Jenis Media: Internasional

  • 40 Orang Tewas Akibat Banjir di Vietnam

    40 Orang Tewas Akibat Banjir di Vietnam

    Jakarta

    Jumlah korban tewas akibat banjir dan hujan lebat yang telah berlangsung selama seminggu di Vietnam tengah meningkat menjadi 40 orang pada hari Selasa (4/11). Sementara itu, badai dahsyat lainnya akan menghantam wilayah yang terdampak.

    Wilayah Vietnam tengah telah diguyur hujan deras yang mengubah jalan-jalan menjadi kanal, meluapkan tepian sungai, dan menggenangi beberapa situs bersejarah yang paling banyak dikunjungi di negara itu.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (4/11/2025), banjir setinggi hingga 1,7 meter terjadi di sejumlah lokasi dalam periode 24 jam menyusul hujan deras yang memecahkan rekor nasional.

    Korban tewas terjadi di provinsi Hue, Da Nang, Lam Dong, dan Quang Tri, menurut badan penanggulangan bencana Kementerian Lingkungan Hidup, yang menyatakan enam orang masih hilang.

    Serangan cuaca ekstrem diperkirakan akan terus berlanjut, dengan Topan Kalmaegi diperkirakan akan mendarat pada Jumat 7/11) dini hari mendatang, menurut biro cuaca nasional.

    Vietnam rentan terhadap hujan lebat antara bulan Juni dan September. Namun, bukti ilmiah telah mengidentifikasi pola perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, yang membuat cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan merusak.

    Dalam setahun, sepuluh topan atau badai tropis biasanya menerjang Vietnam, baik secara langsung maupun di lepas pantainya. Namun, Topan Kalmaegi akan menjadi yang ke-13 di tahun 2025.

    Badai tersebut saat ini sedang melanda Filipina, di mana badai tersebut telah menewaskan sedikitnya dua orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.

    Badai tersebut dapat menghantam pantai Vietnam dengan kecepatan angin hingga 166 kilometer per jam (100 mil per jam) saat mendekat pada hari Kamis (5/11), kata biro cuaca nasional.

    Menurut badan bencana Vietnam, hingga hari Selasa (4/11) ini, hampir 80.000 rumah masih terendam banjir di Vietnam, sementara lebih dari 10.000 hektar tanaman hancur dan lebih dari 68.000 ekor ternak mati.

    Lihat juga Video Korban Banjir di Nagekeo NTT Bertambah: 6 Orang Tewas-3 Hilang

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Korut Tembakkan Roket Saat Menhan AS Kunjungi Korsel

    Seoul

    Korea Utara (Korut) menembakkan sejumlah roket artileri saat Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth berkunjung ke Korea Selatan (Korsel). Rentetan roket artileri itu ditembakkan oleh Pyongyang ke Laut Kuning sekitar satu jam sebelum Hegseth mengunjungi area perbatasan kedua negara.

    Korut, menurut Kepala Staf Gabungan militer Korsel (JCS), seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025), juga menembakkan senjata serupa beberapa menit sebelum Presiden Korsel Lee Jae Myung melakukan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu.

    JCS dalam pernyataannya melaporkan bahwa pihaknya baru-baru ini “mendeteksi sekitar 10 roket artileri yang ditembakkan ke bagian utara Laut Barat” — sebutan Seoul untuk Laut Kuning.

    Rentetan roket artileri itu, menurut JCS, ditembakkan sekitar pukul 15.00 waktu setempat pada Sabtu (1/11) dan sekitar pukul 16.00 waktu setempat pada Senin (3/11).

    “Detail proyektil tersebut sedang dianalisis secara cermat saat ini oleh otoritas intelijen Korea Selatan dan AS,” sebut JCS.

    Hegseth mengunjungi perbatasan yang dijaga ketat yang memisahkan Korsel dan Korut pada Senin (3/11) waktu setempat. Kunjungan itu menjadikan Hegseth sebagai pemimpin Pentagon pertama dalam delapan tahun terakhir yang melakukannya.

    Dia juga mengunjungi Panmunjom, desa gencatan senjata simbolis yang menjadi tempat bagi pasukan kedua Korea saling berhadapan. Sebelum itu, Hegseth singgah di Post Pemantauan Ouellette yang menghadap ke Zona Demiliterisasi.

