Jenis Media: Kesehatan

  • Heboh Air Hujan Mengandung Mikroplastik di Jakarta, Apa Bahayanya?

    Heboh Air Hujan Mengandung Mikroplastik di Jakarta, Apa Bahayanya?

    Jakarta

    Temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tentang air hujan di DKI Jakarta yang mengandung mikroplastik merupakan sinyal serius yang harus diwaspadai. Pasalnya, dalam jangka panjang, mikroplastik yang bisa saja tercampur dengan partikel-partikel toksik dapat membahayakan tubuh.

    “Penelitian bahkan menujukkan mikroplastik itu sudah ditemukan di paru-paru, darah, bahkan plasenta manusia dan ini menandakan potensi paparan yang kronis dan meluas,” kata Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).

    “Adanya potensi peradangan kronis pada saluran napas atau usus, gangguan hormon endokrin disebabkan oleh bahan kimia aditif plastik seperti BPA (Bisphenol A), kemudian risiko kardiovaskular, dan stres oksidatif dari partikel mikro yang bersifat toksi,” sambungnya.

    Hal ini karena mikroplastik dapat ‘ditumpangi’ oleh logam berat dan mikroba patogen, sehingga memperbesar dampak kesehatan yang bisa terjadi pada manusia.

    “Mikroplastik itu juga menjadi perantara bagi sebaran penyakit, patogen, karena dia bisa nempel di situ. Artinya ini sama halnya dengan polutan yang bisa memperburuk situasi penyakit, artinya memperparah,” katanya.

    Terjadi di Banyak Negara

    Dicky menambahkan bahwa air hujan yang mengandung mikroplastik juga terjadi di banyak negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, China, Australia, hingga negara-negara di Benua Eropa.

    “Artinya mikroplastik bisa terbawa melalui atmosfer jarak ribuan kilometer. Di mana plastik ini beredar layaknya karbondioksida dan air, menjadi bagian permanen dari sistem Bumi ya, cukup miris,” katanya.

    Kumpulan mikroplastik di udara ini disebabkan banyak faktor, mulai dari ban kendaraan, debu pakaian sintetis dari proses mencuci dan mengeringkan, serta proses pembakaran sampah plastik yang tidak sempurna.

    “Penting untuk diketahui bahwa kita harus menetapkan standar ambang batas mikroplastik dalam air, udara, dan makanan,” kata Dicky.

    “Juga perlu kampanye literasi lingkungan supaya masyarakat memahami plastik tidak hanya mencemari laut, tapi ada di udara yang kita hirup dan hujan yang kemungkinan sebagian air hujan ditampung untuk diminum juga,” sambungnya.

    Bagaimana Mencegahnya?

    Menurut Dicky, ada banyak cara untuk setidaknya membantu mengurangi cemaran mikroplastik di udara, tanah, dan air. Seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, penggunaan bahan alami dan biodegradable (bahan yang dapat terurai alami oleh mikroorganisme).

    “Pemerintah daerah perlu untuk mengembangkan sistem pengelolaan air hujan dan limbah yang ramah lingkungan. Supaya mikroplastik tidak bersirkulasi,” katanya.

    “Lalu jangan membakar atau membuang plastik sembarangan, kurangi penggunaan detergen dan kosmetik yang mengandung mikroplastik, serta disarankan memilih pakaian berbahan alami, katun, linen untuk mengurangi pelepasan serat sintetis,” tutupnya.

    Tonton juga video “Pramono Respons Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/kna)

  • Guru Besar IPB Jelaskan Alasan di Balik Ramai Air Hujan DKI Mengandung Mikroplastik

    Guru Besar IPB Jelaskan Alasan di Balik Ramai Air Hujan DKI Mengandung Mikroplastik

    Jakarta

    Air hujan di DKI Jakarta ramai dilaporkan mengandung mikroplastik. Hal ini memicu kekhawatiran terkait pencemaran lingkungan di perkotaan. Menurut Guru Besar IPB University ari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Prof Etty Riani, fenomena semacam ini sebetulnya memungkinkan terjadi dan bisa dijelaskan secara ilmiah.

    Prof Etty menekankan mikroplastik terutama dengan ukuran sangat kecil atau nanoplastik memiliki massa sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer.

    “Partikel ini bisa berasal dari berbagai sumber di darat seperti gesekan ban mobil, pelapukan sampah plastik yang kering dan terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis,” beber Prof Etty dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/10/2025).

    Partikel mikroplastik yang berada di udara bisa terbawa arus angin dan akhirnya turun ke bumi, bersama air hujan.

