Jenis Media: Kesehatan

  • Ilmuwan Penemu Struktur DNA Meninggal Dunia di Usia 97 Tahun

    Ilmuwan Penemu Struktur DNA Meninggal Dunia di Usia 97 Tahun

    Jakarta

    Ilmuwan Amerika pemenang Hadiah Nobel James Watson, salah satu penemu struktur DNA, meninggal pada usia 97 tahun.

    Watson berbagi Hadiah Nobel tahun 1962 dengan Francis Crick dan Maurice Wilkins karena menemukan bahwa asam deoksiribonukleat, atau DNA, adalah heliks ganda, yang terdiri dari dua helai yang melingkar satu sama lain untuk menciptakan sesuatu yang menyerupai tangga yang panjang dan berputar dengan lembut.

    Dia kemudian menjadi direktur pertama dari Human Genome Project yang inovatif dan penerima hidup pertama yang menjual Hadiah Nobelnya, di antaranya digunakan untuk mengumpulkan uang untuk penelitian ilmiah.

    “Saya pikir sejak awal, saya ingin melakukan sesuatu yang penting dengan hidup saya. Saya masih ingin berpikir tentang sains dan benar-benar tidak ada yang lain,” kata Watson kepada CNN pada tahun 2013.

    Keingintahuannya dimulai di usia muda

    Watson lahir pada tanggal 6 April 1928, di Chicago. Keingintahuan khasnya terbukti sebagai seorang anak.

    Ketika dia berusia 8 tahun, dia bertanya-tanya apa yang membuat burung bermigrasi. Pertanyaan itu tampak seperti teka-teki yang ingin dia pecahkan, menginspirasinya untuk masuk ke sains sehingga dia dapat memahami bagaimana dunia alam bekerja.

    Setelah hanya dua tahun di sekolah menengah, Watson mendapat beasiswa kuliah di Universitas Chicago. Pada tahun 1947, dia lulus dengan gelar di bidang zoologi.

    Dia terus belajar lebih banyak tentang bidang tersebut, mendapatkan gelar PhD dalam bidang zoologi di Universitas Indiana Bloomington. Di sanalah minat masa kecilnya dalam mengamati burung memberi jalan kepada hasratnya untuk belajar tentang genetika.

    Watson menjadi terpesona dengan struktur molekul tiga dimensi dari penelitian virus bakterinya di universitas. Dia mengetahui tentang pekerjaan yang dilakukan para ilmuwan di Laboratorium Cavendish di Cambridge, Inggris, dan beberapa tahun kemudian, dia bergabung dengan mereka untuk bekerja di sana pada tahun 1951.

    (kna/kna)

  • Awal Mula Wanita Umur 24 Kena Kanker Stadium 3, Sempat Dikira Cuma Wasir

    Awal Mula Wanita Umur 24 Kena Kanker Stadium 3, Sempat Dikira Cuma Wasir

    Jakarta

    Wanita berusia 24 tahun, Meagan Meadows didiagnosis kanker usus besar stadium 3. Tidak merasakan gejala aneh, Meagan hanya melihat ada darah di tinjanya.

    Dikutip dari laman Business Insider, Meagan baru saja memulai aktivitas mengajar mahasiswa dengan gelar master pendidikan yang baru diperolehnya. Suatu ketika dia melihat ada sedikit darah di tinjanya. Meski samar dan hampir tidak membuanya takut, dia tetap menceritakan kekhawatirannya kepada beberapa teman.

    Dia menduga darah tersebut disebabkan oleh wasir, stres, atau ada yang salah dengan pola makannya. Dokter mengatakan, kemungkinan besar hal tersebut bukan masalah serius, sebab usianya yang masih muda.

    Semua tes dan pemindaian awal menunjukkan hasil yang hampir normal, kecuali kekurangan zat besi ringan dan penebalan dinding usus yang mungkin disebabkan karena dehidrasi atau kekurangan serat. Meski demikian, dia tetap melakukan kolonoskopi.

