Jenis Media: Internasional

  • Apa yang Dipegang Mendiang Yahya Sinwar di Tangannya Dalam Pertempuran di Gaza? – Halaman all

    Apa yang Dipegang Mendiang Yahya Sinwar di Tangannya Dalam Pertempuran di Gaza? – Halaman all

    Apa yang Dipegang Mendiang Yahya Sinwar di Tangannya Dalam Pertempuran di Gaza?

    TRIBUNNEWS.COM – Pada 24 Januari 2025, Al Jazeera menyiarkan rekaman Yahya Sinwar yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.

    Video itu memberikan pandangan sekilas tentang kegiatan militer sang mantan pemimpin Hamas saat masih hidup selama agresi Israel baru-baru ini di Gaza.

    Sinwar, yang tewas pada Oktober 2024 selama pertempuran dengan pasukan Israel di Rafah, digambarkan dalam berbagai frame.

    Sinwar terlihat bergerak di antara puing-puing bangunan yang hancur di Gaza, melihat rencana pertempuran, dan bahkan melakukan kontak dekat dengan tank Israel yang lewat di dekat gedung tempat dia berada.

    Dalam satu segmen, Sinwar terlihat berjalan melalui puing-puing Gaza, dibalut sebuah selimut lebar untuk mengaburkan identitasnya.

    Berpakaian rompi gaya militer, dia memberi isyarat dengan tegas ke arah kamera.

    Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar dalam pertempuran di Gaza sebelum meninggal dibunuh Israel. (rntv/tangkap layar AJA)

    Dalam klip ini, Yahya Sinwar memegang sepotong benda hitam seperti tabung, membuat banyak pengguna media sosial bertanya-tanya apa itu.

    Rekaman itu memang tidak secara jelas menunjukkan apa yang dipegang SIwar.

    Hanya, potongan itu terlihat menyerupai ““crossfire spotting scope”, periskop atau teropong dalam pertempuran dan adu tembak.

    Periskop ini lazim disebut sebagai “angled spotting scope” – yang biasa digunakan dalam pertempuran dengan jenis perang perkotaan.

    Menggunakan alat optik ini, para petempur dapat melihat apa yang ada di balik dinding tanpa harus menjulurkan kepala mereka dan terjebak dalam baku tembak.

    Jenis periskop atau teropong tempur yang diduga dipegang Yahya Sinwar dalam pertempuran terakhirnya di Gaza. (rntv/tangkap layar AJA)

    Pengguna lain media sosial berspekulasi kalau benda yang dipegang mendiang Yahya Sinwar adalah ‘kekeran’ biasa atau dengan jenis night vision, baik untuk ditempelkan pada senjata atau digunakan secara terpisah.

    Dalam klip lain, yang diberikan oleh sayap militer Hamas kepada Al-Jazeera, Yahya Sinwar berjalan dengan latar belakang tembok dengan coretan di dinding bertulisan berbahasa Ibrani yang bermakna “utara”.

    “Ini menunjukkan bahwa tentara Israel sebelumnya telah menduduki dan membersihkan bangunan yang sama pada waktu sebelumnya (lokasi Sinwar berjalan),” tulis ulasan RNTV, dikutip Senin (27/1/2025).

    Klip lain menunjukkan Sinwar duduk di lantai sebuah ruangan utuh, memeriksa peta dengan sesama komandan. Kedua pria itu melacak rute dan menunjuk ke lokasi tertentu.

    Rekaman tambahan menangkap Sinwar berjalan di antara para pejuang, memegang tongkat, dan melontarkan kata-kata motivasi. 

    Dia berbicara kepada rekan-rekannya dan para pendukungnya dengan pesan: “Pintu menuju kebebasan diketuk oleh setiap tangan berlumuran darah”.

    Al Jazeera rilis video Yahya Sinwar sebelum kematiannya (Al Jazeera/Tangkap layar YouTube MEE)

    Rekaman Eksklusif

    Seperti diberitakan Jaringan berita Al Jazeera merilis video eksklusif yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya, menampilkan pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, yang telah tewas dalam serangan Israel pada Oktober lalu.

    Dalam video yang dirilis pada hari Jumat (24/1/2025), tampak Yahya Sinwar sedang berjalan di antara reruntuhan dan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain di Gaza.

    Video tersebut kemudian diunggah kembali oleh sejumlah media, termasuk media berbasis di London, Middle East Eye (MEE).

    Dalam video, bangunan di sekitar Sinwar rusak dan runtuh, mencerminkan kehancuran akibat konflik.

    Sinwar terlihat berjalan menyusuri berbagai tempat dengan mengenakan rompi militer, serta menggunakan tongkat kayu untuk membantunya berjalan.

    Bagian kepala dan tubuhnya tertutup kain.

    “Dan pintu merah kebebasan diketuk dengan setiap tangan yang berlumuran darah,” ucap Sinwar dalam video tersebut.

    Al Jazeera rilis video Yahya Sinwar sebelum kematiannya (Al Jazeera/Tangkap layar YouTube MEE)

    Momen lain dalam video memperlihatkan Sinwar duduk di lantai bersama seorang pria lainnya, sambil menunjuk ke arah peta yang terbentang di hadapan mereka.

    Narasi dalam video tersebut menyebutkan bahwa pria yang duduk di samping Sinwar adalah Mahmoud Hamdan, komandan batalion Tel Al-Sultan di Rafah.

    Mereka sedang merencanakan sebuah operasi di Rafah.

    Mahmoud Hamdan juga telah tewas dalam serangan Israel pada September lalu, menurut laporan jpost.com.

