Jenis Media: Internasional

  • Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Kabul

    Pembekuan anggaran dana bantuan kemanusiaan Amerika Serikat, USAID, oleh Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran perihal situasi kemanusiaan di Afghanistan. Negeri yang dikuasai Taliban sejak 2021 itu tergolong miskin dan menggantungkan banyak layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan pada donasi luar negeri.

    Meski telah menarik mundur pasukannya sejak sebelum berkuasanya Taliban, AS masih merupakan donatur terbesar bagi Afghanistan.

    Menurut laporan Inspektorat Jenderal untuk Rekonstruksi Afghanistan, SIGAR, pemerintah AS telah “mengalokasikan atau menyediakan lebih dari USD 21 miliar bantuan untuk Afghanistan dan para pengungsi” sejak Taliban menguasai penuh negara tersebut.

    AS menegaskan bahwa dana bantuan dialirkan langsung kepada rakyat Afghanistan, tanpa melalui Taliban.

    Taliban hadapi ‘kekacauan’

    Meski demikian, Taliban secara tidak langsung ikut diuntungkan dari arus masuk dollar AS, karena membantu menstabilkan nilai tukar mata uang nasional dan mengurangi risiko inflasi. Terhentinya aliran valuta asing berpotensi fatal bagi perekonomian Afghanistan.

    “Terhentinya dana bantuan asing dari AS, termasuk dana USAID, memicu kekacauan di kalangan Taliban,” kata Ghaus Janbaz, bekas diplomat Afghanistan kepada DW.

    Banyak pakar berpendapat bahwa bantuan asing ke Afghanistan, termasuk kucuran dana senilai ratusan juta dari AS setiap tahun, secara tidak langsung telah membantu Taliban mengukuhkan kekuasaannya.

    Dengan aliran dana yang menyusut, mereka yakin Taliban dapat menyerah pada tuntutan internasional atau mengambil risiko menguatnya oposisi di dalam negeri.

    “Dalam tiga tahun terakhir, Taliban telah gagal membangun ekonomi yang mandiri. Artnya, mereka sangat bergantung pada bantuan asing,” tambah Janbaz.

    ‘Rakyat tanggung akibatnya’

    Sejak kembali menguasai Afghanistan, Taliban secara sistematis telah mengabaikan hak-hak dasar perempuan, termasuk akses pendidikan dan pekerjaan di luar rumah.

    Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan Afghanistan dilarang menunjukkan wajah di depan umum. Tergerusnya hak-hak perempuan tetap menjadi hambatan utama bagi dunia internasional untuk menjalin hubungan resmi dengan Taliban.

    Hingga kini, belum ada negara di dunia yang secara resmi mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.

    Taliban juga gagal membentuk pemerintahan yang inklusif atau membuka peluang bagi partisipasi aktif warga dalam isu nasional.

    Ketika seruan untuk meningkatkan tekanan terhadap Taliban semakin menguat, beberapa pihak memperingatkan bahwa pemotongan bantuan hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat Afghanistan.

    “Menurut laporan PBB, 26 juta orang di Afghanistan bergantung pada bantuan asing untuk bertahan hidup,” kata Wazhma Frogh, seorang aktivis hak-hak perempuan Afghanistan yang tinggal di luar negeri yang bekerja dengan organisasi-organisasi bantuan yang masih beroperasi di Afghanistan.

    “Jika organisasi-organisasi kemanusiaan kehilangan akses dana kemanusiaan, mereka tidak akan dapat memberikan bantuan yang paling mendasar sekalipun,” katanya kepada DW.

    “Taliban tidak punya agenda untuk memberdayakan atau membangun rakyat Afghanistan. Bantuan yang diberikan hanya dari PBB, badan-badan internasional, dan organisasi-organisasi bantuan lokal,” tambahnya, seraya memperingatkan bahwa keputusan Trump untuk memangkas bantuan akan memperburuk kondisi rakyat Afghanistan secara signifikan.

    Apa rencana Trump untuk Afghanistan?

    Afghanistan diyakini akan tetap berada di luar agenda kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump. AS saat ini sedang disibukkan oleh konflik di Timur Tengah dan Ukraina, serta konfrontasi melawan China.

    Selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada tanggal 4 Februari, Trump ditanya tentang rencananya menyangkut Taliban oleh seorang jurnalis perempuan Afghanistan.

    Dia cuma mengatakan dirinya tidak paham pertanyaan yang disampaikan karena terkecoh “aksennya yang indah,” kata dia merujuk pada gaya berbicara sang reporter, tanpa memberi jawaban.

    “Saya rasa pemerintahan Trump belum memiliki rencana untuk Afghanistan,” kata Frogh.

    Namun begitu, Trump berulang kali bersuara vokal memberikan tuntutan kepada Taliban, yaitu pengembalian peralatan militer yang ditinggalkan oleh AS dan kendali atas Pangkalan Udara Bagram, yang menurutnya sekarang berada di bawah pengaruh China. Klaim tersebut dibantah oleh Taliban.

    Menurut Janbaz, pernyataan ini tidak mencerminkan strategi konkret AS terhadap Afghanistan, tetapi lebih merupakan bagian dari retorika kampanye Trump.

    “Waktu akan menunjukkan bagaimana Trump menangani Afghanistan, tetapi yang jelas pendekatannya tidak akan mencerminkan pendekatan pemerintahan sebelumnya,” pungkas Janbaz.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemimpin Oposisi Australia Sebut Rencana AS Ambil Alih Gaza Taktik Negosiasi    
        Pemimpin Oposisi Australia Sebut Rencana AS Ambil Alih Gaza Taktik Negosiasi

    Pemimpin Oposisi Australia Sebut Rencana AS Ambil Alih Gaza Taktik Negosiasi Pemimpin Oposisi Australia Sebut Rencana AS Ambil Alih Gaza Taktik Negosiasi

    Canberra

    Pemimpin oposisi Australia, Peter Dutton, menilai rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza hanyalah “taktik negosiasi”. Dutton memuji Trump sebagai “pemikir besar” dan “pembuat kesepakatan” ulung.

    Pernyataan Dutton ini disampaikan saat Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, menolak untuk berkomentar langsung terhadap rencana kontroversial Trump, dan hanya menegaskan kembali soal komitmen Canberra untuk solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.

