Jenis Media: Kesehatan

  • Nasib Tragis Balita Tewas Tersedak Boba saat Main Trampolin

    Nasib Tragis Balita Tewas Tersedak Boba saat Main Trampolin

    Jakarta

    Sebuah insiden tragis menimpa seorang balita berusia tiga tahun di China. Balita tersebut meninggal dunia setelah tersedak gelembung tapioka (boba) saat bermain trampoline.

    Diberitakan SCMP, insiden memilukan ini terjadi pada 19 Oktober. Ayah korban, Li, memposting rekaman CCTV dari sebuah pusat perbelanjaan di provinsi Zhejiang, China timur. Dalam klip tersebut, terlihat putranya meminum bubble tea yang dibelikan ibunya sebelum mulai bermain di trampoline.

    Semenit kemudian, bocah itu pingsan. Meskipun ibunya berusaha keras memberikan pertolongan pertama (Heimlich manoeuvre), ia gagal menyelamatkan putranya. Balita itu segera dilarikan ke rumah sakit dengan mobil orang tuanya, namun nyawanya tidak tertolong.

    Boba Terlalu Besar dan Lengket

    Penyebab kematiannya adalah gelembung tapioka dalam minuman tersebut. Boba itu berukuran sekitar 10 mm, dianggap terlalu besar untuk saluran pernapasan balita jika salah tertelan.

    Selain itu, sifat tapioka yang terlalu lengket membuat upaya Heimlich manoeuvre yang dilakukan sang ibu menjadi tidak efektif.

    Li kemudian memposting video tersebut secara online untuk menuntut tanggung jawab dari toko milk tea dan pusat perbelanjaan. Ia mengklaim bahwa staf toko gagal memasang papan peringatan yang jelas atau memberikan pengingat verbal bahwa boba tidak cocok untuk anak kecil.

    Ia juga menuduh pihak playground lalai tidak melarang makanan/minuman masuk dan tidak memberikan pertolongan pertama.

    Meskipun demikian, toko milk tea yang merupakan jaringan nasional, mencantumkan peringatan di laman pemesanan online mereka bahwa produk “tidak cocok untuk anak di bawah usia tiga tahun”.

    Reaksi di media sosial didominasi oleh kritik terhadap orang tua korban. Kebanyakan netizen berpendapat bahwa tanggung jawab utama berada pada ayah dan ibu balita tersebut.

    “Orang tua adalah pihak yang membelikan bubble tea untuk balita mereka, dan pihak yang membiarkannya bermain trampoline sambil meminumnya,” ujar salah seorang netizen.

    Para ahli kesehatan sendiri sering memperingatkan bahwa gelembung tapioka harus dikonsumsi secara perlahan karena sulit dicerna dan berpotensi tersangkut di tenggorokan, bahkan bagi orang dewasa.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • 5 Makanan-Minuman yang ‘Disukai’ Sel Kanker Kolorektal, Wajib Dihindari

    5 Makanan-Minuman yang ‘Disukai’ Sel Kanker Kolorektal, Wajib Dihindari

    Jakarta

    Kanker kolorektal diketahui mulai ‘menyerang’ para generasi muda di banyak negara. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat mencatat ada kenaikan 185 persen di kalangan dewasa muda 20 dan 24 tahun dan 333 persen pada usia 15 dan 19 tahun.

    Sementara di Indonesia sendiri, mengutip data International Agency for Research on Cancer (IARC), Rindu menekankan kanker kolorektal adalah salah satu penyebab kematian tertinggi akibat kanker di Indonesia.

    Ahli bedah kolorektal berbasis di Los Angeles (LA), dr Karen Zaghiyan mengatakan salah satu faktor penyebab kanker kolorektal adalah pola makan dan minum yang tidak terkontrol.

    Berikut adalah makanan dan minuman yang sebaiknya dihindari jika ingin menurunkan risiko terkena kanker kolorektal.

    1. Daging Merah

    dr Zaghiyan menyarankan untuk menghindari daging merah, termasuk daging sapi, daging babi, dan daging domba (lamb).

