Jenis Media: Internasional

  • Hanya Mau Damai Jika Untung

    Hanya Mau Damai Jika Untung

    Jakarta

    Sekjen Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), Mark Rutte, menyindir Presiden Rusia Vladimir Putin soal perang Ukraina. Rutte mengatakan jika Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menyepakati rencana mengakhiri perang di Ukraina, ini akan menjadi ujian untuk Putin.

    “Sejauh ini, (Presiden Rusia Vladimir) Putin hanya berperan sebagai pembawa perdamaian ketika itu menguntungkannya, untuk mengulur waktu agar perangnya dapat berlanjut,” kata Rutte dalam pidatonya di Berlin, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “(Trump) ingin mengakhiri pertumpahan darah sekarang, (dan) satu-satunya yang dapat membawa Putin ke meja perundingan”, kata Rutte.

    Rutte kemudian menantang Putin apakah dia ingin perdamaian atau melanjutkan perang.

    “Jadi, mari kita uji Putin. Mari kita lihat apakah dia benar-benar menginginkan perdamaian, atau apakah dia lebih suka pembantaian berlanjut,” ujar dia.

    Pada Rabu (10/12) kemarin, para pejabat Ukraina mengatakan mereka telah mengirimkan rencana terbaru kepada Washington untuk mengakhiri invasi Rusia, berdasarkan proposal 28 poin yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump bulan lalu.

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan pembicaraan lebih lanjut dengan Amerika direncanakan akhir pekan ini. Dia menyebut pertemuan internasional tentang Ukraina “dapat berlangsung pada awal minggu depan”.

    Rutte kemudian mengatakan, dalam diskusi panel: “Apakah saya pikir ketika menyangkut Ukraina, AS dan Eropa (dapat) mencapai kesepakatan? Ya, saya yakin,” katanya.

    “Saya pikir kita bisa. Apakah saya yakin bahwa Rusia akan menerimanya? Saya tidak tahu. Inilah ujiannya,” imbuhnya.

    Kepala NATO juga menuduh China sebagai penyelamat Rusia dalam perang tersebut.

    “China ingin mencegah sekutunya kalah di Ukraina,” katanya dalam pidatonya di sebuah konferensi keamanan.

    “Tanpa dukungan China, Rusia tidak dapat melanjutkan perang ini,” lanjutnya.

    China, salah satu mitra dagang utama Rusia, mengatakan bahwa mereka memiliki posisi netral dalam konflik Ukraina, tetapi telah menahan diri untuk tidak mengutuk Rusia.

    Rutte juga memperingatkan konsekuensi finansial bagi NATO jika Ukraina berada di bawah kekuasaan pendudukan Rusia.

    “NATO harus secara substansial meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang sayap timur. Dan sekutu harus melangkah lebih jauh dan lebih cepat dalam pengeluaran dan produksi pertahanan,” katanya.

    (lir/isa)

  • Sengketa Thailand-Kamboja di Perbatasan Makan Korban Jiwa

    Sengketa Thailand-Kamboja di Perbatasan Makan Korban Jiwa

    Bangkok

    Thailand dan Kamboja kembali memanas di perbatasan. Sengketa antara dua negara ini pun menyebabkan korban jiwa.

    Dilansir BBC dan AFP, Kamis (11/12/2025), ribuan warga yang tinggal di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja telah melakukan evakuasi massal pada Senin (8/12) waktu setempat saat pertempuran antara dua negara ini meletus.

    Kedua negara saling menuduh pihak lain sebagai pemicu pertempuran yang merupakan konfrontasi paling serius sejak mereka menyepakati gencatan senjata pada Juli lalu. Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menyebut negaranya ‘tidak pernah menginginkan kekerasan tetapi akan menggunakan cara yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatannya’.

    Sementara, mantan pemimpin Kamboja Hun Sen menuduh ‘penjajah’ Thailand memprovokasi pembalasan. Sejak Mei lalu, pertempuran antara kedua negara tetangga itu telah menyebabkan lebih dari 40 kematian, memicu larangan impor, dan pembatasan perjalanan.

    Konflik Thailand-Kamboja kali ini juga menandai kegagalan gencatan senjata yang disponsori Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Juli lalu. Penyebab bentrokan yang disampaikan kedua pihak kali ini juga berbeda satu sama lain.

    Thailand dan Kamboja saling menuduh pihak lain sebagai pemicu konflik. Pada Senin, (8/12), militer Thailand mengklaim pasukannya merespons tembakan dari pihak Kamboja di Provinsi Ubon Ratchathani, Thailand.

    Serangan itu disebut menewaskan seorang tentara Thailand. Sebagai respons, militer Thailand juga mengonfirmasi telah melancarkan serangan udara terhadap target militer di sepanjang perbatasan yang disengketakan.

    Kementerian Pertahanan Kamboja kemudian menyatakan pasukan Thailand yang menyerang terlebih dahulu di wilayah kedaulatan mereka, di Provinsi Preah Vihear. Kamboja juga bersikeras mereka tidak melakukan serangan balasan.

    Menurut pejabat di kedua belah pihak, setidaknya satu tentara Thailand dan empat warga sipil Kamboja tewas. Selain itu, ada belasan orang terluka akibat dari pertempuran pada Senin itu.

    Pertempuran berlanjut keesokan harinya. Militer Thailand menuduh Kamboja menembakkan roket dan menggunakan drone pembawa bom serta drone kamikaze ke pusat militer Thailand dengan beberapa roket dilaporkan menghantam wilayah sipil.

    Sengketa perbatasan yang berusia satu abad antara negara-negara Asia Tenggara ini telah meningkat secara dramatis dengan serangan roket Kamboja ke Thailand pada 24 Juli yang diikuti oleh serangan udara Thailand. Pada Juli lalu, 48 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi selama lima hari pertempuran.