    Dutton yang mantan Menteri Pertahanan dan mantan Menteri Dalam Negeri Australia ini, dalam wawancara dengan radio 2GB seperti dilansir The Guardian, Kamis (6/2/2025), tidak secara tegas menentang pernyataan kontroversial Trump, dan justru terkesan mendukung pernyataan itu.

    Dia menyebut pernyataan Trump yang menghasut itu bisa menjadi taktik negosiasi untuk membuat negara-negara lainnya di kawasan Timur Tengah untuk “mengambil tindakan” dan membantu membangun kembali Jalur Gaza yang hancur akibat pengeboman Israel.

    “Dia ingin negara-negara lainnya di kawasan itu mengambil tindakan dan mengambil tanggung jawab, seperti yang dia lakukan dengan NATO di Eropa,” kata Dutton dalam pernyataannya.

    “Dia seorang pemikir besar dan pembuat kesepakatan. Dia tidak menjadi Presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya hanya karena dia lihai. Anda telah melihatnya dalam kehidupan bisnisnya, dan seni membuat kesepakatan sangat penting baginya,” sebutnya memuji Trump.

    “Saya pikir ada keinginan untuk perdamaian di sini dari setiap orang yang berakal sehat, dan mudah-mudahan hal itu dapat tercapai,” ucapnya.

    Menurut Dutton, pernyataan Trump itu membawa “keseriusan” di panggung internasional.

    Dia juga mengatakan bahwa “sangat masuk akal jika Trump mencoba memanfaatkan negara-negara tetangga” di kawasan Timur Tengah untuk berkontribusi pada upaya rekonstruksi Gaza.

    “Orang-orang yang menolak Presiden Trump dan mengatakan bahwa dia tidak serius, atau komentar menghina apa pun yang ingin mereka katakan, menurut saya hal itu bertentangan dengan realitas keseriusan yang dibawa Trump ke dalam situasi ini, kekuatan Amerika Serikat yang bekerja sama dengan sekutu seperti Israel dan Yordania dan Mesir dan negara-negara lainnya yang, menurut penilaiannya, harus berkontribusi dalam pembangunan kembali kawasan ini,” kata Dutton.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Imbas Negosiasi Tarif Trump, Meksiko Kini kerahkan 10.000 pasukan Garda Nasional di Perbatasan AS – Halaman all

    Imbas Negosiasi Tarif Trump, Meksiko Kini kerahkan 10.000 pasukan Garda Nasional di Perbatasan AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hasil dari negosiasi perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Meksiko mulai ditunjukkan realisasinya di lapangan pada hari Rabu (5/2/2025) waktu setempat.

    Hal ini bisa dilihat dari pengerahan jajaran truk Garda Nasional dan Tentara Meksiko yang mulai diturunkan di sepanjang perbatasan AS-Meksiko yang memisahkan Ciudad Juárez dan El Paso, Texas,

    Adapun pasukan yang diturunkan oleh pemerintah Meksiko tersebut menjadi gelombang pertama dari 10.000 pasukan yang dijanjikan oleh Presiden Claudia Sheinbaum.

    Pengerahan pasukan ke perbatasan utara Meksiko tersebut menjadi bentuk komitmen Sheinbaum setelah Presiden AS, Donald Trump menunda ancaman tarif.

    Anggota Garda Nasional yang mengenakan masker dan bersenjata tersebut tampak menyisir semak-semak di sepanjang penghalang perbatasan di pinggiran Ciudad Juárez.

    Di dalam operasinya tersebut, mereka menyisir sejumlah perangkat yang digunakan oleh para imigran ilegal untuk menyeberang ke AS seperti sejumlah tangga darurat dan tali yang disembunyikan di parit.

    Patroli Garda Nasional Meksiko tersebut juga terlihat di bagian lain perbatasan AS-Meksiko lainnya di dekat Tijuana.

    “Akan ada pengawasan permanen di perbatasan,” kata José Luis Santos Iza, salah satu pemimpin Garda Nasional Meksiko yang memimpin penempatan pasukan di kota Ciudad Juarez pada Rabu.

    “Operasi ini terutama untuk mencegah perdagangan narkoba dari Meksiko ke Amerika Serikat, terutama fentanyl.” ungkap Santos Iza kepada media saat mendampingi kedatangan pasukan pertama di Ciudad Juarez.

    Setidaknya 1.650 pasukan diperkirakan akan dikirim ke Ciudad Juárez, menurut data pemerintah Meksiko

    Hal ini juga menjadikan kota tersebut menjadi salah satu penerima penguatan militer perbatasan terbesar di Meksiko.

    Setelah Juarez, Tijuana menjadi kota kedua yang menerima pengetatan perbatasan terketat di Meksiko dengan 1.949 pasukan dijadwalkan untuk melakukan operasi di sana..

    Tindakan Meksiko yang mulai mengerahkan pasukannya di perbatasan AS-Meksiko ini sendiri terjadi sebagai hasil negosiasi dengan Donald Trump.

    Seperti yang diketahui sebelumnya, Trump akhirnya mengumumkan bahwa ia akan menunda pemberlakuan tarif yang memberatkan negara tetangganya tersebut selama setidaknya sebulan. 

    Sebagai imbalannya, Sheinbaum berjanji akan mengirimkan pasukan garda nasional Meksiko untuk memperkuat perbatasan dan memberantas penyelundupan fentanyl.

    Guna menunjukkan komitmen kesepahaman antara kedua negara, AS juga akan melakukan lebih banyak upaya untuk menghentikan perdagangan senjata dari Amerika yang selama ini diselundupkan oleh sejumlah pihak ilegal guna mempersenjatai kartel narkoba di Meksiko

    Selama perjalanan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio ke negara-negara di Amerika Latin, diplomat top Amerika tersebut juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Meksiko atas pengiriman pasukan tersebut.

    (Tribunnews.com/Bobby) 

  • Wapres Filipina Dimakzulkan Parlemen, Imbas Berselisih dengan Marcos Jr?

    Wapres Filipina Dimakzulkan Parlemen, Imbas Berselisih dengan Marcos Jr?