    “Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik yang melayang di atmosfer akan menyatu dengan tetesan air hujan. Karena ukurannya sangat kecil, partikel itu tidak terlihat, sehingga seolah-olah air hujan bersih,” jelas Prof Etty.

    Sementara sumber mikroplastik di udara perkotaan seperti DKI Jakarta relatif beragam. Prof Etty menjelaskan ada degradasi dari beragam jenis sampah plastik, gesekan ban kendaraan, sampai pakaian sintetis.

    Menurutnya, faktor lingkungan seperti suhu tinggi dan kondisi udara kering juga berpengaruh. Hal ini mempercepat proses pelapukan plastik serta mempermudah partikel halus beterbangan ke atmosfer.

    “Tingginya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi akar masalah. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, manusia tidak lepas dari plastik. Akhirnya, plastik akan terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik,” bebernya.

    Prof Etty menilai pemerintah perlu meningkatkan edukasi terkait kepada masyarakat soal pola hidup lebih ramah lingkungan.

    “Kita perlu hidup lebih sederhana dan kembali ke alam. Kurangi penggunaan plastik, hindari produk perawatan tubuh yang mengandung mikroplastik, dan biasakan memilah sampah sejak dari rumah,” jelas dia.

    Salah satu yang bisa dimulai dengan konsisten adalah prinsip 3R yakni reduce, reuse, hingga recycle. Pemerintah juga seharusnya memberikan sanksi bagi mereka yang tidak mendukung kebijakan pengurangan plastik.

    “Plastik bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga kesehatan. Di dalamnya ada bahan aditif berbahaya yang bisa memicu gangguan hormonal dan meningkatkan risiko kanker,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Pramono Respons Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Momen Dokter Keluarkan Ponsel dari Lambung Pasien, Begini Penampakannya

    Momen Dokter Keluarkan Ponsel dari Lambung Pasien, Begini Penampakannya

    Jakarta

    Tim dokter di Amerika Serikat berhasil mengangkat sebuah ponsel dari perut seorang pasien. Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Cureus ini menunjukkan bagaimana penampakan ponsel tersebut ketika dikeluarkan.

    Semua ini dialami oleh seorang narapidana pria berusia 44 tahun mengaku telah menelan ponsel. Dalam wawancara yang dilakukan oleh dokter, pasien mengeluhkan kram perut ringan dan nyeri di area perut kiri bawah. Berdasarkan pemeriksaan, pria itu tidak mengalami gejala-gejala seperti mual, muntah, tinja berdarah, demam, atau lainnya.

    Sebelum menjalani operasi, narapidana yang tidak disebutkan namanya itu sempat dirawat inap dan dipuasakan. Hasil rontgen awal menunjukkan adanya benda radiopak kecil berbentuk persegi panjang di dalam lambung.

    Pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan kemudian mengonfirmasi benda tersebut memang sebuah ponsel.

    Penampakan ponsel dalam tubuh manusia. Foto: Cureus Journal

    Prosedur operasi yang dilakukan rupanya tidak berjalan lancar. Proses pengambilan ponsel cukup sulit karena ponsel dibungkus plastik tipis.

    “Upaya pertama menggunakan Trapezoid RX Boston Scientific (berbentuk keranjang) 3 cm basket gagal. Upaya kedua menggunakan snare berhasil mengait ponsel dan mengelupas plastik pembungkusnya. Lalu, upaya ketiga dengan alligator forceps akhirnya berhasil mengeluarkan ponsel dalam beberapa potongan besar akibat pembungkus yang sudah robek,” tulis dokter dalam jurnal, dikutip detikcom, Rabu (22/10/2025).

    Akhirnya ponsel kecil berhasil dikeluarkan dari lambung pasien itu. Baterai di dalamnya tidak menunjukkan tanda kebocoran, tapi komponen internal ponsel sudah rusak berat.

    Menelan baterai dapat menyebabkan cedera berat pada saluran pencernaan, karena mengandung logam seperti litium, seng, merkuri, dan nikel. Salah satu contohnya dapat memicu luka bakar kaustik dan nekrosis pada jaringan.

    “Kasus ini merupakan jenis yang sangat jarang dilaporkan dari insiden menelan benda asing,” tulit dokter.

    “Pasien menolak menjelaskan motifnya, tetapi menurut laporan petugas penjaga, diduga ia berusaha menghancurkan barang bukti. Literatur menyebutkan bahwa baik narapidana maupun orang dewasa dengan gangguan kepribadian tertentu dapat melakukan tindakan serupa sebagai bentuk mencari perhatian atau perilaku merusak diri,” tandasnya.

