Jenis Media: Kesehatan

  • Dokter Bedah Ditahan Usai Ketahuan Ajak Anak 12 Tahun Bor Tengkorak Pasien

    Dokter Bedah Ditahan Usai Ketahuan Ajak Anak 12 Tahun Bor Tengkorak Pasien

    Jakarta

    Seorang ahli bedah otak di Austria ditangkap setelah mengajak anaknya yang berusia 12 tahun untuk mencoba mengebor tengkorak salah satu pasien. Semua berawal pada Januari tahun lalu, seorang pria mengalami cedera otak traumatis akibat kecelakaan di hutan.

    Ia lantas dilarikan ke Regional Graz Hospital, untuk menjalani operasi penyelamatan jiwa secara darurat. Operasi tersebut sebenarnya berjalan dengan sukses, tapi seorang ahli bedah dilaporkan meminta putrinya yang berusia 12 tahun membantu prosedur tersebut.

    Pada Oktober tahun ini, Pengadilan Distrik Graz-East mengungkapkan operasi tersebut dilakukan oleh seorang dokter dan seorang dokter pelatihan. Sementara, ahli bedah saraf yang membawa anaknya masuk ruang operasi masih berstatus residen (masa pelatihan).

    Kasus ini mulai muncul setelah ada laporan anonim yang masuk ke Kejaksaan. Laporan itu disampaikan ke Kejaksaan sekitar April 2024. Semenjak saat itu, investigasi mulai dilakukan.

    Rincian soal kejadian selanjutnya berbeda-beda menurut laporan. Namun, anak itu dikabarkan ditinggalkan bersama rekan junior ketika sang ahli bedah bergeser meninggalkan meja operasi untuk menerima panggilan telepon.

    Menurut dakwaan, anak itu diberikan bor medis untuk membuat lubang di tengkorak pasien guna pemasangan alat probe. Jaksa Julia Steiner menyatakan sang ibu bahkan bangga anaknya sudah bisa mengebor tengkorak pasien.

    Meski operasi berjalan baik, dakwaan menyebut risikonya tidak dapat diremehkan. Baik dokter dan ahli bedah saraf menyatakan tidak bersalah atas tuduhan menyebabkan cedera ringan.

    “Tindakan tersebut menunjukkan kurangnya rasa hormat luar biasa terhadap pasien,” ungkap Julia dikutip dari Unilad, Senin (27/10/2025).

    Pengacara sang ahli bedah, Bernhard Lehofer, membela kliennya mengatakan anak itu sebenarnya tidak melakukan apapun. Dokter yang bersangkutan sepenuhnya mengendalikan alat operasi. Ia mengakui membawa anak ke ruangan operasi bukanlah tindakan yang tepat, tapi Lehofer menegaskan kliennya menanggung akibat kesalahan itu selama hampir 2 tahun.

    Sementara itu, pengacara dokter lain yang juga terlibat, Michael Kropiunig, menyatakan kliennya tidak tahu usia anak tersebut.

    “Dia hanya mengizinkan anak itu meletakkan tangannya di atas tangannya sendiri saat menggunakan bor, tapi hal itu tidak relevan dalam perkara pidana,” ujar Kopriunig.

    Mengenai bagaimana insiden itu terjadi, dokter tersebut mengaku menjelang akhir operasi, sang ahli bedah saraf bergeser meninggalkan meja operasi untuk menerima telepon. Saat itu, anak sang ahli bedah bertanya, ‘boleh aku membantu?’ dan ketika ia menanyakan pada ibunya, sang ibu menjawab, ‘kenapa tidak?’.

    Meski tidak bisa memastikan posisi tangan anak itu, pengadilan mendengar anak tersebut menaruh tangannya di atas tangan dokter yang memandu bor tersebut.

    Sang ibu juga dituduh membujuk rekannya untuk menyangkal apabila ditanya tentang kejadian itu. Ia menjelaskan putrinya berada di kantornya hampir sepanjang hari, tapi mengikutinya masuk ke ruang operasi ketika ia dipanggil, dan ia mengizinkannya tetap di sana.

    Dokter bedah itu membantah melihat langsung momen pengeboran tersebut, dengan alasan berada di bagian belakang ruangan dan sedang teralihkan perhatiannya. Ketika jaksa menanyakan apakah ia menekan rekan sejawatnya untuk ‘tetap diam’ ia menjawab, ‘saya hanya ingin melindunginya’.

    Putusan kasus ini ditunda hingga 10 Desember 2025.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Analisis Feses Purba Ungkap Penyakit Usus yang Dialami Manusia 1.300 Tahun Lalu

    Analisis Feses Purba Ungkap Penyakit Usus yang Dialami Manusia 1.300 Tahun Lalu

    Jakarta

    Para ilmuwan menganalisis kotoran manusia berusia 1.300 dari gua Dead Children di Meksiko. Mereka menemukan bahwa lebih dari 1000 tahun lalu, orang-orang sering mengalami infeksi usus yang parah.