    Manila

    Parlemen Filipina memilih untuk memakzulkan Wakil Presiden Sara Duterte menyusul adanya tudingan dugaan korupsi. Duterte dituduh menyalahgunakan dana publik senilai jutaan dolar dan mengancam akan membunuh Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr.

    Sara Duterte membantah tudingan tersebut dan mengklaim dirinya adalah korban dendam politik.

    Langkah parlemen ini secara luas dilihat sebagai eskalasi perseteruan sengit antara Duterte dan Marcos yang telah membuat negara itu gelisah selama berbulan-bulan.

    Keduanya merupakan keturunan dinasti politik Filipina: Sara Duterte adalah putri mantan presiden Rodrigo Duterte, sementara Bongbong Marcos Jr. adalah putra mendiang pemimpin kuat Ferdinand Marcos Sr.

    Sebanyak 215 dari 306 anggota parlemen Filipina memberikan suara untuk pemakzulan pada Rabu (05/02), jauh di atas ambang batas sepertiga yang dibutuhkan agar rancangan undang-undang (RUU) tersebut dapat disahkan.

    RUU itu kini akan disidangkan oleh Senat yang beranggotakan 24 orang, yang akan bersidang sebagai pengadilan pemakzulan.

    Jika terbukti bersalah, Duterte terancam lengser dari jabatannya dan akan wakil presiden pertama yang dimakzulkan dalam sejarah Filipina.

    Kendati begitu, Duterte diperkirakan akan tetap menjabat hingga Senat memberikan keputusannya.

    Adapun tanggal persidangan hingga kini belum ditetapkan.

    Parlemen Filipina memilih memakzulkan wakil presiden Sara Duterte (Getty Images)

    Duterte dikenal luas sebagai calon pengganti Marcosyang dianggap tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri lagi pada 2028 karena konstitusi membatasi masa jabatan presiden selama enam tahun.

    Namun begitu, pemakzulan terhadap Duterte secara efektif akan menghalau upayanya mencalonkan diri sebagai presiden, sebab ia akan dilarang secara permanen memegang jabatan publik.

    Langkah tersebut dilakukan menjelang pemilihan sela pada Mei, yang dipandang sebagai referendum bagi Marcos di tengah masa jabatannya sekaligus barometer dukungan publik bagi Duterte.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Duterte belum berkomentar tentang hasil pemungutan suara terkait pemakzulan terhadapnya.

    Akan tetapi, kakak laki-lakinya yang juga anggota parlemen mewakili kota kelahiran mereka di Davao, Paolo Duterte, mengatakan pemerintahan Filipina “berjalan di tempat yang berbahaya” yang ia gambarkan sebagai “tindakan penganiayaan politik yang jelas.

    Marcos juga tidak mengomentari pemakzulan Duterte.

    Pada November lalu, Marcos mengatakan akan “buang-buang waktu” bagi anggota parlemen untuk memakzulkan Duterte ketika mereka memiliki pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukan.

    Para demonstran ikut serta dalam protes yang menyerukan pemakzulan Wakil Presiden Sara Duterte di Monumen Kekuatan Rakyat pada tanggal 31 Januari 2025 di kota Quezon, Metro Manila, Filipina. (Getty Images)

    Sejak berakhirnya pemerintahan diktator Ferdinand Marcos Sr dan pemulihan demokrasi pada 1986, hanya satu presiden yang sedang menjabat yang dimakzulkan, yakni Joseph Estrada pada tahun 2000, karena tuduhan korupsi.

    Namun sidangnya berakhir tanpa putusan pengadilan setelah pemberontakan rakyat memaksanya turun dari kekuasaan pada Januari 2001.

    Hanya satu pengadilan pemakzulan yang menghasilkan putusan, yakni mantan ketua Mahkamah Agung Renato Corona, yang dihukum karena korupsi pada tahun 2012.

    Baik persidangan pemakzulan Estrada maupun Corona merupakan urusan yang sangat politis dan memecah belah serta berlangsung selama berbulan-bulan.

    Apa yang melatarbelakangi perseteruan Marcos dan Duterte?

    Duterte dan Marcos tampak akur saat mencalonkan diri dalam pemilu pada 2022, dengan menyebut diri mereka “UniTeam”.

    Namun keretakan mulai terlihat bahkan sebelum mereka memangku jabatan, ketika Duterte menghendaki untuk menangani sektor pertahanan di kabinet Marcos, namun malah diangkat menjadi menteri pendidikan.

    Aliansi mereka semakin retak tak lama setelah mereka berkuasa, karena mereka masing-masing menjalankan agenda politiknya dan kerap kali berbeda pendapat di bidang-bidang penting seperti diplomasi.

    Baca juga:

    Perbedaan mereka tentang hubungan Filipina dengan AS dan China semakin mencolok, karena pertemuan antara kapal Filipina dan China di perairan yang disengketakan menjadi lebih sering.

    Marcos semakin mendekat ke AS, membalikkan sikap pro-China yang dilakukan pada era ayah Duterte, Rodrigo Duterte.

    Marcos juga menjanjikan pendekatan yang tidak terlalu keras terhadap jaringan narkoba ilegal, dengan meredam “perang melawan narkoba” yang digagas Rodrigo Duterte.

    Menurut hitungan pemerintah, kebijakan perang melawan narkoba ini telah menewaskan lebih dari 6.000 tersangka.

    Majelis rendah parlemen, tempat sekutu Marcos memegang kekuasaan, kemudian mulai meneliti permintaan anggaran Duterte, khususnya dana rahasia yang tidak tercakup dalam audit negara.

    Marcos dan Duterte menang dalam pemilu 2022 (Getty Images)

    Pada Juli tahun lalu, Duterte mengundurkan diri dari kabinet.

    Perseteruan tersebut berubah drastis beberapa bulan kemudian ketika dalam konferensi pers yang disiarkan langsung larut malam, Duterte mengatakan dia telah “berbicara kepada seseorang” untuk “membunuh” Marcos jika dia dibunuh.