    Momen Terakhir Yahya Sinwar Berhadapan dengan Drone Israel

    Militer Israel pertama kali mengumumkan bahwa pasukannya membunuh pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, dalam sebuah operasi di Gaza Selatan pada Rabu (16/10/2024).

    Sebagai bukti, militer Israel merilis sebuah video yang diklaim menunjukkan saat-saat terakhir Sinwar.

    Ditemukannya Sinwar mengejutkan berbagai pihak.

    Karena selama bulan-bulan terakhir hidupnya, Sinwar diyakini berhenti menggunakan telepon dan peralatan komunikasi lainnya yang mungkin memungkinkan intelijen Israel melacaknya.

    Sinwar diyakini bersembunyi di jaringan terowongan luas yang digali Hamas di bawah Gaza selama dua dekade terakhir.

    Tetapi berdasarkan laporan Sky News pada Oktober lalu, kematian Yahya Sinwar tampaknya dikarenakan pertemuannya yang tidak sengaja dengan pasukan Israel, bukan operasi yang direncanakan.

    Pejabat militer Israel menyatakan bahwa Yahya Sinwar terbunuh setelah ia keluar dari sistem terowongan bawah tanah saat mencoba berpindah ke lokasi yang lebih aman.

    Mereka mengatakan Yahya Sinwar ditemukan oleh prajurit infanteri yang sedang berpatroli di area Tal El Sultan, Gaza bagian selatan.

    Militer Israel meyakini bahwa anggota senior Hamas berada di wilayah tersebut.

    Tentara Israel melihat tiga orang yang diduga anggota Hamas bergerak di dalam sebuah gedung dan melepaskan tembakan.

    Aksi tersebut menyebabkan baku tembak.

    Israel merilis video detik-detik Yahya Sinwar sebelum diklaim militer Israel terbunuh (Tangkapan Layar Video X/Twitter)

    Sinwar kemudian diyakini berlari ke gedung yang hancur.

    Menurut sejumlah media Israel, tank dan misil ditembakkan ke gedung tersebut.

    Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan pada titik itu, bahwa Sinwar hanya diidentifikasi sebagai seorang pejuang, bukan pemimpin Hamas.

    Pasukan Israel lantas memasuki bangunan yang hancur dan menemukannya dengan senjata, jaket antipeluru, serta sejumlah uang.

    “Ia mencoba menyelamatkan diri, dan pasukan kami menghabisinya,” klaim Laksamana Muda Hagari dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.

     

     

    (oln/rntv/*)

  • Hamas: Seruan AS Sejalan Rencana Israel, Terima Kasih Yordania-Mesir yang Tolak Tampung Warga Gaza – Halaman all

    Hamas: Seruan AS Sejalan Rencana Israel, Terima Kasih Yordania-Mesir yang Tolak Tampung Warga Gaza – Halaman all

    Hamas: Terima Kasih Yordania-Mesir yang Berani Tolak Saran AS untuk Tampung Warga Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas mengapresiasi posisi Yordania dan Mesir yang berani menolak permintaan Amerika Serikat (AS) terkait pengungsi Gaza yang terusir akibat agresi militer Israel.

    Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump menyatakan kalau dia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania mengenai pemindahan orang-orang dari Jalur Gaza yang hancur ke negara-negara tetangga.

    Trump mengindikasikan kalau dia juga akan berbicara dengan Presiden Mesir mengenai hal tersebut.

    Yordania dan Mesir belakangan dilaporkan menolak permintaan Trump ini.

    “Mesir dan Yordania menolak menggusur warga Palestina atau mendorong pemindahan mereka dari tanah mereka, setelah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung selama lebih dari 15 bulan,” tulis laporan Khaberni, Senin (27/1/2025).

    Terkait sikap dua negara tetangga Palestina tersebut, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan yang berbunyi:

    “Kami menghargai posisi sebenarnya dari Republik Arab Mesir dan Kerajaan Hashemite Yordania, yang menolak pengungsian rakyat Palestina atau mendorong pemindahan atau pencabutan tanah mereka dengan dalih atau pembenaran apa pun.”

    Hamas menambahkan, “Pada saat kami menegaskan kepatuhan rakyat Palestina terhadap tanah mereka dan penolakan mereka terhadap pengungsian dan deportasi, kami menyerukan kepada Liga Negara-negara Arab dan Organisasi Kerjasama Islam untuk menegaskan penolakan mereka terhadap segala bentuk pemindahan warga Palestina, rakyat Palestina kami, dan untuk mendukung hak nasional mereka untuk mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.”

    Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke Gaza utara untuk pertama kalinya sejak perang genosida Israel dimulai, pada Senin 27 Januari 2025. (tangkap layar/Presstv)

    Seruan AS Sejalan Rencana Israel

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem, terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.

    Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.

    “Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.

    Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”

    Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”

    Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”

    Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”

    Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Yordania: Palestina untuk Palestina

    Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

    Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.

    Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, “Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza.”

    “Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.

    Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.

     “Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.

    “Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.

    Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.

    “Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”

     

    (oln/khbrn/anews/rntv/*)

     
     

  • Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz – Halaman all

    Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz – Halaman all

    Auschwitz adalah kamp pemusnahan terbesar yang menjadi simbol genosida di era Nazi Jerman, Holocaust. Dari enam juta warga Yahudi yang dibantai di seluruh Eropa, satu juta di antaranya tewas di Auschwitz antara tahun 1940 dan 1945, bersama dengan lebih dari 100.000 orang non-Yahudi.