    Tonton juga video “Lambung YouTuber Mukbang Tzuyang 40% Lebih Besar dari Rata-rata Orang” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Video Momen Pasien Parkinson Main Klarinet saat Operasi Otak

    Video Momen Pasien Parkinson Main Klarinet saat Operasi Otak

    Jakarta

    Seorang pasien Parkinson bernama Denise Bacon menjalani operasi otak dalam keadaan sadar di Rumah Sakit King’s College, London, Inggris. Saat operasi otak berlangsung, Denise sempat memainkan klarinet.

    “Operasi yang kami lakukan untuk Denise disebut stimulasi otak,” jelas Profesor Keyoumars Ashkan, ahli bedah saraf yang memimpin operasi. “Kami melakukan operasi ini dalam keadaan sadar agar kami bisa menilai pasien di meja operasi. Kami memperhatikan kecepatan gerakan, kekakuan yang membaik, dan juga tremor yang hilang selama operasi.”

    Denise pun mengatakan ia merasa senang bisa bermain klarinet lagi.

    “Sungguh menakjubkan melihat dan merasakan jari-jari saya bergerak lebih baik dan lebih cepat,” ungkap Denise.

    Tonton berita video lainnya di sini!

    (/)

    pasien parkinson parkinson operasi operasi otak operasi otak terjaga

  • Pengakuan Pria ‘Meninggal 17 Kali’ dalam Waktu 13 Menit, Ini yang Dirasakan

    Pengakuan Pria ‘Meninggal 17 Kali’ dalam Waktu 13 Menit, Ini yang Dirasakan

    Jakarta

    Kebanyakan orang mungkin mengatakan pernah mengalami kondisi mendekati kematian karena masalah kesehatan. Namun, bagi pria satu ini, ungkapan itu hanya sebagian kecil dari pengalamannya.

    Insiden ini dialami pria di Inggris bernama John Williams. Kejadian yang dialaminya adalah sesuatu yang bahkan sulit dipercaya oleh para dokter.

    Pada November 2024, pria itu pergi ke kota tepi laut Whitby bersama pasangannya untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-40. Malam itu terasa biasa saja, sambil menikmati hidangan dan angin musim dingin yang sejuk bersama teman-temannya.

    Namun, di tengah makan malam, ia tiba-tiba merasa kepanasan, berkeringat, dan pusing. Beberapa saat kemudian, John pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung hebat.

    Beberapa jam kemudian, ia terbangun dikelilingi oleh mesin dan petugas medis. Tubuhnya juga masih berjuang untuk pulih.

    “Anda beruntung,” kata tim medis kepadanya, dikutip dari Unilad.

    Dokter menjelaskan ternyata John mengalami infark miokard, yakni kondisi saat aliran darah ke jantung tersumbat. Tetapi, kisah John tidak berakhir di situ.

    Hampir setahun kemudian, John bersiap untuk menjalani operasi bypass jantung tiga kali di sebuah rumah sakit swasta di Leeds. Meski tahu tindakan itu bisa menyebabkan jantungnya berhenti sementara, John tetap merasa sangat tenang.

    “Anda mungkin mengira saya akan cemas, mengingat para dokter akan membedah saya, mematahkan tulang rusuk saya, dan menghentikan jantung saya. Tetapi, ketenangan ini tiba-tiba menyelimuti saya seperti sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya,” jelas John.

    Di saat itulah John menjadi aneh. Sambil menunggu operasi, ia mulai merasakan kehadiran mendiang ayah dan kakeknya.

    “Saya tahu mereka tidak ada di sana secara fisik, tetapi saya bisa merasakan mereka bersama saya. Rasanya seolah-olah mereka datang untuk mendoakan saya,” terangnya.

    Selama prosedur, John bertemu ayah dan kakeknya lagi. Kali ini, di tempat yang ia gambarkan sebagai surga.

    Ia merasa berada di dalam ruangan yang sama, dan keduanya menyampaikan sesuatu. Ia mengatakan sampai jumpa lagi dan merasa tidak sabar untuk bisa bertemu mereka lagi.

    Pria itu teringat bahwa kakeknya mengatakan ia telah tumbuh dewasa sejak terakhir kali berjumpa. Sementara ayahnya mengatakan hal yang berbeda.

    “Kamu punya dua putri kecil di rumah. Belum sekarang,” kata John mengingat perkataan ayahnya.