    “Bekerja dengan sampel-sampel kuno ini seperti membuka kapsul waktu biologis yang masing-masing mengungkap wawasan tentang kesehatan manusia dan kehidupan sehari-hari, kata penulis utama studi, seorang asisten profesor kesehatan lingkungan di Indiana University, Drew Capone, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Live Science.

    Bersama rekan-rekannya, Capone menggunakan teknik analisis molekuler untuk mempelajari 10 sampel feses kuno, atau yang disebut dengan paleofeces. Feses yang berada di sebuah gua di Lembah Rio Zape, Meksiko, tepat di utara kota Durango di Meksiko Barat Lau tersebut berasal dari tahun 725 hingga 920 M. Para peneliti menerbitkan temuan mereka di jurnal PLOS One pada 22 Oktober 2025.

    Pada akhir tahun 1950-an, para arkeolog menggali gua Dead Children dan menemukan fosil feses manusia dan non manusia, sisa-sisa tumbuhan, serta tulang hewan dan manusia dari tumpukan sampah besar. Gua ini digunakan oleh orang-orang dari budaya prasejarah Loma San Gabriel, yang mempraktikkan pertanian skala kecil, memproduksi keramik unik, tinggal di desa-desa kecil dan terkadang melakukan pengorbanan anak. Para arkeolog menamakan gua tersebut berdasarkan kerangka anak-anak yang ditemukan di sana.

    Penelitian terdahulu pada feses purba di gua tersebut menunjukkan adanya telur cacing tambang, cacing cambuk, dan cacing kremi. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang menaruh fesesnya di gua tersebut terinfeksi oleh berbagai parasit.

    Dalam studi baru, para ilmuwan menggunakan teknik molekuler mutakhir untuk mendeteksi mikroba tambahan dalam feses purba dari 10 peristiwa buang air besar yang berbeda. Tujuannya adalah memperluas pemahaman mereka tentang beban penyakit di antara masyarakat Loma.

    “Ada banyak potensi dalam penerapan metode molekuler modern untuk menginformasikan studi-studi di masa lalu.” kata rekan penulis studi, seorang profesor ilmu lingkungan di University of North Carolina di Chapel Hill, Joe Brown.

    Para peneliti mengekstraksi DNA dari 10 sampel feses manusia purba dan menggunakan reaksi berantai polimerasi (PCR) untuk mengamplifikasi DNA mikroba dalam feses. Setiap sampel setidaknya mengandung satu patogen atau mikroba usus. Dua yang paling umum adalah parasit usus Blastocystis yang menyebabkan masalah gastrointestinal dan beberapa galur bakteri E.coli yang ditemukan pada 70 persen sampel. Selain itu, ditemukan cacing kremi, Shigella dan Giardia, yang menyebabkan penyakit usus.

    Tingginya jumlah mikroba menunjukkan sanitasi yang buruk di antara budaya Loma San Gabriel di antara tahun 600-800 M. Hal ini mengakibatkan paparan limbah feses di lingkungan. Tim menambahkan, manusia kemungkinan besar menelan mikroba tersebut dari air minum, tanah, atau makanan yang terkontaminasi feses.

    Sementara gen-gen terkait patogen ini bertahan dalam paleofeces hingga 1.300 tahun, kemungkinan ada lebih banyak patogen dalam sampel-sampel yang telah membusuk dan tidak lagi terdeteksi.

    Meski demikian, analisis baru mengungkap, DNA patogen yang sebelumnya tidak ditemukan dalam paleofeces, termasuk Blastocytis dan Shigella.

    “Penerapan metode ini pada sampel purba lainnya menawarkan potensi untuk memperluas pemahaman kita tentang cara hidup masyarakat purba dan patogen yang mungkin memengaruhi kesehatan mereka,” tulis para peneliti.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/kna)

  • Semarak Kostum Unik di Jakarta Running Festival, Ikan Nemo hingga ‘Gatotkalcer’

    Semarak Kostum Unik di Jakarta Running Festival, Ikan Nemo hingga ‘Gatotkalcer’

    Jakarta

    Jakarta Running Festival (JRF) juga disemarakkan oleh peserta-peserta yang tampil dengan kostum unik dan menghibur. Beberapa pelari memilih tampil beda dengan mengenakan berbagai kostum kreatif.

    Pantauan detikcom di hari pertama JRF 2025, Sabtu (25/10/2025), ada sejumlah peserta dengan kostum unik ambil bagian di nomor 10K dan Half Marathon (HM). Salah seorang peserta misalnya, mengenakan kostum Gatotkaca, tokoh wayang yang dikisahkan sakti dan bisa terbang.

