Jenis Media: Kesehatan

  • Ciri-ciri Pengguna Ganja-Ekstasi Menurut Pakar Farmasi UGM, Bisa Terlihat di Wajah

    Ciri-ciri Pengguna Ganja-Ekstasi Menurut Pakar Farmasi UGM, Bisa Terlihat di Wajah

    Jakarta

    Belum lama ini, warganet dihebohkan dengan kabar penangkapan penyanyi Onadio Leonardo atas dugaan penyalahgunaan narkoba jenis ekstasi dan ganja. Terlepas dari apa yang terjadi pada Onadio, pakar farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati, mengungkapkan dua jenis narkoba itu dapat memberikan efek buruk pada tubuh.

    Prof Zullies mengungkapkan ekstasi merupakan obat psikoaktif sintesis yang memiliki efek stimulan. Narkoba jenis ini biasanya disalahgunakan untuk mendapatkan efek bahagia dan energi secara berlebih, serta lebih berani bergaul.

    Namun, menurut Prof Zullies efek tersebut bersifat sementara. Setelahnya, pengguna ekstasi sering merasa lelah, sedih, dan depresi.

    “Pemakaian ekstasi sering membuat orang terlihat saat aktif dan sulit diam, banyak bicara, dan tampak senang,” ungkap Prof Zullies, ketika dihubungi detikcom, Jumat (31/10/2025).

    “Lalu, tandanya gigi gemertak, mulut kering, mata melebar, dan berkeringat banyak. Setelah efeknya habis, biasanya jadi murung, gelisah, atau kelelahan berat,” sambungnya berbicara soal tanda penggunaan ekstasi.

    Sedangkan, ganja merupakan jenis narkoba yang dibuat dari tanaman Cannabis. Narkoba jenis ini memiliki kandungan THC yang biasanya disalahgunakan untuk mendapat efek tenang, santai, dan bahagia.

    Meski begitu, Prof Zullies menekankan penggunaan ganja justru dapat berbalik menjadi cemas, panik, atau bahkan halusinasi apabila dosisnya tinggi. Beberapa tanda penggunaan ganja yang dapat terlihat biasanya meliputi mata merah, mulut kering, reaksi melambat, hingga sering tertawa tanpa alasan jelas.

    “Tanda selanjutnya sulit konsentrasi, mudah lupa, dan cenderung malas atau tidak termotivasi. Jika sudah kecanduan, mereka akan mencari ganja terus dan sulit berhenti,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jakarta

    Banyak orang menganggap diabetes hanya sebatas masalah gula darah tinggi. Padahal, penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang berpengaruh pada kualitas hidup pengidapnya.

    Dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, menegaskan diabetes termasuk penyakit kronis yang membutuhkan pengelolaan jangka panjang. Tidak seperti flu atau infeksi bakteri yang bisa sembuh setelah pengobatan singkat, diabetes memerlukan pemantauan dan pengendalian seumur hidup.

    “Nah tapi penting sekali selain kita tahu bagaimana menerapi adalah untuk pencegahan. Karena apa? Efek jangka panjang yang dikhawatirkan dari penyakit kronis adalah komplikasinya,” ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    dr Pryta menjelaskan, risiko komplikasi diabetes bukan hanya sekadar kenaikan kadar gula darah, tetapi juga dapat menyerang berbagai organ tubuh. Diabetes dapat memicu komplikasi mikrovaskuler (pada pembuluh darah kecil) maupun makrovaskuler (pada pembuluh darah besar).

    Kondisi ini dapat berujung pada penyakit jantung koroner, stroke, hingga gangguan pembuluh darah perifer.

    “Jadi efek jangka panjang dari diabetes mellitus itu sendiri sangat besar,” ucapnya.

    Karena itu, setelah seseorang terdiagnosis diabetes, penanganan perlu dilakukan secara bertahap mulai dari perubahan gaya hidup, pengaturan pola makan, hingga terapi medis sesuai kondisi pasien. Upaya pencegahan tetap menjadi langkah terpenting agar komplikasi berat dapat dihindari.

    (suc/up)

  • 10 Tes Buta Warna Huruf dan Hewan, Seberapa Cepat Kamu Bisa Temukan Semuanya?

    10 Tes Buta Warna Huruf dan Hewan, Seberapa Cepat Kamu Bisa Temukan Semuanya?

    Jakarta

    Tantangan tes buta warna bisa menjadi cara sederhana untuk menguji seberapa tajam kemampuan mata dalam membedakan warna. Tak hanya menampilkan angka, tantangan tes buta warna juga bisa berisi huruf atau hewan yang disamarkan dengan perpaduan warna di sekitarnya.