    Ketika John siuman, ia mengira hanya bangugn sesaat setelahh operasi. Tetapi, ternyata ia baru saja pulih dari koma yang diinduksi beberapa hari kemudian.

    Selama operasi, jantung John mengalami aritmia atau kondisi saat sinyal listrik terganggu dari jantung. Hal ini menghasilkan ritme yang tidak normal, entah berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau keduanya dengan kecepatan yang tidak stabil, sehingga memaksa dokter melakukan defibrilasi berulang kali.

    Jika dihitung sejak awal prosedur, jantung John berhenti sebanyak 17 kali hanya dalam waktu 13 menit. Pria itu melihat adanya luka bakar berbentuk persegi panjang di dadanya, bukti dari apa yang telah terjadi.

    “Saya masih belum bisa sepenuhnya menjelaskan apa yang terjadi atau kapan itu terjadi,” ujar John.

    “Yang saya tahu adalah rasanya begitu nyata, tetapi di saat yang sama, seperti dunia lain. Saya belum pernah merasakan ketenangan seperti ini sejak saat itu.”

    Tonton juga video “Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Dinkes DKI Catat 1,9 Juta Kasus Mirip COVID, Pramono Sebut Tak Bakal Jadi Pandemi

    Dinkes DKI Catat 1,9 Juta Kasus Mirip COVID, Pramono Sebut Tak Bakal Jadi Pandemi

    Jakarta

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan bahwa Ibu Kota tak akan ‘dihantam’ pandemi COVID-19 lagi. Ini setelah Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta merilis data lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang mirip COVID-19.

    “Yang pertama mengenai COVID-19 dan Influenza, kalau di Jakarta saya pastikan bukan menjadi pandemi,” kata Pramono kepada awak media di Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    “Memang ada 1-2 (kasus COVID-19 di DKI) dan saat ini COVID-19 seperti flu. Memang ada beberapa yang akhirnya (dirawat) di Puskesmas, ada yang di rumah sakit dan mereka segera bisa disembuhkan,” sambungnya.

    Meskipun gejala-gejala infeksi yang muncul mirip dengan COVID-19, Pramono mengatakan situasi ini masih bisa dikendalikan.

    ISPA Banyak Dialami Balita

    Senada, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta, dr Ovi Norfiana mengatakan kasus ISPA tercatat banyak dialami oleh balita.

    “Memang, data ISPA di DKI Jakarta saat ini ada peningkatan. Mayoritas memang terjadi pada kelompok balita ya,” kata dr Ovi.

    Sementara itu, untuk kasus COVID-19 di DKI kasusnya menurun.

    “Positivity rate-nya itu di kisaran 4,65 persen tertinggi ya. Tapi kisaran rata-rata di 0,43 persen. Jadi angka positivity ini masih di bawah batas aman 5 persen yang ditetapkan WHO, untuk COVID ya,” katanya.

    Kasus ISPA Tinggi di Puskesmas

    Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengungkapkan ISPA saat ini menjadi penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di puskesmas. Penularan penyakit ini, kata Ani, sangat mudah terjadi melalui percikan droplet dan partikel aerosol di udara.

    “Total kasus ISPA di DKI Jakarta hingga Oktober 2025 sebesar 1.966.308. Peningkatan kasus terlihat mulai bulan Juli,” kata Ani kepada detikcom Kamis (16/10/2025).

    Selain di tengah cuaca yang tak menentu dan polusi udara, peningkatan kasus ISPA disebut Ani juga bisa berkaitan dengan imunitas yang turun di masyarakat. Adapun gejala ISPA di antaranya:

    BatukPilekSakit tenggorokanDemam

    “Gejala lainnya bisa berupa hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, dan suara serak. Pada kasus ISPA yang lebih berat, gejala dapat mencakup sesak napas, yang membutuhkan penanganan segera,” kata Ani.

    Tonton juga video “Menkes saat Konpers KLB gegara MBG: Teringat Covid Dulu” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/kna)

  • Mengenal Varian COVID-19 LF.7 yang Merebak di RI, Ini Gejalanya

    Mengenal Varian COVID-19 LF.7 yang Merebak di RI, Ini Gejalanya

    Jakarta

    Laporan Pengawasan Kasus Influenza dan COVID-19 pada 18 Oktober 2025 atau Minggu ke 42 yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), mencatat proporsi positif COVID-19 di Indonesia meningkat menjadi 3 persen dari 1 persen di minggu sebelumnya.