    Beberapa hari kemudian, Bangkok dan Phnom Penh menyepakati ‘gencatan senjata segera dan tanpa syarat’ yang ditengahi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga turun tangan menegosiasikan gencatan senjata.

    Presiden AS itu mengawasi penandatanganan perjanjian yang ia juluki ‘Pakta Perdamaian Kuala Lumpur’ pada Oktober. Kedua pihak kemudian sepakat untuk menarik senjata berat mereka dari wilayah yang disengketakan, dan membentuk tim pengamat sementara untuk memantau wilayah tersebut.

    Namun, hanya dua minggu setelah penandatanganan tersebut, Thailand menyatakan akan menangguhkan implementasi perjanjian. Thailand menyebut dua tentaranya terluka akibat ledakan ranjau darat di dekat perbatasan Kamboja.

    Kamboja, yang sempat menominasikan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian atas perannya dalam menengahi gencatan senjata, telah berulang kali mengklaim mereka tetap berkomitmen pada kesepakatan tersebut.

    Korban Bertambah

    Terbaru, Otoritas Thailand melaporkan ada sembilan tentaranya tewas dalam konflik perbatasan yang kembali memanas dengan Kamboja. Selain itu, ada lebih dari 120 orang lainnya mengalami luka-luka akibat pertempuran terbaru di perbatasan yang menjadi sengketa kedua negara.

    “Secara total, hingga saat ini, sembilan personel militer telah tewas,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Surasant Kongsiri, dalam konferensi pers terbaru, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12).

    “Operasi masih berlangsung di sepanjang perbatasan dari Ubon Ratchathani hingga Provinsi Trat,” sambungnya.

    Pernyataan itu disampaikan sehari setelah Kementerian Pertahanan Kamboja melaporkan sedikitnya 10 warga sipil tewas dan 60 orang lainnya luka-luka akibat serangan pasukan militer Thailand di perbatasan. Dengan demikian, berdasarkan data otoritas Thailand dan Kamboja, total 19 orang tewas di kedua negara akibat pertempuran yang kembali pecah sejak pekan lalu.

    Kedua negara ini telah bersengketa mengenai demarkasi era kolonial di perbatasan sepanjang 800 kilometer. Keduanya saling mengklaim sejumlah kuil bersejarah di wilayah sengketa itu.

    Lebih dari setengah juta orang, sebagian besar di Thailand, juga terpaksa mengungsi dari area-area perbatasan di dekat lokasi pertempuran yang melibatkan jet tempur, tank, dan drone militer. Kementerian Pertahanan Kamboja melaporkan lebih dari 101.000 orang telah dievakuasi dari perbatasan, sedangkan otoritas Thailand melaporkan lebih dari 400.000 warga sipil mengungsi dan berlindung di tempat-tempat lainnya.

    Kamboja menyebut pasukan Thailand juga kembali memulai serangan pada Kamis (11/12) pagi terhadap Provinsi Oddar Meanchey, dengan ;melepas tembakan ke area Kuil Khnar’. Di sisi lain perbatasan, militer Thailand mengumumkan jam malam mulai pukul 19.00 malam hingga pukul 05.00 pagi waktu setempat di beberapa bagian wilayah Sa Kaeo mulai Rabu (10/12) malam waktu setempat.

    Militer Thailand, pada Rabu (10/12), melaporkan bahwa pasukan militer Kamboja menembakkan sejumlah roket yang mendarat di sekitar Rumah Sakit Phanom Dong Rak di Provinsi Surin, sebelah utara Sa Kaeo.

    Tonton juga video “Detik-detik Drone Thailand Jatuhkan Bom di Kamboja”

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

  • Austria Akan Larang Siswi di Bawah 14 Tahun Pakai Jilbab di Sekolah

    Austria Akan Larang Siswi di Bawah 14 Tahun Pakai Jilbab di Sekolah

    Jakarta

    Parlemen Austria menyetujui undang-undang yang melarang pemakaian jilbab untuk siswi di bawah 14 tahun di sekolah. Kebijakan ini dikritik oleh kelompok hak asasi manusia karena dinilai diskriminatif.

    Dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), Pemerintah Austria yang dipimpin oleh kubu konservatif mengusulkan larangan tersebut awal tahun ini. Pemerintah beralasan bahwa larangan tersebut bertujuan untuk melindungi anak perempuan dari penindasan.

    Pada tahun 2019, negara tersebut memperkenalkan larangan jilbab di sekolah dasar, akan tetapi pengadilan konstitusional membatalkannya.

    Kali ini pemerintah bersikeras bahwa undang-undang tersebut konstitusional, meskipun para ahli berpendapat bahwa undang-undang itu bisa dianggap diskriminatif terhadap agama Islam dan menempatkan anak-anak dalam posisi yang tidak nyaman.

    Undang-undang tersebut melarang anak perempuan di bawah usia 14 tahun untuk mengenakan jilbab di semua sekolah. Setelah debat pada sidang di Parlemen, hanya partai oposisi Hijau yang menentang larangan tersebut.

    Sebelum pemungutan suara, anggota parlemen Yannick Shetty dari partai liberal NEOS mengatakan bahwa jilbab “bukan hanya sekadar pakaian” tetapi “mengobjektifikasi perempuan secara seksual”.

    “Ketika seorang gadis, diberitahu bahwa dia harus menyembunyikan tubuhnya, untuk melindungi dirinya dari pandangan laki-laki, itu bukan ritual keagamaan, tetapi penindasan,” kata Menteri Integrasi Claudia Plakolm saat mempresentasikan RUU tersebut.

    Plakolm mengatakan larangan tersebut, yang berlaku untuk semua bentuk cadar, termasuk hijab dan burqa, akan berlaku penuh pada awal tahun ajaran baru pada bulan September.