    “Ada peningkatan risiko kanker kolorektal sekitar 18 persen pada yang rutin mengonsumsi daging merah. Kami belum mengetahui jumlah yang aman, dan jika Anda membakar daging, yaitu memasaknya di atas api, hal itu akan menambah risiko kanker,” kata dr Zaghiyan.

    2. Daging Olahan

    Daging olahan seperi sosis, hot dog, kornet, ham, hingga salami, menurut dr Zaghiyan dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal sebesar 15 hingga 35 persen, jika dikonsumsi satu porsi sehari.

    “Semakin sedikit Anda makan, semakin baik. Tidak ada jumlah aman yang pasti,” katanya.

    3. Minuman Manis

    Minuman manis memang menyegarkan. Namun, minuman ini juga merupakan tanda bahaya bagi kesehatan secara keseluruhan. Minuman kaleng, soda, dan lainnya yang mengandung gula tinggi atau buatan sebaiknya dihindari atau dibatasi.

    “Minuman-minuman ini mengandung gula buatan, seperti irup jagung tinggi fruktosa (HFCS), sukrosa, dan fruktosa, dan konsumsi minuman ini telah dikaitkan dengan perkembangan kanker kolorektal,” kata dr Zaghiyan.

    “Sebuah studi menemukan bahwa dua porsi minuman manis sehari menggandakan risiko kanker kolorektal dibandingkan mereka yang mengonsumsinya kurang dari sekali seminggu,” lanjutnya.

    4. Alkohol

    Menurut dr Zaghiyan, salah satu cara terbaik untuk menghindari kanker kolorektal adalah mengurangi atau menghindari alkohol.

    “Hal ini khususnya meningkat pada individu yang mengonsumsi alkohol setiap hari. Alkohol tidak hanya meningkatkan kanker kolorektal, tetapi juga meningkatkan risiko berbagai kanker lainnya,” katanya.

    5. Ultra-processed food

    Ultra-processed food meliputi roti kemasan, sereal sarapan, daging olahan (sosis, nugget), keripik kentang, biskuit, kue kering, minuman bersoda, dan makanan cepat saji seperti mi instan.

    “Karena adanya pengemulsi, pemanis buatan, dan berbagai zat aditif tambahan seperti pewarna makanan yang terkandung dalam makanan ini,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/dpy)

  • Punya IQ Tinggi Nggak Cuma Ngaku, tapi Buktikan Juga dengan Jawab 5 Soal Logika Ini!

    Punya IQ Tinggi Nggak Cuma Ngaku, tapi Buktikan Juga dengan Jawab 5 Soal Logika Ini!

    Asah Otak

    Aida Adha Siregar – detikHealth

    Selasa, 04 Nov 2025 17:03 WIB

    Jakarta – Kalau kamu letih menjalani hari, coba deh jawab lima soal ini sebagai ‘refreshing’ otakmu. Kalau berhasil dalam hitungan detik, kamu cerdas!

  • Terungkap Lewat Studi, Alasan ‘Alumni’ COVID Berisiko Kena Serangan Jantung-Stroke

    Terungkap Lewat Studi, Alasan ‘Alumni’ COVID Berisiko Kena Serangan Jantung-Stroke

    Jakarta

    Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Journal of the American Heart Association (AHA) mengungkapkan orang yang terserang influenza atau COVID-19 berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung atau stroke dalam beberapa minggu setelah infeksi.

    Sementara itu, infeksi kronis seperti HIV juga dikaitkan dengan peningkatan risiko jangka panjang terhadap penyakit kardiovaskular yang serius.

    Para peneliti melakukan tinjauan sistematis terhadap seluruh studi yang meneliti hubungan antara infeksi virus dan risiko terjadinya stroke maupun serangan jantung.

    Dari lebih dari 52 ribu publikasi ilmiah yang disaring, mereka mengidentifikasi 155 studi yang dinilai memiliki rancangan metodologi yang tepat dan kualitas tinggi, sehingga memungkinkan dilakukan meta-analisis terhadap data gabungan tersebut.