    Hegseth dan Menhan Korsel Ahn Gyu Back, menurut Kementerian Pertahanan Korsel, “menegaskan kembali postur pertahanan gabungan yang kuat dan kerja sama yang erat antara Korea Selatan dan Amerika Serikat”.

    Kunjungan Hegseth ke perbatasan Korea itu dilakukan setelah tawaran Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin Korut Kim Jong Un, selama turnya ke Asia pekan lalu, tidak mendapat respons dari Pyongyang.

    Namun, Trump telah mengindikasikan bahwa dirinya masih bersedia “kembali” untuk pertemuan mendatang dengan Kim Jong Un.

    Lihat juga Video: Geramnya Warga Korsel Atas Aksi Peluncuran Roket Korut yang Berulang

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Siaran Asing Dihentikan, Korut Kian Terisolasi dari Dunia Luar

    Jakarta

    Pemerintah Amerika Serikat dan Korea Selatan telah menghentikan operasi media yang menyiarkan berita ke Korea Utara, membuat puluhan ribu penduduk negara tersebut semakin terisolasi dari dunia luar.

    “Ini sangat buruk bagi rakyat Korea Utara dan jadi kemunduran yang sangat serius untuk hak asasi manusia di sana,” kata Kim Eu-jin, yang melarikan diri dari Korea Utara bersama ibu dan saudarinya pada tahun 1990-an.

    “Pemerintah menolak telak kebebasan rakyat Korea Utara untuk mengakses informasi, dan sekarang yang akan mereka dengar hanyalah propaganda Pyongyang,” ujarnya kepada DW.

    Warga Korea Utara sebelumnya bisa diam-diam mendengarkan Radio Free Asia (RFA) dan Voice of America (VOA) dari AS, serta siaran Voice of Freedom dari Korea Selatan. Aktivis mengatakan bahwa dengan mendengarkan siaran yang tidak diperbolehkan oleh rezim tersebut membantu warga Korea Utara bertahan menghadapi kesulitan.

    Kim mengatakan ia tidak pernah mendengarkan siaran radio asing sebelum melarikan diri dari Korea Utara karena terlalu berbahaya. Rezim di Pyongyang menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk menangkap dan menghukum orang yang mengakses media asing. Dalam beberapa kasus, mereka yang tertangkap diadili secara terbuka dan dijatuhi hukuman kerja paksa. Dalam kasus ekstrem, bisa dijatuhi hukuman mati.

    Kim mengatakan pemerintah Korea Utara takut pada siaran ini dan dalam beberapa tahun ini kian serius memperingatkan dan mengancam mereka yang mendengarkan media asing tersebut.

    Mengapa siaran dihentikan?

    Sejak Donald Trump kembali memerintah di awal tahun, ia pun membungkam Voice of America dengan mengeluarkan perintah eksekutif untuk menghapus badan induk VOA, US Agency for Global Media. Ratusan staf kehilangan pekerjaan.

    Sistem pengeras suara besar di perbatasan yang sebelumnya menyiarkan berita dan musik pop Korea Selatan ke Korea Utara turut dibongkar.

    Pemerintah Korea Selatan mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan Korea Utara dengan harapan Pyongyang dapat membuka kembali negosiasi dengan Seoul. Namun, hingga saat ini belum ada indikasi positif dari harapan tersebut.

    Radio Free Asia: “Redaksi gelap, siaran dibungkam”

    Pada 29 Oktober, Rosa Hwang, pemimpin redaksi Radio Free Asia, menyatakan siarannya dihentikan karena “ketidakpastian pendanaan,” hal yang pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah untuk RFA yang telah mengudara selama 29 tahun.

    “Redaksi gelap. Mikrofon dimatikan. Siaran dibungkam. Penerbitan dihentikan. Di media sosial. Di situs web kami.”

    “Tanpa RFA Korea, 26 juta warga Korea Utara terisolasi rezim represif yang menentang kebebasan berbicara dan pers yang bebas akan kehilangan akses penting akan informasi independen,” katanya, sambil menyoroti liputan RFA yang berhasil memenangkan penghargaan, liputan tentang nasib para pembelot Korea Utara.

    Pada Oktober 2025, situs 38 North yang menganalisis seputar Korea Utara, mengeksplorasi dampak radio dan televisi yang disiarkan ke Utara dalam sebuah acara.