    Tentu saja, Gatotkaca versi ‘kalcer’ ini tidak terbang di JRF. Ia ikut berlari di antara ribuan pelari yang lain, sambil tetap memamerkan ‘otot kawat tulang besi’-nya.

    Kehadiran kostum-kostum kreatif seperti ini menambah suasana meriah di sepanjang rute lari. Para penonton dan sesama peserta terlihat antusias memberikan sorak-sorai dan mengabadikan momen bersama pelari berkostum.

    Fenomena ini menunjukkan bahwa event lari di Jakarta tidak hanya tentang kompetisi, tetapi juga ajang untuk mengekspresikan kreativitas dan berbagi kegembiraan bersama komunitas.

    Salah satu pelari berkostum yang juga mencuri perhatian adalah Shanon, peserta kategori 5K yang berlari mengenakan kostum Nemo lengkap dengan warna oranye mencolok.

    “Kenapa aku memakai kostum Nemo karena untuk merayakan celebrate my birthday dan biar fun aja sih,” ujarnya sembari tersenyum lebar usai melewati garis finis.

    Shanon juga membagikan tips bagi pelari pemula yang ingin memulai hobi lari.

    “Tips buat yang mau mulai lari, mulai aja larinya tapi please do your body, jadi kalau udah capek itu jangan kayak panik karena yang lain udah cepat, know your self and everything will go mate,” paparnya.

    Tren mengenakan kostum dalam event lari memang semakin populer di berbagai negara, termasuk Indonesia. Jakarta Running Festival sekali lagi membuktikan bahwa olahraga lari bisa menjadi wadah yang inklusif dan menyenangkan bagi siapa saja, tanpa harus terpaku pada standar kecepatan atau pencapaian tertentu.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Ngulik Menu Latihan Pelari Jakarta International Marathon 2025”
    [Gambas:Video 20detik]
    (up/up)

  • Daftar Negara yang Paling Sehat di Dunia, Ada Negara Tetangga RI

    Daftar Negara yang Paling Sehat di Dunia, Ada Negara Tetangga RI

    Jakarta

    Ada banyak parameter yang bisa digunakan untuk menilai peringkat suatu negara, mulai dari Produk Domestik Bruto (PDB), biaya hidup, upah minimum, infrastruktur, hingga kualitas pendidikan. Namun, salah satu faktor paling penting adalah kesehatan.

    Meskipun gaya hidup sehat merupakan tanggung jawab pribadi, banyak negara yang terus berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan dan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

    Menurut Bloomberg Global Health Index, beberapa faktor yang digunakan untuk menilai kesehatan suatu negara meliputi:

    Risiko kesehatan (seperti penggunaan tembakau, tekanan darah tinggi, dan obesitas)

    Ketersediaan air bersihRata-rata harapan hidupTingkat malnutrisiPenyebab kematian utama

    Dikutip dari Economy Middle East, berikut daftar negara yang termasuk paling sehat di dunia.

    1. Spanyol (Skor: 92,75/100)

    Spanyol menempati peringkat pertama sebagai negara paling sehat di dunia berdasarkan Bloomberg Global Health Index. Pola makan Mediterania, yang menekankan konsumsi makanan segar, mentah, dan minyak zaitun, memberikan dampak positif bagi kesehatan.

    Dikombinasikan dengan layanan kesehatan berkualitas tinggi dan tingkat perokok yang rendah, hal ini menjadikan Spanyol sebagai contoh sukses dalam menciptakan masyarakat sehat.

    Negara ini memiliki angka kematian akibat penyakit yang bisa dicegah tergolong rendah dan telah menerapkan berbagai inisiatif untuk meminimalkan faktor risiko. Tingkat skrining kanker dan vaksinasi di Spanyol umumnya di atas rata-rata Uni Eropa.

    Rendahnya angka rawat inap akibat gagal jantung dan diabetes mencerminkan sistem perawatan primer dan layanan kesehatan terpadu yang berfungsi baik. Spanyol juga mencatat harapan hidup tertinggi di Uni Eropa, yakni 83,2 tahun pada 2022. Meski sempat turun tajam antara 2019-2020 akibat pandemi COVID-19, angka tersebut kembali meningkat dalam beberapa tahun berikutnya.

    2. Italia (Skor: 91,59/100)

    Italia berada tak jauh di belakang Spanyol. Sama seperti tetangganya, pola makan khas Mediterania dengan bahan segar dan lokal berperan penting dalam menjaga kesehatan warganya. Didukung sistem kesehatan yang kuat serta fokus pada pencegahan penyakit, Italia terus menunjukkan performa baik di sektor kesehatan publik.