    Dia lalu mengatakan bahwa dia tidak berencana untuk membunuh Presiden, dan Marcos telah menepis ancaman tersebut sebagai “badai dalam cangkir teh”.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza    
        Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza Iran Tolak Mentah-mentah Rencana Trump Ambil Alih Gaza

    Teheran

    Iran menolak apa yang disebutnya sebagai rencana “mengejutkan” yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza. Teheran menyebut rencana itu sama saja “memindahkan secara paksa” warga Palestina dari wilayah pesisir tersebut.

    “Rencana untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa rakyat Palestina ke negara-negara tetangga dianggap sebagai kelanjutan dari rencana yang ditargetkan rezim Zionis (Israel-red) untuk sepenuhnya memusnahkan bangsa Palestina, dan ditolak mentah-mentah dan dikutuk,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, seperti dilansir AFP, Kamis (6/2/2025).

    Rencana kontroversial itu diumumkan Trump dalam konferensi pers dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat.

    Trump tidak hanya mengatakan bahwa AS “akan mengambil alih” Jalur Gaza, tapi juga akan “memilikinya” dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina yang ada di sana ke negara-negara lainnya. Dia bahkan menyebut relokasi warga Gaza itu akan dilakukan “secara permanen”.

    Hal ini melampaui gagasan sebelumnya yang telah ditolak mentah-mentah oleh para pemimpin negara Arab.

    Rencana itu menuai penolakan dari para pemimpin negara Arab dan pemimpin dunia, dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan soal “pembersihan etnis” di wilayah Palestina.

    Gedung Putih tampak berupaya meredakan kehebohan dan penolakan global yang muncul, dengan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menarik kembali pernyataan Trump soal warga Gaza akan direlokasi secara permanen. Dia mengatakan bahwa warga Gaza harus “direlokasi sementara” untuk proses pembangunan kembali.

    Pernyataan serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio yang menegaskan bahwa gagasannya adalah warga Gaza meninggalkan wilayah itu untuk periode “sementara” selama rekonstruksi dan pembersihan puing berlangsung.

    Baqaei menggambarkan rencana Trump sebagai “serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap prinsip-prinsip dasar dan landasan hukum internasional dan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.

    Dia kemudian menyerukan komunitas internasional untuk mengakui “hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan membebaskan mereka dari… pendudukan dan apartheid”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Zelensky Nyatakan Siap Dialog dengan Putin, Kremlin Bilang Omong Kosong    
        Zelensky Nyatakan Siap Dialog dengan Putin, Kremlin Bilang Omong Kosong

    Zelensky Nyatakan Siap Dialog dengan Putin, Kremlin Bilang Omong Kosong Zelensky Nyatakan Siap Dialog dengan Putin, Kremlin Bilang Omong Kosong

    Moskow

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dirinya siap untuk melakukan dialog langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas konflik yang terus berlanjut. Kremlin menanggapi dingin, dengan menyebut perkataan Zelensky itu hanyalah “omongan kosong”.

    Pembicaraan mengenai perundingan untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina, yang sudah berlangsung hampir tiga tahun terakhir, semakin meningkat ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali ke Gedung Putih. Trump telah berjanji untuk mengakhiri pertempuran antara kedua negara bertetangga itu.

    Demikian seperti dilansir AFP, Kamis (6/2/2025).

    Kesiapan untuk berdialog dengan Putin disampaikan Zelensky dalam wawancara dengan jurnalis Inggris Piers Morgan yang dipublikasikan pada Selasa (4/2) waktu setempat. Pada saat itu, Zelensky ditanya soal bagaimana perasaannya jika dia duduk berhadapan dengan Putin di meja perundingan.

    “Jika itu adalah satu-satunya cara di mana kita dapat membawa perdamaian untuk warga Ukraina dan tidak kehilangan banyak orang, tentu saja kami akan melakukan hal itu,” jawab Zelensky dalam wawancara tersebut.

    Kremlin menanggapi pernyataan Zelensky itu pada Rabu (5/2) waktu setempat, dengan juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan: “Sejauh ini, hal ini tidak dapat dilihat sebagai apa pun, selain omongan kosong.”

    Putin, pekan lalu, mengatakan Moskow akan melakukan pembicaraan dengan Kyiv, namun menolak untuk berbicara langsung dengan Zelensky.

    Dekrit yang ditandatangani oleh Zelensky tahun 2022 lalu mengesampingkan dialog langsung dengan Putin. Hal itu disinggung oleh Peskov dalam tanggapannya dan secara rutin, disoroti oleh Kremlin setiap kali ditanya apakah siap untuk melakukan pembicaraan dengan Ukraina.

    Juru bicara Kremlin itu juga menegaskan kembali klaim Rusia yang sering menyebut Zelensky sebagai presiden tidak sah, karena mandat lima tahun jabatannya telah berakhir tahun lalu. Di bawah darurat militer, Ukraina melarang penyelenggaraan pemilu.

    “Zelensky mempunyai masalah besar secara de jure (secara hukum) di Ukraina. Namun meskipun demikian, kami tetap siap untuk melakukan perundingan,” ucap Peskov dalam pernyataannya.

    Namun dia juga mengatakan bahwa “kenyataan di lapangan” berarti Kyiv harus “menjadi pihak pertama yang menunjukkan keterbukaan dan minat dalam perundingan semacam itu”.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Usai Gencatan Senjata, Situasi Kemanusiaan di Kongo Timur Tetap Dramatis

    Usai Gencatan Senjata, Situasi Kemanusiaan di Kongo Timur Tetap Dramatis

    Kinshasa

    Aliran air dan listrik kembali aktif di sebagian besar pemukiman warga di Kota Goma, di timur Republik Demokratik Kongo, DRC, Afrika. Ketenangan berjejak usik kota berpenduduk lebih dari satu juta orang itu dikuasai gerilyawan Gerakan 23 Maret atau M23 akhir Januari silam.

    Pendudukan Goma oleh milisi M23 dicapai setelah pertempuran selama berhari-hari melawan militer Kongo. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB, pertempuran menewaskan setidaknya 900 orang.

    Namun, air dan listrik tidak cukup untuk menstabilkan situasi kemanusiaan, seperti yang dijumpai reporter DW di Goma.