    Hasilnya menunjukkan bahwa siaran radio anti-rezim menurun sebesar 85% dan program televisi hampir hilang sepenuhnya sejak pemotongan oleh pemerintah AS dan Korea Selatan.

    Meskipun sulit menentukan berapa banyak orang yang telah dijangkau siaran tersebut, para analis menekankan ada usaha dan sumber daya yang dikerahkan rezim Kim Jong Un untuk memblokir penetrasi siaran-siaran tersebut.

    Korea Utara semakin mahir mengacaukan sinyal siaran. Pandemi virus COVID-19 telah membuat penyelundupan USB dan kartu memori jadi lebih sulit.

    Menurut para ahli yang hadir di acara 38 North, pembatasan yang diperketat dengan Undang-Undang Anti-Pemikiran dan Budaya Reaksioner yang disahkan pada 2020 menunjukkan betapa seriusnya Pyongyang menghadapi ancaman ini.

    ‘Menjadi perpanjangan tangan’ rezim

    “Saya yakin pemerintah Pyongyang sangat senang dengan perkembangan ini,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    “Menghentikan siaran ini berarti orang-orang di sana kini hanya memiliki media negara Korea Utara untuk didengar, dan mereka akan semakin sedikit mengetahui apa yang terjadi di dunia luar,” ujar sang professor kepada DW.

    “Saya bisa memahami keputusan pemerintah Korea Selatan yang tidak ingin ketegangan antar negara meningkat dan berharap membuka jalur komunikasi dengan Korea Utara, tapi pada saat yang sama, ini berarti orang-orang yang sudah hidup layaknya di ‘penjara’ kini memiliki akses informasi yang lebih sedikit.”

    Pembelot Korea Utara, Kim, mengatakan meskipun siaran asing tidak berperan besar dalam pembelotannya tiga dekade lalu, siaran itu kemudian menjadi alat penting melawan rezim.

    “Siaran itu mengajarkan orang di Korea Utara tentang hak asasi manusia,” katanya.

    “Itu memberi tahu mereka apa itu kebebasan. Bagi sebagian orang, hal itu membuat mereka berjuang untuk kebebasan itu dengan meninggalkan Korea Utara. Saya tidak mengerti mengapa kita justru ‘menjadi perpanjangan tangan’ rezim dengan menghentikan siaran ini.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga Video: Media Korea Utara Merilis Gambar Rudal Balistik Ketujuh

    (ita/ita)

  • Peru Tiba-tiba Putuskan Hubungan dengan Meksiko, Ada Apa?

    Peru Tiba-tiba Putuskan Hubungan dengan Meksiko, Ada Apa?

    Lima

    Pemerintah Peru tiba-tiba memutuskan hubungan diplomatik dengan Meksiko pada Senin (3/11) waktu setempat. Pemutusan hubungan diplomatik ini diumumkan setelah mantan Perdana Menteri (PM) Peru Betssy Chavez, yang terjerat kasus pidana, ketahuan berlindung di Kedutaan Besar Meksiko di Lima untuk meminta suaka.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Peru, Hugo de Zela, seperti dilansir Reuters, Selasa (4/11/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa para pejabat Lima baru mengetahui pada Senin (3/11) soal Chavez yang melarikan diri ke Kedutaan Besar Meksiko.

    Chavez yang menjabat di bawah Presiden Pedro Castillo, hanya secara singkat memegang jabatan PM Peru, yakni antara 25 November 2022 hingga 7 Desember 2022.

    Dalam pernyataannya ketika mengumumkan pemutusan hubungan dengan Meksiko, De Zela menuduh otoritas Mexico City telah melakukan campur tangan terhadap urusan dalam negeri Peru.

    “Menanggapi tindakan tidak bersahabat ini, dan dengan mempertimbangkan campur tangan berulang kali oleh presiden dan mantan presiden negara tersebut dalam urusan internal Peru, maka pemerintah Peru telah memutuskan pada hari ini untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Meksiko,” kata De Zela.

    Kementerian Luar Negeri Meksiko belum memberikan tanggapan langsung atas hal tersebut.

    Chavez menghadapi tuntutan pidana atas dugaan perannya dalam upaya Castillo untuk membubarkan Kongres Peru pada akhir tahun 2022 lalu.