    Prosedur tersebut mengungkap adanya tumor seukuran kacang kenari di usus besarnya. Biopsi kemudian menunjukkan bahwa itu adalah kanker. Serangkaian tes lanjutan menunjukkan kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya.

    “Ketika saya bangun, mereka meminta ibu saya untuk masuk dan menjemput saya agar kami semua bisa berada di ruangan bersama dokter,” ujarnya.

    “Sulit untuk mencernanya.”

    Dia mengaku terkejut dengan diagnosa tersebut dan senang karena telah memperjuangkan dirinya dan menjalani kolonoskopi, meski berharap pemeriksaan tersebut dilakukan lebih cepat. Sejak itu, dia terus membagikan pengalamannya di TikTok menceritakan tetang diagnosanya. Dia berharap, dirinya bisa mendorong anak muda lain untuk memeriksakan diri, meski mereka mungkin berpikir tidak ada masalah.

    “Jika saya tahu banyak anak muda yang didiagnosis kanker usus besar, saya akan menganggap gejalanya lebih serius,” kata Meagan.

    Menjalani Kemoterapi

    Kemoterapi dan operasi bisa memengaruhi kesuburan di kemudian hari. Meagan harus segera memutuskan sebelum menjalani perawatan apakah dia ingin memiliki anak.

    Ia tetap memilih untuk melakukan tindakan tersebut dan menjalani perawatan kesuburan yang mahal. Prosedur yang dilakukan termasuk pengambilan sel telur dan obat-obatan yang dibutuhkan.

    “Semuanya terasa begitu surealis. Saya berubah dari seorang gadis normal berusia 24 tahun menjadi sekarang harus merencanakan sesuatu yang bahkan tidak saya pertimbangkan selama bertahun-tahun,” ujarnya.

    Meagan terpaksa menunda kariernya dan menjadi guru pengganti tanpa bayaran. Sistem kekebalan tubuhnya yang melemah membuatnya berisiko di sekolah, tempat kuman bisa berkembang biak dengan cepat.

    Di tengah rangkaian kemoterapi, dia mengatakan bisa bertahan dengan bantuan keluarga, teman, dan pacarnya. Dia juga mengadopsi seekor anak anjing dari penampungan hewan setempat.

    Dalam mengelola sesi kemoterapi yang berlangsung selama berjam-jam dan waktu istirahat setelahnya dia punya beberapa buku untuk dibaca. Dia juga berharap bisa mempelajari hobi baru seperti merenda.

    “Kemoterapi jelas sangat membebani, baik secara mental maupun fisik. Dan sulit rasanya mengetahui bahwa tidak ada kemungkinan 100% kanker itu tidak akan kambuh. Saya hanya menjalaninya hari demi hari dan berusaha menikmati apa yang saya bisa,” kata Meagan.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/kna)

  • Cek Mata Gratis di Gandaria City, Waspada Mata Kering

    Cek Mata Gratis di Gandaria City, Waspada Mata Kering

    Foto Health

    Rifkianto Nugroho – detikHealth

    Sabtu, 08 Nov 2025 19:00 WIB

    Bandung – Cek mata gratis digelar di Gandaria City untuk deteksi mata kering. Kampanye ini menyoroti gejala sepet, perih, dan lelah yang sering terabaikan.

  • Nggak Doyan Makan Jeroan tapi Asam Urat Tinggi? Bisa Jadi Ini Pemicunya

    Nggak Doyan Makan Jeroan tapi Asam Urat Tinggi? Bisa Jadi Ini Pemicunya

    Jakarta

    Penyakit asam urat atau gout sering kali disalahkan sepenuhnya pada pola makan yang tidak sehat. Namun, penelitian terbaru menemukan adanya pemicu yang kerap tidak disadari dari penyakit ini.

    Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, tim ilmuwan internasional pada tahun 2024 menganalisis data genetik dari 2,6 juta orang. Hasil studi tersebut menemukan 377 wilayah DNA spesifik yang memiliki variasi terkait dengan asam urat dengan 149 di antaranya belum pernah dikaitkan sebelumnya.