    Sekilas terlihat mudah, tapi kamu mungkin bisa tertipu dengan perpaduan warna yang digunakan. Bisa menemukan huruf atau hewan yang tersembunyi di setiap gambar berikut?

    Tes Buta Warna Huruf dan Hewan

    Yakin bisa menyelesaikan tes buta warna ini dengan mudah? Buktikan.

    1. Perhatikan beberapa gambar berikut. Coba cari huruf Z.

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    2. Ada tiga huruf dan satu angka di sini. Temukan huruf K.

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    3. Cukup mudah nih, gambar mana yang menunjukkan huruf M? Coba temukan dengan cepat.

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    4. Huruf apa yang kamu lihat di gambar ini?

    asah otak detikhealth Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    5. Coba tebak huruf lagi. Ini huruf apa ya kira-kira?

    asah otak detikhealth Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    6. Kali ini tebak gambar hewan. Bentuknya kecil tapi dapat menyebarkan penyakit.

    Tes Buta Warna Super Mudah! Tak Bisa Tebak, Harus Segera Cek ke Dokter Foto: Muhammad Rofiq/detikHealth

    7. Masih tentang hewan. Serangga ini bisa terbang dan suka menyengat.

    Tes Buta Warna Super Mudah! Tak Bisa Tebak, Harus Segera Cek ke Dokter Foto: Muhammad Rofiq/detikHealth

    8. Punya cangkang, hewan dalam gambar hidup di laut. Bisa menebaknya?

    Tes Buta Warna Super Mudah! Tak Bisa Tebak, Harus Segera Cek ke Dokter Foto: Muhammad Rofiq/detikHealth

    9. Serangga yang punya warna mencolok dan bisa terbang.

    tes buta warna Foto: Firdaus Anwar/detikhealth

    10. Jangan terkecoh, ini adalah hewan yang sudah punah.

    tes buta warna, asah otak Foto: Firdaus Anwar/detikhealthJawaban Tes Buta Warna

    Berikut jawaban tes buta warna. Ada yang salah tidak?

    1. Huruf Z ada di sini. Salah jawab tidak?

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    2. Huruf K ada di posisi paling kanan.

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    3. Huruf M ada di posisi paling kiri. Bisa menemukannya tidak?

    Tes Buta Warna, Pastikan Kamu Tak Salah Jawab! Foto: detikhealth/Dharmajati Yusuf Fadli

    4. Ini adalah huruf M

    5. Jawabannya adalah huruf K
    6. Hewan di gambar adalah nyamuk
    7. Tawon
    8. Penyu, salah menebak tidak?
    9. Kepik atau kumbang
    10. Dinosaurus atau triceatops

    (elk/suc)

  • Perbandingan Model ‘Nutri-Level’ di Berbagai Negara, RI Bakal Ikut Mana?

    Perbandingan Model ‘Nutri-Level’ di Berbagai Negara, RI Bakal Ikut Mana?

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tengah menyiapkan penerapan label “Nutri Level” untuk produk pangan olahan. Diharapkan, sistem ini dapat mengedukasi konsumen terkait gula, garam, dan lemak (GGL).

    Sebagai informasi, Nutri-Level atau sistem pelabelan yang bertujuan memberi informasi nutrisi pada kemasan produk makanan dan minuman telah diterapkan di banyak negara. Tujuannya adalah menunjukkan kandungan GGL yang tinggi atau rendah pada suatu produk.

    Namun, sistem pelabelan atau Nutri-Level di setiap negara berbeda-beda.

    Label peringatan hitam atau warning label – diterapkan di Brasil, Uruguay, dan ChileLabel Multiple Traffic Light (merah, oranye, dan hijau) – diterapkan di Inggris, Iran, dan Arab SaudiHealthier Choice Logo – diterapkan di Belanda, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam.Health Star Rising – diterapkan di Australia dan Selandia Baru

    Lalu, Indonesia ingin mencontoh ‘Nutri-Level’ dari negara mana?

    Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar mengatakan pihaknya telah mempelajari berbagai pendekatan terkait Nutri-Level dari banyak negara, termasuk Singapura, Amerika Serikat, dan Australia.

    Regulasi Nutri-Level merupakan tindak lanjut dari UU Kesehatan No.17 Tahun 2023 dan PP No.28 tentang pangan olahan.

    “73 persen penyebab kematian di negeri kita berasal dari penyakit non-infeksi. Sebagian besar dipicu oleh konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih. Karena itu, kami mengatur sistem Nutri-Level agar masyarakat bisa lebih cerdas memilih makanan,” ujar Taruna dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Label ini nantinya menampilkan informasi kadar gula, garam, dan lemak dengan tanda huruf A-D serta warna hijau hingga merah, mirip seperti sistem Nutri-Grade di Singapura. Nantinya, label ini akan berada di depan kemasan atau Front of Pack Nutrition Labelling (FOPNL).

    detikcom Leaders Forum BPOM Foto: Rifkianto Nugroho/detikHealth

    Dimulai Bertahap

    BPOM sendiri akan memulai kebijakan ini secara bertahap. Tahap pertama adalah menyasar minuman siap konsumsi, termasuk minuman konsentrat baik yang berbentuk cai ataupun bubuk.

    Kebijakan akan diterapkan bersamaan dengan pangan olahan dan pangan siap saji.

    “Selain labeling Nutri-Level-nya kita juga ada stempel makanan sehat. Ternyata itu (logo pilihan lebih sehat) cukup berpengaruh,” kata Taruna.

    “Selama ini makanan sehat (logo) sudah berlaku selama tiga tahun sebetulnya. Selama 3 tahun ini ada beberapa produsen yang sudah mulai (menerapkan). Masyarakat tinggal milih kan, ini (ada logo) makanan sehat berarti ini bagus,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Hati-hati! Dokter Ingatkan Masalah Kulit yang Sering Muncul saat Musim Hujan-Banjir

    Hati-hati! Dokter Ingatkan Masalah Kulit yang Sering Muncul saat Musim Hujan-Banjir

    Jakarta

    Cuaca belakangan lagi susah ditebak! Paginya panas, tapi sore ke malamnya justru bisa hujan deras hingga menimbulkan banjir. Bahkan beberapa wilayah di Jakarta sempat mengalami banjir imbas hujan deras yang mengguyur selama beberapa jam.

    Spesialis kulit dr Ruri Diah Pamela, SpDVE, FINSDV mengingatkan ketika cuaca sedang hujan, kulit akan lebih rentan terhadap masalah kesehatan. Ini disebabkan oleh kulit yang biasanya lebih lembab selama musim hujan.

    “Yang paling sering saya temui adalah infeksi jamur seperti tinea corporis atau panu, terutama di area lipatan misalnya seperti ketiak, selangkangan, atau area bawah payudara karena kelembapan tinggi,” ujar dr Ruri ketika dihubungi detikcom, Sabtu (1/11/2025).

    “Kemudian, dermatitis kontak akibat kulit sering terpapar air kotor atau banjir yang mengandung bakteri, bahan kimia, dan alergen,” sambungnya.

    Selain itu, infeksi bakteri seperti impetigo atau folikulitis juga dapat muncul. Ini bisa terjadi akibat kulit yang lecet, lalu terkena air yang tercemar.

    Impetigo adalah infeksi kulit yang biasanya disebabkan bakteri Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes. Kondisi ini biasanya ditandai dengan lepuhan kecil berisi cairan yang mudah pecah dan membentuk kerak kekuningan.

    dr Ruri menyebut orang yang memiliki riwayat eksim atau dermatitis atopik juga memiliki risiko kambuh selama musim hujan dan banjir. Ia menjelaskan udara lembab dan dingin membuat barrier lebih mudah rusak.

    “Kadang juga muncul gatal-gatal atau urtikaria atau biduran akibat perubahan suhu mendadak dari panas ke dingin,” tandasnya.

    Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan demi mencegah berbagai penyakit kulit. Salah satu faktor penting adalah menjaga kondisi kulit tetap kering dan bersih. Setelah hujan-hujanan, sebaiknya juga segera mandi untuk membersihkan air kotor yang ada di tubuh.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Pakar Farmasi Bicara Efek Ganja-Ekstasi, Dikaitkan Kasus Onadio Leonardo

    Pakar Farmasi Bicara Efek Ganja-Ekstasi, Dikaitkan Kasus Onadio Leonardo

    Jakarta

    Pakar farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Zullies Ikawati berbicara soal efek penyalahgunaan ganja dan ekstasi pada tubuh manusia. Sebelumnya, heboh kabar penangkapan Onadio Leonardo menyusul dugaan penyalahgunaan narkoba jenis ekstasi dan ganja.

    Prof Zullies menjelaskan ekstasi merupakan obat psikoaktif yang memiliki efek stimulan. Menurutnya, efek yang ditimbulkan dari ekstasi mirip dengan amfetamin dan halusinogen ringan seperti LSD yang dapat mengubah suasana hati.

    Ekstasi umumnya berbentuk seperti pil dan sering digunakan di pesta karena membuat penggunanya merasa senang berlebihan, berenergi, dan lebih berani bergaul.

    “Namun, efek itu hanya sementara, setelahnya justru sering muncul rasa lelah, sedih, dan depresi,” ujar Prof Zullies ketika dihubungi detikcom, Jumat (1/11/2025).

    Sementara itu, ganja berasal dari tanaman Cannabis yang memiliki zat aktif bernama THC. Zat tersebut bekerja langsung pada otak dan biasanya disalahgunakan untuk efek rasa tenang, santai, dan bahagia.

    “Bahkan kadang (pengguna) merasa waktu berjalan lambat atau lebih ‘kreatif’. Tapi efek ini juga bisa berbalik menjadi cemas, panik, atau bahkan halusinasi kalau dosisnya tinggi,” sambung Prof Zullies berbicara soal efek ganja.

    Menurut Prof Zullies, kedua jenis narkoba itu berbahaya jika digunakan terus-menerus, apalagi dalam dosis tinggi. Penggunaan ganja jangka panjang dapat memicu penurunan daya ingat, penurunan kecerdasan, dan motivasi.

    Pada sebagian orang, konsumsi ganja bisa memicu gangguan jiwa seperti halusinasi atau skizofrenia. Jika dihisap, efeknya juga merusak paru-paru seperti perokok berat.

    Sedangkan, ekstasi dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan jantung, kejang, hingga gagal ginjal. Bahkan, dalam beberapa kasus penyalahgunaan ekstasi dapat berakibat fatal pada penggunanya.

    “Bahkan (ekstasi) dapat memicu kematian akibat panas tubuh yang berlebihan. Penggunaan lama juga bisa memicu depresi berat dan gangguan memori,” tandas Prof Zullies.

    Penyanyi Onadio baru saja ditangkap oleh pihak kepolisian karena kasus dugaan penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil pendalaman di lapangan, Onadio diduga mengonsumsi ekstasi.

    “Berdasarkan hasil pendalaman di lapangan, maka barang bukti ekstasinya sudah habis karena diduga dipakai,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Jumat (31/10/2025).

    Onad bersama sang istri di sebuah perumahan di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Polisi juga menangkap satu orang lain di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

    Selain ekstasi, pihak kepolisian juga menemukan ganja sebagai barang bukti.

    “Di TKP ditemukan satu lembar vapir, satu plastik klip berisi batang ganja, satu boks kecil dan tiga HP,” tandas Ade Ary.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Kemenkes Soroti Lingkungan ‘Obesogenik’, Bikin Gen Z Gampang Kena Diabetes!

    Kemenkes Soroti Lingkungan ‘Obesogenik’, Bikin Gen Z Gampang Kena Diabetes!

    Jakarta

    Diabetes kini tak hanya banyak dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun. Penyakit ini juga dirasakan oleh usia yang lebih muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, jumlah pengidap diabetes di usia muda bertambah. Meski demikian, proporsi lebih banyak masih ditemukan di usia 50 tahun.

    “Tapi di usia muda, di usia 40 tahun, itu sudah banyak yang terkena prediabetes, bahkan diabetes,” kata dr Nadia kepada detikcom, Rabu, (29/9/2025).

    Salah satu faktor yang menyebabkan diabetes di usia muda adalah gaya hidup. dr Nadia menuturkan, salah satu gaya hidup yang berkontribusi adalah konsumsi gula berlebihan.

    “Jadi prinsipnya kan (faktor) PTM (penyakit tidak menular) itu gaya hidup. Salah satu gaya hidup adalah konsumsi gula yang berlebihan,” katanya.

    Selain itu, terdapat faktor lainnya, yaitu lingkungan obesogenik, yaitu lingkungan yang cenderung membuat orang menjadi obesitas. Contohnya, kini ada kemudahan-kemudahan teknologi yang mengubah pola konsumsi masyarakat.

    “Yang tadinya kita harus jalan dulu untuk mendapatkan makanan, sekarang nggak. Yang tadinya ibu rumah tangga harus masak dulu, karena nggak ada tersedia, sekarang kan dia dengan mudah, mungkin bukan fast food ya. Kalau dulu kan isunya fast food. Sekarang kan makanan yang bukan fast food, tapi kan juga disediakan banyak dijual dan paling mudah online kan” kata dr Nadia.

    Hanya dengan memesan dan menunggu beberapa menit, makanan akan sampai. Meski memudahkan, menurut dr Nadia teknologi seperti ini bisa memicu lingkungan yang cenderung membuat orang obesitas.

    “Sehingga, teknologi-teknologi seperti itu juga membuat sisi lain itu bisa membuat lingkungan obesogenik nantinya,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)

  • Ilmuwan BRIN: Mikroplastik di Udara Fenomena Global, Bahkan di Puncak Everest Juga Ada

    Ilmuwan BRIN: Mikroplastik di Udara Fenomena Global, Bahkan di Puncak Everest Juga Ada

    Jakarta

    Belakangan, mikroplastik menjadi perbincangan hangat di Tanah Air. Ini setelah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan, partikel plastik berukuran sangat kecil itu ada di udara dan turun bersama air hujan di Jakarta.

    Profesor Riset BRIN di bidang oseanografi, Muhammad Reza Cordova mengatakan fenomena mikroplastik di udara bukanlah suatu kondisi yang hanya terjadi di Jakarta. Namun, ini merupakan fenomena ‘umum’ yang juga terjadi di banyak negara.

    “Ternyata, sepertinya memang seluruh kota-kota besar yang ada di dunia itu, ada mikroplastik yang ada di udara termasuk yang dideposisi nanti akan bersama air hujan,” kata Reza dalam acara detikPagi, Jumat (31/10/2025).

    “Bahkan kalau menurut informasi, Gunung Everest yang tertinggi di dunia itu bahkan sudah ada mikroplastik juga di udaranya,” sambungnya.

    Reza yang juga peneliti pada temuan mikroplastik di air hujan Jakarta tersebut mengatakan dirinya menjadi penasaran, apakah gunung-gunung yang ada di Indonesia juga mengalami hal serupa, seperti Everest.

    “Gunung yang kalau kita healing ke sana (gunung di Indonesia) seharusnya bisa membersihkan paru-paru dari berbagai macam polutan, apakah di sana juga sudah terkontaminasi,” katanya.

    “Kemungkinan iya (terkontaminasi). Tetapi kita harus lebih aware lah. Plastik yang tadinya kita sebarkan saja, kita nggak peduli, ternyata lambat laun bisa kembali ke badan kita,” tutupnya.

    Mikroplastik di Hujan Bukan Berarti Bahaya

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, menegaskan keberadaan mikroplastik di air hujan tidak berarti air hujan berbahaya secara langsung bagi kesehatan.

    “Fenomena ini perlu diwaspadai, bukan ditakuti. Ini sinyal bahwa partikel plastik sudah tersebar sangat luas di sekitar kita,” ujar Aji, dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.

    Tapi, Kemenkes tidak menampik bahwa paparan dalam jangka panjang dapat memicu adanya masalah kesehatan yang serius.

    Manusia dapat terpapar mikroplastik lewat dua jalur utama, yakni melalui makanan dan minuman (seperti garam, seafood, dan air minum dalam kemasan) serta melalui udara, karena serat sintetis dari pakaian atau debu perkotaan dapat terhirup.

    Beberapa studi menunjukkan paparan jangka panjang dalam jumlah besar dapat berpotensi memicu peradangan jaringan tubuh. Bahan kimia seperti bisphenol A (BPA) dan phthalates yang menempel di mikroplastik juga dapat mengganggu sistem hormon, reproduksi, dan perkembangan janin.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Peneliti BRIN Ungkap Air Hujan Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

  • 5 Kebiasaan Sehari-hari yang Diam-diam Bisa Merusak Jantung

    5 Kebiasaan Sehari-hari yang Diam-diam Bisa Merusak Jantung

    Jakarta

    Faktor yang meningkatkan risiko penyakit jantung tidak hanya genetika dan usia. Menurut ahli jantung dr Dmitry Yaranov, ada kebiasaan yang tampak tidak berbahaya tapi berdampak buruk pada kesehatan jantung dalam jangka panjang.

    “Dalam praktik saya, saya sering melihat efek jangka panjang dari kebiasaan yang tampaknya tidak berbahaya. Namun, seiring waktu, kebiasaan tersebut berdampak buruk pada jantung, energi, dan ketahanan Anda,” kata dr Yaranov. Dikutip dari laman Times of India, berikut sejumlah kebiasaan yang perlu dihindari demi kesehatan jantung.

    1. Kehabisan Tenaga

    Tidur sangat penting untuk menjaga tubuh dan pikiran tetap berfungsi. Menurut sebuah studi dari American Heart Association, remaja yang tidak mendapat waktu tidur cukup mungkin berisiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi bisa meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, bahkan kematian dini.

    “Tidak istirahat berarti tekanan darah tinggi, berat badan naik, dan kelelahan yang tidak tertahankan,” kata Yaranov.

    2. Duduk Sepanjang Hari

    Menurut dr Yaranov, terlalu lama duduk, entah di sofa atau mobil bisa merusak punggung, usus, dan jantung. Sebuah studi pada tahun 2024 menemukan, lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk duduk, bersandar, atau berbaring di siang hari bisa menngkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan kematian, bahkan bagi orang yang aktif.

    3. Mengabaikan Stres

    Mungkin ada orang-orang yang mengatakan dirinya baik-baik saja, bahkan saat berada di bawah tekanan. dr Yaranov mengingatkan, mengabaikan stres merupakan tanda bahaya bagi jantung dan kesehatan secara keseluruhan.

    Stres kronis tidak hanya memengaruhi pikiran, tapi juga tubuh. Kalimat “Saya baik-baik saja” bisa saja menipu orang lain, tapi tubuh selalu mengatakan yang sebenarnya. Stres kronis bisa bermanifestasi pada sesak dada, masalah pencernaan, insomnia, dan kepanikan yang tiba-tiba. Sebuah studi di tahun 2022 menemukan, stres yang berkepanjangan dan paah meningkatkan penyakit kardiovaskular.

    baca juga

    4. Makan Apa Saja yang Cepat

    Saat mengonsumsi kafein dan makanan siap saji, jantung akan bekerja ekstra keras untuk mengimbanginya. Hal ini bisa menyebabkan kesehatan jantung yang buruk dan timbulnya penyakit.

    “Melewatkan sarapan, makan siang lewat drive-thru, gula untuk makan malam. Gula darah Anda naik seperti roller coaster dan tubuh Anda menanggung akibatnya,” kata dr Yaronov.

    5. Selalu Mengatakan “Ya”

    Terus menerus melakukan segalanya untuk orang lain membuat jantung tertekan. dr Yaronov mengatakan “ya” padahal seharusnya “tidak” adalah tanda bahaya yang besar.

    “Dengar, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Karena tidak ada yang lucu tentang obat-obatan, prosedur, atau kelelahan di usia 30-an. Jaga dirimu sekarang… selagi masih pilihan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Jakarta

    Konsumsi gula yang berlebihan berpotensi menyebabkan penyakit tidak menular. Salah satunya adalah diabetes melitus atau penyakit gula, yang pada akhirnya bisa memicu penyakit lainnya.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tren dari diabetes atau penyakit gula tersebut terus meningkat di Indonesia. Saat ini, kurang lebih prevalensi dari penyakit gula di masyarakat Indonesia sekitar 11,7 persen.

    “Kalau kita bandingkan 10 tahun yang lalu, itu hanya 6 persen. Nah, bayangkan ya, kalau 11,7 persen kali penduduk kita 280 juta, jumlahnya luar biasa. Itu mencapai kurang lebih 30 juta penduduk,” kata dr Nadia dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Jika tidak dikendalikan, maka diabetes bisa menyebabkan penyakit-penyakit lainnya. Sehingga hal ini penting untuk diperhatikan.

    “Kalau penyakit gula ini terus kita tidak kendalikan, ujung-ujungnya kita akan bisa terkena penyakit jantung, strok, ginjal, bahkan juga kanker. Nah, kita tahu itu adalah penyakit-penyakit yang biayanya besar, pengobatannya sendiri,” kata dr Nadia.

    dr Nadia mengingatkan, penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan karena perilaku. Salah satunya adalah sedentary lifestyle atau perilaku duduk atau berbaring sepanjang hari, di luar waktu tidur.

    “Apa-apa sekarang, kita cukup duduk manis, semua datang. Makanan datang, makanya itu perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tutur dr Nadia.

    Pengendalian konsumsi gula sendiri bisa menurunkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit tidak penular lainnya turun 50 persen. Angka harapan hidup di Indonesia juga terus meningkat, yaitu mencapai sekitar usia 72 tahun, tapi masih jauh dari negara-negara lain.

    “Kita pengen Indonesia seperti itu dengan angka harapan hidupnya semakin naik,” katanya.

    (elk/up)