Jenis Media: Kesehatan

  • Cerita Wanita Surabaya Idap Diabetes di Usia 29, Inikah Pemicunya?

    Cerita Wanita Surabaya Idap Diabetes di Usia 29, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Bagi Lilla Syifa (29), perempuan asal Surabaya yang kini berdomisili di Jakarta, tahun 2025 akan menjadi tahun yang mungkin tak akan ia lupakan. Ini karena dirinya didiagnosis mengidap diabetes 1,5 atau LADA (Latent Autoimmune Diabetes in Adults) pada Juli lalu.

    Menurut perempuan yang akrab dipanggil Cipa ini, ada beberapa faktor yang menurutnya menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes pada dirinya, seperti kebiasaan mengonsumsi dessert manis, pola tidur yang buruk, manajemen stres yang kurang baik, dan kurangnya aktivitas fisik.

    Pada saat pemeriksaan ke dokter, gula darah yang ditunjukkan adalah 356 mg/dl yang artinya ini sangat tidak normal dan merupakan kondisi hiperglikemia parah, yang mengindikasikan kemungkinan besar diabetes.

    Sementara, pemeriksaan HbA1c milik Cipa adalah 11,5 persen. Dikutip dari laman Kemenkes, jumlah HbA1c normal adalah di bawah 5,7 persen.

    FOMO Cake Manis Viral

    Cipa ini bercerita bahwa diabetes yang diidapnya salah satu faktornya berawal dari dirinya yang suka sekali makan jajanan manis viral. Menurutnya, ini adalah bentuk ‘pelarian’ dari stres akibat pekerjaan.

    “Aku nggak punya sama sekali keturunan diabetes dari keluarga. Jadi murni dari lifestyle, pola makan, pola tidur, terus juga pola mengelola stres gitu,” kata Cipa kepada detikcom, Jumat (19/12/2025).

    “Aku tuh sering banget makan dessert. Jadi aku nyarinya yang manis, yang makanan-makanan viral, yang rame-rame gitu. Entah itu brownies, donat, matcha gitu-gitu,” sambungnya.

    Setelah makan besar, seperti makan siang dan makan malam, Cipa sering sekali menutupnya dengan makanan penutup yang manis-manis.

    “Aku tuh bisa dibilang 3 kali sehari bisa kali ya. Kayak sering banget, hampir setiap hari. Dan puncaknya itu di setahunan kemarin, 2024 sampai 2025 ini,” sambungnya.

    Pola Tidur yang Buruk

    Sebelum menjadi seorang full time content creator, Cipa bekerja sebagai seorang karyawan swasta di Jakarta. Tuntutan pekerjaan membuatnya kesuliatan mendapatkan durasi tidur yang ideal.

    “Karena aku kerja, sering banget lembur kayak baru pulang itu jam 11 malam dan pasti pulang kerja nggak mungkin langsung tidur kan ya,” katanya.

    “Nah itu terjadi setiap hari. Hampir setiap hari aku tidurnya. di atas jam 2 atau 3 pagi. Dan aku jam 8 pagi udah kerja lagi,” katanya.

    Kurang Aktivitas Fisik

    Cipa mengakui bahwa sebelumnya dirinya termasuk orang yang jarang sekali berolahraga. Kalaupun ada olahraga, ia hanya melakukan sesi kardio ringan, seperti lari dan tenis.

    “Dan itu pun cuman seminggu sekali. Jadi gula yang aku makan tidak punya tempat ‘persembunyian’ yaitu otot. Aku nggak punya massa otot kan, karena nggak pernah angkat beban,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Punya Kebiasaan Ini Tiap Pagi? Hati-hati, Kemungkinan Kena Serangan Jantung Tinggi

    Punya Kebiasaan Ini Tiap Pagi? Hati-hati, Kemungkinan Kena Serangan Jantung Tinggi

    Jakarta

    Serangan jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Di Inggris, setiap tiga menit satu orang meninggal akibat penyakit jantung.

    Data British Heart Foundation mencatat, penyakit jantung koroner menewaskan sekitar 480 orang per hari atau lebih dari 170 ribu orang per tahun di negara tersebut. Namun, seorang dokter mengungkap fakta mengejutkan. Sebanyak 90 persen kasus serangan jantung ternyata berkaitan dengan satu kebiasaan pagi hari, dan itu bukan soal pola makan atau stres.

    Dokter Sana Sadoxai, yang memiliki lebih dari 42 ribu pengikut di TikTok dan rutin membagikan edukasi medis, menjelaskan bahaya justru dimulai sejak seseorang bangun tidur, tetapi tetap pasif bergerak.

    “Masalah sebenarnya dimulai saat bangun dan tetap diam,” beber dr Sana dalam videonya.

    Ia menjelaskan, banyak orang memulai pagi dengan pola yang sama, bangun tidur, langsung bermain ponsel, duduk terlalu lama, lalu terburu-buru berangkat kerja. Kebiasaan ini membuat tubuh berada dalam kondisi minim gerak dan tinggi peradangan, yang secara perlahan merusak metabolisme.

    Menurut dr Sana, rutinitas pagi yang pasif dapat mempercepat resistensi insulin, penumpukan lemak di perut, tekanan darah tinggi, peradangan kronis tanpa gejala, gangguan metabolik. Kondisi-kondisi tersebut sangat meningkatkan risiko serangan jantung dini, terutama pada individu dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Padahal, solusinya sangat sederhana.