    Tingkat kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dan diobati di Italia tercatat lebih rendah dari rata-rata Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan rendahnya prevalensi faktor risiko serta efektivitas sistem kesehatan dalam menangani penyakit serius.

    Meski akses terhadap layanan kesehatan umumnya baik, pandemi COVID-19 sempat menimbulkan gangguan besar. Sekitar 23 persen penduduk Italia melaporkan tertunda mendapat layanan kesehatan selama 12 bulan pertama pandemi, sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata Uni Eropa yang sebesar 21 persen.

    3. Islandia (Skor: 91,44/100)

    Islandia termasuk salah satu negara paling sehat di kawasan Nordik. Warga Islandia menjalani gaya hidup sehat di tengah keindahan alam yang luar biasa, dengan kebiasaan aktif di luar ruangan serta pemanfaatan sumber daya panas bumi untuk energi berkelanjutan.

    Angka kematian akibat penyakit yang dapat dicegah di Islandia tergolong rendah dibandingkan sebagian besar negara Uni Eropa. Kasus kematian akibat alkohol, kecelakaan fatal, dan kanker paru juga jauh lebih sedikit.

    Selain itu, Islandia memiliki salah satu tingkat kematian terendah untuk penyakit yang dapat diobati, menandakan bahwa sistem kesehatannya sangat efektif dalam menyelamatkan pasien dari kondisi yang berpotensi mematikan.

    4. Jepang (Skor: 91,38/100)

    Jepang dikenal sebagai negara dengan harapan hidup tertinggi di dunia. Budaya yang menekankan pada pencegahan penyakit, olahraga rutin, serta pola makan sehat berkontribusi besar terhadap kesehatan masyarakatnya.

    Harapan hidup saat lahir di Jepang meningkat dari 81,1 tahun pada tahun 2000 menjadi 84,5 tahun pada 2021. Negara ini juga memiliki angka kematian bayi dan kematian ibu terendah di dunia, mencerminkan keberhasilan sistem kesehatannya yang stabil dan berorientasi pada pencegahan.

    5. Swiss (Skor: 90,93/100)

    Swiss tak hanya terkenal dengan jam tangan dan pegunungannya, tetapi juga sebagai pelopor dalam bidang medis dan kesehatan publik. Negara ini memiliki standar kesehatan nasional yang sangat tinggi berkat sistem asuransi kesehatan universal yang menekankan pada pengobatan preventif dan gaya hidup aktif di alam terbuka.

    Sistem kesehatan Swiss bersifat terdesentralisasi, setiap kanton (negara bagian) memiliki peran penting dalam pengelolaannya. Pendanaannya berasal dari premi peserta, pajak (terutama dari pemerintah daerah), iuran sosial, dan pembayaran pribadi (out-of-pocket). Semua penduduk diwajibkan untuk memiliki asuransi dari penyedia nirlaba swasta.

    6. Swedia (Skor: 90,24/100)

    Swedia menempati posisi keenam sebagai salah satu negara dengan masyarakat paling sehat di dunia. Kombinasi jaminan sosial yang kuat, akses layanan kesehatan yang merata, dan budaya aktif berolahraga membuat tingkat kesehatannya tinggi.

    Negara ini memiliki angka kematian rendah akibat kanker paru, konsumsi alkohol, serta kecelakaan lalu lintas, berkat kebijakan kesehatan publik yang kuat. Rendahnya tingkat kematian akibat penyakit yang dapat diobati juga menunjukkan efektivitas sistem kesehatannya.

    7. Australia (Skor: 89,75/100)

    Australia menempati posisi berikutnya dalam daftar. Warga Australia dikenal dengan gaya hidup sehat, konsumsi makanan segar, dan kecintaan pada aktivitas luar ruangan.

    Negara ini memiliki program asuransi kesehatan publik universal yang dikelola secara regional dan dibiayai melalui pajak umum serta pungutan pemerintah. Warga secara otomatis terdaftar dan mendapatkan layanan rumah sakit publik gratis, termasuk cakupan besar untuk konsultasi medis, obat-obatan, dan layanan kesehatan lainnya.

    Harapan hidup di Australia meningkat dari 79,7 tahun pada tahun 2000 menjadi 83,1 tahun pada 2021, menunjukkan keberhasilan kebijakan kesehatan yang berfokus pada pencegahan dan akses universal.

    8. Singapura (Skor: 89,29/100)

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Singapura memiliki salah satu sistem kesehatan terbaik di dunia dalam hal kualitas dan aksesibilitas. Hal ini berkat standar pelatihan medis yang tinggi, teknologi kesehatan canggih, dan sistem pelayanan yang efisien.