    Mulai Februari, periode awal larangan ini akan diluncurkan. Peraturan baru akan dijelaskan kepada pendidik, orang tua, dan anak-anak tanpa hukuman bagi pelanggarannya.

    Namun, untuk pelanggaran berulang, orang tua akan menghadapi denda mulai dari 150 hingga 800 euro (US$175-930). Pemerintah mengatakan bahwa sekitar 12.000 anak perempuan akan terpengaruh oleh undang-undang baru ini.

    Tonton juga video “Indonesia akan Jalin Kerja Sama Perdagangan Karbon dengan Austria”

    (lir/isa)

  • Geger Lagi AS-Venezuela, Kali Ini Urusan Kapal Tanker

    Geger Lagi AS-Venezuela, Kali Ini Urusan Kapal Tanker

    Jakarta

    Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Venezuela lagi-lagi terjadi. Belum selesai ribut-ribut masalah perperangan terhadap narkoba, kini kedua negara bersitegang perihal kapal tanker.

    Dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), keributan ini terjadi usai Amerika Serikat menyita sebuah kapal tanker minyak berukuran sangat besar di lepas pantai Venezuela. Penyitaan ini membuat Venezuela naik pitam.

    Pengumuman penyitaan kapal tanker oleh AS itu diumumkan langsung oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Penyitaan kapal tanker itu diperkirakan akan memicu kenaikan harga minyak.

    “Kami baru saja menyita sebuah kapal tanker di lepas pantai Venezuela, sebuah kapal tanker besar, sangat besar — yang terbesar yang pernah disita, sebenarnya,” kata Trump saat berbicara di awal pertemuan meja bundar dengan para pemimpin bisnis di Gedung Putih, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “Dan hal-hal lainnya sedang terjadi, jadi Anda akan melihatnya nanti dan Anda akan membicarakannya nanti dengan beberapa orang lainnya,” imbuhnya dalam pertemuan yang digelar pada Rabu (10/12) waktu setempat.

    Trump tidak menjelaskan lebih lanjut soal penyitaan kapal tanker di dekat Venezuela tersebut.

    Jaksa Agung AS Pam Bondi, dalam pernyataan terpisah seperti dilansir Reuters, mengatakan bahwa AS telah mengetahui jika kapal tanker itu digunakan untuk mengangkut minyak yang dikenai sanksi dari Venezuela dan Iran.

    “Selama bertahun-tahun, kapal tanker minyak tersebut telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam jaringan pengiriman minyak ilegal yang mendukung organisasi-organisasi teroris asing,” ucap Bondi dalam pernyataan via media sosial X.

    Kapal patroli Angkatan Laut Venezuela mengawal kapal tanker Yoselin, yang berbendera Panama, di dekat kilang minyak El Palito. (Foto: AFP)

    Dia juga mengonfirmasi bahwa penyitaan itu terjadi di lepas pantai Venezuela.

    Pengumuman ini disampaikan saat pemerintahan Trump semakin meningkatkan tekanan pada Presiden Venezuela Nicolas Maduro, dengan mengerahkan armada kapal perang dan kapal induk terbesar di dunia atas dalih memerangi perdagangan narkoba.

    AS juga melancarkan serangan-serangan mematikan terhadap lebih dari 20 kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di kawasan tersebut. Total sedikitnya 87 orang tewas akibat rentetan serangan Washington sejak September lalu.

    Penyitaan kapal tanker ini dinilai menandakan upaya baru dan semakin intensif oleh AS dalam mengejar minyak Venezuela, sumber pendapatan utama negara itu.

    Tiga pejabat AS, yang enggan disebut namanya, seperti dikutip Reuters, mengatakan bahwa operasi penyitaan itu dipimpin oleh Penjaga Pantai AS. Mereka tidak menyebutkan nama kapal tanker yang disita, bendera negara mana yang dikibarkan kapal itu, atau lokasi pasti penyitaan tersebut.

    Namun, kelompok manajemen risiko maritim Inggris, Vanguard, melaporkan bahwa kapal tanker Skipper diyakini telah disita di lepas pantai Venezuela pada Rabu (10/12) pagi waktu setempat. AS telah menjatuhkan sanksi terhadap kapal itu karena, menurut Washington, terlibat dalam perdagangan minyak Iran ketika kapal itu masih bernama Adisa.

    Venezuela Berang

    Venezuela mengomentari pengumuman Donald Trump soal penyitaan kapal tanker minyak di lepas pantainya. Otoritas Caracas menuduh Washington telah melakukan “pencurian secara terang-terangan” dan “pembajakan internasional”.

    Kementerian Luar Negeri Venezuela, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12), memberikan reaksi keras terhadap penyitaan kapal tanker yang terjadi di dekat wilayahnya tersebut.

    “Venezuela mengecam keras dan mengutuk apa yang merupakan pencurian terang-terangan dan tindakan pembajakan internasional, yang diumumkan secara terbuka oleh Presiden Amerika Serikat,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Venezuela.

    Sementara itu, Presiden Venezuela Nicolas Maduro melontarkan tuntutan agar Amerika Serikat (AS) mengakhiri intervensi ilegal terhadap negaranya. Tuntutan ini disampaikan Maduro setelah penyitaan kapal tanker.

    “Dari Venezuela, kami meminta dan menuntut diakhirinya intervensionisme ilegal dan brutal oleh pemerintah Amerika Serikat di Venezuela dan di Amerika Latin,” kata Maduro saat berbicara di hadapan pendukungnya di Caracas, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12).

    “Kami menolak intervensionisme, menolak rencana destabilisasi untuk perubahan rezim. Biarkan pemerintah AS fokus pada pemerintahan negaranya sendiri,” cetus Maduro.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/isa)

  • AS Akan Wajibkan Turis Berikan Riwayat Medsos

    AS Akan Wajibkan Turis Berikan Riwayat Medsos

    Canberra

    Anda sedang membaca rangkuman Dunia Hari Ini edisi Kamis, 11 Desember 2025.