    Meskipun faktor gaya hidup dan lingkungan tetap berperan, temuan ini menunjukkan bahwa genetik memainkan peran atas munculnya penyakit asam urat.

    “Asam urat adalah penyakit kronis dengan dasar genetik dan bukan salah pengidapnya. Mitos bahwa asam urat disebabkan oleh gaya hidup atau pola makan perlu dihilangkan,” ujar ahli epidemiologi Tony Merriman dari University of Otago, Selandia Baru dikutip dari Science Alert.

    Penyakit asam urat terjadi ketika kadar asam urat (uric acid) dalam darah tinggi, yang kemudian membentuk kristal tajam seperti jarum di persendian. Ketika sistem kekebalan tubuh menyerang kristal-kristal ini, timbullah rasa sakit dan ketidaknyamanan yang signifikan.

    Para peneliti menegaskan bahwa genetika penting di setiap tahap proses ini, khususnya dalam cara asam urat diangkut ke seluruh tubuh dan kemungkinan sistem kekebalan tubuh menyerang kristal tersebut.

    “Kami berharap bahwa, seiring berjalannya waktu, pengobatan yang lebih baik dan lebih mudah diakses akan tersedia dengan target baru yang kami identifikasi,” pungkas Merriman.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Jangan Nyontek Jawaban Dulu! 8 Gambar Ini Ngetes Logika dan Fokus Kamu

    Jangan Nyontek Jawaban Dulu! 8 Gambar Ini Ngetes Logika dan Fokus Kamu

    Jakarta

    Tebak gambar bukan sekedar permainan seru untuk mengisi waktu luang. Di balik kesederhanaannya, permanan ini bisa melatih otak untuk berpikir kreatif.

    Dari mencari pola tersembunyi hingga menafsirkan makna dari gambar, tebak gambar bisa jadi cara yang menyenangkan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis. Ingin mencoba bermain tantangan tebak gambar?

    Tebak Gambar untuk Mengasah Otak

    Perhatikan beberapa tantangan tebak gambar berikut ini. Coba buktikan seberapa jago kamu menyelesaikannya.

    1. Minuman ini disebut bisa membantu memelihara kebugaran tubuh

    Asah Otak DetikHealth Foto: DetikHealth

    2. Kondisi berbahaya yang dapat terjadi pada salah satu organ penting dalam tubuh

    Asah Otak DetikHealth Foto: DetikHealth

    3. Tebakan yang mudah nih. Petunjuknya adalah salah satu bagian tubuh manusia.

    Asah Otak DetikHealth Foto: DetikHealth

    4. Rumah yang tidak ada penghuninya. Apa hayo?Tes asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    5. Salah satu cara yang biasanya dilakukan di saat cuaca terik. Kira-kira apa ya?

    tebak gambar cuaca panas Foto: Uyung/detikHealth

    6. Destinasi yang disukai banyak orang. Tapi kadang bisa dapat bonus kulit yang gosong.tebak gambar cuaca panas Foto: Uyung/detikHealth

    7. Kalau lagi kepanasan enaknya pakai ini, auto adem.

    tebak gambar cuaca panas Foto: Uyung/detikHealth

    8. Biasanya digunakan untuk memijat.

    Tes asah otak detikHealth. Foto: detikHealthJawaban Tebak Gambar untuk Mengasah Otak

    Cek jawabanmu, berapa banyak yang berhasil diselesaikan. Kalau bisa menjawab semua dengan benar kamu hebat.

    1. Jamu kuat
    2. Gagal ginjal
    3. Daun telinga
    4. Rumah kosong
    5. Ngadem
    6. Pantai anyer
    7. Kipas angin
    8. Minyak urut

    Halaman 2 dari 4

    (elk/suc)

  • Tidak Sadar Hamil, Wanita Ini Melahirkan Setelah Mengira Kena Batu Ginjal

    Tidak Sadar Hamil, Wanita Ini Melahirkan Setelah Mengira Kena Batu Ginjal

    Jakarta

    Seorang wanita di Virginia merasakan nyeri di panggulnya. Dia mengira bahwa yang dirasakannya adalah gejala batu ginjal.