    Penjarahan rumah sakit

    Tugas paling mendesak saat ini adalah penanggulangan jenazah demi mencegah wabah penyakit. Bantuan medis mutlak diperlukan karena hampir semua rumah sakit di Goma beroperasi di luar batas kapasitas. Ribuan orang dikabarkan mengalami luka-luka dalam serbuan gerilyawan M23.

    DW mengunjungi rumah sakit Palang Merah Internasional yang mengaku harus menampung 290 pasien dengan hanya 146 tempat tidur. Mereka yang tidak mendapat ruang, diinapkan di dalam tenda di luar bangunan rumah sakit.

    “Saat ini, kami sangat membutuhkan obat-obatan dan perlengkapan medis lain untuk perawatan yang layak,” kata Dokter Abdouraman Sidibe.

    “Suplai kami di rumah sakit dijarah, yang tentunya mempersulit penanganan medis. Kami sudah meminta obat-obatan kepada mitra-mitra kami, tapi kami masih menunggu jawaban sudah sejak 10 hari.”

    Gencatan senjata sepihak oleh M23

    Belum jelas, apakah gencatan senjata sepihak oleh M23 sejak hari Selasa (04/02) akan mampu menstabilkan situasi keamanan di Goma. Gerilyawan Tutsi yang didukung Rwanda itu mengumumkan, pihaknya tidak berkeinginan “mengambil alih kontrol atas Kota Bukavu atau wilayah lain,” tulis mereka, merujuk pada kota Kongo di dekat perbatasan Rwanda di selatan Danau Kivu.

    Militer dan pemerintah Kongo bereaksi skeptis. Gerilayawan M23, “mengatakan sesuatu, tapi melakukan hal sebaliknya,” kata juru bicara militer Sylvain Ekenge seperti dikutip Reuters.

    “Mereka mengumumkan gencatan senjata untuk mengorganisir diri dan memperkuat pertahanan.”

    Pengumuman gencatan senjata sepihak selalu terlihat bagus, kata Stephanie Wolters, peneliti di Institut Studi Keamanan di Afrika Selatan, ISS. “Jika pihak Kongo yang melanggar gencatan senjata, mereka akan berada dalam posisi lebih buruk lagi,” kata Wolters kepada DW. Deklarasi itu dinilai memperkuat daya tawar M23 di meja perundingan.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Antara perang atau perundingan

    Proses damai diharapkan bisa diawali di KTT darurat Komunitas Afrika Timur, EAC, dan Komunitas Pembangunan Afrika Selatan, SADC, mulai hari Jumat (07/02) pekan ini di Tanzania.

    Presiden Rwanda Paul Kagame sudah menyatakan akan hadir. Namun, Presiden DRC Felix Tshisekedi belum memberikan jawaban. Padahal, pertemuan tersebut digelar khusus untuk membahas situasi keamanan di timur Kongo.

    Menurut PBB, Rwanda mendukung pemberontakan M23 secara logistik, militer, dan bahkan secara aktif dengan mengirimkan tentaranya sendiri. Pemerintah di Kigali dengan tegas menolak laporan tersebut.

    Gerakan M23 digalang gerilyawan etnis Tutsi, yang menjadi korban genosida oleh etnis Hutu di Rwanda pada tahun 1994. Sebagian besar warga Hutu di Rwanda, termasuk terduga pelaku genosida, melarikan diri ke Kongo menyusul kemenangan milisi Tutsi yang dipimpin oleh Presiden Kagame saat ini.

    Ancaman perang terbuka tidak hanya muncul dalam bentuk retorika di Kigali dan Kinshasa semata. Uganda dilaporkan juga telah memperkuat kemampuan tempurnya di perbatasan menuju Kongo timur, dengan sekitar 5.000 tentara.

    Kongo Timur yang sangat kaya sumber daya alam telah menjadi tempat berkecamuknya dua perang besar antara tahun 1996 dan 2003, yang melibatkan tentara dan milisi pemberontak, serta menelan korban hingga enam juta jiwa.

    UNHCR tuntut koridor kemanusiaan

    Selama 20 tahun sejak berakhirnya Perang Kongo Kedua, situasi keamanan tidak pernah benar-benar stabil. Kehadiran milisi membawa serta pertempuran, penjarahan, dan pemerkosaan, yang mendorong warga sipil untuk mengungsi.

    Bahkan sebelum eskalasi terbaru dimulai, badan pengungsi PBB UNHCR menghitung 4,6 juta warga sipil mengungsi secara internal dari provinsi-provinsi bermasalah Kivu Utara dan Selatan.

    “Kami menerima laporan mengenai pemblokiran jalan dan hambatan lain terhadap penduduk yang bergerak untuk mencari keselamatan,” kata juru bicara UNHCR Eujin Byun kepada DW.

    “Itulah sebabnya kami menuntut jaminan rute yang aman untuk bantuan kemanusiaan dan pengungsi.”

    UNHCR belum mengamati adanya pergerakan pengungsi besar-besaran ke negara-negara tetangga, kata Byun. “Kita tidak boleh lupa bahwa orang-orang di Kongo timur telah mengungsi berkali-kali. Mereka ingin tetap tinggal di negara mereka.”

    Saat ini, sangat penting secara politik untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, yang dapat memaksa orang melarikan diri melintasi batas negara.

    Namun, jika koalisi bentukan M23 melanjutkan serangan setelah gencatan senjata berakhir, lebih banyak penduduk akan mengungsi ke provinsi Kivu Selatan. Hingga akhir pekan, posisi M23 hanya berjarak sekitar 60 kilometer dari ibu kota provinsi Bukavu yang berpenduduk satu juta orang.

    Sebelum gencatan senjata diumumkan, DW berbicara kepada penduduk yang ingin mengungsi: “Goma tidak jauh dari Bukavu. Warga di sana tidak meninggalkan rumah mereka selama tiga hari. Kami khawatir hal yang sama dapat terjadi di Bukavu,” kata seorang perempuan kepada DW.

    Sebab itu dia berniat melarikan diri melintasi perbatasan ke Burundi.

    Jika M23 mengepung Bukavu, banyak penduduk kota dapat mengambil keputusan yang sama.