    “Cukup lima hingga tujuh menit bergerak di pagi hari, berjalan cepat, peregangan, atau latihan pernapasan, sudah mampu melancarkan sirkulasi, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan gula darah, dan melindungi jantung,” jelasnya. Ia menekankan bahwa berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling berkaitan erat. Mengabaikan kebiasaan bergerak di pagi hari disebutnya sebagai ancaman senyap yang mematikan.

    dr Sana juga mengingatkan, gejala seperti obesitas, lemak perut yang membandel, mudah lelah, sesak napas, hingga diabetes merupakan tanda peringatan dini gangguan metabolik yang tidak boleh diabaikan.

    “Ambil kendali sebelum berubah menjadi risiko kardiovaskular,” tegasnya.

    Unggahan tersebut memicu beragam respons warganet. Salah satu pengguna TikTok berkomentar, “Jadi bangun tidur lalu langsung buru-buru kerja itu perlahan membunuh kita.”

    Netizen lain ikut merespons. “Saya bangun, minum teh dengan santai 30 menit, lalu bersiap kerja. Saran ini masuk akal.” Sementara itu, NHS Inggris menjelaskan serangan jantung atau myocardial infarction terjadi ketika aliran darah ke jantung terhambat, umumnya akibat bekuan darah.

    Setiap tahun, sekitar 100 ribu orang dirawat di rumah sakit akibat serangan jantung di Inggris, rata-rata satu kasus setiap lima menit. NHS menegaskan, siapa pun yang mengalami gejala serangan jantung harus segera menghubungi layanan darurat. Sambil menunggu ambulans, konsumsi aspirin 300 mg dapat membantu, selama pasien tidak alergi.

    Untuk menurunkan risiko serangan jantung, masyarakat dianjurkan berhenti merokok, menjaga berat badan ideal, menerapkan pola makan rendah lemak dan tinggi serat, mengonsumsi buah dan sayur minimal lima porsi per hari, berolahraga aerobik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu. Dokter mengingatkan, perubahan kecil di pagi hari bisa berdampak besar bagi kesehatan jantung. Lima menit bergerak setelah bangun tidur disebut bisa menjadi perbedaan antara hidup sehat dan risiko serangan jantung di masa depan.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Akses Kesehatan Terputus, Pasien Stroke-Hipertensi di Aceh Rawan Putus Obat

    Akses Kesehatan Terputus, Pasien Stroke-Hipertensi di Aceh Rawan Putus Obat

    Jakarta

    Pasien dengan penyakit kronis seperti stroke, hipertensi, diabetes, hingga penyakit jantung di Aceh berisiko mengalami putus obat selama berada di pengungsian akibat terputusnya akses layanan kesehatan pascabencana. Kondisi ini dinilai sangat berbahaya dan berpotensi memperburuk kondisi pasien.

    Salah seorang dokter neurologi yang tergabung dalam tim Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Desin Pambudi Sejahtera, SpN(K) dari RS Dr Sardjito mengatakan, saat bencana terjadi, layanan kesehatan kerap tidak dapat diakses secara optimal. Akibatnya, pasien yang membutuhkan pengobatan rutin tidak mendapatkan obat sesuai jadwal.

    “Ketika ada bencana, akses kesehatan terputus sehingga pasien-pasien dengan pengobatan rutin rawan putus obat. Contohnya pasien dengan stroke, risiko hipertensi, risiko gula, atau penyakit jantung. Maka mereka akan terputus obat rutinnya, dan itu sangat berbahaya sekali,” ujar dr Desin saat pelepasan relawan, di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (20/12/2025).

    Ia menyampaikan, Kemenkes bergerak cepat dengan mengerahkan tenaga kesehatan ke wilayah terdampak dan daerah-daerah terisolir untuk memastikan pelayanan medis tetap berjalan, terutama bagi pasien penyakit kronis.

    “Alhamdulillah kami sangat bersyukur Kemenkes bergerak cepat mengajak kami bergabung dalam kegiatan ini untuk menuju daerah-daerah terisolir. Semoga bisa membantu saudara-saudara kita di Sumatera, khususnya Aceh,” lanjutnya.

    Upaya Tim Medis di Pengungsian

    Selain fokus pada penanganan fisik, tim relawan juga akan memberikan perhatian pada kondisi kesehatan mental penyintas bencana. Tenaga kesehatan akan melakukan edukasi serta pendataan kondisi psikologis korban di pengungsian.

    “Persiapannya, kami akan mengedukasi dan mencatat apa yang kami temukan di sana. Apakah ada kecemasan, depresi, atau bahkan halusinasi. Jika ditemukan, kami akan berkoordinasi dengan dokter spesialis untuk penanganan dan pengobatannya,” sambungnya.

    Beberapa perawat yang tergabung dalam tim akan melakukan trauma healing sebagai bagian dari penanganan awal bagi korban bencana. Upaya ini diharapkan dapat membantu pemulihan kondisi mental sekaligus mencegah dampak kesehatan jangka panjang di pengungsi.

    Halaman 2 dari 2

    (rfd/up)

  • Kemenkes Berangkatkan 126 Relawan Kesehatan ke Aceh, Ini Rinciannya

    Kemenkes Berangkatkan 126 Relawan Kesehatan ke Aceh, Ini Rinciannya

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali memberangkatkan relawan tenaga kesehatan untuk membantu penanganan korban bencana di Aceh pada Sabtu (20/12/2025). Pada tahap terbaru, sebanyak 126 relawan tenaga medis dan kesehatan dikirim ke sejumlah wilayah terdampak dengan kondisi medan berat.

    Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes RI, dr Yuli Farianti, M Epid menjelaskan, pengiriman relawan kesehatan sebenarnya sudah dilakukan sejak hari ketiga pascabencana. Namun, sebelumnya belum terkoordinasi secara terpusat seperti saat ini.