    Mantan PM Peru Betssy Chavez Foto: REUTERS/Angela Ponce/ File Photo Purchase Licensing Rights

    Castillo dilengserkan dari jabatannya pada 7 Desember 2022, setelah dia berupaya membubarkan Kongres Peru secara ilegal hanya beberapa jam sebelum pemungutan untuk pemakzulan dirinya digelar. Castillo langsung ditahan setelah digulingkan dari kekuasaan.

    Sementara Chavez sempat dipenjara sejak Juni 2023, namun dibebaskan oleh hakim pada September lalu ketika persidangan kasusnya sedang berlangsung.

    Pengacara Chavez, Raul Noblecilla, mengatakan kepada radio setempat RPP bahwa dirinya tidak mendengar kabar dari kliennya selama beberapa hari, dan tidak mengetahui apakah kliennya telah meminta suaka atau belum kepada Kedutaan Besar Meksiko.

    Dalam persidangan kasus Chavez, sopirnya telah memberikan kesaksian bahwa dirinya diminta untuk mengantarkan sang mantan PM ke Kedutaan Besar Meksiko saat upaya Castillo membubarkan Kongres Peru sedang berlangsung pada akhir tahun 2022 lalu, sebelum akhirnya sang mantan PM meminta kembali ke kantor.

    Chavez membantah dirinya berupaya menghubungi Kedutaan Besar Meksiko pada saat itu. Dia juga menyangkal dirinya mengetahui rencana Castillo untuk membubarkan badan legislatif Peru itu demi mencegah pemakzulan.

    Jaksa Peru telah menuntut hukuman 25 tahun penjara untuk Chavez dalam kasusnya.

    Lihat juga Video: ‘Anak Buah’ Trump Kecam Presiden Meksiko Soal Protes di LA

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Kerja Sama dengan AS Mustahil Selama Masih Dukung Israel

    Teheran

    Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan Teheran hanya akan mempertimbangkan kerja sama dengan Amerika Serikat, jika negara itu mengubah kebijakannya di kawasan Timur Tengah, termasuk soal dukungan terhadap Israel.

    “Jika mereka (AS-red) sepenuhnya meninggalkan dukungan untuk rezim Zionis, menarik pangkalan militer mereka dari sini (Timur Tengah-red), dan menahan diri untuk tidak ikut campur di kawasan ini, maka (kerja sama) itu dapat dipertimbangkan,” kata Khamenei dalam pernyataan terbarunya, seperti dilansir AFP, Selasa (4/11/2025).

    Pernyataan terbaru Khamenei itu disampaikan dalam pertemuan dengan para mahasiswa di Teheran pada Senin (3/11) waktu setempat, saat peringatan pengambilalihan Kedutaan Besar AS pada tahun 1979 silam setelah Revolusi Islam menggulingkan Shah yang didukung Barat.

    “Sifat arogan Amerika Serikat tidak menerima apa pun selain kepatuhan,” cetusnya.

    “Jika negara menjadi kuat dan musuh menyadari bahwa menghadapi negara kuat ini tidak akan menghasilkan keuntungan tetapi akan membawa kerugian, negara itu pasti akan mendapatkan kekebalan,” imbuh Khamenei dalam pernyataannya.

    Pertengahan Juni lalu, Israel melancarkan gelombang pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Iran, memicu perang selama 12 hari yang menargetkan fasilitas nuklir dan militer Teheran, serta area permukiman, yang memakan banyak korban jiwa.

    Iran membalas dengan melancarkan rentetan serangan rudal balistik dan drone yang ditargetkan ke kota-kota Israel.

    Perang 12 hari itu menggagalkan perundingan nuklir yang saat itu sedang berlangsung antara Teheran dan Washington, sejak April lalu. Pertempuran kedua negara diakhiri dengan gencatan senjata, yang dimediasi AS, yang berlaku sejak 24 Juni lalu.

    Pada Minggu (2/11), Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Abbas Araghchi, mengatakan dalam wawancara dengan Al Jazeera bahwa Iran “siap untuk berunding” dengan AS, tetapi hanya mengenai program nuklirnya, dan mengesampingkan pembicaraan apa pun mengenai kemampuan rudalnya.

    Araghchi menambahkan bahwa perundingan dapat dilanjutkan “kapan pun Amerika siap untuk bernegosiasi dengan pijakan yang setara dan berdasarkan kepentingan bersama”.