    Ditulis dalam bahasa Jerman dengan kontribusi Zanem Zaidi di Goma dan Jonas Gerding di Kinshasa

    Lihat juga Video ‘Kongo Chaos! Massa Serang Kedubes di Kinshasa’:

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sekjen PBB, Antonio Guterres Peringatkan Donald Trump untuk Menghindari Pembersihan Etnis di Gaza – Halaman all

    Sekjen PBB, Antonio Guterres Peringatkan Donald Trump untuk Menghindari Pembersihan Etnis di Gaza – Halaman all

    Sekjen PBB Peringatkan Donald Trump untuk Menghindari Pembersihan Etnis di Gaza, Jangan Perburuk Masalah

    TRIBUNNEWS.COM- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan kepada Presiden Donald Trump pada hari Rabu untuk menghindari pembersihan etnis di Gaza.

    Setelah pemimpin AS tersebut mengusulkan agar warga Palestina diusir dan Amerika Serikat mengambil alih daerah kantong yang dilanda perang tersebut.

    “Dalam mencari solusi, kita tidak boleh memperburuk masalah. Sangat penting untuk tetap setia pada dasar hukum internasional. Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis,” kata Guterres dalam pertemuan komite PBB yang telah direncanakan sebelumnya.

    “Kita harus menegaskan kembali solusi dua negara,” katanya.

    Sekretaris Jenderal PBB mengatakan solusi tidak boleh “memperburuk masalah” saat ia menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk menduduki Gaza.

    Meskipun Guterres tidak menyebutkan Trump atau usulannya mengenai Gaza selama pidatonya di hadapan Komite tentang Pelaksanaan Hak-Hak yang Tidak Dapat Dicabut dari Rakyat Palestina, juru bicaranya Stephane Dujarric mengatakan kepada wartawan sebelumnya bahwa akan menjadi “asumsi yang adil” untuk memandang pernyataan Guterres sebagai sebuah tanggapan.

    Sebelumnya pada hari Rabu Guterres juga berbicara dengan Raja Yordania Abdullah tentang situasi di kawasan itu, kata Dujarric.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa telah lama mendukung visi dua negara yang hidup berdampingan dalam batas-batas yang aman dan diakui. 

    Palestina menginginkan sebuah negara di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, semua wilayah yang diduduki secara ilegal oleh Israel sejak 1967.

    “Setiap perdamaian yang langgeng akan memerlukan kemajuan yang nyata, tidak dapat diubah, dan permanen menuju solusi dua negara, diakhirinya pendudukan, dan didirikannya negara Palestina yang merdeka, dengan Gaza sebagai bagian integralnya,” kata Guterres.

    “Negara Palestina yang layak dan berdaulat, yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel adalah satu-satunya solusi berkelanjutan bagi stabilitas Timur Tengah,” katanya.

    Israel menarik tentara dan pemukim dari Gaza pada tahun 2005. 

    Wilayah tersebut telah dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2007 tetapi masih dianggap berada di bawah pendudukan Israel oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel dan Mesir mengendalikan akses.

     

    SUMBER: THE NEW ARAB

     

  • Bandara Korsel Pasang Radar Pendeteksi Burung Buntut Tragedi Jeju Air    
        Bandara Korsel Pasang Radar Pendeteksi Burung Buntut Tragedi Jeju Air

    Bandara Korsel Pasang Radar Pendeteksi Burung Buntut Tragedi Jeju Air Bandara Korsel Pasang Radar Pendeteksi Burung Buntut Tragedi Jeju Air

    Seoul

    Otoritas Korea Selatan (Korsel) mengumumkan pada Kamis (6/2) bahwa semua bandara yang ada di wilayahnya akan diperintahkan untuk memasang kamera dan radar pendeteksi burung, setelah kecelakaan Jeju Air yang menewaskan sedikitnya 179 orang beberapa bulan lalu.

    Dalam insiden memilukan pada 29 Desember lalu, sebuah pesawat Boeing 737-800 yang dioperasikan Jeju Air terpaksa melakukan pendaratan tanpa roda (belly-landing) di Bandara Internasional Muan dan meledak setelah menabrak pembatas beton yang ada di ujung landasan.

    Kecelakaan itu tercatat sebagai bencana penerbangan terburuk yang pernah terjadi di Korsel.

    Saat kecelakaan terjadi, pilot pesawat itu memperingatkan soal serangan burung (bird strike) sebelum membatalkan upaya pendaratan pertama. Pada upaya kedua, roda pendaratan pesawat tidak keluar dan terjadinya insiden mengenaskan tersebut.

    Para penyelidik Korsel, dibantu penyelidik Amerika Serikat (AS), masih menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut.

    Rencana baru ini, seperti dilansir AFP, Kamis (6/2/2025), diumumkan sebagai bagian dari inspeksi keselamatan khusus bandara secara nasional — bersamaan dengan survei komprehensif terhadap fasilitas-fasilitas yang secara khusus menarik perhatian burung.

    “Semua bandara akan diperlengkapi dengan setidaknya satu kamera pencitraan termal,” kata Kementerian Pertanahan Korsel dalam pernyataannya.

    Disebutkan bahwa peluncuran langkah ini akan dimulai tahun depan.

    Perangkat sonik mobile juga akan dipasang, terutama untuk menangani “burung berukuran sedang dan besar”.

    “Radar pendeteksi burung akan dipasang di semua bandara untuk meningkatkan pendeteksian dini burung pada jarak jauh dan meningkatkan kemampuan respons pesawat,” sebut Kementerian Pertanahan Korsel.

    Radar tersebut akan mendeteksi ukuran burung dan jalur pergerakannya, kemudian informasi itu akan diteruskan kepada pihak pengontrol lalu lintas udara yang selanjutnya akan berkomunikasi dengan pilot.

    Kementerian Pertanahan Korsel juga mengatakan pihaknya akan “menetapkan dasar hukum” untuk memindahkan fasilitas yang menarik perhatian burung — seperti fasilitas pengolahan limbah makanan dan kebun buah-buahan — menjauh dari bandara, serta menerapkan pembatasan jarak baru untuk fasilitas baru.

    “Prioritas utama adalah menetapkan langkah-langkah reformasi komprehensif di bidang keselamatan penerbangan untuk mencegah terulangnya kecelakaan pesawat,” ucap Wakil Menteri Penerbangan Korsel, Joo Jong Wan.

