Jenis Media: Internasional

  • Tentara Israel Dijegal Krisis Parah Anggaran Perang Saat Bersiap Lanjutkan Agresi Militer di Gaza – Halaman all

    Tentara Israel Dijegal Krisis Parah Anggaran Perang Saat Bersiap Lanjutkan Agresi Militer di Gaza – Halaman all

    Tentara Israel Dijegal Krisis Keuangan Parah Saat Bersiap Lanjutkan Perang Gila-gilaan di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan pernyataan terkait situasi kelanjutan negosiasi gencatan senjata di Gaza dengan Gerakan Hamas.

    Setelah melakukan rapat dengan kabinet perangnya, Rabu (12/2/2025), Netanyahu dan kabinet perangnya, merujuk laporan media Israel, akan mengikuti pernyataan Presiden Donald Trump.

    Trump menyebut, jika sandera Israel yang berada di tangan Hamas tidak dibebaskan pada Sabtu (15/2/2025), sesuai jadwal, maka akan tercipta ‘Hell on Earth’ di Gaza, merujuk pada penggunaan kekuatan militer kembali ke wilayah kantung Palestina tersebut.

    “Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Kabinet Perangnya mematuhi pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai pembebasan semua tahanan yang tersisa Sabtu depan,” tulis laporan media Israel dikutip Khaberni, Rabu.

    Pihak Israel juga menilai, seruan Trump soal pengusiran warga Gaza ke lokasi lain, merupakan visi revolusioner.

    “Jika Hamas tidak membebaskan tentara kami yang diculik paling lambat Sabtu sore, gencatan senjata akan berakhir dan tentara akan kembali bertempur,” ancam Netanyahu.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Alasan Hamas Menunda Pembebasan Sandera Israel

    Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan berikutnya sandera Israel yang dijadwalkan berlansung pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Penundaan ini membuat gencatan senjata sementara yang terjadi makin rapuh. Terlebih, komentar-komentar terbuka Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump justru makin meriuhkan tensi saat Israel dan Hamas tengah gusar menanti langkah-langkah berikutnya.

    Pengumuman Hamas ini dilakukan Senin (10/2/2025), hanya beberapa hari sebelum jadwal pembebasan kelompok sandera berikutnya.

    Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, dalam salah satu pernyataan resminya yang dirilis di Telegram kelompok tersebut, menyebut penundaan dilakukan karena Israel melakukan sejumlah pelanggaran mencolok dalam gencatan senjata.

    Dia menyatakan pengumumannya sebagai “peringatan” bagi Israel dan mengatakan kalau mereka memberi mediator perundingan “cukup waktu untuk menekan pendudukan (Israel) agar memenuhi kewajibannya (dalam gencatan senjata) “.

    Dikatakannya “pintu tetap terbuka” untuk rilis (pembebasan sandera Israel) terjadwal berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu.

    Kelompok perlawanan Palestina tersebut tampaknya memberi waktu agar kebuntuan itu terselesaikan.

    Terjegal Krisis Keuangan Parah

    Ancaman Netanyahu yang mendapat dukungan Donald Trump plus sikap teguh Hamas, menjadi indikasi kuat kalau gencatan senjata segera berakhir dan Perang Gaza akan berlanjut.

    Hanya, Tentara Israel menghadapi krisis pendanaan yang parah yang dapat menghambat rencana memulai kembali perang di Gaza, menurut laporan di surat kabar Israel “The Marker”.

    “Meskipun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk melenyapkan Hamas, anggaran negara tahun 2025 didasarkan pada asumsi kalau intensitas pertempuran akan mereda. Turunnya nilai anggaran ini dapat menyebabkan militer Israel menghadapi lubang keuangan besar jika perang kembali ke tingkat sebelum gencatan senjata,” kata laporan itu.

    Menurut harian bisnis Israel, anggaran pertahanan Israel untuk tahun 2025, setelah dikurangi bantuan AS, adalah sekitar NIS 107 miliar ($28,8 miliar setara Rp 471,3 Triliun), dengan tambahan NIS 10 miliar ($2,7 miliar) sebagai cadangan jika terjadi eskalasi perang.

    Akan tetapi, laporan surat kabar tersebut memperkirakan bahwa jumlah ini tidak cukup untuk menutupi pengeluaran militer jika perang melawan Hamas berlanjut dengan intensitas yang sama seperti awalnya.

    LARAS TANK MERKAVA – Foto tangkap layar Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan pasukan Israel (IDF) menjejerkan posisi laras meriam tank Merkava dalam agresi militer di Gaza. Pasukan Israel dijegal krisis keuangan saat mereka berniat melanjutkan perang di Gaza karena potensi berakhirnya gencatan senjata dengan Hamas.

    Peningkatan Tajam Pengeluaran

    Diperkirakan, kembalinya terjadinya pertempuran intensif akan menyebabkan peningkatan tajam dalam pengeluaran militer.

    “Tingginya pengeluaran militer yang dapat memperburuk krisis ekonomi di Israel dan merugikan peringkat kreditnya, yang telah diturunkan selama perang, selain berdampak negatif pada investasi asing,” kata laporan itu.

    Untuk menggambarkan biaya perang, laporan surat kabar mengindikasikan kalau Israel menghabiskan sekitar 1,8 miliar shekel ($485 juta atau setara Rp 7,9 Triliun) per hari untuk pertempuran selama bulan-bulan pertama perang.

    “Namun pengeluaran ini turun menjadi hanya 300 juta shekel per hari ($81 juta) di bawah penerapan gencatan senjata,” kata laporan tersebut.

    Dalam konteks yang sama, agresi militer darat di Lebanon musim panas lalu menghabiskan biaya lebih dari 500 juta shekel per hari ($135 juta).

    “Data tambahan ini menunjukkan bahwa setiap eskalasi tambahan, baik di Gaza maupun di perbatasan Lebanon, akan meningkatkan beban keuangan secara signifikan,” tambah laporan tersebut.

    Biaya Prajurit Cadangan (Reserve Division)

    Laporan itu juga menunjukkan kalau salah satu faktor utama pendorong kenaikan pengeluaran militer adalah ketergantungan yang besar militer Israel (IDF) pada prajurit cadangan.

    Laporan tersebut menunjukkan, ketentaraan Israel saat ini memiliki sekitar 60.000 tentara cadangan, jumlah yang 10 kali lebih tinggi daripada jumlah sebelum perang.

    “IDF memperkirakan bahwa setiap eskalasi baru akan memerlukan pemeliharaan jumlah ini atau bahkan peningkatannya dengan tambahan 5.000 hingga 10.000 prajurit,” kata laporan tersebut.

    “Meskipun pemerintah berupaya meloloskan undang-undang baru yang memperpanjang masa dinas wajib menjadi 36 bulan, menunda persetujuannya di Knesset dapat memaksa tentara untuk memanggil lebih banyak cadangan, yang berarti biaya tambahan yang akan meningkatkan tekanan keuangan pada anggaran IDF,” tambah laporan tersebut.

    Sebagai catatan, prajurit cadangan (reserve division) IDF berasal dari warga sipil yang direkrut dalam kerangka wajib militer.

    Biaya pelatihan dan tunjangan bagi personel IDF di reserve division ini lebih tinggi dari prajurit yang berasal dari kedinasan.

    Lazimnya, prajurit cadangan akan ditempatkan di lapangan sebagai personel tempur baik di satuan infanteri maupun satuan teknis lain di lapangan.

    Sebaliknya, tentara Israel yang berada di jalur kedinasan cenderung di tempat di ‘back office’ sebagai administrator.

    Laporan tersebut memperkirakan anggaran pertahanan akan meningkat sekitar NIS 4 miliar ($1,08 miliar) untuk meningkatkan kemampuan (personel) angkatan darat, di samping tantangan lain yang ada. 

    “Sebuah komite yang dipimpin oleh Profesor Yaakov Nagel telah merekomendasikan peningkatan jumlah tersebut menjadi NIS 6 miliar ($1,62 miliar), tetapi Kementerian Keuangan Israel menentang hal ini, dan peningkatan yang lebih moderat disetujui,” papar laporan tersebut.

    “Selain peningkatan ini, tambahan NIS 3 miliar ($810 juta) akan dialokasikan untuk membiayai kontrak militer di masa mendatang, meskipun pengeluaran aktual untuk kontrak tersebut akan dilakukan pada tahun-tahun mendatang dan bukan pada tahun 2025,” sebut laporan tersebut.

    Penundaan Bantuan AS

    Laporan tersebut menyoroti tantangan keamanan yang sedang dihadapi Israel di perbatasan dengan Yordania.

    “Itulah sebabnya Israel mempertimbangkan untuk mempercepat pembangunan penghalang perbatasan timur dengan Yordania dengan total biaya yang diperkirakan sekitar 5,2 miliar shekel ($1,4 miliar),” sebut laporan itu.

    Daripada menyebarkan pengeluaran untuk proyek tersebut selama satu dekade, perkiraan menunjukkan pemerintah dapat mengalokasikan setengah dari jumlah tersebut dalam anggaran 2025, yang menambah tekanan keuangan pada anggaran pertahanan.

    Di antara solusi yang sedang dipertimbangkan oleh lembaga keamanan Israel untuk mengatasi kekurangan dana adalah meningkatkan kemandirian Israel dalam produksi senjata.

    Menurut kesimpulan Komite Nagel, sekitar NIS 12 miliar ($3,24 miliar) akan dialokasikan untuk tujuan ini selama dekade berikutnya, sambil mempelajari kemungkinan membangun jalur produksi amunisi lokal alih-alih mengandalkan impor.

    Israel selama ini sangat bergantung pada bantuan AS untuk membiayai sebagian besar pengeluaran pertahanannya.

    Laporan tersebut mengatakan bahwa pada tahun 2024 Israel menerima $3,5 miliar dari $8,7 miliar bantuan darurat yang dialokasikan oleh Amerika Serikat untuk mendukung operasi militernya, dengan mencatat, “Keterlambatan pencairan $5,2 miliar dari bantuan ini meningkatkan defisit keuangan pemerintah Israel dan memaksanya untuk mengambil langkah-langkah luar biasa untuk menyeimbangkan pengeluaran.”

    Hal ini juga mengungkap bahwa pemerintah Israel menerima $2 miliar dari tunggakan ini pada awal tahun 2025.

    Jumlah sisanya diharapkan akan ditransfer pada tahun 2026, tetapi penundaan ini berarti bahwa militer tidak akan dapat mengandalkan dana ini dalam waktu dekat.

    Laporan surat kabar tersebut menyimpulkan bahwa semua data keuangan ini akan menempatkan setiap keputusan untuk mengembalikan perang ke tingkat maksimum di Israel di hadapan tantangan keuangan yang besar, terutama dengan keterlambatan bantuan dan kenaikan biaya cadangan.

    “Defisit anggaran ini membuat pemerintah Israel kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tentara tanpa menyebabkan kerugian pada ekonomi Israel secara keseluruhan,” kata laporan tersebut.

     
     

     

  • Larang Musik Rap, Penindasan Budaya Dikhawatirkan Kembali di Libya

    Larang Musik Rap, Penindasan Budaya Dikhawatirkan Kembali di Libya

    Jakarta

    Meski sarat tragedi, tahun 2023 dan 2024 justru menjadi periode paling kreatif dalam perkembangan musik rap di Libya. Kondisi negara yang saat itu dilanda ketidakstabilan politik, kesulitan ekonomi, konflik berkepanjangan, korupsi, dan bencana banjir dahsyat di kota Derna, justru menjadi sumber inspirasi bagi para musisi rap untuk menciptakan lagu-lagu baru.

    Rap Libya berkembang karena adanya kelonggaran dari pemerintah. Pada Agustus 2024 lalu, pemerintahan Libya Timur di bawah Jenderal Khalifa Hiftar memberikan izin untuk penyelenggaraan Festival Musim Panas Benghazi. Acara itu menjadi yang pertama dalam 15 tahun terakhir.

    Bagi rapper kelahiran Benghazi, MC Mansour Unknown, kesempatan ini adalah yang pertama baginya untuk tampil di kampung halamannya sendiri.

    Sejak saat itu, konser dadakan dan pentas musik rap menjaring lebih banyak penonton. Minggu lalu, bintang rap Libya MC Mansour Unknown tampil bersama penyanyi rap lain, KA7LA, di kota Derna. Tiket konser dikabarkan terjual habis. Namun celakanya, konser tersebut bisa jadi yang terakhir.