    Dikutip dari laman Washington Post, cerita bermula ketika wanita bernama Rebecca Johnson tersebut terbangun dengan rasa sakit di punggungnya. Tapi, dia berusaha untuk mengabaikan rasa sakit tersebut.

    “Saya pikir mungkin itu (karena) kasur tua atau saya menderita linu panggul,” kata wanita berusia 37 tahun itu.

    “Saya minum Tylenol dan pergi bekerja,” ungkapnya.

    Namun, guru pendidikan khusus ini tiba-tiba merasa sangat kesakitan saat berada di sekolah.

    “Saya bilang ke suami saya, rasanya seperti sakit bersalin, tapi jelas bukan itu,” katanya.

    Tak lama kemudian, dia merasa sangat sakit sampai tidak bisa berjalan. Punggungnya berdenyut-denyut dan dia merasa ingin buang air kecil terus-menerus. Karena mengalami gejala tersebut, dia menduga kalau dirinya mengidap batu ginjal.

    Bersama suaminya, Rebecca bergegas ke rumah sakit. Sambil menunggu dokter, rasa sakitnya semakin parah.

    “Saya bilang ke suami saya, sakitnya lebih parah daripada persalinan yang pernah saya alami,” kata Rebecca yang memiliki dua anak perempuan berusia sembilan dan satu tahun.

    “Saya sampai teriak sekeras-kerasnya,” kata Rebecca.

    Perawat yang memeriksanya juga mencurigai adanya batu ginjal dan memindahkannya ke kamar pribadi kecil. Tapi tiba-tiba bagian tubuh Rebecca basah kuyup karena cairan yang dia kira adalah urine yang tidak terkendali.

    Dia memberitahu para perawat bahwa dirinya perlu ke kamar mandi. Saat duduk di toilet di samping tempat tidur, dia merasakan ada sesuatu yang bergerak di sekujur tubuhnya. Dia melihat ke arah seorang perawat yang tampak terkejut.

    “Itu kepala,” kata perawat tersebut.

    Rebecca melahikan bayi peempuan yang sudah cukup bulan. Selama ini, dia tidak tahu kalau dirinya hamil.

    “Saya dilanda kepanikan,” ujarnya

    Rebecca dipindahkan ke tempat tidur untuk melahirkan anaknya.

    “Saya berteriak sekeras-kerasnya. Saya melahirkan dalam tiga atau empat dorongan,” katanya.

    “Saya melihat suami saya dan seperti, ‘Apa yang terjadi’?” tambah Rebecca.

    Mereka tidak percaya apa yang terjadi. Pasangan ini menikah pada tahun 2011 dan menjalani perawatan kesuburan untuk mendapatkan anak. Mereka dikaruniai putri pertama pada tahun 2016.

    “Kami diberi tahu setelah itu bahwa kami tidak akan bisa memiliki anak tanpa intervensi,” kata Johnson.

    Delapan tahun kemudian, pasangan ini terkeju saat Rebecca hamil secara alami. Putri kedua mereka lahir pada Agustus 2024.

    “Kami hanya berpikir hal ini tidak akan terjadi lagi dan itu adalah sebuah kebetulan besar,” kata Johnson.

    Pada bulan Februari 2025, Rebecca menyadari ASInya mengering lebih awal dar yang diperkirakan. Dia melakukan dua tes kehamilan untuk memastikan dan hasilnya negatif.

    Kemudian, pada bulan April 2025, dia merasakan yeri di daerah perut bawah dan mengira bahwa itu adalah gejala kista ovarium. Sebab, dirinya mengidap sindrom ovarium polikistik.

    “Saya mengambil cuti kerja satu hari dan mandi air panas beberapa kali, dan saya baik-baik saja,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa menstruasinya belum kembali sejak melahirkan putri keduanya, yang bisa jadi normal bagi pengidap PCOS.