    “Tampaknya mereka (AS-red) tidak terburu-buru. Kami juga tidak terburu-buru,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Baku Tembak dengan Polisi Meksiko, 13 Tersangka Kartel Narkoba Tewas

    Baku Tembak dengan Polisi Meksiko, 13 Tersangka Kartel Narkoba Tewas

    Jakarta

    Sebanyak 13 tersangka anggota kartel narkoba tewas dalam baku tembak dengan aparat polisi di negara bagian Sinaloa, Meksiko yang sedang bergolak.

    Empat tersangka lainnya ditangkap dalam insiden itu. Sedangkan sembilan orang yang diculik oleh geng narkoba tersebut dibebaskan setelah baku tembak di Guasave, sebuah kotamadya di negara bagian Sinaloa tersebut, kata Menteri Keamanan Meksiko Omar Garcia Harfuch dalam sebuah unggahan media sosial, dilansir kantor berita AFP, Selasa (4/11/2025).

    Ia mengatakan para polisi yang sedang berpatroli pada Senin (3/11) waktu setempat diserang oleh orang-orang bersenjata yang bersembunyi di bawah jembatan. Para polisi pun merespons dengan melepas tembakan.

    Garcia Harfuch mengatakan, setelah baku tembak, para petugas penegak hukum tersebut juga menyita tujuh kendaraan, senjata-senjata berkekuatan tinggi, dan peralatan taktis.

    Selama lebih dari setahun ini, Sinaloa telah diguncang oleh konflik antar faksi-faksi sebuah kartel lokal yang kuat. Kekerasan tersebut telah menewaskan sedikitnya 1.700 orang, 57 orang di antaranya anak di bawah umur, dan hampir 2.000 orang hilang.

    Perang internal kartel tersebut dimulai setelah penangkapan Ismael “El Mayo” Zambada, pemimpin historis kelompok tersebut, yang dikhianati dan dibawa ke Amerika Serikat pada Juli 2024 oleh putra mantan rekannya, Joaquin “Chapo” Guzman.

    Lihat juga Video: Taliban Klaim Tewaskan 58 Tentara Pakistan dalam Baku Tembak

    (ita/ita)

  • Pasukan Rusia Terus Bergerak untuk Kuasai Kota Pusat Logistik Ukraina

    Pasukan Rusia Terus Bergerak untuk Kuasai Kota Pusat Logistik Ukraina

    Kyiv

    Rusia mengklaim pasukannya telah bergerak maju di kota Pokrovsk, Ukraina, saat invasi militer Moskow terus berlanjut. Kota Pokrovsk merupakan pusat transportasi dan logistik yang berupaya dikuasai oleh pasukan Moskow selama lebih dari setahun terakhir.

    Dikuasainya kota Pokrovsk akan memudahkan Rusia untuk melanjutkan pergerakan pasukannya guna menguasai dua kota besar lainnya yang masih berada di bawah kendali Ukraina di wilayah Donetsk.

    Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilansir Reuters, Selasa (4/11/2025), mengatakan bahwa tentaranya telah menghancurkan apa yang mereka gambarkan sebagai formasi pasukan Ukraina yang terkepung di dekat stasiun kereta api dan kawasan industri Pokrovsk.

    Pasukan Rusia, sebut Kementerian Pertahanan Moskow, juga telah memasuki wilayah Pridorodny di area kota Pokrovsk dan membangun pertahanan di sana.

    Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi laporan medan pertempuran. Ukraina, dalam pernyataannya, menyatakan pasukannya masih bertahan di area Pokrovsk, namun juga menyebut situasi di kota itu kini sulit.

    Proyek pemetaan open-source Ukraina, Deep State, menunjukkan pasukan Rusia kini menguasai sebagian kecil wilayah di bagian selatan kota Pokrovsk, sementara sebagian besar sisanya digambarkan sebagai zona abu-abu yang tidak dikuasai oleh pasukan mana pun.

    Korps Respons Cepat ke-7 Ukraina mengatakan pada Senin (3/11) bahwa operasi untuk membersihkan kota tersebut dari pasukan Rusia terus berlanjut. Diklaim juga bahwa pasukan Kyiv telah menggagalkan upaya untuk memutus rute pasokan dari Rodynske.

    Pokrovsk memiliki populasi sekitar 60.000 orang sebelum perang meletus, namun sebagian besar penduduk sipil telah sejak lama meninggalkan kota tersebut.