    “Ini adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dengan tulus hati dan ikhlas ingin mengabdikan diri untuk melayani masyarakat, khususnya saat ini di Aceh,” ujar perwakilan Kemenkes saat pelepasan relawan, Yuli saat pelepasan relawan, di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (20/12/2025).

    Pengiriman relawan kesehatan sebenarnya sudah dilakukan sejak hari ketiga pasca bencana. Sebelumnya, Kemenkes telah memberangkatkan 70 tenaga kesehatan yang kini sudah berada di Aceh dan Medan. Namun, sebelumnya belum terkoordinasi secara terpusat seperti saat ini.

    “Bukan hari ini saja kita mengirim. Sejak hari ketiga bencana, kita sudah mengirim banyak tenaga, hanya saja belum terkoordinir. Sekarang kita satukan agar lebih efektif,” katanya.

    Rincian Profesi Relawan yang Diberangkatkan

    Sebanyak 126 relawan yang diberangkatkan terdiri dari berbagai profesi tenaga kesehatan, mulai dari dokter hingga tenaga pendukung layanan medis.

    Adapun profesi yang tergabung dalam tim relawan ini meliputi:

    Dokter spesialis mataDokter spesialis sarafDokter spesialis bedah sarafDokter spesialis anakDokter umumPerawatBidanPsikolog klinis dan psikiater, khususnya untuk layanan trauma healingTenaga laboratoriumRadiograferTenaga kesehatan lingkunganTenaga giziEpidemiolog dan tenaga kesehatan lainnya.

    Para relawan berasal dari gabungan rumah sakit pusat, rumah sakit daerah, dan rumah sakit swasta. Beberapa di antaranya berasal dari RS Cicendo, RSUP Sardjito, RS Persahabatan, RS Marzoeki Mahdi, rumah sakit daerah, serta rumah sakit swasta seperti Siloam dan Hermina.

    Distribusi Relawan ke Daerah Terdampak

    Sebanyak 126 relawan ini akan ditempatkan di sejumlah wilayah terdampak berat dan daerah terisolir di Aceh. Beberapa lokasi penugasan bahkan hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

    “Ada daerah yang untuk masuk kesana harus jalan kaki sekitar 15 menit. Ini memang daerah-daerah berat,” ujarnya.

    Daerah tujuan distribusi relawan meliputi:

    Bener MeriahTakengonAceh TengahAceh UtaraAceh TimurGayo LuesAceh TamiangKota LangsaBireuenSejumlah wilayah pengungsian dan daerah terisolir lainnya

    Relawan akan ditempatkan di berbagai fasilitas layanan kesehatan, mulai dari rumah sakit, puskesmas, hingga posko pengungsian. Khusus layanan trauma healing, psikolog klinis dan psikiater akan lebih banyak bertugas di titik-titik pengungsian.

    Target Total 600 Relawan hingga 22 Desember

    Selain 126 relawan yang diberangkatkan hari ini, Kemenkes juga menyiapkan pengiriman relawan lanjutan. Pada hari berikutnya akan diberangkatkan sekitar 207 relawan, disusul 87 relawan pada tahap selanjutnya.

    “Total sampai 22 Desember nanti sekitar 600 tenaga medis dan tenaga kesehatan akan kita berangkatkan,” sambungnya.

    Distribusi relawan dilakukan secara merata sesuai kebutuhan di setiap daerah terdampak. Kemenkes memastikan tenaga medis dan obat-obatan telah disalurkan, sementara penguatan sumber daya manusia kesehatan terus dilakukan untuk mendukung layanan bagi warga terdampak bencana.

    Halaman 2 dari 3

    (rfd/up)

  • Gejala SePeLe Mata Kering Jangan Disepelekan, Atasi dengan Insto Dry Eyes

    Gejala SePeLe Mata Kering Jangan Disepelekan, Atasi dengan Insto Dry Eyes

    Jakarta

    Pernah merasakan mata sepet, perih, dan lelah setelah seharian beraktivitas? Banyak orang menganggap kondisi ini wajar dan akan hilang dengan sendirinya. Padahal, tiga gejala yang sering dianggap SePeLe (SEpet, PErih, LElah) ini merupakan tanda umum mata kering yang berisiko tanpa disadari.

    Hal ini biasanya dialami oleh para pekerja yang sehari-hari berkutat dengan aktivitas digital. Diffa Rezy (22) misalnya, sebagai seorang Copywriter, layar laptop dan smartphone menjadi alat kerja yang jarang absen digunakan. Ia menghabiskan waktu 8-9 jam di depan layar sehingga kerap mengganggu penglihatannya.

    “Aku kerja sebagai Copywriter, kurang lebih 8-9 jam di depan laptop. Itu kadang memang bikin mata aku perih sih dan ganggu produktivitas juga,” ujarnya kepada detikHealth baru-baru ini.

    Diffa sadar bahwa kebiasaan menatap layar laptop terlalu lama ini dapat berisiko bagi kesehatan matanya. Namun, ia tak mengetahui bahwa membiarkan gejala mata kering itu juga sama berisikonya.

    “Aku paling cuma cuci muka atau dikucek aja,” katanya.

    Sementara itu, gejala mata kering juga pernah dialami oleh Shalli Irda (22). Dia mengakui sebagai seorang Content Writer dengan rutinitas kerja shift malam membuat matanya mudah lelah. Terlebih faktor cuaca Jakarta akhir-akhir ini yang disertai angin kencang juga mengganggu penglihatannya.