    Berita utama kami hadirkan dari Maroko.

    Aturan media sosial bagi turis yang hendak ke AS

    Pemerintahan Presiden AS Donald Trump berencana untuk memerintahkan turis asing yang bebas visa, termasuk warga Australia, untuk memberikan jejak media sosial mereka selama lima tahun terakhir sebelum memasuki negara tersebut.

    Usulan yang diuraikan dalam pemberitahuan yang diterbitkan pada hari Selasa di Federal Register ini akan berlaku untuk pengunjung 42 negara, termasuk Selandia Baru, Inggris, Prancis, dan Jepang, yang tidak memerlukan visa untuk masuk Amerika.

    Persyaratan ini menjadi salah satu syarat aplikasi visa turis sejak tahun 2019, namun, penduduk negara bebas visa dapat mengajukan permohonan pengecualian yang dikenal sebagai Sistem Elektronik untuk Otorisasi Perjalanan (ESTA), di mana penyediaan riwayat media sosial bersifat pilihan.

    Berdasarkan aturan baru yang diusulkan, penyertaan data media sosial selama lima tahun juga akan menjadi bagian wajib dari aplikasi ESTA.

    Para pemohon juga harus menyerahkan data lainnya, lainnya termasuk nomor telepon dari lima tahun terakhir, alamat email dari dekade terakhir, detail pribadi anggota keluarga, dan informasi biometrik.

    Puluhan meninggal akibat runtuhnya bangunan di Maroko

    Pihak berwenang di Fez melaporkan dua bangunan empat lantai yang bersebelahan runtuh pada Rabu pagi, waktu setempat, kata kantor berita tersebut.

    Bangunan-bangunan tersebut dihuni oleh delapan keluarga dan berada di lingkungan Al-Mustaqbal. Tapi Belum jelas apa penyebab runtuhnya bangunan atau berapa banyak orang yang hilang.

    Begitu mendapat informasi tentang insiden tersebut, pihak berwenang setempat, dinas keamanan, dan unit perlindungan sipil segera bergerak ke lokasi kejadian dan langsung memulai operasi pencarian dan penyelamatan, demikian pernyataan tersebut.

    Sperma dengan risiko kanker membuahi ratusan

    Seorang donor sperma, yang membawa mutasi genetik tanpa gejala yang meningkatkan risiko kanker, telah digunakan untuk membuahi hampir 200 anak di seluruh dunia, demikian ungkap lembaga penyiaran publik Denmark.

    “Setidaknya 197 anak lahir berkat sperma dari seorang donor anonim Denmark yang menggunakan alias Kjeld sebelum bank sperma menemukan kelainan genetik serius,” lapor lembaga penyiaran publik DR.

    Menurut DR, Bank Sperma Eropa Denmark, salah satu yang terbesar di dunia, diberitahu pada April 2020 bahwa seorang anak yang dikandung melalui donasi dan didiagnosis menderita kanker membawa mutasi genetik.

    Kemudian, bank sperma tersebut menguji sampel sperma donor, tetapi pemeriksaan tersebut tidak mendeteksi mutasi TP53 yang langka.

    Penjualan sperma, yang telah ditangguhkan selama pengujian, kemudian dilanjutkan.

    Pengarang buku ikonik tutup usia

    Sophie Kinsella, penulis buku Confessions of a Shopaholic dan serangkaian sekuel yang terjual jutaan eksemplar, meninggal dunia.

    Ia meninggal di usia 55 tahun dan telah didiagnosis menderita kanker otak.

    Dalam pernyataan di akun Instagram Sophie, pihak keluarganya mengatakan “Kami sangat sedih mengumumkan kepergian Sophie tercinta kami (alias Maddy, alias Mummy) pagi ini.”

    “Ia meninggal dengan tenang, dengan hari-hari terakhirnya dipenuhi dengan hal-hal yang sangat dicintainya: keluarga, musik, kehangatan, Natal, dan sukacita.

    “Kami tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupan akan berjalan tanpa pancaran dan kecintaannya pada kehidupan.”

    Tonton juga video “Aksi Militer AS Serbu Kapal Tanker Minyak di Lepas Pantai Venezuela”

    (nvc/nvc)

  • Presiden Venezuela Tuntut AS Setop Intervensi Ilegal

    Presiden Venezuela Tuntut AS Setop Intervensi Ilegal

    Caracas

    Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang sedang menghadapi tekanan, melontarkan tuntutan agar Amerika Serikat (AS) mengakhiri intervensi ilegal terhadap negaranya. Tuntutan ini disampaikan Maduro setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penyitaan kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela.

    Beberapa bulan terakhir, Caracas terlibat ketegangan dengan Washington setelah pemerintahan Trump mengerahkan aset militer dalam skala besar di kawasan Karibia, tepatnya di dekat wilayah Venezuela, yang memicu kekhawatiran akan serangan militer.

    “Dari Venezuela, kami meminta dan menuntut diakhirinya intervensionisme ilegal dan brutal oleh pemerintah Amerika Serikat di Venezuela dan di Amerika Latin,” kata Maduro saat berbicara di hadapan pendukungnya di Caracas, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025).

    “Kami menolak intervensionisme, menolak rencana destabilisasi untuk perubahan rezim. Biarkan pemerintah AS fokus pada pemerintahan negaranya sendiri,” cetus Maduro.

    Pernyataan itu disampaikan Maduro setelah Trump, dalam pengumuman pada Rabu (10/12), mengatakan AS baru saja menyita sebuah kapal tanker minyak berukuran sangat besar di lepas pantai Venezuela.

    Dia menyebut kapal tanker itu sebagai “yang terbesar yang pernah disita”, namun tidak menyebut nama maupun asal negara dari kapal itu.