    Negara ini juga dikenal memiliki udara dan air yang sangat bersih, yang membantu mencegah penyakit pernapasan dan berbagai gangguan kesehatan lainnya. Tingkat penyakit menular seperti tuberkulosis dan HIV-AIDS juga sangat rendah, berkat program kesehatan publik yang kuat seperti kampanye vaksinasi dan sistem pemantauan penyakit yang efektif.

    9. Norwegia (Skor: 89,09/100)

    Norwegia termasuk negara paling sehat di dunia berkat sistem layanan kesehatan universal, gaya hidup aktif di alam terbuka, serta ketersediaan pangan bergizi dan layanan kesehatan berkualitas tinggi.

    Negara ini memiliki sistem kesehatan berbasis pajak yang menjamin akses perawatan dasar bagi semua warganya. Kualitas layanan medisnya pun sangat baik, terlihat dari rasio tenaga kesehatan yang tinggi, yaitu 4,9 dokter serta 18,3 perawat dan bidan per 1.000 penduduk.

    Sementara menurut World Population Review Global Health Index 2024, Singapura menduduki peringkat pertama sebagai negara paling sehat di dunia dengan skor 95,3. Kemudian disusul oleh Jepang, 95,1, Korea Selatan, 94,3, Taiwan, 94,2 Israel, 94,2 hingga Norwegia dengan skor 93,6.

    Halaman 2 dari 4

    (suc/kna)

  • Pecahkan 4 Soal Matematika Ini, Katanya Cuma Si Jenius yang Mampu Jawab

    Pecahkan 4 Soal Matematika Ini, Katanya Cuma Si Jenius yang Mampu Jawab

    Asah Otak

    Aida Adha Siregar – detikHealth

    Senin, 27 Okt 2025 10:32 WIB

    Jakarta – Empat soal matematika berikut ini bakal bikin kamu bingung kalau nggak sering latihan. Yuk, pecahkan soalnya, detikers!

  • Ilmuwan BRIN: Hampir Semua AMDK di Indonesia Ngebor Air Tanah

    Ilmuwan BRIN: Hampir Semua AMDK di Indonesia Ngebor Air Tanah

    Jakarta

    Sumber air untuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) mendadak jadi sorotan usai video sidak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di salah satu fasilitas produksi Aqua. Dalam video tersebut, seorang staf menyebut air yang didapat diperoleh melalui pengeboran.

    Faktanya, hampir seluruh perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia mengambil air dengan metode pengeboran air tanah, bukan langsung mengambil dari mata air permukaan seperti yang kerap melekat di persepsi banyak publik.

    Awalnya, perusahaan AMDK memang memanfaatkan air dari mata air alami di permukaan. Namun, seiring berkembangnya pemahaman ilmiah, cara itu mulai dievaluasi karena risiko kontaminasi bakteri cukup tinggi.

    Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rachmat Fajar Lubis menjelaskan meskipun air berasal mata air alami, kualitasnya tetap bisa terpengaruh dari kondisi lingkungan sekitar.

    Tanah mengandung banyak mikroorganisme, dan di area mata air kerap ditemukan aktivitas manusia maupun hewan yang dapat membawa bakteri.

    “Jadi meskipun airnya tampak jernih dan keluar langsung dari bawah tanah, tetap ada potensi tercemar bakteri dari sekitar sumbernya,” ujar Fajar saat dihubungi detikcom, Minggu (26/10/2025)..

    Karena itu, kini mayoritas perusahaan AMDK memilih menggunakan air hasil pengeboran di sekitar sumber mata air. Metode ini memungkinkan perusahaan mengambil air dari lapisan tanah dalam tanpa kontak langsung dengan permukaan tanah, sehingga risiko kontaminasi biologis dapat ditekan seminimal mungkin.

    Langkah tersebut juga sejalan dengan rekomendasi pemerintah, yang mendorong industri AMDK menjaga perlindungan kualitas air.

    “Prinsipnya untuk perlindungan kualitas air, khususnya dari bakteri,” tambahnya.

    “Sekarang disurvei saja, hampir semua perusahaan AMDK ngebor kok, meski lokasinya dekat mata air.”

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Kabut Asap Beracun Selimuti Kota di Pakistan, Kualitas Udara Tembus Level Berbahaya!

    Kabut Asap Beracun Selimuti Kota di Pakistan, Kualitas Udara Tembus Level Berbahaya!

    Jakarta

    Selama tiga hari terakhir, Lahore, kota di Pakistan menempati peringkat sebagai kota paling tercemar di dunia, dengan kualitas udara anjlok ke tingkat berbahaya akibat kabut asap tebal yang menyelimuti kota tersebut. Indeks Kualitas Udara (AQI) mencapai 412, sehingga memicu peringatan kesehatan dan mendorong pemerintah provinsi melakukan penertiban besar-besaran terhadap berbagai sumber polusi.