    “Aku biasa kerja shift malam dari jam 3 sampai jam 10. Itu kadang bikin mata aku capek, lelah, dan sepet. Karena kalau pulang malam sekarang itu di jalan anginnya kencang banget, mata aku cepet kering karena debu, jadi sering kelilipan,” jelasnya.

    Shalli mengaku sering membawa obat tetes mata INSTO untuk mengatasi keluhan tersebut. Hal itu diakuinya bisa melembapkan dan mengurangi rasa tidak nyaman di mata.

    “Takutnya kalau dikucek infeksi, jadi aku sedia obat tetes INSTO,” ungkapnya.

    4 dari 10 Orang Alami Gangguan Mata Kering

    Diketahui, berdasarkan data survei INSTO pada 710 responden usia 15 tahun ke atas, mata kering memang menjadi masalah kesehatan yang sangat signifikan di wilayah Jabodetabek dan Bandung, dengan prevalensi mencapai 41%. Artinya 4 dari 10 orang populasi produktif ini mengalami gangguan mata kering. Kondisi ini jadi sangat umum ditemukan di kawasan urban.

    Namun, ada kesenjangan besar dalam aspek kesadaran, di mana jumlah penderita yang tidak menyadari kondisi mata kering (20%) hampir setara dengan mereka yang sudah sadar (21%). Fenomena ini menunjukkan bahwa hampir separuh dari yang mengalami mata kering tidak mampu mengenali gejala yang mereka alami, sehingga potensi risiko kerusakan mata jangka panjang akibat pembiaran kondisi ini menjadi cukup tinggi di masyarakat.

    Selain itu, dalam hal penanganan, mayoritas responden belum menggunakan solusi yang tepat, bahkan pada kelompok yang sudah sadar, hanya 8% yang menggunakan tetes mata khusus untuk mata kering. Sisanya cenderung hanya menggunakan tetes mata reguler atau tidak melakukan pengobatan sama sekali.

    Hal ini mengindikasikan perlunya edukasi yang lebih masif mengenai pentingnya diagnosis mandiri dan pemilihan produk tetes mata yang memiliki formula spesifik untuk mengatasi masalah mata kering secara efektif.

    Tak heran, Dokter Spesialis Mata dari JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Eka Octaviani Budiningtyas, SpM, mengatakan pasien yang datang karena mata kering jumlahnya sangat banyak. Sebagian besar pasien mata kering datang ketika kondisinya sudah cukup parah dan mereka tidak sadar bahwa mereka terkena mata kering, padahal gejala awal seperti mata terasa sepet, perih, dan lelah sudah muncul sejak lama.

    “Jika mereka sadar gejalanya dan ditangani sejak awal, kondisi ini bisa dicegah agar tidak berkembang menjadi lebih berat. Jika seseorang mengalami gejala mata kering, maka dapat datang berkonsultasi dengan dokter spesialis mata. Hal ini dimaksudkan agar dapat dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap derajat, penyebab, dan tatalaksana mata kering apa yang sesuai,” jelasnya.

    Gejala Mata Kering yang Sering Diabaikan

    Adapun gejala SePeLe bukan sekadar rasa tidak nyaman biasa. Ketiga gejala ini saling berkaitan dan menandakan bahwa mata Anda kekurangan pelumasan alami.

    1. Sepet

    Mata terasa berat, kaku, dan tidak segar. Sensasi ini sering muncul setelah menatap layar gadget terlalu lama atau berada di ruangan ber-AC.

    2. Perih

    Mata terasa seperti terbakar atau tertusuk, terutama saat berkedip. Rasa perih muncul akibat permukaan mata yang kering dan teriritasi.

    3. Lelah

    Mata cepat lelah meskipun aktivitas tidak terlalu berat. Kondisi ini bisa disertai pandangan kabur atau sulit fokus.

    Jika gejala SePeLe sering Anda alami, bisa jadi itu adalah sinyal mata kering yang membutuhkan perhatian khusus.

    Mata Kering Tidak Boleh Disepelekan

    Mata kering terjadi ketika produksi air mata berkurang atau kualitasnya tidak optimal. Air mata berfungsi menjaga kelembapan, melindungi mata dari iritasi, dan membantu penglihatan tetap jelas. Bila mata kering dibiarkan:

    Kenyamanan mata menurunAktivitas sehari-hari menjadi tergangguRisiko iritasi dan infeksi mata bisa meningkat

    Beberapa kebiasaan dan kondisi berikut dapat memicu mata kering:

    Penggunaan gadget atau komputer dalam waktu lamaJarang berkedip saat fokus bekerjaPaparan AC, polusi, atau asapKurang istirahatUsia dan perubahan hormon

    Cara Mengatasi Mata Kering

    Mengutip saran medis dari berbagai literatur kesehatan internasional, berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil:

    1. Tetes Air Mata Buatan (Artificial Tears)

    Ini adalah langkah pertolongan pertama yang paling umum. Tetes mata khusus mata kering, seperti INSTO Dry Eyes, dapat bekerja sebagai pelumas untuk menggantikan cairan mata yang hilang dan memberikan kenyamanan instan.

    2. Terapkan Aturan 20-20-20

    Untuk mencegah kelelahan mata akibat layar digital, setiap 20 menit sekali, alihkan pandangan ke objek sejauh 20 kaki (sekitar 6 meter) selama 20 detik. Ini membantu otot mata rileks dan mendorong frekuensi berkedip yang normal.

    3. Modifikasi Lingkungan

    Gunakan humidifier (pelembap udara) jika Anda sering berada di ruangan ber-AC. Selain itu, hindari mengarahkan kipas angin atau ventilasi AC langsung ke arah wajah.