    Berdasarkan laporan mingguan M42 (periode 12-12 Oktober 2025), dari total 258 pemeriksaan yang dilakukan, ditemukan 11 kasus positif COVID-19 yang terdiri atas 7 kasus sentinel SARI dan 4 kasus non-sentinel, dengan tingkat positivitas (positivity rate) sebesar 4,26 persen.

    Adapun varian tengah merebak di Indonesia saat ini adalah XFG (57 persen), LF.7 (29 persen), XFG 3.4.3 (14 persen) di bulan Agustus.

    “Varian dominan COVID-19 yang ada di Indonesia saat ini termasuk dalam kategori varian dengan risiko rendah, sehingga tidak perlu panik, namun tetap penting menjaga protokol kesehatan,” kata laporan Kemenkes, dikutip Rabu (22/10/2025).

    Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan LF.7 adalah subvarian Omicron yang awalnya terdeteksi di India, khususnya di Gujarat.

    “Diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai Variant Under Monitoring,” katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (22/10).

    Aji mengatakan, gejala LF. 7 serupa dengan varian COVID-19 lainnya, bahkan mirip seperti flu biasa. Varian ini juga tergolong lebih ringan dibandingkan varian Delta.

    Meski demikian, lanjutnya, kewaspadaan tetap diperlukan, terutama bagi kelompok rentan, seperti lanjut usia hingga komorbid.

    “Mirip flu biasa tapi perlu waspada untuk kelompok rentan,” ucapnya lagi.

    Adapun gejala COVID-19 di antaranya:

    Demam atau menggigilBatukSesak napas atau kesulitan bernapasSakit tenggorokanHidung tersumbat atau berairKehilangan rasa atau penciuman baruKelelahanNyeri otot atau badanSakit kepalaMual atau muntahDiare

    Tonton juga video “Menkes saat Konpers KLB gegara MBG: Teringat Covid Dulu” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Ilmuwan Rekam Aktivitas Otak Manusia saat Tubuh Menua, Ini Hasilnya

    Ilmuwan Rekam Aktivitas Otak Manusia saat Tubuh Menua, Ini Hasilnya

    Jakarta

    Sebuah penelitian terbaru mencoba mengungkap alasan kenapa waktu terasa cepat seiring bertambahnya usia. Dalam sebuah studi yang diterbitkan jurnal Communications Biology, ilmuwan menggunakan data dari Cambridge Centre for Ageing and Neuroscience (Cam-CAN), sebuah proyek penelitian jangka panjang soal penuaan otak.

    Sebanyak 557 peserta dalam penelitian diminta menonton cuplikan salah satu episode serial Alfred Hitchcock Presents. Video tersebut dipilih karena dalam penelitian sebelumnya menunjukkan, dibandingkan dengan video lain, tayangan ini memunculkan pola aktivitas otak yang paling sinkron di antara berbagai penonton.

    Hal ini menjadikannya ideal untuk mempelajari bagaimana otak membagi dan melacak rangkaian peristiwa yang terjadi. Selama menonton, peserta yang berusia antara 18-88 tahun menjalani pemindaian functional magnetic resonance imaging (fMRI) yang merekam aktivitas otak mereka dari waktu ke waktu.

    Hasil rekaman dari fMRI ini lalu dianalisis menggunakan algoritma yang disebut Greedy State Boundary Search (GSBS).

    Ketika menonton cuplikan video 8 menit, otak yang lebih tua mengalami lebih sedikit perubahan pola aktivitas dibanding otak yang lebih muda. Karena otak mereka mencatat lebih sedikit perubahan atau momen dalam waktu sama, secara subjektif waktu terasa lebih cepat. Pola ini konsisten di seluruh rentang usia 18 hingga 88 tahun.

    “Temuan ini menunjukkan keadaan saraf yang lebih panjang (dan karena itu lebih sedikit) dalam periode waktu yang sama dapat membuat orang dewasa yang lebih tua merasa waktu yang berjalan lebih cepat,” tulis peneliti dalam laporan dikutip dari Live Science, Rabu (22/10/2025).

    Peneliti mengaitkan kondisi ini dengan fenomena peralihan antar-keadaan saraf atau age-related neural differentiation yang umum dialami orang dewasa lebih tua. Dalam proses ini, aktivitas di berbagai area otak menjadi kurang spesifik seiring bertambahnya usia.

    Misalnya, pada orang berusia muda, kelompok neuron di area otak yang mengenal wajah merespons dengan sangat selektif terhadap wajah. Sedangkan, pada orang yang lebih tua, kelompok neuron ini juga aktif untuk objek yang bukan wajah.