    Dalam penelitian yang membandingkan risiko kardiovaskular seseorang dalam beberapa minggu setelah mengalami infeksi pernapasan yang terkonfirmasi laboratorium dengan kondisi saat ia tidak terinfeksi, para peneliti menemukan risiko serangan jantung meningkat hingga empat kali lipat, dan risiko stroke meningkat lima kali lipat dalam sebulan setelah seseorang terinfeksi influenza.

    Tak hanya itu, risiko serangan jantung dan stroke meningkat tiga kali lipat dalam 14 minggu setelah terinfeksi COVID-19, dan risiko tersebut tetap lebih tinggi hingga satu tahun kemudian.

    “Studi kami menemukan bahwa infeksi virus akut dan kronis berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk stroke dan serangan jantung,” kata Kosuke Kawai, Sc D, penulis utama studi sekaligus dosen di Divisi Penyakit Dalam dan Riset Layanan Kesehatan, David Geffen School of Medicine, University of California, Los Angeles, dikutip dari laman resmi AHA.

    Apa Alasannya?

    Menurut studi tersebut, sistem kekebalan tubuh merespons infeksi virus dengan melepaskan molekul yang memicu dan mempertahankan peradangan serta meningkatkan kecenderungan darah untuk membeku.

    Respons ini dapat berlangsung lama meskipun infeksi telah sembuh. Baik peradangan maupun pembekuan darah dapat menurunkan kemampuan jantung berfungsi optimal, dan hal ini diyakini sebagai salah satu alasan meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke setelah infeksi virus.

    Adapun peradangan berperan penting dalam perkembangan dan progresi penyakit kardiovaskular. Kondisi ini dapat memicu pembentukan dan pecahnya plak di dinding arteri, yang berujung pada serangan jantung atau stroke.

    Beberapa penanda peradangan yang tinggi bahkan dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular di masa depan. Karena itu, pengendalian peradangan menjadi aspek kunci dalam upaya pencegahan dan penanganan penyakit jantung dan pembuluh darah.

    “Risiko penyakit kardiovaskular memang lebih rendah pada infeksi HIV, hepatitis C, dan herpes zoster dibandingkan peningkatan risiko jangka pendek yang terjadi setelah influenza dan COVID. Namun, risiko yang terkait dengan tiga virus tersebut tetap bermakna secara klinis, terutama karena risikonya bertahan dalam jangka waktu lama,” kata Kawai.

    “Selain itu, herpes zoster (cacar api/cacar ular) dialami sekitar satu dari tiga orang sepanjang hidupnya. Karena itu, peningkatan risiko akibat virus tersebut dapat berkontribusi pada jumlah kasus penyakit kardiovaskular yang cukup besar di tingkat populasi.”

    Halaman 2 dari 3

    (suc/naf)

  • Perjuangan Jatminah Kader TBC, Disisihkan Negara tapi Dirangkul Asing

    Perjuangan Jatminah Kader TBC, Disisihkan Negara tapi Dirangkul Asing

    Jakarta

    Setiap muslim dan muslimah pasti memercayai bahwa doa yang dilangitkan di depan ka’bah mampu menembus langit tanpa penghalang. Jangankan mengucap, bergumam saja, doa tersebut pasti dipenuhi oleh Allah SWT sang pemilik Bumi dan seisinya.

    Berbekal rasa yakin dan harapan, Jatminah (53) seorang kader TBC di Jakarta Timur merapalkan doa-doanya di depan baitullah beberapa bulan lalu. Ia berharap, berkas-berkas doa yang ia susun selama 16 tahun menjadi kader TBC bisa sampai di ‘meja’ Tuhan secepat-cepatnya. Percaya bahwa suatu saat nanti, semua akan berakhir sebagaimana mestinya.

    Permintaan Jatminah tak muluk-muluk. Ia berharap pemerintah lebih memerhatikan para kader dan orang dengan TBC (ODTBC) di Tanah Air. Baik itu berupa bantuan dana operasional untuk kader dan sembako untuk ODTBC yang terpaksa harus ‘dirumahkan’ selama proses pengobatan.