    4. Kompres Hangat

    Menempelkan kompres hangat pada kelopak mata selama beberapa menit dapat membantu membuka kelenjar minyak yang tersumbat, sehingga kualitas air mata menjadi lebih baik.

    5. Konsumsi Nutrisi yang Tepat

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi asam lemak Omega-3 (seperti yang terdapat pada ikan salmon atau suplemen minyak ikan) dapat membantu mengurangi peradangan pada permukaan mata dan meningkatkan produksi air mata.

    INSTO Dry Eyes, Solusi Mengatasi Gejala Mata Kering

    Sebagai informasi, INSTO, merek tetes mata dari Combiphar, melalui produk INSTO Dry Eyes telah meluncurkan kampanye ‘Bebas Mata SePeLe’. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang mata SEpet, PErih, LElah (SePeLe) yang merupakan gejala mata kering.

    INSTO Dry Eyes diformulasikan khusus dengan Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC). Kandungan bahan aktif ini bahkan diajukan oleh International Council of Ophtalmology (ICO) ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai guideline terapi untuk mengatasi gejala mata kering, karena dapat bekerja sebagai pelumas yang menyerupai air mata dan meringankan iritasi akibat kurangnya produksi air mata.

    “Sebagai pemimpin pasar kategori tetes mata yang telah dipercaya lebih dari 50 tahun di Indonesia, INSTO memiliki komitmen besar terhadap kesehatan mata masyarakat Indonesia. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang mata kering mendorong kami meluncurkan kampanye ‘Bebas Mata SePeLe’ untuk meningkatkan kesadaran akan gejala mata kering dan pentingnya penanganan mata kering sejak dini,” pungkas Direktur PT Combiphar Weitarsa Hendarto.

    (akd/ega)

  • BPOM Temukan Produk Kopi yang Picu Kerusakan Ginjal hingga Gagal Jantung

    BPOM Temukan Produk Kopi yang Picu Kerusakan Ginjal hingga Gagal Jantung

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan peredaran kopi ilegal dengan promosi kejantanan yang terbukti mengandung bahan kimia obat berbahaya dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan serius, mulai dari gagal ginjal hingga gagal jantung. Nama produk tersebut Kopi Jantan +++.

    Kepala BPOM RI Prof Taruna Ikrar menegaskan temuan tersebut menjadi bukti masih maraknya pangan olahan ilegal yang dipasarkan tanpa memenuhi ketentuan keamanan dan perizinan.

    “Ini bentuk perlindungan negara kepada masyarakat. Produk yang dipromosikan sebagai pangan, bahkan diklaim untuk meningkatkan kejantanan, ternyata setelah diperiksa mengandung sildenafil sitrat, yaitu bahan obat kimia,” kata Taruna dalam konferensi pers, Jumat (19/12/2025).

    Selain tidak berizin edar BPOM, produk tersebut juga tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai pangan karena mengandung zat obat yang seharusnya hanya digunakan berdasarkan resep dan pengawasan medis.

    “Ini bukan satu jenis saja. Ada berbagai tambahan, ada yang diklaim kopi, ada minuman, dan sebagainya. Harapannya, temuan ini bisa mencegah gangguan kesehatan dan keracunan di masyarakat,” ujarnya.

    Taruna menjelaskan, konsumsi pangan yang tidak sesuai ketentuan memiliki sejumlah risiko kesehatan serius. Pertama, produk tidak memiliki izin edar sehingga tidak melalui uji keamanan. Kedua, produk kedaluwarsa. Ketiga, mengandung bahan berbahaya. Keempat, kondisi produk rusak.

    Dalam kasus kopi Sijantan, risiko paling besar berasal dari kandungan sildenafil sitrat. Zat ini dikenal sebagai obat untuk gangguan ereksi, tetapi berbahaya jika dikonsumsi sembarangan, terlebih tanpa takaran dosis yang jelas.

    “Produk ini dipromosikan sebagai minuman kuat khusus untuk lelaki, tidak punya izin edar, tidak sesuai peruntukan, dan mengandung sildenafil sitrat. Obat ini bisa menyebabkan gagal jantung bila dikonsumsi berlebihan,” tegas Taruna.

    Ia menambahkan, karena tidak ada standar dosis dalam produk ilegal tersebut, konsumen tidak memiliki cara untuk mengukur batas aman konsumsi. Dampaknya bisa sangat fatal.

    “Efeknya bisa menyebabkan gangguan kesehatan serius, mulai dari gagal ginjal, gagal jantung, bahkan kematian,” pungkasnya.

    BPOM mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa izin edar, tanggal kedaluwarsa, serta kewaspadaan terhadap klaim berlebihan pada produk pangan dan minuman, khususnya yang menjanjikan efek instan terhadap stamina atau kejantanan.

    (naf/naf)

  • Kemenkes Kirim 126 Relawan Dokter-Psikolog, Atasi Lonjakan Penyakit dan Trauma Pascabencana di Aceh

    Kemenkes Kirim 126 Relawan Dokter-Psikolog, Atasi Lonjakan Penyakit dan Trauma Pascabencana di Aceh

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI memberangkatkan 100 relawan tenaga medis pada Sabtu (20/12/2025) ke wilayah paling terdampak di Aceh. Total ada 600 relawan tenaga medis yang dialokasikan untuk menangani lonjakan penyakit serta trauma psikologis pascabencana di wilayah Sumatera. Relawan terdiri dari dokter, perawat, psikolog, hingga tenaga kesehatan pendukung itu akan difokuskan ke daerah-daerah terdampak paling berat di Aceh.

    Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes RI, dr Yuli Farianti, M Epid, mengatakan pelepasan relawan dilakukan sebagai bentuk pengabdian tenaga medis yang tergerak secara sukarela untuk membantu masyarakat terdampak bencana.

    “Bismillahirrahmanirrahim, hari ini saya melepas para relawan. Sebenarnya ini adalah tenaga medis yang terketuk hatinya, ikhlas ingin mengabdikan diri. Sudah saatnya kita melayani masyarakat, khususnya saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Aceh,” beber Yuli saat pelepasan relawan, di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (20/12/2025).

    Menurut Yuli, pengiriman tenaga kesehatan sejatinya sudah dilakukan sejak tiga hari pertama bencana terjadi. Namun kali ini dilakukan lebih terkoordinasi agar penanganan jauh lebih efektif.

    “Bukan hanya hari ini. Sejak tiga hari setelah bencana, kita sudah mengirim banyak tenaga medis, tapi belum terkoordinir seperti sekarang. Ini semangat kita, semangat Pancasila, mengabdikan diri untuk saudara-saudara kita,” katanya.

    Pada tahap awal, Kemenkes telah mengerahkan sekitar 70 tenaga medis yang sudah berada di Aceh dan Medan. Selanjutnya, hari ini Sabtu (20/12) sebanyak 126 relawan diberangkatkan ke wilayah dengan tingkat kerusakan berat seperti Bener Meriah, Takengon, Aceh Utara, dan Gayo Lues.

    “Beberapa daerah ini medannya sangat berat. Ada lokasi yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit karena akses kendaraan terbatas,” ungkap Yuli.

    Pengiriman Relawan Bertahap

    Pengiriman relawan akan terus berlanjut secara bertahap. Pada hari berikutnya, Kemenkes berencana memberangkatkan 207 tenaga medis, disusul 87 orang pada hari selanjutnya. Total relawan yang akan diterjunkan hingga 22 Desember 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 600 orang.

    Adapun tenaga medis yang dikerahkan berasal dari berbagai disiplin, mulai dari dokter spesialis mata, spesialis saraf, bedah saraf, spesialis anak, dokter umum, perawat, bidan, psikolog klinis, hingga psikiater. Fokus penanganan tidak hanya pada penyakit fisik, tetapi juga pemulihan kesehatan mental atau trauma healing bagi para penyintas.

    “Untuk trauma pascabencana, psikolog dan psikiater akan lebih banyak ditempatkan di posko pengungsian,” jelas Yuli.

    Relawan tersebut merupakan gabungan tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit pusat dan daerah, seperti RS Mata Cicendo, RSUP Dr Sardjito, RSUP Persahabatan, hingga RSJ Marzoeki Mahdi. Mereka akan bertugas di rumah sakit, puskesmas, serta posko-posko pengungsian sesuai kebutuhan di lapangan.

    Selain dokter, Kemenkes juga mengerahkan tenaga laboratorium, tenaga kesehatan lingkungan, ahli gizi, dan tenaga pendukung lainnya untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan menyeluruh.

    Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis mata dari RS Mata Cicendo, dr Chani Sinaro Putra, SpM, menyebut para relawan telah dibekali persiapan fisik dan mental sebelum diberangkatkan.

    “Kami juga mempelajari kondisi medan dan kemungkinan penyakit atau kondisi medis yang akan dihadapi di lokasi bencana. Obat-obatan sudah didistribusikan, dan tenaga medis diperbantukan agar bisa mendukung tenaga kesehatan yang sudah ada di daerah,” jelasnya.

    Kemenkes berharap kehadiran ratusan relawan ini dapat membantu mempercepat pemulihan kesehatan masyarakat terdampak, baik dari sisi medis maupun psikologis, serta meringankan beban tenaga kesehatan setempat yang bekerja di tengah keterbatasan pascabencana.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Sederet Cara Penanganan Trauma Pascabencana untuk Orang Dewasa”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • 3 Kebiasaan Sehari-hari yang Jadi Alasan Warga Jepang Panjang Umur

    3 Kebiasaan Sehari-hari yang Jadi Alasan Warga Jepang Panjang Umur

    Jakarta

    Pernah penasaran kenapa orang di sejumlah negara bisa hidup lebih panjang dan tampak lebih bahagia? Mungkin kamu tidak asing dengan populasi di wilayah Blue Zones, seperti Okinawa di Jepang.

    Blue Zones merupakan wilayah di dunia dengan jumlah penduduk berumur panjang terbanyak, bahkan rata-rata mencapai 100 tahun.

    Dikutip dari CNBC, pakar umur panjang Dan Buettner menyebut rata-rata perempuan Okinawa hidup lebih lama dibandingkan perempuan dari wilayah mana pun di dunia. Selain itu, orang Okinawa memiliki angka kanker, penyakit jantung, dan demensia yang lebih rendah dibandingkan orang Amerika, lapor Buettner di situsnya.

    Penduduk Okinawa yang tetap sehat hingga usia lanjut ini menarik perhatian penulis Héctor García dan Francesc Miralles. Keduanya mewawancarai lebih dari 100 orang tertua di Okinawa dan menuliskan prinsip serta kebiasaan yang dijalani para lansia Jepang tersebut dalam buku berjudul Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life.

    Berikut beberapa praktik yang berkontribusi pada umur panjang dan kebahagiaan sebagian orang Jepang yang hidup paling lama.