    Halaman 2 dari 3

    (elk/up)

  • Survei Ungkap Banyak Pasangan yang Sakit Bertingkah seperti Anak Kecil

    Survei Ungkap Banyak Pasangan yang Sakit Bertingkah seperti Anak Kecil

    Jakarta

    Bagi sebagian orang, merawat pasangan yang sedang sakit terasa seperti merawat anak kecil yang sudah dewasa. Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian.

    Dikutip dari laman Newsweek, menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Talker Research, 1 dari 3 orang Amerika menggambarkan pasangan mereka sebagai ‘bayi’ saat sedang sakit. Penelitian yang dilakukan antara 5 dan 9 Desember 2024 ini melibatkan lebih dari 900 orang yang tinggal bersama pasangan. Meeka juga mengungkap ciri-ciri umum dari pasangan yang sakit selain bersikap seperti anak kecil.

    Seperempat pasangan dicap keras kepala, diikuti oleh 23 persen dianggap dramatis, dan 22 persen tidak mau mengakui mereka sakit sama sekali.

    Musim dingin yang terjadi memang menyebabkan banyak orang sakit. Responden survei mengatakan bahwa mereka benar-benar sehat hanya selama 16 hari dalam rata-rata bulan musim dingin.

    Meski gejala seperti kurang berenergi, batuk, dan sakit tenggorokan umum dirasakan, banyak orang juga melaporkan efek samping yang tidak terduga, seperti lupa waktu, bertengkar dengan orang terkasih, bahkan salah menaruh barang.

    “Musim dingin adalah masa yang sulit dan seringkali sibuk, jadi merasa kurang bugar bisa sangat mengganggu kita,” kata Marcela Kanalos, juru bicara Zipfizz, yang menugaskan survei tersebut.

    “Hal itu berdampak pada suasana hati, energi, dan kenikmatan hidup kita secara keseluruhan,” tambahnya.

    Saat sakit, kebanyakan orang mencari cara pemulihan yang sudah terbukti ampuh, seperti istirahat, menjaga hidrasi, atau minum obat. Survei tersebut juga mengungkap beberapa hal yang tidak biasa yang dilakukan orang-orang saat melawan pilek dan flu. Hal-hal seperti lupa menjemput anak dari sekolah, memakai sepatu yang tidak serasi, dan ttidak sengaja membuang ponsel ke tempat sampah menadi beberapa kesalahan yang diakui responden.

    Mereka yang sakit juga cenderung menyebutkan kondisi yang dirasakan setidaknya beberapa kali sehari hingga mereka sehat sepenuhnya. Survei menemukan, pria dan wanita mengeluh tentang penyakit pada tingkat yang hampir sama.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Kemenkes: 6,7 Juta Penduduk Indonesia Terinfeksi Hepatitis B”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/elk)

  • Terungkap Lewat Studi! Golongan Darah Ini Paling Rentan Kena Penyakit Jantung

    Terungkap Lewat Studi! Golongan Darah Ini Paling Rentan Kena Penyakit Jantung

    Jakarta

    Sebuah studi menunjukkan bahwa golongan darah ternyata sangat berkaitan dengan risiko kesehatan, khususnya penyakit jantung dan pembekuan darah.

    Penelitian yang dipublikasikan di American Heart Association, Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology ini melibatkan lebih dari 400 ribu orang. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara gen ABO (yang terdapat pada golongan darah A, B, atau AB) dengan risiko penyakit jantung.

    Risiko Pembekuan Darah Melonjak Drastis

    Temuan paling signifikan adalah terkait pembekuan darah berbahaya di pembuluh darah vena:

    Dibandingkan dengan orang bergolongan darah O, individu dengan golongan darah A atau B memiliki risiko 51 persen lebih tinggi untuk mengalami trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis (DVT), yakni terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah vena, terutama di kaki.