    Menurut laporan Dawn, wilayah Lower Mall menjadi area yang paling terdampak parah dengan AQI mencapai 680, disusul oleh Iqbal Town (577), Syed Maratib Ali Road (543), Shadman (507), area Universitas Punjab (506), dan Shalimar (495).

    Para ahli lingkungan menganjurkan warga untuk menghindari aktivitas di luar ruangan yang tidak penting, terutama pada pagi dan sore hari, serta memakai masker saat berada di luar rumah. Konsentrasi PM2.5 di udara Lahore tercatat beberapa kali lipat di atas ambang batas aman global, yang meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama bagi anak-anak dan lansia.

    Otoritas Manajemen Bencana Punjab (PDMA) mengeluarkan peringatan tinggi di seluruh distrik bagian timur provinsi, termasuk Lahore, Gujranwala, Sheikhupura, Kasur, Nankana Sahib, Faisalabad, Multan, Bahawalpur, Rahim Yar Khan, dan Khanpur.

    Direktur Jenderal PDMA, Irfan Ali Kathia, memperingatkan intensitas kabut asap (smog) diperkirakan akan meningkat dari November hingga pertengahan Desember, berdasarkan prakiraan dari Departemen Meteorologi.

    PDMA telah menginstruksikan seluruh komisioner dan wakil komisioner untuk memastikan pelaksanaan langkah-langkah pemerintah dalam menanggulangi kabut asap. Pihak berwenang juga mengumumkan strategi ketat dan terpadu untuk mengatasi polusi dari sumbernya, termasuk larangan total terhadap pembakaran sisa tanaman, sampah padat, ban, plastik, dan karet.

    Sebelumnya, Menteri Senior Punjab Marriyum Aurangzeb mengatakan bahwa sembilan departemen tengah melakukan operasi besar-besaran melawan kabut asap. Menurut Dawn, sang menteri menyebut pasukan perlindungan lingkungan dan departemen terkait telah sepenuhnya dikerahkan, semua tim sektor lapangan aktif, dan tungku bata diawasi melalui drone dengan laporan langsung secara waktu nyata.

    Ia juga menambahkan bahwa meriam anti-smog dan alat pemantau kualitas udara telah dipasang, sementara prakiraan AQI (Air Quality Index), yang untuk pertama kalinya diterapkan di Punjab, memungkinkan intervensi lebih dini untuk mencegah lonjakan polusi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kota Lahore di Pakistan Timur Diselimuti Kabut Asap Beracun”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/kna)

  • Kemenkes Ungkap Alasan Masih Banyak Pasien RI Berobat ke Luar Negeri

    Kemenkes Ungkap Alasan Masih Banyak Pasien RI Berobat ke Luar Negeri

    Jakarta

    Meski industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri meningkat signifikan, masih banyak pasien Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri. Direktur Jenderal Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Lucia Rizka Andalusia, mengungkapkan salah satu penyebabnya adalah akses terhadap teknologi kesehatan inovatif yang masih terbatas di Tanah Air.

    “Kalau untuk mendapatkan akses teknologi kesehatan inovatif, apakah itu alat kesehatan atau obat-obatan, masih sulit di Indonesia, ya pasti orang akan berobat ke luar negeri karena di sana lebih mudah,” ujar Rizka dalam konferensi pers Minggu (26/10/2025).

    Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar preferensi pasien, melainkan akibat dari lambatnya ketersediaan teknologi kesehatan mutakhir di rumah sakit dalam negeri, yang berdampak ke layanan pasien.

    “Misalnya untuk radioterapi, di Indonesia harus antre berminggu-minggu, bahkan berbulan. Sementara di negara tetangga bisa cepat. Itu yang membuat orang akhirnya memilih berobat ke luar negeri,” lanjutnya.

    Rizka menegaskan, dari sisi produksi alkes dalam negeri, kemajuan Indonesia sebenarnya dinilai tajam.
    Sebelum pandemi COVID-19, hanya ada sekitar 400 industri alkes di Indonesia, yang sebagian besar masih bergantung pada impor. Kini, jumlahnya melonjak dua kali lipat menjadi sekitar 815 industri.

    Tidak hanya itu, belanja alat kesehatan dalam negeri dalam tiga tahun terakhir meningkat 3,4 kali lipat dibandingkan 2019.

    “Dulu belanja alkes dalam negeri itu sangat rendah. Tapi sekarang sudah jauh meningkat karena berbagai upaya kita lakukan,” jelasnya.

    Salah satu strategi utama Kemenkes adalah penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan kebijakan freeze-unfreeze terhadap produk impor.