    Jaksa Agung AS Pam Bondi, dalam pernyataan terpisah seperti dilansir Reuters, mengatakan bahwa AS telah mengetahui jika kapal tanker itu digunakan untuk mengangkut minyak yang dikenai sanksi dari Venezuela dan Iran.

    Kementerian Luar Negeri Venezuela sebelumnya memberikan reaksi keras terhadap penyitaan kapal tanker yang terjadi di dekat wilayahnya tersebut.

    “Venezuela mengecam keras dan mengutuk apa yang merupakan pencurian terang-terangan dan tindakan pembajakan internasional, yang diumumkan secara terbuka oleh Presiden Amerika Serikat,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Venezuela.

    Pengumuman soal penyitaan kapal tanker itu disampaikan saat pemerintahan Trump semakin meningkatkan tekanan terhadap Maduro, dengan mengerahkan armada kapal perang dan kapal induk terbesar di dunia atas dalih memerangi perdagangan narkoba.

    AS juga melancarkan serangan-serangan mematikan terhadap lebih dari 20 kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di kawasan tersebut. Total sedikitnya 87 orang tewas akibat rentetan serangan Washington sejak September lalu.

    Maduro mengkhawatirkan operasi militer AS itu merupakan bagian dari rencana untuk menggulingkan dirinya dan mengendalikan minyak Venezuela.

    Tonton juga video “Presiden Venezuela Joget ala Trump, Tolak Perang Lawan AS”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Rusia Tembak Jatuh 287 Drone Ukraina dalam Semalam

    Rusia Tembak Jatuh 287 Drone Ukraina dalam Semalam

    Moskow

    Pasukan militer Rusia menembak jatuh sebanyak 287 drone Ukraina dalam semalam. Angka itu menjadi jumlah tertinggi untuk drone yang ditembak jatuh dalam satu malam selama perang berkecamuk nyaris empat tahun terakhir.

    Kehadiran drone-drone Kyiv itu memaksa penutupan sementara bandara-bandara di area ibu kota Moskow.

    Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan via Telegram, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), mengatakan bahwa dari drone-drone yang berhasil “dicegat dan ditembak jatuh” oleh pertahanan udara Rusia, sebanyak 32 drone di antaranya mengudara ke arah Moskow.

    Imbas serangan drone Ukraina itu, menurut otoritas penerbangan sipil Rusia, Rosaviatsia, semuanya empat bandara yang ada di area Moskow ditutup sementara.

    Otoritas Bandara Pulkovo di St Petersburg mengatakan pihaknya mengalihkan sejumlah penerbangan.

    Di Ukraina, kepala administrasi militer regional Poltava mengatakan bahwa Rusia telah menyerang fasilitas energi lokal semalam, hingga memicu kebakaran.

    Dalam wawancara pekan lalu, CEO operator gas milik negara, Naftogaz, Sergiy Koretsky, mengatakan kepada AFP bahwa Ukraina mungkin menghadapi musim dingin terberat sejak dimulainya serangan Rusia pada Februari 2022.

    Dia juga mengatakan bahwa serangan tahun ini lebih intens dan dimulai lebih awal di musim dingin, yang semakin memperparah dampaknya.

    Menurut analisis AFP terhadap statistik Angkatan Udara Ukraina, Rusia telah meluncurkan sejumlah besar drone dan rudal ke Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.

    Kyiv dan sekutu-sekutunya telah mendorong rencana untuk mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II, dengan para pejabat Ukraina mengatakan pada Rabu (10/12) bahwa proposal yang diperbarui telah diajukan ke Amerika Serikat (AS).

    Tonton juga video “Rusia Ambil Alih Kota Pokrovsk-Vovchansk Ukraina”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Hamas Usulkan ‘Pembekuan’ Senjata Demi Gencatan Jangka Panjang

    Hamas Usulkan ‘Pembekuan’ Senjata Demi Gencatan Jangka Panjang

    Gaza City

    Pemimpin senior Hamas, Khaled Meshaal, menegaskan penolakan kelompoknya terhadap perlucutan senjata yang diatur dalam rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun Meshaal juga mengatakan bahwa Hamas terbuka untuk “pembekuan” senjata para petempurnya.

    Penegasan itu, seperti dilansir AFP, Kamis (11/12/2025), disampaikan Meshall dalam wawancara dengan media terkemuka Qatar, Al Jazeera, yang ditayangkan pada Rabu (10/12) waktu setempat.

    “Gagasan perlucutan senjata total tidak dapat diterima oleh perlawanan (Hamas). Yang diusulkan adalah pembekuan, atau penyimpanan (senjata)… untuk memberikan jaminan agar tidak ada eskalasi militer apa pun dari Gaza dengan pendudukan Israel,” kata Meshaal dalam wawancara tersebut.

    “Ini adalah gagasan yang sedang kami diskusikan dengan para mediator, dan saya meyakini bahwa dengan pemikiran pragmatis Amerika… visi seperti itu dapat disepakati dengan pemerintahan AS,” ucapnya.

    Kesepakatan gencatan senjata Gaza, yang berlaku sejak 10 Oktober, menghentikan perang yang dimulai setelah serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Tetapi kesepakatan itu tetap rapuh karena Hamas dan Israel saling menuduh hampir setiap hari soal adanya pelanggaran.

    Kesepakatan itu terdiri atas tiga fase, dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengindikasikan bahwa gencatan senjata akan segera memasuki fase kedua.

    Pada fase kedua, pasukan Israel akan bergerak mundur lebih jauh dari posisi mereka saat ini di Jalur Gaza dan digantikan oleh pasukan stabilisasi internasional (ISF), sementara Hamas akan meletakkan senjatanya.