    Risiko mengalami emboli paru (gumpalan darah bergerak ke paru-paru) juga 47 persen lebih tinggi pada kelompok A dan B.

    Secara keseluruhan, risiko gabungan terkena serangan jantung dan gagal jantung pada golongan darah A atau B adalah 8 persen hingga 10 persen lebih tinggi dibandingkan golongan darah O.

    Meski demikian, penelitian ini juga mencatat bahwa orang dengan golongan darah A atau B justru memiliki risiko 3 persen lebih rendah untuk mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan golongan darah O.

    Cegah Penyakit dengan Gaya Hidup Sehat

    Penulis utama studi, Hilde Groot dari Groningen University, Belanda, menjelaskan bahwa penentuan golongan darah mudah dan berbiaya rendah. Informasi ini dapat digunakan oleh dokter umum dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular yang dipersonalisasi.

    Dr Mary Cushman, yang tidak terlibat dalam studi, menambahkan bahwa orang bergolongan darah A dan B perlu menyadari bahwa operasi, trauma, dan imobilisasi dapat meningkatkan risiko pembekuan darah mereka.

    “Saat ini, kami belum memahami alasan (di balik temuan ini),” kata Dr Cushman. “Tetapi, kami tahu bahwa orang yang bukan bergolongan darah O cenderung memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi, sehingga mempertahankan gaya hidup sehat adalah pendekatan terbaik.”

    Gaya hidup sehat yang dimaksud meliputi menjaga berat badan, pola makan sehat, dan berolahraga secara teratur. Ia juga mengingatkan agar pasien golongan non-O tidak perlu terlalu tertekan, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk lebih berhati-hati dalam mencegah penyakit kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/up)

  • Punya ‘Puting’ Tambahan, Wanita Ini Keluarkan ASI dari Ketiaknya

    Punya ‘Puting’ Tambahan, Wanita Ini Keluarkan ASI dari Ketiaknya

    Jakarta

    Seorang wanita 35 tahun di Filipina mengalami kondisi medis langka: ASI keluar dari ketiaknya saat ia sedang menyusui. Kasus ini dilaporkan dokter setelah pasien datang dengan keluhan benjolan di kedua ketiaknya.

    Pasien awalnya mengira bengkak itu hanya pembesaran biasa. Benjolan tampak berwarna kulit, tidak nyeri, dan tidak hangat saat disentuh. Namun ukurannya cukup besar-sekitar 5,5 x 4,2 cm di ketiak kanan dan 3,9 x 0,9 cm di kiri.

    Diberitakan Live Sciece, saat dokter menekan daerah bengkak, tetesan susu keluar dari folikel rambut di ketiaknya, membuat tim medis menduga adanya jaringan payudara yang tumbuh di lokasi tidak biasa.

    Ternyata, kondisi serupa sudah muncul setiap kali pasien melahirkan selama 15 tahun terakhir. Setelah ia berhenti menyusui, bengkak selalu mengecil dan menghilang.

    Setelah memeriksa dan menganalisis jaringan benjolan, dokter mengonfirmasi bahwa massa tersebut adalah polymastia, atau dikenal sebagai payudara ektopik (accessory breasts). Istilah “ektopik” merujuk pada jaringan yang muncul di tempat yang tidak seharusnya.

    Kondisi ini berasal dari sisa “milk line” atau garis susu yang terbentuk ketika janin berkembang di dalam rahim-garis yang membentang dari ketiak hingga ke paha bagian dalam.

    Biasanya, jaringan ini menghilang saat perkembangan janin berlanjut. Namun pada sebagian orang, sisa jaringan bisa bertahan dan berubah menjadi payudara tambahan ketika pubertas atau saat menyusui.

    Kasus Super Langka

    Dokter menyarankan operasi pengangkatan jaringan payudara di ketiak tersebut. Namun, karena pengalamannya di masa lalu menunjukkan bahwa pembengkakan akan menyusut dengan sendirinya setelah ia berhenti menyusui, wanita tersebut memilih untuk tidak menjalani operasi.