    Menguasai kota Pokrovsk akan memberikan landasan kepada Rusia untuk bergerak maju ke Kramatorsk dan Sloviansk, dua kota terbesar yang tersisa di bawah kendali Ukraina di wilayah Donetsk yang ingin direbut sepenuhnya oleh Moskow.

    Namun demikian, di bagian utara Pokrovsk, pasukan Ukraina baru-baru ini mencatat perolehan wilayah di dekat Dobropillia, di mana Staf Umum militer Kyiv mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah merebut kembali wilaya seluas lebih dari 185 kilometer persegi.

    Jika kota Pokrovsk jatuh ke Rusia, maka itu akan menjadi perolehan teritorial paling penting di Ukraina sejak Moskow merebut kota Avdiivka yang hancur pada awal tahun 2024 setelah salah satu pertempuran paling berdarah selama perang berkecamuk.

    Sejak saat itu, Rusia meraih kemenangan yang stabil namun lambat dalam pertempuran sengit di sepanjang garis depan sepanjang 1.000 kilometer dalam perang yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun terakhir.

    Lihat juga Video Menegangkan saat Drone Rusia Menggempur Apartemen di Ukraina

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Keras! Kanselir Jerman Suruh Pengungsi Suriah Pulang Kampung

    Keras! Kanselir Jerman Suruh Pengungsi Suriah Pulang Kampung

    Jakarta

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan bahwa para pengungsi Suriah yang berada di Jerman, harus pulang sekarang setelah perang di negara mereka berakhir. Jika tidak, mereka akan menghadapi deportasi.

    Dilansir kantor berita AFP dan Al-Arabiya, Selasa (4/11/2025), Merz mengatakan bahwa saat ini “tidak ada lagi alasan” bagi warga Suriah yang melarikan diri dari perang brutal selama 13 tahun di negara mereka untuk mencari suaka di Jerman. Ini merupakan komentar keras Merz terbaru tentang para pengungsi.

    “Bagi mereka yang menolak untuk kembali ke negara mereka, tentu saja kami dapat mengusir mereka,” katanya saat berkunjung ke Husum, di Jerman utara pada Senin (3/11) waktu setempat.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengatakan pada hari Kamis lalu dalam kunjungannya ke Damaskus, Suriah, bahwa potensi warga Suriah untuk kembali ke negara asalnya “sangat terbatas” karena perang telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur negara itu.

    Pernyataan itu memicu reaksi keras dari Partai Uni Demokratik Kristen (CDU) pimpinan Merz dan Wadephul, yang telah berjuang untuk menghindari disalip oleh partai-partai sayap kanan dalam isu migrasi yang eksplosif.

    Merz mengatakan ia telah mengundang Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, yang pasukannya menggulingkan penguasa lama Bashar al-Assad tahun lalu, untuk mengunjungi Jerman guna membahas “bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah ini bersama-sama.”

    “Suriah membutuhkan seluruh kekuatannya, dan terutama warga Suriah, untuk membangun kembali,” kata Merz, seraya menambahkan ia yakin banyak yang akan kembali dengan sendirinya.

    Sekitar satu juta warga Suriah tinggal di Jerman, sebagian besar telah melarikan diri dari perang dalam eksodus massal pada tahun 2015 dan 2016.

    Tonton juga Video Erdogan Sekakmat Kanselir Jerman yang Salahkan Hamas Atas Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Keji! Israel Tembak Mati 3 Warga Gaza Saat Gencatan Senjata

    Keji! Israel Tembak Mati 3 Warga Gaza Saat Gencatan Senjata

    Gaza City

    Pasukan Israel kembali melancarkan serangan di wilayah Jalur Gaza saat gencatan senjata masih berlangsung. Sedikitnya tiga warga Palestina tewas akibat tembakan pasukan Israel di wilayah Rafah, bagian selatan Jalur Gaza yang masih dikuasai pasukan Israel.

    Kematian tiga warga Palestina itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (4/11/2025), dilaporkan terjadi pada Senin (3/11) waktu setempat, saat gencatan senjata rapuh yang berlaku sejak 10 Oktober masih bertahan, meskipun diwarnai sejumlah serangan oleh Tel Aviv dan kelompok militan di Jalur Gaza.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, mengatakan pasukannya mengidentifikasi orang-orang yang ditembak itu sebagai “teroris” yang melanggar “Garis Kuning”, batas area yang menandai wilayah-wilayah Jalur Gaza yang masih diduduki oleh pasukan Tel Aviv.