    Pada hari Senin (27/1) pagi, para mantan narapidana, bersama dengan Presiden Polandia Andrzej Duda, meletakkan bunga di Tembok Kematian di Auschwitz.

    Sekitar 50 penyintas Holocaust yang masih hidup bergabung bersama puluhan pemimpin, termasuk Raja Inggris Charles III dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Kanselir Olaf Scholz juga turut diundang, begitu pula Menteri Pendidikan Israel Yoav Kisch. “Tahun ini kami fokus pada para penyintas dan pesan mereka,” kata juru bicara Museum Auschwitz Pawel Sawicki kepada AFP. “Tidak ada pidato dari politisi.”

    Generasi terakhir saksi sejarah

    Berbicara kepada AFP menjelang peringatan tersebut, para penyintas Holocaust di seluruh dunia berbicara tentang perlunya melestarikan memori tentang sejarah kelam di masa lalu, ketika nantinya tidak ada lagi saksi hidup.

    Mereka juga memperingatkan tentang meningkatnya kebencian dan anti-Semitisme di seluruh dunia dan berbicara tentang ketakutan mereka akan terulangnya sejarah.

    Penyelenggara mengatakan bahwa peringatan Holocaust di Auschwitz kali ini bisa menjadi peringatan besar terakhir yang dihadiri sejumlah besar penyintas. “Kita semua tahu bahwa dalam 10 tahun, mungkin tidak ada lagi saksi sejarah dalam peringatan 90 tahun,” kata Sawicki.

    Auschwitz didirikan pada tahun 1940 di Oswiecim, Polandia selatan. Nama desa itu kemudian diubah menjadi Auschwitz oleh Nazi Jerman. Sebanyak 728 tahanan politik Polandia pertama tiba pada tanggal 14 Juni tahun itu.

    Pada tanggal 17 Januari 1945, saat pasukan Uni Soviet kian mendekat, serdadu Nazi memaksa 60.000 tahanan yang sudah kurus kering untuk melakukan mars dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Pawai Kematian”.

    Dari tanggal 21-26 Januari, Jerman meledakkan kamar gas dan krematorium di Birkenau dan menarik serdadunya. Pada tanggal 27 Januari, pasukan Soviet tiba di Oswiecim dan hanya menemukan 7.000 orang yang selamat.

    Hari pembebasan Kamp Auschwitz telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Peringatan Holocaust.

    Peringatan dari masa lalu

    Sekitar 40 penyintas Auschwitz yang masih hidup setuju untuk berbicara dengan AFP menjelang peringatan tersebut. Di 15 negara, dari Israel hingga Polandia, Rusia hingga Argentina, Kanada hingga Afrika Selatan, mereka menceritakan kisahnya, sembari dikelilingi oleh anak-anak, cucu, dan cicit mereka, sebagai bukti kemenangan atas kejahatan genosida.

    “Bagaimana dunia membiarkan Auschwitz terjadi?” tanya Marta Neuwirth yang berusia 95 tahun dari Santiago, Chili. Dia berusia 15 tahun ketika dikirim dari Hongaria ke Auschwitz. Julia Wallach, yang hampir berusia 100 tahun, kesulitan berbicara tentang apa yang terjadi tanpa menangis.

    “Terlalu sulit untuk dibicarakan, terlalu sulit,” katanya. Warga Paris itu diseret keluar dari truk yang akan membawanya ke kamar gas di Birkenau pada menit terakhir.

    Namun, meskipun sulit untuk menghidupkan kembali kengerian itu, dia bersikeras akan terus memberikan kesaksian. “Selama saya bisa melakukannya, saya akan melakukannya.” Di sampingnya, cucunya Frankie bertanya “spakah mereka akan percaya saat kita membicarakan hal ini saat dia sudah tidak ada?”

    Sebabnya Esther Senot, 97, kembali ke Birkenau bersama siswa sekolah menengah Prancis. Dia menepati janji yang dibuatnya pada tahun 1944 kepada saudara perempuannya yang sedang sekarat, Fanny, yang — terbaring di atas jerami sambil batuk darah — memintanya dengan napas terakhirnya untuk “menceritakan apa yang terjadi pada kami agar kami tidak dilupakan oleh sejarah.”

    rzn/hp (afp,dpa)

  • Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz

    Eropa Peringati 80 Tahun Pembebasan Kamp Konsentrasi Auschwitz

    Jakarta

    Auschwitz adalah kamp pemusnahan terbesar yang menjadi simbol genosida di era Nazi Jerman, Holocaust. Dari enam juta warga Yahudi yang dibantai di seluruh Eropa, satu juta di antaranya tewas di Auschwitz antara tahun 1940 dan 1945, bersama dengan lebih dari 100.000 orang non-Yahudi.

    Pada hari Senin (27/1) pagi, para mantan narapidana, bersama dengan Presiden Polandia Andrzej Duda, meletakkan bunga di Tembok Kematian di Auschwitz.

    Sekitar 50 penyintas Holocaust yang masih hidup bergabung bersama puluhan pemimpin, termasuk Raja Inggris Charles III dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

    Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Kanselir Olaf Scholz juga turut diundang, begitu pula Menteri Pendidikan Israel Yoav Kisch. “Tahun ini kami fokus pada para penyintas dan pesan mereka,” kata juru bicara Museum Auschwitz Pawel Sawicki kepada AFP. “Tidak ada pidato dari politisi.”

    Generasi terakhir saksi sejarah

    Berbicara kepada AFP menjelang peringatan tersebut, para penyintas Holocaust di seluruh dunia berbicara tentang perlunya melestarikan memori tentang sejarah kelam di masa lalu, ketika nantinya tidak ada lagi saksi hidup.

