Jenis Media: Kesehatan

  • Cuma Orang Fokus Tinggi yang Bisa Temukan Semua Hewan Tersembunyi Ini Tanpa Zoom!

    Cuma Orang Fokus Tinggi yang Bisa Temukan Semua Hewan Tersembunyi Ini Tanpa Zoom!

    Asah Otak

    Aida Adha Siregar – detikHealth

    Minggu, 02 Nov 2025 10:01 WIB

    Jakarta – Asah otakmu dengan coba mencari ada banyak hewan tersembunyi pada gambar-gambar ini. Kalau berhasil dalam hitungan detik, matamu setajam elang!

  • Hati-hati Jika Mengalami Sakit Dada Seperti Ini, Bisa Jadi Tanda Penyakit Jantung

    Hati-hati Jika Mengalami Sakit Dada Seperti Ini, Bisa Jadi Tanda Penyakit Jantung

    Jakarta

    Banyak orang khawatir saat mengalami sakit atau nyeri dada karena mengira berkaitan dengan penyakit jantung. Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Braveheart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr M Yamin, SpJP(K), SpPD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS, menjelaskan, memang ada pola tertentu dari sakit dada yang perlu diwaspadai lantaran bisa mengarah pada gangguan jantung.

    Meski begitu, ia menegaskan tidak semua sakit atau nyeri dada berhubungan dengan jantung. Keluhan tersebut juga bisa disebabkan oleh faktor lain, seperti otot, tulang, saluran cerna, hingga paru-paru. Lantas, seperti apa ciri sakit dada yang disebabkan oleh penyakit jantung?

    “Kalau sakit dada saat tarik napas, kemungkinan besar dari paru. Apalagi kalau ada batuk dan demam. Tapi kalau sakit dadanya muncul saat aktivitas, saat emosi, dan hilang dengan istirahat, atau berhenti beraktivitas, kemungkinan dari jantung,” ucapnya kepada detikcom.

    Sementara sakit dada yang muncul setelah setelah makan besar umumnya berkaitan dengan gangguan saluran cerna, seperti asam lambung. Begitu juga dengan nyeri yang timbul saat mengubah posisi tubuh atau menggerakkan tangan kemungkinan berasal dari otot atau tulang dada.

    “Jadi tidak semua sakit dada adalah kelainan jantung,” imbuhnya lagi.

    Apabila keluhan tidak terkait dengan jantung, penanganan dapat dilakukan melalui relaksasi, fisioterapi, atau stretching.

    Namun jika nyeri dada muncul saat beraktivitas dan dicurigai berasal dari jantung, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter agar penyebabnya dapat dipastikan dengan tepat.

    @detikhealth_official Kalau tiba-tiba dada nyeri, jangan buru-buru mikir serangan jantung…dengerin nih penjelasannya! 😱 #Infosehat #NyeriDada #Jantung #Waspada #faktakesehatan ♬ original sound – detikHealth

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

  • Kata Studi Harvard, Jalan Kaki 4 Ribu Langkah Seminggu Sekali Bisa Perpanjang Umur

    Kata Studi Harvard, Jalan Kaki 4 Ribu Langkah Seminggu Sekali Bisa Perpanjang Umur

    Jakarta

    Aktivitas fisik sederhana seperti berjalan kaki terbukti memiliki manfaat bagi kesehatan. Sayangnya banyak orang berusia 60 tahun ke atas kesulitan mempertahankan jumlah langkah harian mereka karena berbagai alasan.

    Padahal, orang lanjut usia yang hanya berjalan 4.000 langkah sehari satu kali dalam seminggu pun masih bisa menurunkan risiko kematian dini hingga seperempatnya, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Harvard University dan dipublikasikan dalam British Journal of Sports Medicine.

    Studi prospektif besar ini tidak hanya melihat jumlah langkah yang dilakukan lansia, tetapi juga seberapa sering mereka mencapai target langkah dalam seminggu.

    Hasilnya, berjalan 4.000 langkah per hari selama satu atau dua hari dalam seminggu dikaitkan dengan penurunan signifikan pada risiko kematian dan penyakit kardiovaskular, dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mencapai jumlah langkah tersebut.

    Penelitian ini melibatkan 13.547 perempuan Amerika berusia di atas 62 tahun, dengan rata-rata usia 72 tahun. Mereka mengenakan alat pelacak aktivitas selama tujuh hari berturut-turut antara tahun 2011 hingga 2015 dan dipantau selama lebih dari satu dekade. Tidak ada peserta yang mengidap penyakit jantung atau kanker saat penelitian dimulai.

    Hingga akhir masa pemantauan pada tahun 2024, tercatat 1.765 peserta meninggal dan 781 lainnya mengalami penyakit jantung.

    Berjalan minimal 4.000 langkah per hari satu hingga dua kali dalam seminggu dikaitkan dengan penurunan risiko kematian akibat berbagai penyebab sebesar 26 persen dan penurunan risiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 27 persen, dibandingkan dengan yang tidak pernah mencapai ambang tersebut.

    Bagi mereka yang mencapai jumlah langkah ini setidaknya tiga hari dalam seminggu, penurunan risiko kematian dari segala penyebab meningkat hingga 40 persen, sementara penurunan risiko kematian akibat penyakit jantung tetap sebesar 27 persen.

    Para peneliti menyimpulkan hal terpenting bukan pada seberapa sering seseorang mencapai target langkah, melainkan total jumlah langkah yang dilakukan yang berperan besar dalam menurunkan risiko kematian dini.

    “Tidak ada cara “terbaik” untuk mencapai jumlah langkah tersebut,” tambah peneliti, dikutip dari The Guardian.

    Kuncinya adalah tetap melangkah sebanyak mungkin. Peneliti menyimpulkan semakin banyak langkah yang diambil, tanpa memandang polanya setiap hari, berkaitan dengan hasil kesehatan yang lebih baik.

    Rata-rata, peserta penelitian berjalan sekitar 5.615 langkah per hari. Karena penelitian ini bersifat observasional, peneliti tidak dapat memastikan hubungan sebab-akibat secara pasti. Ada pula beberapa keterbatasan, seperti aktivitas fisik hanya diukur selama satu minggu dan hanya pada perempuan.

    “Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi mencapai target langkah harian tidak terlalu penting (bahkan 1-2 hari per minggu dengan lebih dari 4.000 langkah per hari sudah berkaitan dengan penurunan mortalitas dan penyakit kardiovaskular). Volume langkah secara keseluruhan lebih penting daripada frekuensinya pada populasi lansia,” kata peneliti.

    “Implikasi penting dari temuan ini adalah karena jumlah langkah total menjadi faktor utama, maka tidak ada pola langkah yang lebih baik dari yang lain. Seseorang bisa melakukannya sesuai preferensi-baik perlahan dan konsisten atau sekaligus dalam satu waktu-untuk menurunkan risiko kematian dan penyakit jantung, setidaknya pada perempuan lansia.”

    “Temuan ini memberikan bukti tambahan bahwa metrik jumlah langkah layak dipertimbangkan dalam pedoman aktivitas fisik berikutnya, dan bahwa mengumpulkan langkah dalam waktu tertentu (‘bunched steps’) adalah pilihan yang tetap bermanfaat bagi kesehatan,” ucap peneliti.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Mitos atau Fakta: Pemutih Kulit Bisa Tekan Produksi Melanin

    Mitos atau Fakta: Pemutih Kulit Bisa Tekan Produksi Melanin

    Mitos atau Fakta: Pemutih Kulit Bisa Tekan Produksi Melanin

  • Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Jakarta

    Konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes. Tak hanya dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun, kini diabetes juga banyak dialami oleh usia muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyoriti tingginya konsumsi gula melebihi batas normal.

    “Kita bisa lihat di survei-survei kesehatan kita kan, berapa persen tuh? 50 persen masyarakat kita konsumsinya lebih dari batas normal yang seharusnya dia minum gitu,” kata dr Nadia dalam wawancara dengan detikcom, Jumat (31/10/2025).

    Menurut dr Nadia, rasa manis seperti adiksi, semakin sering merasakan manis, maka semakin membutuhkan yang lebih manis. Sebaliknya, jika tidak terbiasa dengan yang manis maka akan lebih sensitif merasakannya.

    “Kalau kita sudah biasa tidak manis, dikasih yang manis, itu kan kita merasa kayak manis banget,” ungkap dr Nadia.

    Untuk itu, Kementerian Kesehatan memiliki kampanye maksimal asupan 4 sendok makan gula dalam sehari. Sementara, untuk garam 1 sendok dan lemak 5 sendok sehari.

    “Kan sumbernya bukan hanya gula pasir kan, makanan lain itu intinya juga ada yang mengandung gula. Makanya kita mencoba untuk menurunkan dulu deh rasa manisnya,” tambahnya.

    Jika masyarakat bisa mematuhi asupan gula yang dianjurkan, maka risiko terkena penyakit tidak menular juga akan menurun.

    “Kalau kemudian kita bisa mengendalikan konsumsi gula. Itu penyakit jantung, stroke, dan penyakit-penyakit akibat penyakit tidak menular itu bisa turun 50 persen,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/up)

  • Dear Gen Z, Ini ‘Biang Kerok’ Lutut Sering Nyeri usai Duduk Lama

    Dear Gen Z, Ini ‘Biang Kerok’ Lutut Sering Nyeri usai Duduk Lama

    Jakarta

    Tidak jarang anak-anak muda atau Generasi Z yang mengeluh lututnya nyeri usai duduk dalam rentang waktu berjam-jam, baik di kedai kopi atau kantor. Lalu, apakah ini tanda pengapuran sendi atau ada masalah lain?

    Spesialis ortopedi Dr dr Franky Hartono, SpOT (K) dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk mengatakan rasa nyeri tersebut, yang muncul di anak-anak muda besar kemungkinan bukanlah pengapuran sendi.

    “Kalau masih muda, yang paling sering itu inflamasi yang disebabkan mungkin karena cedera otot, cedera sendi, overuse,”kata dr Franky kepada wartawan di Jakarta Barat, Sabtu (1/11/2025).

    “Atau orang yang mempunyai penyakit yang lain, rematik, metabolik, asam urat. Jadi nggak cuman pengapuran kalau masih muda ya,” sambungnya.

    Namun, jika kondisi ini terjadi pada mereka yang berusia lanjut, menurut dr Franky besar kemungkinan masalahnya adalah pengapuran sendi.

    Bagaimana Mencegah Sakit Lutut?

    Menurut dr Franky, gaya hidup sehat memiliki peran yang besar untuk menjaga kesehatan lutut dari berbagai masalah seperti mudah nyeri hingga pengapuran. Pola makan sehat dan rutin berolahraga bisa membantu menyehatkan lutut.

    “Kenapa kita dianjurkan untuk lari atau olahraga, supaya slim (kurus),” katanya

    Berat badan yang berlebih dapat memberikan tekanan ekstra pada lutut, sehingga lambat laun akan menimbulkan masalah kesehatan jika tidak segera diatasi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Rekomendasi Olahraga yang Cocok di Waktu Menopause”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • Kretek-kretek Jari Memang Enak, Tapi Dokter Ortopedi Wanti-wanti soal Ini

    Kretek-kretek Jari Memang Enak, Tapi Dokter Ortopedi Wanti-wanti soal Ini

    Jakarta

    Bagi sebagian orang, aktivitas ‘kretek-kretek’ jari tangan adalah sesuatu yang melegakan. Hal ini sebagai upaya untuk melemaskan jari-jari setelah mungkin melakukan aktivitas yang banyak menggunakan jari tangan, seperti mengetik.

    Tapi, apakah kebiasaan ‘kretek-kretek’ ini baik untuk kesehatan?

    Spesialis ortopedi, dr Karina Besinga, SpOT(K) dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk mengatakan kebiasaan kretek-kretek di jari tangan atau punggung tidaklah disarankan.

    “Itu tidak disarankan. Karena suatu saat ketika kita berusia lanjut, akan longgar sendiri (sendinya),” kata dr Karina kepada awakmedia di Jakarta Barat, Sabtu (1/10/2025).

    “Nah sekarang ini karena masih kenceng, karena sering kita gituin (kretek-kretek), dia kan akan semakin longgar,” sambungnya.

    Menurut dr Karina, sensasi rileks yang muncul ketika seseorang melakukan kretek-kretek di jari atau punggung bersifat subjektif. Artinya, sebagian mungkin merasa ini melegakan, namun lainnya bisa saja tak merasa sama.

    Mengapa Seseorang Sering Melakukannya?

    Dikutip dari Healthline, sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas ‘kretek’ jari ini dilakukan banyak orang karena beberapa alasan.

    Suara

    Sebagian orang suka mendengar bunyi ‘retakan’ dari jari-jari yang dikretek.

    Rasa

    Sebagian menilai ‘kretek’ ini dapat membuat ruang sendi menjadi lebih lega, sehingga mengurangi ketegangan dan meningkatkan mobilitas. Namun, masih belum ada bukti yang menunjukkan hal tersebut.

    Mengurangi Rasa Gugup

    Aktivitas ini juga menjadi salah satu tanda yang dapat membuktikan seseorang sedang dalam kondisi gugup. Hal ini tak jauh berbeda seperti meremas-remas tangan atau memelintir rambut.

    Apa yang Menyebabkan Bunyi Tersebut?

    Alasan mengapa sendi mengeluarkan bunyi letupan atau retakan saat ditarik masih belum sepenuhnya dipahami. Selama ini, banyak orang mengaitkan bunyi tersebut dengan gelembung nitrogen yang terbentuk atau pecah dalam cairan sendi.

    Sebuah studi tahun 2018 menyatakan bahwa suara itu sebenarnya disebabkan oleh kolapsnya sebagian rongga jari. Sebuah tinjauan penelitian mencatat bahwa dibutuhkan waktu 20 menit agar rongga itu benar-benar kolaps sehingga rongga baru dapat terbentuk.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Cara Menjaga Kesehatan Sendi dan Tulang di Usia Senja”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Kemenkes Bicara Kebiasaan Minum Manis Warga +62, Penyumbang 30 Persen Kasus Diabetes

    Kemenkes Bicara Kebiasaan Minum Manis Warga +62, Penyumbang 30 Persen Kasus Diabetes

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis menjadi salah satu penyumbang tingginya kasus diabetes melitus di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi menuturkan prevalensi kasus diabetes Indonesia saat ini sebanyak 11,7 persen.

    Jika ditotal, kasus diabetes di Indonesia diperkirakan berada di angka sekitar 30 juta orang. dr Nadia menjelaskan pola konsumsi dari luar seperti mengonsumsi minuman manis dalam kemasan menyumbang sekitar 30 persen dari keseluruhan kasus diabetes.

    Oleh karena itu, pihaknya mendorong penerapan label nutri-level di produk minuman manis untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait konsumsi gula.

    “Kalau konsumsi dari luar itu 30 persen, tapi kemudian kan kita mau edukasi masyarakat,” ungkap dr Nadia pada detikcom, di Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).

    “Kita belajar dari negara-negara lain, mereka juga mengaturnya dari makanan kemasan. Sebenarnya ini mau nitipin edukasi. Edukasi yang paling mudah kita bisa sama-sama lakukan menempelkan label pada produk makanan,” sambungnya.

    Proses penerapan label nutri-level pada kemasan produk minuman akan dilakukan secara bertahap dan saat ini sudah memasuki tahap edukasi. dr Nadia menegaskan label ini bukan untuk melarang konsumsi produk yang memiliki level ‘merah’.

    Label ini diberikan untuk memudahkan mengukur jumlah konsumsi gula harian agar nantinya tidak berlebihan.

    “Tidak ada larangan. Kalau mau makan 3-4 kali yang merah juga tidak apa-apa. Tapi mungkin kan besok Anda puasa atau olahraga, silahkan. Tapi artinya pola-pola itu yang sebenarnya kita inginkan,” sambung dr Nadia.

    dr Nadia mengatakan pola konsumsi tinggi gula garam lemak (GGL) paling banyak terjadi di rumah tangga. Misalnya, dari makanan atau minuman yang dibuat dan dikonsumsi sendiri.

    Rencana jangka panjangnya, label nutri-level akan diterapkan pada produk tinggi GGL, bukan tinggi gula saja. Selain itu, makanan siap saji rencananya juga akan masuk dalam aturan tersebut.

    Namun, dr Nadia menuturkan saat ini pihaknya bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tengah berfokus pada minuman manis dalam kemasan terlebih dahulu. Implementasi dilakukan secara perlahan sambil melakukan edukasi pada masyarakat serta koordinasi dengan pihak industri.

    “Jadi itu yang sebenarnya kita coba turunkan pelan-pelan. Jadi dua yang dibangun. Pemerintah memberikan informasi, masyarakat juga paham bahwa apa sih yang dia konsumsi,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/up)

  • Berapa Sih Batas Aman Konsumsi Gula Harian? Pria dan Wanita Ternyata Beda Lho

    Berapa Sih Batas Aman Konsumsi Gula Harian? Pria dan Wanita Ternyata Beda Lho

    Jakarta

    Gula memang menjadi salah satu sumber energi utama bagi tubuh, namun konsumsi berlebihan justru bisa meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes.

    Dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, mengingatkan diabetes kerap disebut sebagai silent killer karena sering kali tidak menimbulkan gejala. Padahal, kerusakan akibat penyakit tersebut bisa memicu komplikasi serius, seperti stroke hingga jantung.

    Karenanya, penting untuk membatasi konsumsi gula untuk menghindari penyakit diabetes. dr Pryta mengatakan berbagai penelitian menunjukkan pembatasan konsumsi gula sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan, dapat menurunkan risiko anak terkena diabetes di kemudian hari.

    Lantas, berapa batas aman konsumsi gula per hari?

    dr Pryta menjelaskan, Kementerian Kesehatan RI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan asupan gula harian tidak lebih dari 10 persen dari total kebutuhan kalori, atau setara dengan maksimal 50 gram per hari (sekitar 4 sendok makan) bagi orang dewasa dengan kebutuhan kalori 2.000 kkal.

    Dikutip dari laman resminya, WHO menyebut mengurangi asupan gula hingga di bawah 5 persen dari total kebutuhan kalori harian, atau sekitar 25 gram per hari, akan memberikan manfaat yang lebih baik.

    “Jadi sepenting itu untuk membatasi asupan gula kita,” ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Sementara itu, American Heart Association (AHA) memberikan panduan yang lebih spesifik berdasarkan jenis kelamin. Menurut AHA, pria disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 36 gram gula per hari, sedangkan wanita sebaiknya tidak lebih dari 25 gram.

    “Which is itu secara scientific terbukti untuk mencegah segala macam penyakit terutama diabetes,” katanya lagi.

    (suc/up)

  • Auryon Laser Hadir di RI, Jadi Inovasi Baru untuk Tangani Arteri Perifer

    Auryon Laser Hadir di RI, Jadi Inovasi Baru untuk Tangani Arteri Perifer

    Jakarta

    Penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Disease/PAD) masih menjadi tantangan besar dalam dunia bedah vaskular modern. Untuk meningkatkan kualitas penanganannya di Indonesia, para dokter dan ahli menghadirkan inovasi terbaru yang mampu mengatasi lesi kompleks dengan lebih presisi dan aman.

    Kondisi ini disebabkan oleh penyempitan atau tersumbatnya arteri perifer akibat aterosklerosis, yang berdampak pada menurunnya aliran darah ke jaringan ekstremitas bawah. Akibatnya, dapat muncul gejala klaudikasio, luka yang sulit sembuh, hingga risiko amputasi.

    Untuk meningkatkan kualitas penanganan PAD di Indonesia, kini tersedia Auryon Laser Atherectomy System, teknologi laser UV 355 nm berdurasi nanodetik. Sistem ini memungkinkan dokter vaskular mengatasi plak aterosklerotik secara presisi dan aman, dengan risiko minimal bagi jaringan sehat.

    Dukungan dan Kolaborasi Akademik

    Workshop bedah vaskular ini menjadi ajang penting untuk memperkenalkan inovasi terbaru dalam penanganan penyakit arteri perifer di Indonesia. Kegiatan ini tak hanya bersifat ilmiah, tetapi juga menjadi momentum peluncuran resmi teknologi Auryon di Indonesia.

    Workshop ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Ketua PESBEVI dr. Witra Irfan, Sp.B, Subsp. B.V.E.(K) dan menghadirkan Ketua Divisi Bedah Vaskular dan Endovaskular RSCM Jakarta Dr.dr. R. Suhartono, Sp.B, Subsp.BVE(K).

    Kegiatan berlangsung di Ruang UKVI RS Fatmawati, menghadirkan sesi praktik langsung dengan panduan ahli dari dalam dan luar negeri; dr. Kalpana dari Sengkang General Hospital, Singapura, dr. Harsya Dwindaru Gunardi, Sp.B, Subsp.BVE(K) konsulen bedah vaskular RS Fatmawati.

    Lebih lanjut, dr. Andrew Jackson Yang, Sp.B, Subsp.BVE(K) konsulen bedah vaskular dari RS St. Carolus, serta dr. Andy Lesmana, Sp.B, trainee bedah vaskular, serta didukung penuh oleh tim anestesi dan perawat.

    “Kami di PESBEVI berkomitmen mendorong inovasi di bidang bedah vaskular. Auryon Laser membawa paradigma baru dalam terapi PAD, khususnya untuk rekanalisasi lesi kompleks,” ujar dr. Witra Irfan, Sp.B, Subsp. B.V.E.(K) dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Dr. R. Suhartono, Sp.B, Subsp.BVE(K) menyampaikan teknologi laser seperti Auryon memberikan peluang baru dalam penanganan PAD di Indonesia. Ia menilai kemampuan ablasi yang presisi dan aman dari teknologi tersebut membuat dokter memiliki alat yang lebih efektif untuk menangani kasus-kasus kompleks.

    Dr. Andrew menjelaskan teknologi Auryon memberikan kontrol yang sangat baik dalam proses debulking, termasuk pada lesi dengan kalsifikasi berat. Sementara itu, Dr. Harsya menekankan pendekatan laser ini memungkinkan ablasi plak secara selektif tanpa merusak jaringan sehat, sehingga aliran darah meningkat tanpa menimbulkan trauma tambahan.

    Selain menangani lesi di area femoropopliteal, Auryon juga dilengkapi kateter fleksibel dan presisi tinggi yang mampu menjangkau lesi below the knee (BTK).

    “Keunggulan kateter Auryon yang fleksibel dan presisi memungkinkan kami menangani lesi BTK dengan aman, tanpa risiko merusak jaringan di sekitar,” ujar dr. Andy Lesmana, Sp.B.

    Teknologi dan Prinsip Kerja

    Auryon Laser Atherectomy System adalah perangkat solid-state laser 355 nm berdurasi nanodetik yang menggunakan mekanisme fotoablasi selektif untuk menghancurkan plak aterosklerotik menjadi partikel mikroskopik tanpa menyebabkan panas berlebih pada dinding pembuluh darah.

    Auryon berbeda dari laser generasi sebelumnya, menawarkan ablasi yang lebih presisi dengan efek panas minimal serta risiko diseksi atau perforasi yang rendah. Tersedia dalam ukuran kateter 0,9 mm, 1,5 mm, dan 2,0 mm, sistem ini dapat digunakan untuk berbagai jenis lesi seperti total occlusion, kalsifikasi berat, ISR, dan lesi BTK.

    “Auryon memungkinkan dokter bekerja dengan presisi mikroskopik di lumen sempit, menghasilkan hasil bersih dan meminimalkan komplikasi,” jelas dr. Witra Irfan, Sp.B, Subsp. B.V.E.(K).

    Keunggulan Klinis dan Efektivitas

    Foto: dok. Auryon Laser

    Uji klinis Auryon IDE mencatat keberhasilan teknis di atas 96 persen dan primary patency rate lebih dari 80 persen dalam 12 bulan. Ablasi selektifnya juga terbukti mengurangi risiko komplikasi seperti embolisasi distal, diseksi, dan perforasi yang umum terjadi pada metode atherectomy mekanikal.

    Penggunaan Auryon di Indonesia diharapkan menjadi solusi bagi lesi kompleks yang sulit ditangani dengan angioplasti konvensional. Dukungan PESBEVI dan kolaborasi rumah sakit seperti RS Fatmawati dan RSCM turut mendorong kemajuan layanan bedah vaskular modern di Indonesia.

    Auryon Laser Atherectomy menjadi tonggak baru dalam perkembangan terapi PAD di Indonesia. Dengan ablasi presisi tinggi, keamanan optimal, dan hasil klinis yang menjanjikan, teknologi ini menjadi solusi andalan bagi dokter vaskular dalam menangani kasus kompleks.

    Peluncuran dan workshop di RS Fatmawati, yang didukung PESBEVI, mencerminkan kolaborasi nyata antara asosiasi profesi, rumah sakit pendidikan, dan industri medis dalam menghadirkan inovasi yang mengutamakan keselamatan pasien.

    “Inovasi bukan sekadar memperkenalkan teknologi baru, tetapi tentang bagaimana kita dapat mengubah hasil klinis dan memberikan harapan baru bagi pasien,” tutup dr. Andrew Jackson Yang, Sp.B, Subsp.BVE(K) dengan optimisme.

    (prf/ega)