    Menurut laporan media Korsel, bulu burung ditemukan pada kedua mesin pesawat Jeju Air tersebut, dengan serangan burung sedang diselidiki sebagai kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Trump Ingin Ambil Alih Gaza, Bisakah Dia Melakukannya?

    Washington DC

    Perkataan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat dapat “mengambil alih” dan “memiliki” Gaza sekaligus menempatkan penduduknya di tempat lain menuai kecaman dari berbagai pihak.

    Komentar Trump muncul saat gencatan senjata sedang berlangsung antara Hamas dan Israel serta di tengah kebimbangan tentang masa depan Gaza.

    PBB memperkirakan sekitar dua pertiga bangunan di Jalur Gaza telah hancur atau rusak setelah 15 bulan pertempuran.

    Usulan Trump dapat menandakan perubahan terbesar dalam kebijakan AS di Timur Tengah selama beberapa dekade.

    Jika benar-benar terwujud, perubahan itu bakal menjungkirbalikkan konsensus internasional tentang perlunya negara Palestina terdiri dari Gaza dan Tepi Barat yang hidup berdampingan dengan Israel.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan perkataan Trump itu “layak diperhatikan”.

    Di sisi lain, wacana tersebut ditolak mentah-mentah oleh negara-negara Arab, Indonesia, dan beberapa sekutu AS.

    Mengapa Trump melontarkan wacana pengambilalihan Gaza?

    Donald Trump benar tentang satu hal, yaitu diplomasi AS terhadap Israel dan Palestina selama puluhan tahun gagal menyelesaikan konflik.

    Berbagai proposal perdamaian dan presiden telah datang dan pergi tetapi masalah di wilayah itu justru memburuk.

    Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang kemudian memicu pertikaian di Gaza adalah contohnya.

    Trump, yang menghasilkan jutaan dolar sebagai pengembang property, membuat pengamatan valid: jika Gaza akan dibangun kembali bahkan di beberapa lokasi harus dibangun dari awal tidak masuk akal bagi ratusan ribu warga sipil menghuni di antara reruntuhan.

    Pembangunan ulang Gaza akan sangat monumental. Amunisi yang tidak meledak dan tumpukan puing harus disingkirkan.

    Saluran air dan listrik harus diperbaiki. Sekolah, rumah sakit, dan toko perlu dibangun kembali.

    BBC

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengatakan bahwa proses pembangunan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan selagi pembangunan berlanjut, warga Palestina harus pergi ke suatu tempat.

    Namun, alih-alih mencari cara agar warga Jalur Gaza tetap tinggal di dekat rumah mereka, yang kemungkinan besar di kamp-kamp di bagian tengah dan selatan Jalur Gaza, Trump mengatakan mereka harus didorong untuk pergi secara permanen.

    Trump percaya bahwa tanpa kehadiran mereka, “Riviera Timur Tengah” milik Amerika yang indah akan bangkit dari abu sehingga bisa menyediakan ribuan pekerjaan, peluang investasi, dan tempat bagi “masyarakat dunia untuk hidup”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Usulan Trump ditolak berbagai pihak, termasuk Indonesia.

    Dalam pernyataannya melalui media sosial X, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina.”

    Tindakan itu, menurut Kemlu RI, “akan menghambat terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.”

    Mengapa komentar Trump begitu kontroversial?

    Bagi seorang presiden yang menghabiskan sebagian besar masa jabatan pertamanya berupaya mengubah kebijakan AS di Timur Tengah termasuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki usulan mengambil alih Jalur Gaza tergolong mengejutkan.

    Tidak pernah ada presiden AS yang pernah berpikir bahwa menyelesaikan konflik Israel-Palestina akan melibatkan pengambilalihan sebagian wilayah Palestina dan pengusiran penduduknya.

    Pengusiran paksa penduduk Jalur Gaza tergolong pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

    Beberapa warga Palestina kemungkinan akan memilih untuk meninggalkan Gaza dan membangun kembali kehidupan mereka di tempat lain. Sejak Oktober 2023, sebanyak 150.000 orang telah melakukannya.

    Tetapi sebagian lainnya tidak dapat atau tidak mau, baik karena mereka tidak memiliki sarana keuangan untuk melakukannya atau karena keterikatan mereka dengan Gaza yang merupakan bagian dari tanah yang mereka sebut Palestina.

    PBB memperkirakan dua pertiga dari seluruh bangunan di Gaza telah hancur atau rusak parah (Reuters)

    Banyak warga Gaza adalah keturunan orang-orang yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka saat pembentukan negara Israel pada 1948periode yang disebut warga Palestina dengan istilah Nakba, kata dalam bahasa Arab yang berarti malapetaka.

    Bagi warga Palestina yang memimpikan punya negara sendiri, kehilangan sebagian wilayahnya akan terasa seperti amputasi. Apalagi Gaza telah terpisah secara fisik dari Tepi Barat sejak 1948.

    Putaran negosiasi sebelumnya, serta “Visi Perdamaian” Trump tahun 2020, mencakup rencana pembuatan terowongan atau rel kereta api yang dapat menghubungkan kedua wilayah.

    Kini, Trump justru memberi tahu warga Palestina untuk menyerahkan Gaza untuk selamanya.

    Walau Trump tidak secara eksplisit mendorong deportasi paksa warga sipil yang bertentangan dengan hukum internasional Trump jelas menganjurkan warga Palestina untuk pergi.

    Pejabat Palestina telah menuduh Israel memblokir pasokan dari puluhan ribu karavan yang dapat membantu warga Gaza untuk tetap tinggal di wilayah yang tidak terlalu rusak selagi pembangunan berlangsung.

    Negara-negara Arab, yang menurut Trump harus menerima sebanyak 1,8 juta pengungsi Gaza, terutama Mesir dan Yordania, telah menyatakan kemarahannya.

    Keduanya memiliki cukup banyak masalah tanpa beban tambahan ini.

    Bagaimana status Gaza?

    Gaza diduduki oleh Mesir selama 19 tahun. Israel kemudian merebutnya dalam Perang Enam Hari tahun 1967.