    Mereka juga memperingatkan tentang meningkatnya kebencian dan anti-Semitisme di seluruh dunia dan berbicara tentang ketakutan mereka akan terulangnya sejarah.

    Penyelenggara mengatakan bahwa peringatan Holocaust di Auschwitz kali ini bisa menjadi peringatan besar terakhir yang dihadiri sejumlah besar penyintas. “Kita semua tahu bahwa dalam 10 tahun, mungkin tidak ada lagi saksi sejarah dalam peringatan 90 tahun,” kata Sawicki.

    Pada tanggal 17 Januari 1945, saat pasukan Uni Soviet kian mendekat, serdadu Nazi memaksa 60.000 tahanan yang sudah kurus kering untuk melakukan mars dalam apa yang kemudian dikenal sebagai “Pawai Kematian”.

    Dari tanggal 21-26 Januari, Jerman meledakkan kamar gas dan krematorium di Birkenau dan menarik serdadunya. Pada tanggal 27 Januari, pasukan Soviet tiba di Oswiecim dan hanya menemukan 7.000 orang yang selamat.

    Hari pembebasan Kamp Auschwitz telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Peringatan Holocaust.

    Peringatan dari masa lalu

    Sekitar 40 penyintas Auschwitz yang masih hidup setuju untuk berbicara dengan AFP menjelang peringatan tersebut. Di 15 negara, dari Israel hingga Polandia, Rusia hingga Argentina, Kanada hingga Afrika Selatan, mereka menceritakan kisahnya, sembari dikelilingi oleh anak-anak, cucu, dan cicit mereka, sebagai bukti kemenangan atas kejahatan genosida.

    “Bagaimana dunia membiarkan Auschwitz terjadi?” tanya Marta Neuwirth yang berusia 95 tahun dari Santiago, Chili. Dia berusia 15 tahun ketika dikirim dari Hongaria ke Auschwitz. Julia Wallach, yang hampir berusia 100 tahun, kesulitan berbicara tentang apa yang terjadi tanpa menangis.

    “Terlalu sulit untuk dibicarakan, terlalu sulit,” katanya. Warga Paris itu diseret keluar dari truk yang akan membawanya ke kamar gas di Birkenau pada menit terakhir.

    Namun, meskipun sulit untuk menghidupkan kembali kengerian itu, dia bersikeras akan terus memberikan kesaksian. “Selama saya bisa melakukannya, saya akan melakukannya.” Di sampingnya, cucunya Frankie bertanya “apakah mereka akan percaya saat kita membicarakan hal ini saat dia sudah tidak ada?”

    Sebabnya Esther Senot, 97, kembali ke Birkenau bersama siswa sekolah menengah Prancis. Dia menepati janji yang dibuatnya pada tahun 1944 kepada saudara perempuannya yang sedang sekarat, Fanny, yang — terbaring di atas jerami sambil batuk darah — memintanya dengan napas terakhirnya untuk “menceritakan apa yang terjadi pada kami agar kami tidak dilupakan oleh sejarah.”

    rzn/hp (afp,dpa)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 19 Orang Ditangkap Usai Kebakaran Hotel Resor Ski Turki

    19 Orang Ditangkap Usai Kebakaran Hotel Resor Ski Turki

    Jakarta

    Otoritas Turki telah menangkap 19 orang sebagai bagian dari penyelidikan atas kebakaran di sebuah hotel resor ski yang menewaskan 78 orang.

    Mereka yang ditahan termasuk wakil wali kota untuk kota yang bertanggung jawab atas resor Kartalkaya, wakil kepala pemadam kebakaran, dan kepala tempat usaha lain milik pemilik hotel tersebut, demikian dilaporkan kantor berita Anadolu, dilansir AFP, Senin (27/1/2025).

    Penyelidikan atas bencana pada tanggal 21 Januari tersebut difokuskan pada manajemen hotel dan tindakan layanan darurat, serta pihak berwenang di kota Bolu.

    Sebelumnya pada hari Jumat lalu, pemilik hotel Grand Karta, menantunya, kepala teknisi listrik hotel, dan kepala kokinya telah ditangkap.

    Para korban selamat dan para ahli menyoroti tidak adanya alarm kebakaran dan alat penyiram, detektor asap yang berfungsi, dan rute pelarian kebakaran yang tepat di gedung 12 lantai yang menghadap lereng ski tersebut.

    Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya mengatakan 238 orang menginap di hotel Grand Karta ketika kobaran api melanda gedung tersebut pada tengah malam.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas: Seruan AS Sejalan Rencana Israel, Terima Kasih Yordania-Mesir yang Tolak Tampung Warga Gaza – Halaman all

    Hamas Sebut Kepulangan Warga Palestina ke Gaza Utara sebagai Kekalahan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kelompok militan Hamas menyebut kepulangan ratusan ribu warga Palestina ke Gaza utara sebagai kekalahan bagi Israel.

    Eksodus massal ini terjadi setelah 15 bulan perang yang menyebabkan banyak korban jiwa dan kerusakan parah di Gaza.

    Kembalinya warga Palestina ke Gaza Utara adalah bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Al Jazeera melaporkan.

    Pada Senin (27/1/2025) pagi, warga Palestina yang sebelumnya mengungsi mulai berjalan kaki menuju Gaza Utara.

    Mereka membawa barang-barang mereka dalam kantong plastik dan karung.