    Dokter pun merekomendasikan agar pasien terus memantau area ketiaknya untuk setiap pembengkakan lebih lanjut dan memeriksakannya secara rutin, terutama saat skrining kanker payudara.

    Kasus payudara ektopik ini tergolong langka, diperkirakan hanya memengaruhi 2% hingga 6% wanita dan 1% hingga 3% pria. Meskipun kondisi ini bisa diwariskan, wanita ini melaporkan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat pembengkakan serupa.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Ada Catatan Bullying, Puluhan Siswa di Korsel Gagal Masuk Universitas

    Ada Catatan Bullying, Puluhan Siswa di Korsel Gagal Masuk Universitas

    Jakarta

    Bagi generasi pelajar Korea Selatan, diterima di universitas ternama adalah kunci mobilitas sosial dan status seumur hidup. Namun, terjadi perubahan kebijakan pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya: universitas nasional unggulan, termasuk Seoul National University (SNU), kini mulai secara ketat menolak pelamar yang memiliki catatan kekerasan di sekolah (school violence).

    Diberitakan Korea Herald, menurut data yang diperoleh kantor anggota parlemen Rep. Kang Kyung-sook, enam dari sepuluh universitas nasional unggulan telah menolak 45 pelamar dalam siklus penerimaan tahun 2025 karena catatan perundungan di sekolah.

    Daftar itu termasuk dua pelamar ditolak oleh SNU. Sementara sebanyak 22 pelamar ditolak oleh Kyungpook National University, yang menerapkan sistem penalti poin yang sangat ketat tahun ini.

    Tren ini akan menjadi “kenormalan baru” karena semua universitas di Korea Selatan diwajibkan untuk mempertimbangkan catatan kekerasan sekolah dalam penerimaan mulai tahun 2026.

    Sanksi keras bagi pelaku bullying

    Korea Selatan mengkategorikan sanksi kekerasan sekolah dalam skala Level 1 (permintaan maaf tertulis) hingga Level 9 (pengeluaran/ekspulsi). Sementara pelanggaran minor sering diselesaikan secara internal di masa lalu, kini pelanggaran Level 6 dan di atasnya wajib dicatat dalam dokumen permanen siswa.

    Universitas berhak menentukan bobot sanksi tersebut. Sebagai contoh terketat, Kyungpook National University mengurangi 10 poin untuk Level 1-3, 50 poin untuk Level 4-7, dan 150 poin untuk kasus ekspulsi (Level 8 atau 9).

    Universitas tersebut menyatakan, “Kekerasan sekolah adalah pelanggaran terhadap kepercayaan sosial. Kami percaya universitas memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai-nilai komunitas.”

    Bahkan, sepuluh perguruan tinggi keguruan nasional (seperti Gyeongin dan Seoul National University of Education) mengumumkan bahwa mulai tahun depan, pelamar dengan catatan kekerasan sekolah apa pun, tanpa memandang tingkat keparahannya, akan didiskualifikasi secara otomatis.

    Efek bullying pada korban

    Langkah tegas universitas ini didasarkan pada kesadaran akan dampak buruk bullying yang bersifat permanen dan mendalam pada korbannya. Beberapa yang bisa terjadi meliputi:

    Gangguan Kesehatan Mental Jangka Panjang

    Studi menunjukkan korban bullying memiliki risiko tinggi mengalami depresi, kecemasan, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Masalah kesehatan mental ini seringkali bertahan hingga usia dewasa jika tidak ditangani dengan baik.

    Penurunan Harga Diri dan Isolasi Sosial

    Korban cenderung memiliki harga diri (self-esteem) yang rendah, merasa terisolasi, dan menarik diri dari lingkungan sosial. Hal ini menghambat mereka dalam menguasai tugas perkembangan sosial dan akademik.

    Di samping itu, efek bullying yang berkepanjangan dapat memengaruhi kemampuan korban untuk membentuk hubungan yang sehat, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mencapai kemandirian ekonomi.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/kna)