    Netanyahu diperkirakan akan bertemu kembali dengan Trump dalam kunjungan ke AS pada akhir bulan ini untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dalam gencatan senjata Gaza.

    Namun, Hamas mengindikasikan kelompoknya tidak akan setuju untuk menyerahkan persenjataannya. “Perlucutan senjata bagi seorang Palestina berarti merampas jiwanya sendiri. Mari kita capai tujuan itu dengan cara lainnya,” tegas Meshaal.

    Pada fase pertama gencatan senjata, Hamas berkomitmen membebaskan 48 sandera yang masih hidup dan yang telah meninggal. Semua sandera sejauh ini telah dibebaskan, kecuali satu jenazah sandera.

    Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina dari penjara-penjaranya dan memulangkan ratusan jenazah warga Palestina yang meninggal.

    Sementara itu, mengenai kehadiran pasukan internasional, Meshaal mengatakan Hamas terbuka untuk penempatannya di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, tetapi tidak akan menyetujuinya beroperasi di dalam wilayah Palestina, yang disebutnya sama saja sebagai “pendudukan”.

    Tonton juga video “Hamas Tolak Pengerahan Pasukan Internasional di Gaza”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Uni Eropa Perkuat Sanksi dan Deportasi Demi Batasi Migrasi

    Brussels

    Jika merujuk kepada strategi keamanan terbaru Amerika Serikat (AS), yang mengkritik kebijakan migrasi Eropa mengarah pada “penghapusan peradaban,” hal yang mungkin terpikirkan adalah Uni Eropa (UE) sedang membuka lebar pintu perbatasan.

    Faktanya, keberadaan imigran ilegal terus menurun. Terlebih, Uni Eropa baru saja memperbarui kebijakan migrasi menjadi yang paling ketat sepanjang sejarah. Tujuannya, antara lain, untuk memudahkan negara-negara anggota menahan dan mendeportasi para pencari suaka yang ditolak.

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund mengatakan bahwa langkah tersebut adalah reformasi baru untuk memperbaiki sistem yang “disfungsional” dan memulihkan “kontrol” negara.

    Namun, langkah ini menuai protes dari organisasi hak asasi manusia (HAM). Amnesty Internasional menuduh bahwa keputusan tersebut serupa dengan, “penangkapan masal, penahanan, dan deportasi yang mengerikan, serta tidak manusiawi di Amerika Serikat.”

    Rencana kirim imigran ke pusat detensi luar negeri

    Pada Senin (08/12), para menteri dalam negeri Uni Eropa mendukung serangkaian reformasi yang mencakup pengesahan hukum atas gagasan yang disebut “pusat pemulangan.” Hal itu bisa berarti pusat penahanan di luar Uni Eropa, tempat para migran dikirim untuk memproses permohonan suaka atau bahkan sebagai bagian dari tiket sekali jalan keluar dari Eropa.

    Namun, revisi aturan ini masih harus dinegosiasikan dengan Parlemen Eropa. Aturan tersebut memungkinkan negara anggota Uni Eropa membuat kesepakatan dengan negara di luar blok dan mengirim migran ke sana, meskipun mereka tidak memiliki keterkaitan dengan negara tersebut.

    Denmark mulai mempertimbangkan cara untuk mengirim migran ke Rwanda pada 2021, tapi negara anggota Uni Eropa pertama yang mencoba menerapkannya secara nyata adalah Italia.

    Pemerintahan sayap kanan di Roma telah mendirikan pusat penanganan migran di negara tetangga non-Uni Eropa, Albania, tahun 2024, tetapi pusat penanganan tersebut menghadapi tantangan hukum dan akhirnya ditangguhkan.

    Namun, pengamat kebijakan migrasi Helena Hahn mengatakan bahwa “masih belum jelas” bagaimana bentuk pusat pemulangan di luar model Italia dan terutama, negara-negara non-UE mana yang bersedia menampung migran yang ditujukan ke Eropa.

    Pengabaian tanggung jawab?

    Lembaga HAM dan Think Tank seperti Human Rights Watch dan Oxfam, mengecam Uni Eropa karena dianggap “mengabaikan tanggung jawab” karena mencoba mendelegasikan proses suaka.

    “Uni Eropa berusaha semakin mendorong tanggung jawabnya kepada negara-negara yang sudah menampung mayoritas pengungsi dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas,” kata koalisi masyarakat sipil, pada tahun 2024.

    Pernyataan mereka menegaskan bahwa janji Uni Eropa untuk menegakkan hak-hak migran hanyalah “omong kosong.”

    Menteri Imigrasi Denmark Rasmus Stoklund menolak tuduhan tersebut. “Jika kami mengirim seseorang ke pusat pemulangan, kami akan bertanggung jawab untuk menghormati hak asasi mereka,” ujarnya kepada wartawan setelah pertemuan di Brussels.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Percepat deportasi dengan mendeklarasikan negara ‘aman’

    Negara anggota Uni Eropa juga mendukung proposal rancangan untuk mempercepat deportasi, yang menetapkan hukuman lebih berat bagi para migran yang mengabaikan perintah pengusiran. Dukungan terhadap aturan-aturan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan Uni Eropa dalam rencana untuk mengurangi kerjasama dengan negara-negara yang gagal diajak kerjasama dalam mendukung kebijakan deportasi.

    Para menteri dari negara-negara Uni Eropa juga memberi lampu hijau untuk daftar negara-negara yang dianggap “aman”. Kelompok tersebut adalah negara yang bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk menolak izin tinggal bagi mereka yang kecil kemungkinannya untuk mendapat suaka.

    Contohnya, hanya 4% pencari suaka asal Bangladesh yang diterima di Uni Eropa tahun 2024. Bangladesh adalah negara teratas dalam daftar negara yang dianggap “aman” oleh Belgia. Negara-negara lain yang masuk daftar tersebut adalah India, Kolombia, Mesir, Maroko, dan Tunisia.

    Para menteri Uni Eropa sepakat bahwa negara-negara yang menjadi kandidat untuk tergabung di persekutuan seperti Montenegro, Moldova, atau Serbia perlu diberi status aman kecuali saat berada dalam situasi konflik atau pembatasan terhadap hak asasi manusia.

    Tampung para migran atau bayar denda

    Menurut Helena Hahn, Uni Eropa telah menyepakati satu rencana yang sedikit bertentangan dengan tren menuju pembatasan yang lebih ketat.

    Hal yang mereka sebut sebagai “pengumpulan solidaritas” akan membuat negara-negara anggota Uni Eropa di Eropa Utara dan Timur berada dalam posisi menerima lebih banyak migran dari negara-negara Selatan atau turut menyumbang dana untuk mendukung negara-negara seperti Cyprus, Spanyol, Italia, atau Yunani.

    Bagi Hahn, hal tersebut adalah “mekanisme untuk mengorganisir dan mengoordinasikan pembagian tanggung jawab terhadap para pencari suaka di antara negara-negara anggota.” Hal tersebut, menurutnya, dianggap sebagai “langkah besar.”

    “Pertanyaan-pertanyaan seputar relokasi, kuota, dan distribusi pencari suaka di seluruh Eropa dengan cara yang adil sudah selalu menjadi pembicaraan politis yang paling sensitif, yang menghambat implementasi sistem pencarian suaka di Eropa,” ucap Hahn.

    Penentuan soal negara-negara mana yang akan membayar, masih dibicarakan. Akan tetapi, Hungaria, salah satu anggota negara Uni Eropa telah menolak kewajiban denda. Hal ini bisa memunculkan sengketa hukum antara Brussels dan Budapest.

    Rasa khawatir masyarakat dan dinamika kelompok sayap kanan

    Semakin banyak warga Uni Eropa menganggap keberadaan para imigran sebagai masalah besar. Sebuah survei di awal tahun 2025 menunjukkan isu imigran menempati peringkat kedua setelah perang Rusia di Ukraina dalam daftar tantangan terbesar yang dihadapi Uni Eropa. Itu semua berada di atas kekhawatiran warga atas biaya hidup, perubahan iklim, keamanan, dan pertahanan.

    Partai-partai sayap kanan yang menekankan pesan anti-imigran semakin populer di banyak negara Uni Eropa, sementara kekuatan politik sentris berusaha merebut kembali dukungan suara.

    “Kami melihat agenda imigrasi yang sangat restriktif,” kata Helena Hahn kepada DW. Dia juga mencatat semakin banyak negara berupaya merumuskan “solusi inovatif” untuk mencegah, menahan, dan mendeportasi imigran.

    “Namun, sejauh ini hasilnya sangat sedikit,” paparnya. “Jadi, menurut saya, hal itu juga menunjukkan kelayakan politik dari beberapa gagasan yang tampaknya menyiratkan bahwa akan sangat mudah untuk memindahkan orang dari tempat A ke tempat B, tanpa memperhatikan pertimbangan politik, diplomatik, atau praktis apa pun.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Trump soal Uni Eropa Denda X: Itu Bukan Hal yang Benar!”

    (nvc/nvc)

  • Diaspora RI Tanggapi Australia Larang Medsos untuk Anak

    Diaspora RI Tanggapi Australia Larang Medsos untuk Anak

    Larangan media sosial di Australia untuk anak di bawah usia 16 tahun resmi dimulai hari Kamis ini (10/12), menandai upaya pertama di dunia untuk melindungi anak-anak dari kecanduan ponsel dan bahaya daring.

    Mulai sekarang, sekelompok platform media sosial akan menghadapi denda hingga A$50 juta, sekitar Rp554 miliar, jika mereka tidak mengambil “langkah-langkah yang diperlukan” untuk mencegah anak-anak dan remaja di bawah usia 16 tahun memiliki akun media sosial.

    Tapi Pemerintah Australia mengakui larangan tersebut tidak akan sempurna.

    Selain itu, remaja di bawah 16 tahun masih dapat melihat konten media sosial yang tersedia untuk umum yang tidak memerlukan “login”.

    Dengan kata lain, pembatasan konten di media sosial tidak akan sempurna.

    Namun, pemerintah Australia bersikeras larangan ini tetap patut dicoba untuk melindungi anak-anak dari “doomscrolling” yang tak ada habisnya dan bahaya lainnya seperti perundungan siber dan “grooming”.

    Tanggapan yang beragam dari diaspora Indonesia

    Kebijakan baru ini disambut beragam oleh sejumlah orangtua diaspora Indonesia di Australia.

    Dian Fikriani di Melbourne adalah ibu dari seorang anak yang berusia sembilan tahun bernama Gesit Mardika.

    Dian mengetahui bahwa yang dimaksud dengan pelarangan bermedsos bagi remaja ini sebenarnya hanya larangan untuk memiliki akun di sejumlah platform dan bukan larangan mengakses sepenuhnya.

    Menurut Dian, selama ini memang anaknya tidak memiliki akun media sosial dan masih mengakses konten melalui akunnya.

    “Memang masih ada celahnya, tetapi kebijakan ini cukup membantu orangtua,” kata Dian.

    Ia mengatakan larangan remaja bermedsos bisa membantu mencegah perundungan atau “bullying” di dunia maya yang kerap dialami mereka yang memiliki akun medsos.

    “Anak-anak ini rentan terkena bullying dari teman-temannya sendiri [di medsos] daripada dari orang yang tidak mereka kenal.”

    Vironica Hadi memiliki seorang putri berusia 15 tahun, yang sudah memiliki akun media sosial dengan sepengetahuan dan sepengawasannya.

    Vironica menilai kebijakan melarang memiliki akun tapi masih bisa mengakses platform media sosial tanpa perlu “login” adalah kebijakan yang “tanggung.”

    “Menurutku kalau mau di-ban ya sekalian saja, jangan bisa akses tapi enggak bisa posting, bikin story, atau comment,” kata dia.

    “Dan untuk mereka yang sudah punya akun medsos dengan sepengetahuan dan pengawasan orangtuanya, kasihan juga melihat tiba-tiba mereka enggak bisa lagi bikin apa-apa,” tambahnya yang selama ini mencoba untuk mengecek aktivitas putrinya di media sosial secara berkala.

    Menyadari kesulitan teknis untuk menutup seluruh akses media sosial seluruhnya untuk remaja, Vironica mengusulkan agar platform memberi limit akses harian untuk setiap akun yang dimiliki remaja.

    “Misalnya dalam sehari mereka cuma bisa mengakses akun medsosnya dua jam, saya pikir itu sudah maksimal’ setelah itu ter-logout, mungkin itu lebih masuk akal,” katanya.

    Sigit Lestanto, ayah dari dua orang anak berusia 12 dan 10 tahun, selama ini sudah memberlakukan limit harian sebagai upaya membatasi akses anak-anaknya ke media sosial.

    “Dua jam, itu maksimal ya,” kata Sigit.

    Ia menceritakan anak-anaknya biasa mengakses Instagram, Roblox, dan YouTube Kids.

    Menanggapi kebijakan Australia yang terbaru, Sigit memilih berada “di tengah-tengah”, karena menurut dia selalu ada sisi positif dan negatif dari teknologi, termasuk media sosial.

    “Media atau teknologi itu kayak senjata, tergantung siapa yang pakai … saya masih melihat bahwa ada sisi positif dari teknologi.”

    Untuk itu, Sigit mengatakan peran orangtua masih signifikan dalam akses anak-anak ke teknologi internet.

    Zaneta Subrata, yang memiliki seorang putra berusia 11 tahun mendukung kebijakan pemerintah yang melarang remaja dan anak-anak sampai 16 tahun memiliki akun media sosial.

    “Masalah mental health, bullying, dan lain-lain yang marak ini memang related kok menurut saya dengan akses media sosial ini.”

    “Ketika mereka punya personal account, mereka bisa mulai chat sama orang-orang, dan di sanalah semuanya berawal … bisa menjadi korban bully atau mereka yang mem-bully orang lain.”

    Meski begitu, Zaneta menilai kebijakan ini tidak begitu efektif karena anak-anak masih bisa mengakses “feed” konten dari platform-platform tersebut.

    “Pengawasan yang paling efektif ya masih pengawasan dari orangtuanya sendirilah ya, menurut saya.”

    Di sisi lain, Zaneta mengatakan mungkin ada sisi baik dari aturan ini yang bisa diadaptasi oleh Indonesia.

    “Karena menurut saya medsos di Indonesia out of control banget, media sosial kayak sesuatu yang penting banget di Indonesia, jumlah followers dan like menjadi ukuran status dan eksistensi, jadi mungkin [kebijakan] ini bisa dicontoh, setidaknya ada sesuatu yang diatur.”

    Tanggapan di Australia dan dunia

    Dalam pidatonya hari Kamis ini, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mendorong anak-anak untuk “memanfaatkan liburan sekolah yang akan datang sebaik-baiknya, daripada menghabiskannya dengan menggulir ponsel.”

    “Mulailah menekuni cabang olahraga baru, pelajari alat musik baru, atau baca buku yang sudah lama tersimpan di rak bukumu,” ujarnya.

    “Yang terpenting, habiskan waktu berkualitas bersama teman dan keluarga, secara tatap muka langsung.”

    Pemerintah Australia juga menegaskan daftar aplikasi dan situs media sosial yang dibatasi masih akan bertambah dalam beberapa waktu ke depan.

    Meskipun larangan media sosial untuk remaja di bawah 16 tahun ini populer di kalangan banyak orang tua di Australia, beberapa anak di kota-kota kecil dan pedalaman mengatakan larangan ini hanya akan memperburuk isolasi sosial, terutama bagi remaja LGBTQIA+, yang telah menemukan penerimaan dan dukungan di komunitas daring.

    Dua remaja di Australia, misalnya, pernah memperjuangkan larangan tersebut hingga ke Pengadilan Tinggi.

    Langkah kedua remaja berusia 15 tahun ini didukung oleh Digital Freedom Project, yang mengklaim undang-undang tersebut membatasi hak tersirat atas kebebasan berkomunikasi politik.

    Kelompok tersebut awalnya mengumumkan pada bulan November bahwa mereka mencoba untuk menunda undang-undang tersebut.

    Namun, pengadilan akan menyidangkan kasus khusus tahun depan.

    Sementara anak-anak muda lainnya menyambut baik larangan tersebut, mengatakan mereka kesal dengan cara perusahaan teknologi membuat mereka kecanduan dengan menggunakan data mereka untuk mengembangkan algoritma yang adiktif.

    Larangan media sosial di Australia menandai pertama kalinya suatu negara mencoba melawan raksasa teknologi besar, yang juga mendapat banyak perhatian negara-negara lain.

    Uni Eropa kini sedang mempertimbangkan larangan serupa, serta usulan untuk “jam malam”, aplikasi verifikasi usia, dan pembatasan fitur-fitur yang membuat ketagihan, seperti “scrolling” konten medsos tanpa henti dan notifikasi yang berlebihan.

    Malaysia akan bergabung dengan daftar negara yang membatasi akses ke media sosial bagi remaja di bawah 16 tahun, dengan aturan yang akan berlaku mulai 1 Januari mendatang.

    Tonton juga video “Pelarangan Medsos Buat Anak Australia Bakal Berjalan Mulus Nggak Ya?”