    Disebutkan militer Israel bahwa orang-orang itu bergerak maju mendekati tentara-tentara yang berjaga di wilayah selatan Jalur Gaza, yang dianggap memberikan ancaman langsung, dan akhirnya melepaskan tembakan ke arah mereka.

    Otoritas medis setempat melaporkan bahwa dari tiga orang yang tewas, salah satu di antaranya berjenis kelamin perempuan.

    Insiden ini menyusul serangan Israel selama beberapa hari terakhir di Jalur Gaza, yang memicu saling tuduh antara Tel Aviv dan Hamas atas pelanggaran gencatan senjata yang menghentikan pertempuran selama dua tahun di wilayah tersebut.

    Penduduk Gaza menuturkan bahwa pasukan Israel terus menghancurkan rumah-rumah di area timur Rafah, Khan Younis, dan Kota Gaza, di mana tentara-tentara Tel Aviv masih beroperasi.

    Gencatan senjata yang meredakan sebagian besar pertempuran di Jalur Gaza itu, telah memungkinkan ratusan ribu warga Palestina untuk kembali ke rumah-rumah mereka yang sudah menjadi puing.

    Israel sendiri telah menarik pasukannya dari beberapa posisi di wilayah Jalur Gaza. Lebih banyak bantuan kemanusiaan juga diizinkan masuk ke daerah kantong Palestina tersebut.

    Namun, kekerasan belum sepenuhnya berhenti di Jalur Gaza. Otoritas kesehatan Palestina melaporkan pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 239 orang dalam serangan-serangan di Jalur Gaza sejak gencatan senjata diberlakukan.

    Dalam pembelaannya, militer Tel Aviv mengklaim pihaknya membalas serangan-serangan terhadap pasukannya yang masih berada di Jalur Gaza.

    Lihat juga Video Perintah Netanyahu Jika Pasukannya Diserang di Gaza: Serang Balik!

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Putra Mahkota Arab Saudi Akan Temui Trump, Bahas Apa?

    Putra Mahkota Arab Saudi Akan Temui Trump, Bahas Apa?

    Washington DC

    Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), akan mengunjungi Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada 18 November mendatang. MBS akan melakukan pertemuan dengan Presiden Donald Trump dalam kunjungannya tersebut. Apa saja yang akan dibahas?

    Seorang pejabat Gedung Putih, yang tidak disebut namanya, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (4/11/2025), mengungkapkan bahwa kunjungan MBS ke AS itu merupakan kunjungan kerja resmi.

    Kunjungan MBS tersebut dilakukan setelah Trump menjadikan Saudi sebagai tujuan luar negeri pertama selama masa jabatan pertama dan keduanya.

    Beberapa perjanjian diperkirakan akan dibahas selama pertemuan tersebut, termasuk kesepakatan pertahanan dan teknologi, terutama di sektor semikonduktor.

    Hubungan bilateral antara Washington dan Riyadh semakin menguat secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

    Saat Trump berkunjung ke Riyadh pada Mei lalu, kedua negara menandatangani Nota Kesepahaman senilai US$ 142 miliar, yang mencakup investasi besar Saudi pada basis industri pertahanan AS.

    Sejumlah sumber yang dikutip media terkemuka The Wall Street Journal mengatakan bahwa kesepakatan yang memungkinkan perusahaan-perusahaan Amerika untuk mengekspor chip semikonduktor canggih ke Saudi sudah hampir selesai.

    Pekan lalu, HUMAIN dari Arab Saudi dan Qualcomm Technologies yang berkantor di AS mengumumkan perjanjian penting yang bertujuan untuk memposisikan Riyadh sebagai pusat global kecerdasan buatan (AI).

    Pengumuman itu didasarkan atas kemitraan yang pertama kali diresmikan dalam Forum Investasi Saudi-AS pada Mei lalu, sebagai bagian dari kunjungan Trump ke negara Timur Tengah tersebut.

    Menurut pernyataan bersama yang dirilis pada saat itu, kolaborasi baru ini akan menghadirkan layanan inferensi AI global melalui apa yang digambarkan oleh kedua perusahaan sebagai platform AI hybrid edge-to-cloud pertama di dunia yang dioptimalkan sepenuhnya.

    Lihat juga Video: Trump Dapat Investasi Rp 23.000 Triliun dari Lawatannya ke Uni Emirat Arab

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)