    Israel mengizinkan mereka menyeberangi jalan-jalan tertentu mulai pukul 07.00 GMT untuk berjalan kaki, dan menggunakan kendaraan pada pukul 09.00 GMT.

    Hamas menyatakan bahwa kepulangan ini adalah kemenangan bagi Palestina.

    Mereka mengatakan bahwa ini menunjukkan hubungan kuat warga Palestina dengan tanah mereka dan upaya Israel untuk menggusur mereka telah gagal.

    Kelompok Jihad Islam Palestina juga menganggap kepulangan ini sebagai respons terhadap Israel yang ingin mengusir rakyat Palestina.

    Penuh Harapan

    Pada awal perang, Israel memaksa sekitar 1,1 juta orang untuk meninggalkan Gaza Utara untuk mempersiapkan serangan darat.

    Kini, meskipun banyak daerah Gaza Utara yang hancur, warga Palestina kembali dengan semangat baru.

    Warga Palestina merasa sangat senang dan penuh harapan bisa pulang ke rumah mereka.

    Bagi mereka, hari ini adalah hari kemenangan.

    “Saya akan mulai membangun kembali rumah saya – bata demi bata, dinding demi dinding,” kata seorang warga Palestina yang telah lama mengungsi.

    Mereka merasa ini adalah momen yang sangat bersejarah bahkan menyamakan kepulangan ini dengan pengumuman gencatan senjata.

    Meskipun mereka kembali, optimisme terkait masa depan Gaza Utara masih terbatas.

    Omar Baddar, mantan wakil direktur Institut Arab Amerika, mengatakan bahwa meskipun ini adalah langkah yang baik, banyak bagian Gaza Utara yang sudah hancur dan tidak bisa dihuni.

    “Israel belum memberikan izin untuk membangun kembali rumah yang telah rusak,” katanya.

    Bagi Hamas dan pendukungnya, kepulangan warga Palestina ke Gaza Utara bukan hanya sekadar kemenangan simbolis.

    Ini adalah bukti bahwa perjuangan mereka untuk mempertahankan tanah mereka dari pendudukan Israel terus berlanjut.

    Meski banyak tantangan, semangat mereka untuk membebaskan tanah mereka tetap kuat.

    Usulan Trump soal Pemindahan Warga Palestina

    Selain itu, ada kekhawatiran tentang pemindahan warga Palestina lebih lanjut, yang sebelumnya diusulkan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, CNN melaporkam.

    Usulan ini mengingatkan pada peristiwa sejarah ketika banyak warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka pada tahun 1948, yang dikenal dengan Nakba dan pada perang 1967 yang dikenal dengan Naksa.

    Usulan pemindahan ini membuat warga Palestina khawatir akan terjadinya pemindahan massal yang lebih besar.

    Hamas dan kelompok Jihad Islam Palestina dengan tegas menolak rencana tersebut.

    Kelompok hak asasi manusia juga mengecamnya.

    Mereka mengatakan bahwa pemindahan warga Palestina akan meningkatkan penderitaan mereka dan merupakan bentuk pembersihan etnis.

    Jumlah Korban

    Konflik ini telah mengakibatkan banyak korban.

    Sejak Oktober 2023, sedikitnya 47.306 warga Palestina tewas dan lebih dari 111.000 orang terluka.

    Banyak warga Palestina terpaksa mengungsi beberapa kali karena serangan yang terus menerus.

    Banyak dari mereka yang kembali kini mendapati rumah mereka hancur dan tidak bisa dihuni.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kenapa Tanggal 26 Januari Kontroversial di Australia?

    Kenapa Tanggal 26 Januari Kontroversial di Australia?

    Tanggal 26 Januari bukan sekadar tanggal biasa di kalender Australia. Hari ini diperingati sebagai Hari Australia, atau yang dikenal dengan “Australia Day.”

    Pada umumnya, warga Australia merayakan Hari Australia, dengan berkumpul bersama keluarga dan teman-temannya.

    Karena jatuh di musim panas, mereka biasanya suka menghabiskan waktu di pantai dan menikmati ‘barbeku’.

    Beberapa anggota komunitas dari berbagai negara juga merayakan kebudayaan mereka dengan parade, termasuk dari Indonesia.

    Namun, Hari Australia ini juga dipakai untuk melakukan unjuk rasa.

    Ratusan ribu orang di berbagai negara bagian Australia turun ke jalan dan meminta supaya tanggal peringatan itu diubah, atau bahkan dihapus dari kalender.

    Tapi apa sebenarnya yang membuat tanggal 26 Januari kontroversial?

    Hari kelam bagi masyarakat pribumi Australia

    Tanggal 26 Januari merupakan hari di mana Arthur Phillip, pemimpin armada pertama Inggris ke Australia, mengibarkan bendera Inggris di Pelabuhan Sydney pada tahun 1788.

    Namun, bagi masyarakat Aborigin yang sudah mendiami tanah Australia lebih dari 50.000 tahun sebelum kedatangan ini, tanggal tersebut dikenal sebagai “Hari Invasi”, “Hari Bertahan Hidup”, atau “Hari Berkabung.”

    Sejarawan Australian National University Angela Woollacott mengatakan hari tersebut melambangkan dimulainya penjajahan oleh Inggris, perampasan tanah, kekerasan, dan pengabaian hak warga Aborigin.

    “[Masyarakat pribumi] benar-benar menderita. Banyak yang meninggal dan menderita dalam hal terampasnya tanah, yang berarti terenggutnya mata pencaharian dan budaya mereka,” kata Angela.

    “Sampai saat ini, masyarakat pribumi Australia masih tertinggal dalam hal ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.”