    “Kalau kita sudah bisa membuat produk dalam negeri dan jumlahnya mencukupi, maka kita akan ‘freeze’ produk impornya. Ini sangat efektif, sehingga rumah sakit pemerintah, termasuk RS vertikal, akan memilih produk dalam negeri,” ujar Rizka.

    Kemenkes juga menggelar business matching antara industri alkes lokal dan fasilitas kesehatan (faskes). Langkah ini terbukti penting agar produk dalam negeri dikenal dan digunakan oleh rumah sakit di Indonesia.

    “Kalau tidak ada business matching, industri dan rumah sakit tidak saling tahu. Misalnya ada yang bikin hospital bed elektrik otomatis di dalam negeri, tapi rumah sakit tidak tahu, akhirnya tetap beli impor,” katanya.

    Rizka memastikan peluang produk alkes seperti linet dan dv medika yang wacananya akan membantu memproduksi bed dengan teknologi advanced di Indonesia terbuka, selama mematuhi mekanisme pengadaan yang berlaku.

    “Yang penting harganya kompetitif dan spesifikasinya sesuai kebutuhan rumah sakit,” tandas dia.

    Meski capaian industri alkes dalam negeri sudah menggembirakan, Rizka menilai tantangan terbesar Indonesia justru terletak pada akses terhadap teknologi kesehatan inovatif.

    Tanpa perbaikan di sisi ini, pasien akan terus mencari pengobatan di luar negeri.

    “Pemerintah berupaya keras agar masyarakat bisa mendapatkan akses terhadap teknologi inovatif secepat mungkin, supaya mereka bisa berobat di Indonesia dengan kualitas yang sama seperti di negara lain,” tegasnya.

    Pertumbuhan pesat industri alkes lokal menunjukkan Indonesia punya kapasitas besar untuk mandiri. Namun, persoalan akses, efisiensi layanan, dan kecepatan adopsi teknologi menjadi titik lemah yang masih membuat pasien memilih pengobatan di luar negeri.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Kemenkes Spill Alasan Banyak Warga RI Berobat ke Luar Negeri!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Kemenkes Ungkap Alasan Masih Banyak Pasien RI Berobat ke Luar Negeri

    Kemenkes Ungkap Alasan Masih Banyak Pasien RI Berobat ke Luar Negeri

    Jakarta

    Meski industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri meningkat signifikan, masih banyak pasien Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri. Direktur Jenderal Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Lucia Rizka Andalusia, mengungkapkan salah satu penyebabnya adalah akses terhadap teknologi kesehatan inovatif yang masih terbatas di Tanah Air.

    “Kalau untuk mendapatkan akses teknologi kesehatan inovatif, apakah itu alat kesehatan atau obat-obatan, masih sulit di Indonesia, ya pasti orang akan berobat ke luar negeri karena di sana lebih mudah,” ujar Rizka dalam konferensi pers Minggu (26/10/2025).

    Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar preferensi pasien, melainkan akibat dari lambatnya ketersediaan teknologi kesehatan mutakhir di rumah sakit dalam negeri, yang berdampak ke layanan pasien.

    “Misalnya untuk radioterapi, di Indonesia harus antre berminggu-minggu, bahkan berbulan. Sementara di negara tetangga bisa cepat. Itu yang membuat orang akhirnya memilih berobat ke luar negeri,” lanjutnya.

    Rizka menegaskan, dari sisi produksi alkes dalam negeri, kemajuan Indonesia sebenarnya dinilai tajam.
    Sebelum pandemi COVID-19, hanya ada sekitar 400 industri alkes di Indonesia, yang sebagian besar masih bergantung pada impor. Kini, jumlahnya melonjak dua kali lipat menjadi sekitar 815 industri.

    Tidak hanya itu, belanja alat kesehatan dalam negeri dalam tiga tahun terakhir meningkat 3,4 kali lipat dibandingkan 2019.

    “Dulu belanja alkes dalam negeri itu sangat rendah. Tapi sekarang sudah jauh meningkat karena berbagai upaya kita lakukan,” jelasnya.

    Salah satu strategi utama Kemenkes adalah penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan kebijakan freeze-unfreeze terhadap produk impor.

    “Kalau kita sudah bisa membuat produk dalam negeri dan jumlahnya mencukupi, maka kita akan ‘freeze’ produk impornya. Ini sangat efektif, sehingga rumah sakit pemerintah, termasuk RS vertikal, akan memilih produk dalam negeri,” ujar Rizka.

    Kemenkes juga menggelar business matching antara industri alkes lokal dan fasilitas kesehatan (faskes). Langkah ini terbukti penting agar produk dalam negeri dikenal dan digunakan oleh rumah sakit di Indonesia.

    “Kalau tidak ada business matching, industri dan rumah sakit tidak saling tahu. Misalnya ada yang bikin hospital bed elektrik otomatis di dalam negeri, tapi rumah sakit tidak tahu, akhirnya tetap beli impor,” katanya.