    3 kebiasaan sehari-hari yang dilakukan:

    1. Aktivitas fisik ringan setidaknya 5 menit sehari

    Hampir semua lansia berusia sangat panjang yang diwawancarai García dan Miralles mengatakan mereka rutin melakukan radio taiso, senam khas Jepang yang sudah dikenal selama puluhan tahun.

    “Bahkan para penghuni panti jompo yang kami kunjungi tetap meluangkan setidaknya lima menit setiap hari untuk melakukannya, meski sebagian melakukannya dari kursi roda,” tulis mereka dalam buku tersebut.

    Gerakan radio taiso bersifat ringan dan dapat diselesaikan dalam waktu lima menit atau kurang. Hal yang membuatnya istimewa, senam ini biasanya dilakukan secara berkelompok.

    Salah satu tujuan utama radio taiso adalah untuk menumbuhkan semangat kebersamaan di antara para peserta, menurut García dan Miralles.

    2. Menemukan tujuan hidup dan tetap aktif

    Ada peribahasa Jepang yang berbunyi ‘tetaplah aktif, maka kamu akan ingin hidup sampai seratus tahun’. Orang Okinawa mewujudkannya dengan menemukan ikigai, atau tujuan hidup, yang mendorong mereka untuk fokus pada makna hidup yang lebih dalam.

    Ikigai secara sederhana dapat diartikan sebagai kebahagiaan karena selalu sibuk. Banyak orang yang hidup paling lama justru tidak benar-benar pensiun.

    Sebagai contoh, Hayao Miyazaki (83), sutradara film animasi Studio Ghibli. Sehari setelah pensiun pada era 1990-an, ia kembali ke kantor untuk membuat sketsa animasi baru, dan bahkan merilis film pada 2023.

    3. Mencapai kondisi ‘flow’

    “Tidak ada resep ajaib untuk menemukan kebahagiaan atau hidup sesuai ikigai,” tulis García dan Miralles. “Namun salah satu bahan kuncinya adalah kemampuan mencapai kondisi flow dan melalui kondisi itu memperoleh pengalaman optimal.”

    Flow adalah konsep psikologis yang menggambarkan keadaan ketika seseorang sepenuhnya tenggelam dan terlibat dalam suatu aktivitas. Istilah ini diperkenalkan oleh psikolog Mihaly Csikszentmihalyi.

    Saat berada dalam kondisi flow, seseorang menjadi lebih hadir, fokus meningkat, dan untuk sementara waktu melupakan kekhawatiran, menurut García dan Miralles.

    “Orang yang paling bahagia bukanlah mereka yang mencapai paling banyak hal,” tulis mereka.

    “Melainkan mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu dibandingkan orang lain dalam kondisi flow.”

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah usai Santap Nasi

    Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah usai Santap Nasi

    Jakarta

    Nasi merupakan makanan pokok bagi banyak orang, tak terkecuali di Indonesia. Namun, di balik rasa yang mengenyangkan, nasi sering dikaitkan dengan lonjakan kadar gula darah.

    Untungnya, ada cara sederhana yang mencegah dampak lonjakan gula darah dari nasi. Hal ini ditemukan dalam sebuah studi kecil yang diterbitkan dalam jurnal Nutrition and Diabetes.

    Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah dari Konsumsi Nasi

    Mengonsumsi nasi yang dipanaskan kembali bisa memperlambat lonjakan gula darah pada pengidap diabetes. Dikutip dari laman Business Insider, sekelompok peneliti Polandia dari Universitas Ilmu Kedokteran Poznan mempelajari 32 pasien dengan diabetes tipe 1. Mereka membandingkan kadar gula darah peserta setelah mengonsumsi dua jenis makanan uji yang berbeda.

    Satu makanan berupa nasi putih bulir panjang sekitar 46 gram karbohidrat yang disiapkan dan disajikan segera. Makanan lainnya adalah porsi yang sama, tetapi tapi didiamkan dalam lemari es selama 24 jam, kemudian dipanaskan kembali dan disajikan.

    Para peneliti menemukan, ketika peserta mengonsumsi nasi yang sudah dingin, kadar gula darah mereka secara signifikan lebih stabil, dengan kenaikan keseluruhan yang lebih rendah, dan waktu mencapai puncak gula darah yang lebih singkat, dibandingkan saat mengonsumsi nasi yang baru dimasak.

    Hasil penelitian menunjukkan, karbohidrat dingin seperti nasi bisa membantu mengontrol kadar gula darah, berkat jenis karbohidrat tertentu yang disebut dengan pati resisten. Porsi nasi dingin dalam penelitian mengandung pati resisten yang jauh lebih banyak dibandingkan nasi yang baru dimasak.

    Bukti menunjukkan bahwa pati resisten dicerna lebih lambat. Akibatnya, pati resisten bisa membantu menyeimbangkan penyerapan karbohidrat lain untuk menyeimbangkan kadar gula darah, mirip dengan serat.

    Meski penelitian ini berskala kecil dan fokus pada populasi tertentu, penelitian sebelumnya mendukung gagasan bahwa pendinginan makanan kaya karbohidrat bisa mengubah cara penyerapannya.

    Studi lainnya yang serupa pada tahun 2015 dengan orang tanpa diabetes menemukan hasil yang sebanding. Nasi dingin menyebabkan lonjakan gula darah yang lebih rendah.

    Para ahli mengatakan, mendapat lebih banyak pati resisten dari karbohidrat yang didinginkan juga memberi manfaat lain, seperti mengatur nafsu makan agar merasa kenyang setelah makan, mencegah penurunan energi atau membantu menurunkan berat badan.