    “Ya Allah, pertemukan saya, pertemukan kami kader-kader sebagai garda terdepan (dengan Presiden Prabowo), supaya kami menyampaikan benar gitu. Ini loh yang selama ini kami lakukan, yang selama ini kami terima, bukan dari pemerintah tapi malah dari orang luar yang memang akhirnya dikelola oleh lembaga yang ada di Indonesia,” kata Jatminah tegas, kepada detikcom, di Jakarta Timur, Sabtu (18/10/2025).

    Garda Terdepan Itu Bernama Kader TBC

    Hampir setiap hari, Jatminah melangkah dari rumah ke rumah. Mengetuk satu demi satu pintu dari terduga ODTBC atau sekadar bertegur sapa, memeriksa kondisi mereka yang sebelumnya telah ia kunjungi agar tak lewat seharipun mengonsumsi obat.

    Lebih dari satu dekade menjadi relawan. Tanpa gaji pokok. Berangkat pagi, mungkin pulang bisa malam hari untuk mendatangi ODTBC demi hal mulia: mencari kesembuhan dan mencegah penularan.

    Bagi orang yang belum mengerti perjuangannya, pekerjaan menjadi kader TBC terdengar sederhana: bertemu ODTBC, memberi penyuluhan, mengajak mereka periksa, memastikan mereka mendapatkan obat, lalu rutin memantau kondisinya. Nyatanya, pekerjaan Jatminah tidaklah sesederhana kalimat sebelum ini.

    “Kembali lagi, operasionalnya (kadang) nggak ada. Harus jalan bisa 3-4 kali satu pasien, tidak langsung pasien itu merespons baik pada saat (diajak) periksa ke Puskesmas gitu,” kata Jatminah.

    “Kadang kami sudah memberikan pot dahak itu bisa 2-3 hari belum terisi juga, kami balik lagi. Kadang mereka juga nggak mau ngasih contact person (narahubung), jadi kami yang harus proaktif,” sambungnya.

    Selain melawan panas dan hujan, Jatminah dan para kader-kader lain juga dihadapkan dengan stigma buruk TBC di akar rumput. Stigma ini sama seperti debu di jalanan, tidak terlihat, tapi dampaknya terasa. Namun, Jatminah dan kader-kader TBC lain tidak pernah menyerah mencoba dan mereka tak pernah mencoba menyerah.

    Jalanan yang harus dilalui Jatminah untuk bisa sampai di rumah ODTBC (Dok. Jatminah (atas izin yang bersangkutan)

    Masih Bergantung pada Dana Asing

    Selama ini, Jatminah dan para kader-kader TBC lain di Tanah Air hanya mengandalkan bantuan asing atau global fund (GF) guna menutupi uang pengganti keringat atau diksi lebih sopannya adalah ‘penghargaan’ (reward).

    Dikutip dari laman Kemenkes RI, The Global Fund to fight AIDS, Tuberculosis (TBC), & Malaria (GFATM) telah menyepakati dukungan dana hibah kepada Indonesia. Total dana hibah tersebut adalah 309 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 4,6 triliun untuk periode anggaran 2024-2026.

    Besaran yang diterima kader tak pasti, tergantung kegiatan apa yang dilaporkan. Namun, yang pasti angkanya sekitar Rp 15.000 hingga Rp 210.000 untuk setiap pasien. Nantinya, laporan itu akan diklaimkan ke organisasi tempatnya bernaung, yakni Stop TB Partnership Indonesia (STPI) atau Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI).

    Dari data STPI, skema reward kader sebagai berikut:

    Investigasi Kontak

    Kader menemukan KS (kontak serumah) terdiagnosis TBC (bakteriologi/klinis) menjadi 200.000/notifikasi kasus(sebelumnya 40.000/notifikasi kasus).
    Selain itu, terdapat reward 60.000/KS untuk KS yang datang ke faskes melakukan pemeriksaan.