    Rizka memastikan peluang produk alkes seperti linet dan dv medika yang wacananya akan membantu memproduksi bed dengan teknologi advanced di Indonesia terbuka, selama mematuhi mekanisme pengadaan yang berlaku.

    “Yang penting harganya kompetitif dan spesifikasinya sesuai kebutuhan rumah sakit,” tandas dia.

    Meski capaian industri alkes dalam negeri sudah menggembirakan, Rizka menilai tantangan terbesar Indonesia justru terletak pada akses terhadap teknologi kesehatan inovatif.

    Tanpa perbaikan di sisi ini, pasien akan terus mencari pengobatan di luar negeri.

    “Pemerintah berupaya keras agar masyarakat bisa mendapatkan akses terhadap teknologi inovatif secepat mungkin, supaya mereka bisa berobat di Indonesia dengan kualitas yang sama seperti di negara lain,” tegasnya.

    Pertumbuhan pesat industri alkes lokal menunjukkan Indonesia punya kapasitas besar untuk mandiri. Namun, persoalan akses, efisiensi layanan, dan kecepatan adopsi teknologi menjadi titik lemah yang masih membuat pasien memilih pengobatan di luar negeri.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Kemenkes Spill Alasan Banyak Warga RI Berobat ke Luar Negeri!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Sumber Aqua dari Air Akuifer Dalam, Pakar Geologi Jelaskan Kualitasnya

    Sumber Aqua dari Air Akuifer Dalam, Pakar Geologi Jelaskan Kualitasnya

    Jakarta

    Sumber air Aqua belakangan ramai disorot publik setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengunjungi salah satu lokasi pengolahan air milik perusahaan tersebut. Kunjungan tersebut terungkap melalui YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel (KDM).

    Seorang staf perusahaan kemudian menjelaskan air diambil dari bawah tanah melalui proses pengeboran. Terkait hal tersebut Danone menegaskan sumber air yang digunakan bukan berasal dari sumur bor biasa, melainkan dari akuifer dalam lapisan air tanah alami yang terbentuk di sistem hidrogeologi pegunungan.

    “Air ini terlindungi secara alami dan telah melalui proses seleksi serta kajian ilmiah oleh para ahli dari UGM dan Unpad. Sebagian titik sumber bahkan bersifat self-flowing atau mengalir secara alami,” jelas Aqua dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (23/10/2025).

    Guru Besar Teknologi Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Ir Heru Hendrayana menjelaskan air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan bumi dan tak bisa dilihat langsung lantaran tersimpan di dalam batuan. Batuan tersebut disebut akuifer.

    Adapun air tanah dalam atau akuifer ini berbeda dengan air tanah dangkal yang biasa digunakan oleh sumur penduduk. Kedalaman air tanah dalam ini bisa mencapai hingga 200 meter dan seterusnya.

    “Ini air tanah ini terlindungi, tidak banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia sehingga dia kualitasnya jauh lebih baik, gitu ya,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Jumat (24/10/2025).

    Air tanah dalam umumnya memiliki kualitas yang sangat baik dan relatif aman untuk dikonsumsi. Hal ini karena pada kedalaman tersebut, lanjut Prof Heru, air sudah terlindungi dari kontaminasi seperti bakteri dan virus.

    “Bakteri, virus itu tidak bisa hidup di air tanah dalam, karena virus dan bakteri itu mempunyai masa hidup di dalam batuan itu hanya 60 hari, 70 hari, 100 hari, hanya itu. Jadi kalau di dalam sana, itu pasti tidak ada bakteri, itu ya,” tutur Prof Heru.

    Namun yang menjadi perhatian utama adalah kandungan kimia berbahaya. Lantaran hal tersebut, penting untuk melalui proses penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut. Ia juga menjelaskan produsen AMDK yang beredar di pasaran wajib melalui proses penyaringan dan sterilisasi, termasuk dengan teknologi ultraviolet.

    Senada, Rachmat Fajar Lubis dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mengatakan air tanah dari sumur dalam (air tanah tertekan) berada jauh di bawah permukaan, sehingga tak bersinggungan langsung dengan aktivitas manusia dan hewan.

    “Di bawah permukaan tanah yang cukup dalam, tidak ada kehidupan mikroorganisme. Jadi airnya lebih murni, hanya mengandung mineral alami dari batuan yang dilaluinya,” ungkapnya.

    Inilah alasan mengapa perusahaan air minum memilih menyedot air dari lapisan tanah dalam, bukan dari sumber mata air terbuka.

    “Dengan cara itu, kualitas air bisa dijaga, bebas kontaminasi, dan tetap memenuhi standar kesehatan,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)