    Menurut data Parlemen Australia, angka kemiskinan penduduk Aborigin dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan non-pribumi di Australia.

    Unjuk rasa di seluruh Australia

    Angela mengatakan masyarakat Aborigin Australia telah melakukan unjuk rasa sejak tahun 1938.

    Namun, demonstrasi ini baru menjadi semakin besar pada tahun 1988, bertepatan dengan perayaan dua abad Australia.

    Hingga saat ini, unjuk rasa yang menentang tanggal 26 Januari terus berlangsung, bahkan dengan partisipan yang semakin banyak.

    Di Brisbane, pengunjuk rasa berkumpul di Queens Park di pusat bisnis kota (CBD) dan berjalan menuju Musgrave Park di West End.

    Zaida, salah satu peserta unjuk rasa, mengatakan jumlah partisipan telah meningkat dari tahun ke tahun.

    “Semakin banyak orang turun ke jalan dan ingin melihat perubahan,” ujarnya.

    “Saya datang setiap tahun karena saya merasa sangat penting untuk mengingat negara ini memiliki masa lalu yang kelam.”

    Lateisha, pengunjuk rasa lainnya di Brisbane, mengatakan tanggal ini membuatnya dan komunitasnya merasa emosional.

    “Bagi kami, ini adalah hari yang mengingatkan akan sejarah panjang penderitaan, tapi juga mencerminkan kekuatan masyarakat kami,” katanya.

    “Mereka coba membunuh kami, tetapi kami masih di sini, jadi kami selamat.”

    Di Canberra, ratusan warga Australia melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Tenda Aborigin di depan Gedung Parlemen Lama.

    Di sana, banyak pengunjuk rasa telah menegaskan kembali permohonan mereka kepada pemerintah Australia agar tanggal Hari Australia diubah.

    Mary-Anne, salah satu pengujuk rasa di Canberra, adalah salah satu yang menyetujui ini.

    “Kita butuh satu hari di mana kita bisa merayakan negara kita yang indah dan masyarakatnya yang beragam, satu hari yang membahagiakan semua orang, tapi itu bukan hari ini,” katanya.

    Apakah Hari Australia bisa diganti?

    Menurut Angela, alasan di balik pemilihan 26 Januari sebagai Hari Australia sebenarnya “tidak beralasan kuat.”

    Hari itu bukanlah hari pertama Kapten Arthur Phillip tiba di Australia.

    “Armada pertama yang dipimpin Phillip awalnya mendarat di Botany Bay, bukan langsung di Sydney Harbour,” katanya.

    “Mereka sudah berada di sana sekitar satu atau dua hari sebelum akhirnya pindah ke Sydney Harbour.”

    Bahkan menurutnya 26 Januari bukanlah hari pertama bendera Inggris ditancapkan di tanah Australia.

    “Bendera Inggris sebenarnya sudah lebih dulu ditancapkan pada tahun 1770, ketika Kapten James Cook memetakan pantai timur Australia untuk Inggris,” kata Angela.

    “Ia menancapkan bendera tersebut di Pulau Possession, yang terletak di utara Queensland.”

    James Cook adalah penjelajah asal Inggris yang pertama kali menemukan benua Australia untuk Inggris saat sedang memetakan Samudra Pasifik.

    Karena penetapan tanggal Hari Australia masih diperdebatkan, Angela mengatakan tanggal tersebut bisa diganti.

    Salah satu opsi yang menurut Angela masuk akal adalah dengan mengganti tanggal tersebut ke 1 Januari ketika Australia menjadi negara federasi.

    Namun, opsi ini juga memiliki kendala tersendiri.

    “Tanggal federasi Australia itu 1 Januari … masalahnya, tanggal itu sudah menjadi hari libur tahun baru. Jadi, tidak semua orang mau merayakan dua hal di hari yang sama,” katanya.

    Alternatif lain, menurut Angela, adalah menunggu hingga Australia benar-benar memutuskan hubungan konstitusional dengan Inggris.

    “Australia masuk dalam kelompok minoritas negara bekas jajahan Inggris yang belum sepenuhnya merdeka secara konstitusional,” ujarnya.

    “Jadi, mengapa kita tidak menggunakan tanggal putusnya hubungan konstitusional tersebut?”

    “Tanggal ketika nanti kita secara resmi menjadi republik yang seutuhnya, bebas dari Inggris, bisa menjadi pilihan ideal untuk hari nasional kita.”

    Sampai ditetapkannya tanggal baru untuk hari nasional Australia, Angela mengatakan perdebatan mengenai tanggal ini akan terus berlanjut, begitu pula dengan aksi unjuk rasa yang semakin besar.

    “Perdebatan ini sekarang semakin memanas dan tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat.”

  • Trump Batal Terapkan Tarif-Sanksi Terhadap Kolombia Usai Ada Kesepakatan

    Trump Batal Terapkan Tarif-Sanksi Terhadap Kolombia Usai Ada Kesepakatan

    Jakarta

    Gedung Putih mengumumkan pada Minggu (26/1) malam bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan meneruskan penerapan tarif dan beberapa sanksi terhadap Kolombia, setelah negara Amerika Selatan itu setuju untuk menerima para migran yang dideportasi dari AS, termasuk dengan pesawat militer AS.

    Kolombia “telah menyetujui semua persyaratan Presiden Trump, termasuk penerimaan tanpa batas semua orang asing ilegal dari Kolombia yang dikembalikan dari Amerika Serikat, termasuk dengan pesawat militer AS, tanpa batasan atau penundaan,” kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt dalam sebuah pernyataan.

    Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa dia memerintahkan tarif hukuman dan larangan perjalanan ke Kolombia, di antara langkah-langkah pembalasan lainnya.

    Leavitt mengatakan bahwa langkah-langkah yang akan memberlakukan tarif 25% untuk semua barang Kolombia yang masuk ke AS dan kemudian dinaikkan menjadi 50% dalam satu minggu akan “disimpan sebagai cadangan, dan tidak ditandatangani.”

    Namun pembatasan visa bagi para pejabat pemerintah Kolombia akan tetap diberlakukan “sampai rombongan pertama para deportan Kolombia berhasil dikembalikan.”

    Langkah ini dipicu oleh Kolombia yang menolak izin pendaratan untuk setidaknya dua penerbangan deportasi AS.

    “Langkah-langkah ini hanyalah permulaan,” tulis Trump di platform media sosialnya, Truth Social.

    Presiden Kolombia: Para migran harus diperlakukan dengan ‘bermartabat’

    Menyusul pengumuman Gedung Putih, pemerintah Kolombia mengatakan bahwa mereka telah “mengatasi kebuntuan” dengan AS.

    “Kami akan terus menerima warga Kolombia yang kembali sebagai deportan, menjamin mereka dalam kondisi yang layak,” kata Menteri Luar Negeri Kolombia Luis Gilberto Murillo dalam sebuah pernyataan.

    Presiden Kolombia Gustavo Petro mengatakan pada hari sebelumnya bahwa penerbangan yang membawa migran yang dideportasi dari AS tidak akan diterima sampai pemerintahan Trump membuat protokol yang memperlakukan orang dengan “bermartabat”.

    “Seorang migran bukanlah seorang penjahat dan harus diperlakukan dengan martabat yang layak bagi seorang manusia,” kata Petro.

    “Itulah sebabnya saya mengembalikan pesawat militer AS yang membawa migran Kolombia.”

    Petro menambahkan bahwa negaranya akan menerima warga Kolombia yang tiba dengan pesawat sipil dan “tanpa perlakuan seperti penjahat.”

    Belakangan, Kolombia menawarkan untuk mengirim pesawat kepresidenan “untuk memfasilitasi pemulangan warga negara Kolombia secara manusiawi.”

    Petro mengkritik Trump dalam sebuah postingan yang menantang di X, dengan mengatakan “blokade Anda tidak membuat saya takut.” Petro mengancam tarif 50% untuk barang-barang AS setelah pengumuman perdagangan Trump sebelumnya terkait negara Amerika Selatan tersebut.

    Kolombia kemudian mengatakan akan menerapkan tarif 25% pada barang-barang AS, setelah ancaman Petro.

    AS tangguhkan penerbitan visa untuk warga Kolombia

    Menyusul penolakan Petro untuk menerima penerbangan tersebut, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, segera memerintahkan penangguhan penerbitan visa di bagian konsuler Kedutaan Besar AS di Bogota.

    Rubio mengeluarkan “sanksi perjalanan terhadap individu dan keluarga mereka, yang bertanggung jawab atas gangguan terhadap operasi penerbangan repatriasi AS,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, dan menambahkan bahwa mereka “akan terus menegakkan dan memprioritaskan agenda America First.”

    Pernyataan itu juga mengatakan bahwa langkah-langkah akan tetap diberlakukan sampai Kolombia memenuhi kewajibannya untuk menerima kembalinya warganya.

    Mike Johnson, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Partai Republik, mengatakan bahwa Kongres siap untuk memberlakukan sanksi bagi mereka yang gagal untuk “menerima warganya yang berada di Amerika Serikat secara ilegal.”

    “Presiden Trump mengutamakan Amerika, seperti yang dia katakan. Dan Kongres akan menerapkan kebijakan-kebijakan yang memperkuat agendanya,”.

    Di sisi lain, anggota kongres dari Partai Demokrat di New York, Alexandria Ocasio-Cortez, mengkritik langkah Trump untuk memberlakukan tarif pembalasan terhadap Kolombia.

    “Trump hanya membuat inflasi menjadi lebih buruk bagi kelas pekerja Amerika, bukannya lebih baik,” katanya.

    Kolombia adalah pengekspor utama kopi, yang berarti sarapan mungkin akan menjadi sedikit lebih mahal bagi sebagian orang Amerika karena tarif Trump.

    Penerbangan mendarat di Guatemala, Honduras

    Di antara sekian banyak janji kampanye Trump adalah menindak tegas mereka yang memasuki AS secara ilegal.

    Dua pesawat kargo C-17 Angkatan Udara yang membawa para migran yang dipindahkan dari AS mendarat lebih awal pada Jumat (24/1) di Guatemala.

    Pada hari yang sama, Honduras menerima dua penerbangan deportasi yang membawa total 193 orang.

    Menurut data dari kelompok advokasi Witness at the Border, Kolombia menerima 475 penerbangan deportasi dari Amerika Serikat dari tahun 2020 hingga 2024, berada di urutan kelima di belakang Guatemala, Honduras, Meksiko, dan El Salvador.

    Kolombia menerima 124 penerbangan deportasi pada tahun 2024.

    Honduras menyerukan pertemuan CELAC yang ‘mendesak’

    Setelah terjadinya deportasi, Presiden Honduras Xiomara Castro pada Minggu (27/1) menyerukan pertemuan “mendesak” Komunitas Negara-negara Amerika Latin dan Karibia CELAC pada minggu depan.