    Berdasarkan hukum internasional, Gaza masih dianggap diduduki oleh Israel. Namun, anggapan itu dibantah Israel. Negara itu berkilah bahwa pendudukan di Gaza berakhir pada 2005, ketika Israel secara sepihak membongkar permukiman Yahudi dan menarik militernya.

    Sekitar tiga perempat anggota PBB mengakui Gaza sebagai bagian dari negara berdaulat Palestina, meskipun AS tidak.

    BBC

    Terputus dari dunia luar oleh tembok dan blokade maritim Israel, Gaza tidak pernah terasa seperti tempat yang benar-benar merdeka.

    Tidak ada seorang pun yang bergerak masuk atau keluar Gaza tanpa izin Israel. Bandara internasional yang dibuka di tengah keriuhan pada 1998 dihancurkan oleh Israel pada 2001 selama pemberontakan Palestina kedua.

    Israel dan Mesir memberlakukan blokade terhadap Gaza dengan alasan keamanan setelah Hamas memenangkan pemilihan Palestina pada 2006. Hamas mengusir para rival politiknya dari wilayah tersebut setelah pertempuran sengit tahun berikutnya.

    Hingga saat ini warga Palestina menganggap Gaza sebagai penjara terbuka.

    Dapatkah Trump mengambil alih Gaza jika dia menginginkannya?

    AS tidak memiliki dalih hukum untuk mengklaim Jalur Gaza dan sama sekali tidak jelas bagaimana Trump memakai kekuatan Amerika Serikat untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Seperti klaimnya tentang Greenland atau Terusan Panama, belum jelas apakah Trump memang bersungguh-sungguh atau apakah komentar tersebut merupakan posisi tawar yang mengada-ada menjelang serangkaian negosiasi tentang masa depan Gaza.

    Berbagai rencana telah dibahas untuk membentuk pemerintahan di Gaza pascaperang.

    Pada bulan Desember, dua faksi utama Palestina, Hamas dan Fatah, sepakat membentuk komite gabungan untuk menciptakan pemerintahan bersatu. Namun, sejauh ini kesepakatan tersebut tidak membuahkan hasil.

    Di waktu lain, diskusi difokuskan pada pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional, yang mungkin terdiri dari pasukan negara-negara Arab.

    Trump melontarkan wacana soal pengambilalihan Gaza dalam jumpa pers di Washington, pada Selasa (04/02) (EPA)

    Bulan lalu, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Uni Emirat Arab, AS, dan Israel telah membahas pembentukan pemerintahan sementara di Gaza sampai Otoritas Palestina (PA) yang menguasai sebagian wilayah Tepi Barat siap mengambil alih.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menegaskan bahwa PA tidak akan memiliki peran dalam mengelola Gaza pascaperang.

    Apakah Trump hendak mengerahkan militer AS?

    Pasukan AS sejatinya sudah ada di lapangan. Sebuah perusahaan keamanan AS telah mempekerjakan sekitar 100 mantan pasukan khusus AS untuk menjaga pos pemeriksaan di selatan Kota Gaza. Mereka bertugas memeriksa kendaraan warga Palestina yang kembali ke bagian utara Gaza.

    Personel keamanan Mesir juga terlihat di pos pemeriksaan yang sama.

    Ini bisa menjadi tanda-tanda awal perluasan kehadiran pasukan internasional yang mungkin dipimpin ASdi Gaza.

    Meski demikian, itu bukanlah pengambilalihan AS sebab langkah tersebut membutuhkan intervensi militer skala besar di Timur Tengah sesuatu yang menurut Trump akan dia hindari.

    Apakah wacana Trump bisa berdampak pada gencatan senjata Israel-Hamas?

    Negosiasi tahap kedua dari gencatan senjata dua minggu antara Israel dan Hamas baru saja dimulai, tetapi sulit untuk melihat bagaimana pernyataan mengejutkan Trump akan membantu perwujudan gencatan tersebut.

    Jika Hamas merasa hasil akhir dari seluruh proses ini adalah Gaza yang tidak berpenghuni tidak hanya tanpa Hamas, tetapi juga semua warga Palestina Hamas mungkin menyimpulkan tidak ada yang perlu dibicarakan dan menahan para sandera Israel yang tersisa.

    Para pengkritik Netanyahu menuduh sang perdana menteri mencari alasan untuk menggagalkan negosiasi dan melanjutkan perang. Mereka pasti akan menyimpulkan bahwa, dengan melontarkan komentar-komentar ini, Trump sengaja membantu Netanyahu.

    Di sisi lain, pendukung sayap kanan Netanyahu mengaku puas dengan rencana pengambilalihan Gaza oleh AS. Sebab langkah itu berpotensi mengurangi risiko pengunduran diri kabinet dan membuat masa depan politik Netanyahu tampak lebih terjamin.

    Dalam hal itu, Trump telah memberi Netanyahu insentif yang kuat untuk mempertahankan gencatan senjata.

    Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata, namun pasukan Israel belum sepenuhnya ditarik dari Gaza (Reuters)

    Apa yang Trump katakan soal Tepi Barat?

    Ketika Trump ditanya apakah dia setuju AS harus mengakui kedaulatan Israel atas Tepi Barat, Trump mengatakan dia belum mengambil sikap. Menurutnya, keputusan akan diumumkan dalam waktu empat minggu.

    Pernyataan itu telah membuat warga Palestina khawatir. Sebab, Trump bisa saja mematikan rencana pendirian negara Palestina yang berdampingan dengan Israel.

    Mengakui legitimasi permukiman Israel di Tepi Barat juga akan menjadi keputusan yang sangat penting.

    Sebagian besar khalayak paham bahwa permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.

    Selama putaran perundingan perdamaian sebelumnya, para negosiator mengakui bahwa Israel akan dapat mempertahankan blok permukiman besar sebagai bagian dari perjanjian akhir, mungkin dengan imbalan sebagian kecil wilayah Israel.

    Pada tahun 2020, Trump menjadi perantara Perjanjian Abraham, yang mengamankan normalisasi hubungan bersejarah antara Israel dan dua negara Arab, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

    UEA menandatangani perjanjian tersebut dengan kesepahaman bahwa Israel tidak akan mencaplok wilayah Tepi Barat. Namun, kesepahaman ini mungkin sedang terancam.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu