebanyak 126.136 pcs dengan nilai Rp 42,16 miliar.

    Pada intensifikasi pengawasan Nataru tahun lalu, jumlah sarana yang diperiksa sebanyak 2.999 tempat. Sedangkan, jumlah sarana yang diperiksa pada tahun ini mencapai 1.612 tempat. Dalam periode yang sama, meski jumlah sarana yang diperiksa menurun, jumlah sarana yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) justru naik sebanyak 7 persen.

    “Pada tahun 2024, ditemukan 27,9 persen sarana (TMK), menjadi 34,9 sarana TMK pada tahun 2025. Hasil ini bisa menggambarkan rekam jejak pelanggaran sehingga kegiatan pengawasan dilakukan dengan berbasis risiko target,” ucap Taruna dalam konferensi pers di Kantor BPOM RI, Kamis (19/12/2025).

    Adapun jenis pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah produk impor yang dijual tanpa nomor izin edar. Kemudian disusul oleh produk kedaluwarsa, produk rusak, hingga produk yang ditambah dengan bahan kimia obat (BKO).

    Ada banyak risiko dari produk pangan ilegal. Misalnya pada produk tanpa nomor izin edar, registrasi ini diperlukan untuk memastikan produk aman dikonsumsi, bermutu, dan sesuai standar berlaku di Indonesia.

    Nomor izin edar juga berfungsi sebagai alat pengawasan dan perlindungan konsumen sehingga, produk pangan bisa ditelusuri dan ditindak jika menimbulkan masalah.

    Kemudian, misalnya pada produk kopi yang diamankan BPOM karena mengandung BKO. Kandungan BKO yang dimasukkan dalam produk pangan, dosisnya akan lebih sulit ditakar sehingga dapat memicu overdosis.

    “Bisa menyebabkan gangguan kesehatan berupa gagal ginjal, gagal jantung, bahkan kematian,” ucap Taruna.

    Lalu, produk kedaluwarsa dan rusak juga berbahaya karena rentan kontaminasi. Misalnya kontaminasi dari jamur atau bakteri. Apabila dikonsumsi, maka makanan tersebut dapat menyebabkan masalah infeksi pencernaan.

    “Lalu, kalau hubungan dengan barangnya rusak tentu juga berbahaya. Bisa termasuk, misalnya kemasannya terbuka, sehingga mikroorganisme bisa masuk. Akhirnya memicu gangguan kesehatan,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • 6 Gejala Kanker Usus Besar yang Bisa Dilihat Saat Buang Air Besar

    6 Gejala Kanker Usus Besar yang Bisa Dilihat Saat Buang Air Besar

    Jakarta

    Kanker usus besar biasanya tidak menimbulkan gejala di tahap awal. Namun, seiring berkembangnya penyakit ini, pengidapnya mungkin mengalami nyeri perut, perdarahan, hingga perubahan pada feses.

    Tidak ada patokan buang air besar yang dianggap normal untuk semua orang. Pada dasarnya, tenaga kesehatan lebih memerhatikan pola yang normal dan konsisten. Jadi, penting untuk memerhatikan setiap perubahan pada pola normal buang air besar, sebab adanya perbedaan pada kebiasaan buang air besar bisa menandakan gejala kanker usus besar.

    Kanker Usus Besar yang Bisa Muncul saat Buang Air Besar

    Kenali beberapa gejala kanker usus besar yang bisa muncul saat buang air besar. Berikut di antaranya:

    1. Nyeri Saat Buang Air Besar

    Nyeri saat buang air besar menjadi gejala umum kanker usus besar di stadium awal. Dikutip dari laman Very Well Health, rasa nyeri ini disebut juga dengan diskezia.

    2. Perubahan Frekuensi Buang Air Besar

    Perubahan frekuensi buang air besar yang terus menerus merupakan salah satu tanda potensial kanker usus besar. Misalnya, jika biasanya seseorang buang air besar tiga kali sehari atau setiap dua hari sekali hal ini mungkin menandakan sembelit.

    Sebaliknya, jika pola buang air besar biasanya dua hari sekali dan kemudian hanya buang air besar sekali sehari, ini mungkin frekuensi yang tidak biasa dan menandakan adanya perubahan.

    3. Perubahan Bentuk Feses

    Feses yang tipis atau kecil, sering digambarkan seperti pita atau pensil juga bisa menjadi salah satu tanda kanker usus besar. Pada orang yang sebelumnya sehat, tinja yang mengecil bisa terjadi karena penyempitan pada usus besar. Kondisi tersebut dikenal sebagai sumbatan sebagian usus besar akibat kanker.

    4. Perubahan Warna Feses

    Perdarahan di usus besar karena kanker usus besar bisa menyebabkan warna merah terang atau merah tua pada feses. Lebih spesifiknya, jika perdarahan terjadi di usus besar bagian kanan, feses mungkin berwarna lebih merah marun atau ungu, karena perdarahan terjadi lebih jauh dari rektum.

    Jika tumor ada di usus besar bagian kiri, perdarahan cenderung menyebabkan feses berwarna merah terang. Jadi, jika ada darah dalam tinja, konsultasikan dengan tenaga kesehatan.

    5. Terus Menerus Ingin Buang Air Besar

    Perasaan terus-menerus ingin buang air besar meski baru melakukannya, bisa menjadi salah satu gejala kanker usus besar. Dikutip dari laman Cleveland Clinic, tenesmus menyebabkan keinginan untuk buang air besar bahkan ketika usus kosong. Seseorang yang mengalaminya merasa perlu mengejan, tapi hanya ada sedikit feses atau bahkan tidak ada sama sekali.

    6. Sembelit dan Diare

    Sembelit dan diare yang bergantian bisa terjadi saat ada penyumbatan sebagian di usus akibat tumor. Sembelit bisa terjadi karena sulitnya mengeluarkan tinja melewati penyumbatan, diikuti dengan diare ketika isi yang tertahan kemudian dikeluarkan.

    Gejala-gejala ini tidak secara pasti menandakan adanya kanker usus besar. Bisa jadi, gejala yang disebutkan mengindikasikan adanya masalah lain di usus. Jadi, penting untuk berkonsultasi dengan dokter.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video KuTips: “Pemanasan” Mengenalkan Toilet Training pada Si Kecil!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/naf)

  • BPOM Wanti-wanti Penjual Hampers Nataru Pakai Produk Mepet Kedaluwarsa

    BPOM Wanti-wanti Penjual Hampers Nataru Pakai Produk Mepet Kedaluwarsa

    Jakarta

    Kepala BPOM RI Taruna Ikrar mengingatkan pedagang hampers atau parcel untuk perayaan Natal dan Tahun Baru untuk tidak nakal menjual produk yang tidak sesuai ketentuan. Salah satu contohnya menjual produk pangan yang sudah mepet tanggal kedaluwarsa.

    Dikhawatirkan ketika hampers sampai ke tangan konsumen, produk sudah kedaluwarsa dan tidak aman lagi untuk dikonsumsi.

    “Kalau misalnya bagi pelaku usaha parcel, kita meminta jangan karena kebutuhan meningkat, para pemasok ini dia jual walaupun sudah mau masuk kedaluwarsa. Karena kan bahaya sekali, sampai ke penerima nanti kasihan sudah kedaluwarsa barangnya kan itu rusak,” kata Taruna ketika ditemui awak media di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    Selain itu, Taruna juga mengingatkan pengusaha hampers untuk hanya menyediakan produk pangan yang memiliki nomor izin edar. Keberadaan nomor izin edar dalam produk sangat penting untuk menjamin kualitas dan keamanan dari produk tersebut.

    Oleh karena itu, Taruna mewanti-wanti pedagang hampers untuk tidak tergiur keuntungan besar dan melakukan tindakan yang melanggar aturan.

    “Jadi itu himbauan untuk parcel nantinya. Supaya jangan tergiur karena mau dapat untung banyak, akhirnya cuci gudang terus ini dilakukan jualan besar-besaran, kan kasihan orang yang akan menerima. Yang jelas pemerintah akan bertindak kalau itu dilakukan,” sambungnya.

    Sebagai langkah pencegahan, BPOM saat ini tengah menjalankan intensifikasi pengawasan produk pangan jelang Nataru. Pengawasan ini dilakukan melalui unit pelaksana teknis dari BPOM di seluruh Indonesia.

    Diharapkan produk pangan yang beredar di masyarakat lebih terjamin keamanannya sehingga masyarakat bisa lebih tenang.

    “Masyarakat yang akan menerima parcel atau akan menggunakan makanan ini harus hati-hati. Jangan tergiur oleh macam-macam promosi yang tidak jelas. Kita imbau supaya CEK KLIK itu, cek kemasan, cek izin edar, kemudian cek label dan cek kedaluwarsa,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • Kemenkes Ingatkan Gejala Awal Kusta yang Kerap Diabaikan, Ini Ciri-cirinya di Kulit

    Kemenkes Ingatkan Gejala Awal Kusta yang Kerap Diabaikan, Ini Ciri-cirinya di Kulit

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap gejala kusta yang kerap tidak disadari. Peringatan ini disampaikan menyusul sorotan publik terhadap kasus kusta yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI) di Rumania.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman, menegaskan kusta masih ditemukan di Indonesia dan dalam satu tahun terakhir mencapai lebih dari 10 ribu kasus.

    Kusta sering kali terlambat terdeteksi karena gejalanya dianggap ringan atau tidak mengganggu.

    “Gejala kusta sering tidak menimbulkan rasa nyeri. Padahal, deteksi dan pengobatan dini sangat menentukan keberhasilan penyembuhan,” kata Aji kepada detikcom Kamis (18/12/2025).

    Aji menekankan masyarakat perlu mengenali sejumlah tanda awal kusta pada kulit. Di antaranya bercak kulit yang mati rasa, tidak gatal, tampak mengilap atau kering bersisik. Selain itu, bisa muncul lepuh atau luka pada tangan dan kaki yang tidak terasa nyeri, disertai kesemutan hingga nyeri pada anggota gerak.

    Menurutnya, salah satu tantangan utama penanganan kusta adalah rendahnya kesadaran untuk segera memeriksakan diri. Banyak pasien baru datang ke fasilitas kesehatan setelah mengalami gangguan saraf atau kecacatan.

    Aji menekankan, kusta tidak mudah menular dan dapat sembuh total jika diobati sejak dini dan tuntas. Pemerintah juga memastikan pengobatan kusta tersedia secara gratis di Puskesmas.

    “Kalau menemukan gejala seperti itu, jangan menunda. Segera datang ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Pengobatan kusta gratis dan harus dijalani sampai selesai,” ujarnya.

    Selain aspek medis, Kemenkes juga menyoroti pentingnya menghapus stigma terhadap pengidap kusta. Diskriminasi, menurut Aji, justru membuat pasien enggan berobat dan menghambat upaya penemuan kasus di masyarakat.

    “Stigma dan diskriminasi justru memperburuk situasi. Kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan, bukan untuk ditakuti atau dijauhi,” tegasnya.

    Kemenkes berharap, dengan meningkatnya perhatian publik akibat kasus di Rumania, kesadaran masyarakat di dalam negeri juga ikut meningkat, sehingga kusta bisa dideteksi lebih awal dan angka penularan terus ditekan.

    (naf/kna)

  • Penampakan Pangan Ilegal yang Diamankan BPOM, Ada Kopi yang Bisa Rusak Ginjal

    Penampakan Pangan Ilegal yang Diamankan BPOM, Ada Kopi yang Bisa Rusak Ginjal

    Foto Health

    Averus Kautsar – detikHealth

    Jumat, 19 Des 2025 09:03 WIB

    Jakarta – BPOM mengungkap temuan produk pangan ilegal jelang Nataru dengan total nilai lebih dari Rp 42 miliar. Kebanyakan merupakan produk impor tanpa nomor izin edar.

  • Riset Ungkap Keju Bisa Lindungi Otak dari Demensia, Pendapat Pakar Terbelah

    Riset Ungkap Keju Bisa Lindungi Otak dari Demensia, Pendapat Pakar Terbelah

    Jakarta

    Keju dan krim tinggi lemak sedikit melindungi otak dari demensia, menurut studi observasional terbaru yang mengikuti hampir 28.000 orang di Malmö, Swedia, selama hampir 25 tahun.

    Keju tinggi lemak seperti cheddar, Brie, dan Gouda mengandung lebih dari 20 persen lemak jenuh, menurut penelitian tersebut. Namun, para pakar independen yang diwawancarai CNN menilai laporan ini belum cukup kuat untuk merekomendasikan peningkatan konsumsi produk susu full-fat.

    “Temuan mereka terkait keju berada di batas signifikansi statistik dan mereka menganalisis banyak jenis makanan, sehingga hasil ini bisa saja terjadi secara kebetulan,” kata peneliti gizi terkemuka Dr. Walter Willett, profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health serta profesor kedokteran di Harvard Medical School, Boston.

    “Saya tidak akan buru-buru langsung membeli keju, setelah ada temuan tersebut,” ujar Willett dalam surel.

    Salah satu keterbatasan utama studi ini adalah pola makan peserta hanya dicatat pada satu waktu, yakni saat awal penelitian pada 1991, tanpa pemantauan rutin selama 25 tahun berikutnya. Peneliti hanya melakukan analisis lanjutan pada sebagian kecil peserta setelah lima tahun untuk melihat apakah pola makan mereka berubah.

    “Namun dengan pendekatan ini, hubungan antara konsumsi keju dan krim tinggi lemak menjadi tidak signifikan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan kesimpulan mereka,” tulis Dr Tian-Shin Yeh dalam editorial yang diterbitkan bersamaan dengan studi tersebut.Yeh adalah profesor madya sekaligus dokter di Fakultas Kedokteran Taipei Medical University, Taiwan.

    Yeh juga menuliskan manfaat keju tinggi lemak paling terlihat ketika keju menggantikan makanan dengan kualitas gizi yang jelas lebih rendah, seperti daging merah olahan atau berlemak tinggi. “Bukan berarti keju tinggi lemak itu sendiri bersifat melindungi saraf, melainkan karena keju merupakan pilihan yang relatif kurang berbahaya dibandingkan daging merah dan olahan,” ujarnya.

    Berbagai studi sebelumnya telah menunjukkan makanan tinggi lemak jenuh berkontribusi terhadap penyakit jantung dan kematian dini.

    Manfaat kecil bagi otak

    Studi yang dipublikasikan Rabu di jurnal Neurology ini menemukan orang yang mengonsumsi 50 gram (sekitar 2 ons) atau lebih keju tinggi lemak per hari memiliki risiko demensia 13 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang mengonsumsi kurang dari 15 gram (0,5 ons).

    Sementara itu, mereka yang mengonsumsi 20 gram (0,7 ons) atau lebih krim tinggi lemak per hari memiliki risiko demensia 16 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi krim sama sekali. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 1,4 sendok makan krim kental, menurut studi.

    “Penelitian kami menunjukkan orang yang mengonsumsi lebih banyak keju tinggi lemak memiliki risiko sedikit lebih rendah mengalami demensia di kemudian hari,” kata penulis utama studi Emily Sonestedt, dosen senior dan profesor madya nutrisi di Lund University, Swedia.

    “Ini tidak membuktikan bahwa keju mencegah demensia, tetapi menantang anggapan bahwa semua produk susu tinggi lemak buruk bagi otak,” ujarnya melalui surel.

    Temuan ini mungkin disambut oleh sebagian kelompok Make America Healthy Again (MAHA) yang meyakini lemak jenuh baik bagi kesehatan.

    Menteri Kesehatan AS Robert F Kennedy Jr. diketahui mempromosikan mentega dan lemak sapi, meski banyak studi menunjukkan keduanya berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, penelitian ini tidak menemukan manfaat otak dari mentega, susu, produk susu fermentasi seperti kefir, buttermilk, dan yogurt, maupun produk susu rendah lemak.

    Bahkan, data terkait produk susu rendah lemak cukup mencolok, kata Dr. David Katz, pakar kedokteran preventif dan gaya hidup serta pendiri organisasi nirlaba True Health Initiative. Katz tidak terlibat dalam studi tersebut.

    “Kelompok yang mengonsumsi produk susu rendah lemak memiliki beban gangguan kesehatan awal yang jauh lebih tinggi, termasuk diabetes, dislipidemia, dan penyakit jantung koroner,” kata Katz melalui surel.

    “Ini menunjukkan faktor risiko utama demensia adalah kesehatan yang buruk atau penyakit kronis, dan beralih ke produk susu rendah lemak mungkin merupakan strategi ‘pertahanan diri’ bagi mereka yang menyadari risikonya.”

    Peran asam lemak omega-3

    Alasan lain mengapa hasil studi ini tidak sepenuhnya representatif adalah sapi perah di Swedia lebih banyak diberi pakan rumput dibandingkan sapi di Amerika Serikat, kata ahli saraf Dr. Richard Isaacson, direktur riset Alzheimer di Institute for Neurodegenerative Diseases, Florida.

    Sapi yang diberi pakan rumput cenderung menghasilkan susu, krim, dan keju dengan kandungan asam lemak omega-3 lebih tinggi.

    “Asam lemak omega-3, menurut saya, baik untuk kesehatan otak,” ujar Isaacson.

    “Namun manfaatnya terutama terlihat pada orang dengan varian gen APOE4, yang meningkatkan risiko Alzheimer.”

    “Yang menarik, studi ini justru menemukan perlindungan lebih besar pada orang tanpa gen APOE4. Temuan ini membingungkan, dan meski menarik, saya tentu tidak akan menyarankan orang makan keju tinggi lemak untuk mencegah Alzheimer.”

    Sonestedt juga mengakui hasil penelitian ini mungkin tidak bisa digeneralisasi ke populasi di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.

    “Orang Swedia dan Amerika mengonsumsi jumlah keju yang kurang lebih sama per kapita, tetapi jenisnya berbeda,” kata Sonestedt.

    “Di Swedia, kebanyakan adalah keju keras hasil fermentasi, sedangkan di AS lebih banyak keju olahan atau keju yang dikonsumsi dalam konteks makanan cepat saji. Kami ingin temuan ini direplikasi di lebih banyak negara dan populasi sebelum menarik kesimpulan yang pasti,” pungkasnya.