    Community Outreach

    Penyuluhan berbasis kelompok: populasi yang memiliki risiko tinggi TBC, misalnya pada kontak erat, lapas, asrama, tempat kerja, anak, lansia dan populasi HIV, DM. Penyuluhan berbasis individu: terhadap individu yang memiliki gejala TBC atau faktor risiko TBC dengan cara mengumpulkan atau memberikan edukasi secara personal.

    Mulai April 2025, reward terduga hanya akan diberikan untuk setiap kontak yang diperiksa di puskesmas, hasil dari kegiatan Community Outreach saja

    CO Congregate Setting Rp 210.000

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 50.000 per kegiatan CO, dan penggantian Rp160.000 bahan kontak apabila ada temuan kasus setelah dilakukan kegiatan penyuluhan, skrining dan perujukan ke faskes.

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 40.000 untuk notifikasi kasus dari CO congregate.

    CO Mandiri Rp 50.000

    Kader harus mengumpulkan sebanyak 16 kontak, skrining, merujuk yang bergejala, dan akan menerima reward sebesar Rp 50.000 jika ada temuan kasus.

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 40.000 untuk notifikasi kasus. Kader akan menerima reward terduga Rp15.000 untuk setiap kontak yang dirujuk, kemudian hadir ke layanan dan melakukan pemeriksaan.

    Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)

    TPT yaitu pengobatan dengan obat untuk mencegah bakteri TBC yang menginfeksi tubuh menjadi TBC aktif. Pemberian reward bagi kader komunitas sebesar Rp 40.000 kepada kader/PS komunitas untuk setiap kontak serumah mulai minum TPT.

    Pendampingan Pasien TBC RO Sejak Terdiagnosis oleh Patient Supporter

    Satu (1) orang Patient Supporters dapat mendampingi hingga 15 pasien TBC RO dalam satu bulan periode implementasi kegiatan. Pendampingan oleh PS diberikan insentif Rp150.000/pasien/bulan.

    Pelacakan dan Kunjungan Rumah Pasien Terdiagnosis TBC RO untuk segera mulai Pengobatan dan Pasien Mangkir

    Insentif diberikan sebesar Rp150.000/pasien dengan jumlah kunjungan minimal 2 kali.

    Tok-tok-tok, Apakah Negara Ada?

    Para kader-kader TBC ini hanya ingin negara lebih proaktif lagi dalam membantu garda terdepan menemukan kasus dan menghentikan penularan. Sejalan dengan target ambisius yang seringkali digaungkan, ‘Eliminasi TB Tahun 2030’.

    Terkait bantuan kepada para kader TBC, Plh Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, dr Prima Yosephine mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan para kementerian dan lembaga lain melalui kegiatan penanggulangan TBC berbasis kewilayahan tingkat desa dan kelurahan (Desa dan Keluarga Siaga TBC).

    “Melalui inisiasi Desa dan Kelurahan Siaga TB, diharapkan kader dapat dilibatkan dalam edukasi dan penemuan kasus TBC. Dukungan pendanaan untuk kader dapat dianggarkan melalui APBD, Dana Desa, atau sumber lain yang sah,” kata dr Prima.

    dr Prima menambahkan bahwa kader TBC sebenarnya bisa mendapatkan ‘porsi’ dari Dana Desa yang bisa dimanfaatkan untuk transport kader dalam melakukan kegiatan penemuan terduga ODTBC terutama pada kegiatan investigasi kontak.

    “Beberapa daerah juga telah mengalokasikan anggaran untuk kader, sumber anggaran berasal dari BOK Puskesmas, dan dana lainnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki daerah,” tegasnya.

    Jika dibandingkan dengan bantuan ekonomi kepada pasien, memang belum ada aturan rigid terkait pemberian ‘reward’ kepada para kader.

    “Dukungan ekonomi dan sosial bagi pasien, seperti bantuan transportasi dan makanan bergizi juga penting. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas diperlukan untuk pendanaan dan kebijakan yang mendukung,” kata dr Prima.

    “Dengan langkah ini, dampak TBC terhadap kesehatan dan ekonomi dapat dikurangi. Beberapa daerah di Indonesia menyediakan bantuan makanan tambahan bagi pasien TBC yang membutuhkan. Pemberian enabler atau dana transport bagi pasien TBC RO Rp 400.000 per pasien per bulan (mulai 1 Juli 2025),” sambungnya.

    Obat yang harus diminum oleh ODTBC SO, sekitar empat butir per hari. Foto: Devandra Abi Prasetyo/detikHealth

    Bagaimana Kondisi TBC di Tanah Air?

    Dalam 5 tahun terakhir Indonesia menunjukkan kemajuan yang nyata dalam penemuan kasus TBC: dari ratusan ribu kasus per tahun yang terlapor, menuju lebih dari 856 ribu kasus terlapor pada tahun 2024.

    dr Prima menambahkan bahwa penanggulangan TBC juga sudah ‘naik kelas’ karena menjadi salah satu dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto.

    “Namun tantangan ke depan adalah kita harus memastikan bahwa penemuan kasus tidak hanya meningkat tetapi juga konsisten di seluruh wilayah, serta menghubungkan temuan dengan pengobatan lengkap, pemantauan, dan pencegahan supaya penularan bisa ditekan,” kata dr Prima.

    Rincian Data Penemuan Kasus TBC dalam 5 tahun terakhir:

    Tahun 2021: Angka penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment coverage atau TC) sebesar 45,7 persen dengan capaian 54 persen dari target 85 persen. Notifikasi penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis tahun 2021 sebesar 443.235.Tahun 2022: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 75 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis tahun 2022 sebesar 724.309.Tahun 2023: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 77,5 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan kasus tuberkulosis tahun 2023 sebesar 821.200.Tahun 2024: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 78 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan kasus tahun 2024 sebesar 856.420.Tahun 2025: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 62 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuaan kasus tahun 2025 sebesar 671.962.

    Beban Pengobatan TBC di BPJS Kesehatan

    Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin banyak kasus penemuan TBC, akan berdampak kepada membengkaknya beban pengobatan di BPJS Kesehatan. Pasalnya, banyak dari ODTBC juga merupakan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) aktif.

    “Prinsipnya, BPJS Kesehatan melalui Program JKN menanggung pembiayaan penyakit TBC. Pada tahun 2023, tercatat BPJS Kesehatan telah mengeluarkan biaya sebesar Rp2.296 T untuk menjamin pembiayaan TBC,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah, saat dihubungi detikcom, Selasa (28/10/2025).

    “Kemudian, pada tahun 2024, BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya sebesar Rp2.598 T. Sedangkan per Agustus 2025, sebesar Rp1.461 T sudah dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit TBC,” sambungnya.

    Penanganan TBC tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan harus melibatkan banyak pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, fasilitas kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

    Kolaborasi ini penting agar ada mekanisme pengawasan terpadu terhadap pasien tuberkulosis, sehingga kita bisa memastikan pasien yang bersangkutan benar-benar tuntas menjalani pengobatan.

    Halaman 2 dari 5

    (dpy/kna)

  • Flu Burung Merebak Lagi, 130 Ribu Unggas Dimusnahkan

    Flu Burung Merebak Lagi, 130 Ribu Unggas Dimusnahkan

    Foto Health

    Tripa Ramadhan – detikHealth

    Selasa, 04 Nov 2025 15:30 WIB

    Jerman – Otoritas Jerman timur memusnahkan 130 ribu ayam dan bebek setelah wabah flu burung terdeteksi. Langkah cepat ini diambil untuk mencegah penyebaran virus.

  • Daftar Makanan yang Bikin Otak Rusak, Ada yang Jadi Favorit Warga RI

    Daftar Makanan yang Bikin Otak Rusak, Ada yang Jadi Favorit Warga RI

    Jakarta

    Makanan cepat saji (junk food) dan makanan ultra-olahan (Ultra-Processed Food atau UPF) selama ini dikenal merusak jantung dan memicu diabetes. Namun, studi terbaru dari peneliti Virginia Tech menemukan dua jenis UPF spesifik yang paling berbahaya bagi kesehatan otak dan meningkatkan risiko demensia, termasuk Alzheimer.

    Ironisnya, dua kategori makanan tersebut merupakan favorit dan pemicu masalah gizi yang dominan di Indonesia, terutama di kalangan remaja dan masyarakat perkotaan.

    Pola konsumsi fast food dan ultra-processed food di Indonesia terus meningkat, terutama didorong oleh gaya hidup praktis, harga terjangkau, dan layanan pesan antar online.

    Peningkatan Risiko Gangguan Kognitif

    Penelitian yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition ini melacak perkembangan kesehatan 4.750 penduduk Amerika Serikat berusia 55 tahun ke atas selama tujuh tahun (2014-2020). Para peneliti mengevaluasi status kognitif peserta setiap dua tahun.

    Hasil studi ini memperkuat temuan umum bahwa pola makan tinggi makanan olahan dapat berdampak buruk pada kesehatan otak. Namun, untuk pertama kalinya, studi ini membandingkan kategori UPF secara terpisah dan menemukan “bom otak ganda” yang harus dihindari: daging olahan dan minuman manis.

    Dua “Bom Otak Ganda” Paling Berbahaya

    Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi UPF secara total tidak berhubungan secara signifikan dengan gangguan kognitif. Namun, ada dua kategori yang menonjol dan meningkatkan risiko secara signifikan:

    Produk Hewani Ultra-Olahan (Daging Olahan): Peserta yang mengonsumsi setidaknya satu porsi ekstra produk hewani ultra-olahan per hari menunjukkan peningkatan risiko masalah kognitif sebesar 17 persen.Minuman Manis (Soda, Es Teh): Minuman manis, seperti soda, es teh, dan minuman buah manis, juga berkontribusi pada kerusakan otak. Konsumsi setidaknya satu porsi ekstra per hari menunjukkan peningkatan risiko gangguan kognitif sebesar 6 persen.

    Menariknya, makanan ultra-olahan lain seperti snack gurih, permen, atau makanan siap saji berbasis biji-bijian dan susu, tidak memiliki hubungan signifikan dengan penurunan kognitif dalam studi ini.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Viral Curhat Wanita Pekalongan ‘Keracunan Enoki’, Berujung Dilarikan ke IGD

    Viral Curhat Wanita Pekalongan ‘Keracunan Enoki’, Berujung Dilarikan ke IGD

    Jakarta

    Wanita 26 tahun di Pekalongan mendadak viral pasca dirinya menceritakan pengalaman mengonsumsi jamur enoki, yang berujung keracunan. Kala itu, ia mengaku mengeluhkan gejala mual muntah tak kunjung membaik.

    “Habis makan enoki, asam lambung naik terus muntah-muntah putih setiap beberapa menit, lebih dari 10 kali,” cerita Ameliya, dalam akun pribadi TikToknya, dikutip detikcom atas izin yang bersangkutan Rabu (4/11/2025).

    Ia kemudian dilarikan ke IGD dengan kondisi kuku sudah membiru keunguan dan seluruh badannya terasa dingin. Ameliya merasa tubuhnya sangat lemas.

    “Sampai nggak bisa ngerasain badan lagi, jantung lemah padangan sudah kosong,” lanjut dia.

    Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter menyebut Ameliya terkena infeksi bakteri dari enoki, sementara asam lambung yang dialaminya karena rasa pedas dari seblak yang dikonsumsi berbarengan dengan jamur enoki.

    Dokter kala itu menyarankan Ameliya untuk menyetop sementara konsumsi jamur enoki, lantaran tinggi risiko infeksi bakteri dari makanan yang tidak diolah dengan baik.

    “Yang pecinta enoki kaya aku mending stop apalagi suka dicampurin sama seblak jangan sampai kaya aku,” pungkasnya.

    Belum diketahui pasti infeksi bakteri jenis apa yang dialami Alemiya hingga mengalami keracunan. Namun, jamur enoki sebelumnya memang sempat disorot terkait kontaminasi bakteri Listeria monocytogenes yang menyebabkan kejadian Luar Biasa (KLB) di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.

    Pakar keamanan pangan UGM, Prof Dr I Endang S Rahayu, MS, menyebutkan bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang bisa mengakibatkan infeksi usus atau listeriosis. Bakteri yang ikut terkonsumsi akan tumbuh di usus dan menyerang mukosa. Selanjutnya, masuk ke dalam pembuluh darah dan menyerang jaringan yang lain, termasuk saraf. Bisa menimbulkan efek serius pada golongan rentan seperti, balita, lansia, serta ibu hamil.

    “Bakteri yang terkonsumsi ibu hamil juga bisa membahayakan kandungan,” tuturnya, beberapa waktu lalu.

    Trisye, sapaan akrab dari Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM ini, menjelaskan bakteri tersebut dikenal sebagai bakteri psikrotrofik yang dapat tumbuh pada suhu rendah. Mampu tumbuh di antara suhu 1 hingga 44 derajat celcius, dengan suhu optimum 35 hingga 37 derajat celcius. Namun, pada suhu 7 hingga 10 derajat celcius masih bisa tumbuh dengan cepat.

    Listeria monocytogenes juga dapat bertahan pada kondisi garam yang tinggi dan pH>5. Selain itu, juga resisten terhadap pengeringan.

    “Kendati begitu, akan mati jika terpapar suhu pasteurisasi yakni 80 derajat celcius,” terang Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM ini.

    Listeria monocytogenes biasanya terdistribusi luas di tanah, kotoran, feses, saluran air, dan perlatan yang tidak bersih. Sementara makanan yang sering terkontaminasi adalah berbagai jenis makanan yang disimpan di suhu dingin.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/naf)

  • Imbauan BMKG di Tengah Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan

    Imbauan BMKG di Tengah Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan

    Jakarta

    Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada periode November 2025 hingga Februari 2026. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hal tersebut meningkatkan potensi cuaca ekstrem, yakni hujan lebat, angin kencang, sampai ancaman siklon tropis dari arah selatan Indonesia.

    Kepala BMKG Dwikorita mengingatkan pencegahan yang bisa dilakukan di tengah cuaca ekstrem dan tidak menentu. Pasalnya, di tengah musim hujan, beberapa wilayah lain juga masih melaporkan suhu panas tinggi.

    Bagi mereka yang masih terpapar cuaca terik, Dwikorita meminta untuk memerhatikan asupan cairan.

    “Cuaca terik yang masih terjadi di beberapa wilayah juga memerlukan perhatian dengan menjaga asupan cairan tubuh dan menggunakan pelindung kulit,” sarannya.

    Sementara di wilayah dengan intensitas hujan tinggi, perlu ada kesiapsiagaan terkait potensi banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama di wilayah dengan topografi curam dan daerah aliran sungai.

    Dwikorita meminta masyarakat menghindari aktivitas saat hujan lebat turun disertai petir dan angin kencang, terutama menjauhi area terbuka, pohon, atau bangunan yang rapuh.

    “Apabila dapat dimitigasi dengan tepat, maka musim hujan dan puncak musim hujan yang diprediksi akan lebih panjang dari normalnya ini, akan menjadi bermanfaat bagi pertanian dan untuk mendukung ketahanan pangan,” jelas Dwikorita dalam konferensi pers Sabtu (2/11/2025).

    Dwikorita menegaskan pentingnya masyarakat untuk memantau informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG, guna mengantisipasi risiko cuaca ekstrem yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

    web www.bmkg.go.idmedia sosial @infoBMKGaplikasi InfoBMKG

    Sebelumnya diberitakan, BMKG merinci sejumlah wilayah yang akan terdampak potensi cuaca ekstrem dalam beberapa pekan ke depan. Berdasarkan hasil analisis, curah hujan bisa sangat tinggi di atas 150 milimeter per dasarian di wilayah berikut:

    BantenJawa BaratJawa TengahJawa TimurBaliNusa TenggaraKalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan TimurSulawesi SelatanPapua Tengah.

    (naf/kna)

  • Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62

    Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62

    Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62