    Generalisasi pada otak orang dewasa yang lebih tua itulah yang membuat mereka lebih sulit mengenali kapan suatu peristiwa berakhir atau kapan peristiwa lain dimulai.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Pertama Kalinya Nyamuk Ditemukan di Islandia, Pertanda Apa?

    Pertama Kalinya Nyamuk Ditemukan di Islandia, Pertanda Apa?

    Jakarta

    Islandia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu dari sedikit tempat di dunia tanpa nyamuk, akhirnya mencatat temuan pertama serangga pengisap darah itu.

    Seorang peneliti dari Institut Ilmu Pengetahuan Alam Islandia, Matthias Alfredsson, mengonfirmasi kepada AFP ada tiga ekor nyamuk dari spesies Culiseta annulata yang ditemukan, dua betina dan satu jantan. Serangga tersebut ditemukan sekitar 30 kilometer di utara ibu kota Reykjavik.

    “Semua nyamuk dikumpulkan dari tali anggur yang sebenarnya dipasang untuk menarik ngengat,” jelas Alfredsson, dikutip dari CNA.

    Ia menjelaskan metode tersebut menggunakan anggur yang dipanaskan dan diserap ke tali atau kain untuk memikat serangga.

    Selama ini, hanya Antartika dan Islandia yang dikenal bebas dari populasi nyamuk. Karena itu, temuan kali ini menjadi catatan penting.

    “Ini adalah pertama kalinya nyamuk ditemukan hidup di lingkungan alami Islandia,” kata Alfredsson. Ia menambahkan, pernah ada satu spesimen nyamuk Arktik bernama Aedes nigripes yang ditemukan bertahun-tahun lalu di pesawat di Bandara Keflavik. Namun, spesies itu kini sudah hilang.

    Menurut Alfredsson, kemunculan tiga nyamuk tersebut kemungkinan besar merupakan introduksi baru, mungkin terbawa melalui kapal atau kontainer pengiriman barang. Ia menekankan pemantauan lanjutan pada musim semi mendatang perlu dilakukan untuk memastikan apakah nyamuk itu dapat berkembang biak dan membentuk populasi tetap di sana.

    Perubahan iklim global yang menyebabkan suhu meningkat, musim panas lebih panjang, dan musim dingin lebih ringan memang membuat wilayah utara bumi semakin cocok bagi nyamuk.

    Meski begitu, Alfredsson mengaku belum yakin bahwa temuan ini secara langsung disebabkan oleh cuaca yang lebih hangat. Menurutnya, spesies Culiseta annulata memang dikenal mampu beradaptasi dengan iklim dingin ekstrem.

    “Spesies ini bisa bertahan di musim dingin yang panjang dan keras, bahkan ketika suhu turun di bawah titik beku,” jelasnya.

    Ia menambahkan, keberadaan berbagai jenis habitat perkembangbiakan serangga juga membantu spesies tersebut bertahan di lingkungan Islandia yang keras.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Menkes soal Perangi Malaria dengan Perkuat Surveilans”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Dinkes DKI Catat 1,9 Juta Kasus Mirip COVID, Pramono Sebut Tak Bakal Jadi Pandemi

    Air Hujan di DKI Mengandung Mikroplastik, Pramono Angkat Bicara

    Jakarta

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta untuk mengkaji temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait air hujan di Jakarta yang mengandung mikroplastik.

    “Kami sebenarnya akan memperkuat data itu. Nanti setelah kajian selesai, saya akan meminta mereka untuk menyampaikan kepada publik,” kata Pramono saat ditemui di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Di sisi lain, Pramono menambahkan bahwa terkait polusi udara di Jakarta sendiri telah mengalami penurunan yang signifikan.

    “Mudah-mudahan ini bisa kita jaga bersama-sama,” katanya.

    Sebelumnya, BRIN mengungkap air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan.

    Temuan ini menjadi peringatan bahwa polusi plastik kini tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga atmosfer.

    Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Ibu Kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

    “Mikroplastik ini berasal dari aktivitas manusia di kota besar. Misalnya serat sintetis dari pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran terbuka sampah plastik, serta degradasi plastik di lingkungan terbuka,” katanya saat dihubungi detikcom, Kamis (16/10/2025).

    Menurut Reza, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

    “Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.

    Temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.

    Plastik juga mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai menjadi partikel mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: BRIN Bicara Dampak Mikroplastik di Air Hujan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)