    “Jika orang-orang sedang berupaya menurunkan lemak tubuh dan ingin menstabilkan kadar gula darah mereka, atau jika mereka ingin meningkatkan produktivitas dan menghindari kelelahan di sore hari, mengonsumsi lebih banyak pati resisten bisa bermanfaat,” kata ahli nutrisi Rhianon Lambert kepada Insider.

    Perhatikan Asupan Makanan Lainnya

    Dalam mengelola diabetes, ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M Hum menekankan untuk berkonsultasi dengan pakar. Hal ini penting untuk lebih memahami masalah pola hidup dan gaya makan yang akan diterapkan.

    Menurut dr Tan, menurunkan kadar gula darah tak hanya dengan nasi yang didinginkan. Penting untuk memerhatikan makanan pendamping atau lauk yang dikonsumsi dengan nasi.

    “Jadi percuma saja kita makan nasi kering kemarin sudah dari kulkas kalau misalnya menu makannya adalah gorengan, masih ditambah kecap, minumnya masih teh manis, bubar,” beber dr Tan dikutip dari detikTV.

    “Daripada makannya yang sudah nggak enak, nasinya kering, dingin lagi, sementara penyebabnya nggak semata-mata hanya karena faktor nasi,” tuturnya.

    Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan Ilmu Gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

    (elk/naf)

  • Benarkah Kusta Mudah Menular dan Bagaimana Mencegahnya? Simak Panduan Ini

    Benarkah Kusta Mudah Menular dan Bagaimana Mencegahnya? Simak Panduan Ini

    Jakarta

    Kasus kusta kembali muncul di Rumania setelah 44 tahun. Rupanya teridentifikasi pada dua warga negara indonesia (WNI) yang bekerja di salah satu tempat spa.

    Kementerian Kesehatan RI sudah berkoordinasi dengan otoritas kesehatan negara terkait, untuk memulangkan kedua WNI agar menjalani pengobatan lebih lanjut di Indonesia. Laporan didapat pada awal Desember 2025. Belakangan diketahui, penularan dua WNI tersebut terjadi di Bali, yakni terinfeksi dari ibunya.

    Apakah kusta mudah menular?

    Kusta atau lepra masih kerap disalahpahami sebagai penyakit yang sangat menular. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan kusta tidak mudah menular dan bisa sembuh total jika diobati dengan benar sejak dini.

    Menurut WHO, kusta menular melalui droplet atau percikan air liur dari hidung dan mulut pengidap kusta yang belum diobati, mengandung bakteri Mycobacterium leprae. Penularan ini terjadi setelah kontak dekat dan berkepanjangan, misalnya tinggal serumah atau interaksi intens dalam waktu lama.

    WHO menegaskan, kusta tidak menyebar melalui kontak kasual, seperti:

    berjabat tangan,berpelukan,makan bersama,duduk berdekatan,atau menggunakan transportasi umum.

    Hal yang juga penting dipahami, pasien berhenti menularkan penyakit setelah pertama kali meminum obat.

    Bagaimana Kusta Didiagnosis?

    Diagnosis kusta umumnya dilakukan secara klinis, berdasarkan pemeriksaan dokter. Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan pada kasus-kasus tertentu yang sulit ditegakkan.

    WHO menyebut, kusta biasanya ditandai oleh kelainan kulit dan gangguan saraf tepi. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan setidaknya satu dari tanda berikut:

    Hilangnya rasa pada bercak kulit berwarna pucat atau kemerahan,

    Saraf tepi menebal atau membesar, disertai gangguan rasa atau kelemahan otot,

    Ditemukannya basil kusta pada pemeriksaan apus kulit (slit-skin smear).

    Untuk keperluan terapi, WHO mengelompokkan kusta menjadi dua jenis:

    Paucibacillary (PB):

    Kusta dengan 1 hingga 5 lesi kulit, tanpa bakteri terdeteksi pada apus kulit.

    Multibacillary (MB):

    Kusta dengan lebih dari 5 lesi kulit, atau disertai keterlibatan saraf, atau bakteri terdeteksi, terlepas dari jumlah lesi.

    Pengobatan Kusta: Bisa Sembuh Total

    WHO menegaskan, kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan. Pengobatan standar menggunakan multi-drug therapy (MDT) yang terdiri dari:

    dapsone,rifampisin,clofazimine.

    Durasi pengobatan:

    6 bulan untuk kasus PB,

    12 bulan untuk kasus MB.

    MDT bekerja membunuh bakteri penyebab kusta dan menyembuhkan pasien. Diagnosis dini dan pengobatan cepat sangat penting untuk mencegah kecacatan.

    WHO juga memastikan, obat kusta tersedia gratis di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    Bagaimana Mencegahnya?

    Meski pengobatan efektif, WHO menilai bahwa penemuan dan pengobatan kasus saja belum cukup untuk memutus rantai penularan sepenuhnya.

    Karena itu, WHO merekomendasikan:

    Pelacakan kontak dan deteksi dini anggota keluarga, tetangga, dan kontak sosial,Pemberian rifampisin dosis tunggal sebagai pencegahan pasca-pajanan (single-dose rifampicin atau SDR-PEP) pada kontak yang memenuhi syarat.Langkah ini terbukti dapat menurunkan risiko penularan pada orang-orang yang memiliki kontak dekat dengan pasien.

    WHO juga menekankan pentingnya menghapus stigma dan diskriminasi terhadap pengidap kusta. Stigma justru membuat pasien enggan berobat, sehingga memperlambat penemuan kasus dan meningkatkan risiko komplikasi.

    Kusta bukan kutukan, bukan penyakit turunan, dan bukan aib. Dengan pengobatan yang tepat dan tuntas, pasien bisa sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasa.

    (naf/naf)