    Menurut sebuah pernyataan dari pemerintah Honduras, Petro telah mengonfirmasi keikutsertaannya secara langsung di Tegucigalpa.

    Pertemuan itu akan berlangsung saat Rubio melakukan perjalanan ke Amerika Tengah – perjalanan luar negeri pertamanya sebagai menlu AS.

    mel/hp (dpa, AFP, Reuters, EFE)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Puji Trump Usai Izinkan Pengiriman Bom

    Netanyahu Puji Trump Usai Izinkan Pengiriman Bom

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memuji Presiden Amerika Serikat Donald Trump karena memberi Israel apa yang ia sebut sebagai “alat” untuk mempertahankan diri. Ini disampaikan Netanyahu setelah presiden AS tersebut dilaporkan mengizinkan pengiriman bom ke Israel.

    Sebelumnya, pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden telah menghentikan pengiriman bom berat ini tahun lalu, ketika Israel tampaknya siap untuk meluncurkan operasi darat besar-besaran di wilayah Gaza yang berpenduduk padat.

    “Terima kasih Presiden Trump karena telah menepati janji Anda untuk memberi Israel alat yang dibutuhkannya untuk mempertahankan diri, untuk menghadapi musuh bersama kita dan untuk mengamankan masa depan yang damai dan sejahtera,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan video, dilansir kantor berita AFP, Senin (27/1/2025).

    Sebelumnya pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar juga berterima kasih kepada Trump atas “pengiriman pertahanan penting” ke Israel.

    Pada hari Sabtu, Trump mengatakan “banyak barang” sedang dikirim ke Israel, setelah laporan bahwa ia telah merilis pengiriman bom seberat 2.000 pon.

    “Banyak barang yang dipesan dan dibayar oleh Israel, tetapi belum dikirim oleh Biden, sekarang sedang dalam perjalanan!” kata Trump dalam sebuah posting di platform Truth Social miliknya.

    Pemerintahan Biden tahun lalu menghentikan pengiriman bom tersebut, dengan peringatan bahwa penggunaan amunisi sebesar itu di daerah berpenduduk padat akan menyebabkan “tragedi dan korban manusia yang besar.”

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kemlu RI: Hanya 1 Orang WNI yang Bawa Paspor saat Peristiwa Penembakan Kapal di Selangor Malaysia – Halaman all

    Kemlu RI: Hanya 1 Orang WNI yang Bawa Paspor saat Peristiwa Penembakan Kapal di Selangor Malaysia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha mengatakan dari lima orang yang menjadi korban pemberondongan petugas patroli laut Malaysia, ternyata hanya satu orang yang membawa identitas paspor.

    Adapun kelima orang WNI itu diduga merupakan pekerja migran non prosedural dan menaiki kapal untuk keluar dari Malaysia lewat jalur ilegal di sekitar perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia.

    Mereka diberondong tembakan oleh petugas kapal patroli Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). 

    Penembakan itu membuat seorang WNI tewas, satu kritis, dan tiga WNI alami luka tembak dirawat di rumah sakit Serdang, Selangor.

    “KBRI masih lakukan pendalaman identitas. Hanya satu yang membawa paspor. Yang bawa paspor korban luka,” kata Judha saat dikonfirmasi, Senin (27/1/2025).

    Kemlu RI menyatakan tak ingin berspekulasi terkait kronologis kejadian. Sebab sampai saat ini belum ada keberimbangan keterangan.

    Kronologis kejadian baru datang dari otoritas patroli laut Malaysia. Sedangkan belum ada keterangan dari sisi WNI yang menjadi korban.

    “Kita tidak ingin berspekulasi tentang kronologis kejadian. Saat ini kan kronologisnya baru dari sisi PDRM atau APMM, kita akan dalami dari sisi para WNI,” kata Judha.

    Adapun KBRI Kuala Lumpur saat ini masih melakukan verifikasi terkait identitas dan asal para WNI yang menjadi korban penembakan petugas patroli laut Negeri Jiran.

    “Masih kami verifikasi ya,” ucapnya. 

    Kemlu RI sudah mengirim nota diplomatik atas peristiwa tersebut. 

    Nota diplomatik ini dikirim untuk mendesak Malaysia menyelidiki kejadian penembakan tersebut, termasuk dugaan tindakan hukum yang menyalahgunakan kekuasaan dari petugas patroli.

    Kemlu dan KBRI Kuala Lumpur juga terus memonitor penanganan kasus oleh otoritas Malaysia dan memberi bantuan akses kekonsuleran untuk menjenguk jenazah dan menemui para korban. 

    “Atas insiden ini, KBRI telah meminta akses kekonsuleran untuk menjenguk jenazah dan menemui para korban luka,” kata Judha. 

    Wakil Menteri P2MI Christina Aryani mengatakan, WNI yang jadi korban penembakan merupakan PMI unprosedural atau berangkat tidak sesuai prosedur. Namun aksi penembakan yang dilakukan tidak dibenarkan.

    Atas hal itu, Kementerian P2MI kata Christina mengecam tindakan tersebut dan menduga tindakan penembakan itu sebagai bentuk penggunaan kekuatan berlebihan oleh APMM.

    Pasalnya menurut dia, jika mendapati adanya pekerja migran unprosedural sebaiknya ditangkap bukan justru diberondong tembakan.

    “Sikap kami, Kementerian P2MI mengecam tindakan atau penggunaan kekuatan berlebihan oleh Otoritas Maritim Malaysia,” kata Christina saat jumpa pers di Kantor Kementrian P2MI, Jakarta Selatan, Minggu (26/1/2025).