    Kebebasan berakhir di batas moral

    Pekan lalu, kedua pemerintahan mulai mengekang genre musik populer tersebut. “Penyebaran lagu rap, yang beberapa di antaranya mengandung kata-kata cabul, melanggar nilai-nilai moral masyarakat Muslim Libya,” kata sebuah pernyataan dari pemerintahan Libya Timur.

    Mulai sekarang, musisi rap di wilayah Timur harus mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri di Benghazi, sedangkan seniman di Barat harus melapor pada Kementerian Kebudayaan di Tripoli.

    Kedua entitas akan meninjau apakah konten lagu mendorong kejahatan, kerja seks, bunuh diri, atau pemberontakan terhadap keluarga atau masyarakat.

    Aturan yang sama juga berlaku untuk “pertunjukan teater, akting, musikal, tari atau pertunjukan menyanyi di tempat mana pun atau melalui cara apa pun.”

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Menurut Kementerian Dalam Negeri Libya Timur, aturan baru tersebut sejalan dengan konstitusi negara yang menyatakan bahwa kebebasan berekspresi berakhir ketika moral publik dilanggar dan bertentangan dengan agama.

    “Pemerintah Timur membingkai pembatasan ini sebagai aturan masyarakat Islam,” kata Virginie Collombier, profesor praktik di Universitas Luiss Guido Carli Roma, Italia, dan salah satu editor buku “Kekerasan dan Transformasi Sosial di Libya,” kepada DW.

    “Pembatasan ini dilakukan dengan cara yang sangat terampil karena pemerintah memastikan bahwa masyarakat luas berpihak pada mereka,” Ujarnya. “Namun hal ini meminggirkan orang-orang yang ingin mengekspresikan pandangan mereka dengan cara yang berbeda, baik melalui seni, musik atau bahkan lebih luas lagi, secara politik.”

    Rap sebagai bahasa kebebasan

    Rapper Libya sejatinya mengangkat isu-isu sosial dan politik sebagai sebuah “pemberontakan. Namun kini, sebagian besar takut akan kembalinya praktik penindasan budaya.

    Selama periode di bawah diktator Moammar Gadhafi dari tahun 1969 hingga 2011, musik rap secara resmi dilarang pemerintah. Rap hanya hidup di bawah tanah dan di antara diaspora di luar negeri.

    Namun, menjelang penggulingan Gadhafi pada tahun 2011, rapper seperti Youssef Ramadan Said, yang lebih dikenal sebagai MC Swat, menggunakan musik rap untuk mengajak kaum muda agar bangkit dan melawan.

    Pada bulan Februari 2011, MC Swat merilis “Hadhee Thowra” atau “Inilah Revolusi”, di mana dia meminta penduduk turun ke jalan dan memberontak terhadap Gadhafi.

    Hadhee Thowra akhirnya menjadi semacam lagu kebangsaan bagi pemberontakan dan memulai era keemasan rap Libya. Saat itu, pria berusia 23 tahun itu mengatakan kepada lembaga penyiaran AS CNN bahwa lagunya menggambarkan perasaan “yang menyentuh kebebasan.”

    Pengaruh ideologi Salafi

    Kini, Libya tidak lagi ramah bagi mimpi kebebasan seperti yang disuarakan Youssef Said.

    “Larangan rap baru-baru ini bukanlah suatu kebetulan, ini adalah bagian dari tren yang lebih luas di seluruh Libya,” kata pakar Libya di Italia, Virginie Collombier. “Kedua pusat kekuasaan di timur dan barat sedang memperketat ruang bagi kebebasan pribadi tetapi juga pada wacana apa pun yang dapat diartikan sebagai ancaman terhadap kendali mereka,” tambahnya.

    Menurutnya, tren ini telah meningkat karena kedua otoritas politik semakin bergantung pada angkatan bersenjata yang berada di bawah pengaruh ideologi Salafi.

    Bagi rapper Libya, tren politik ini memupus harapan mereka untuk bisa naik panggung dan mengekspresikan pandangan secara terbuka. Hanya platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Facebook yang masih memberikan ruang berekspresi.

    rzn/yf

    DW menghubungi pihak berwenang di wilayah timur dan barat untuk meminta pernyataan, tetapi belum mendapat jawaban hingga tulisan ini diterbitkan.

    Diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris yang dibuat dengan kontribusi Islam Alatrash

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Iran Ampuni Dua Jurnalis yang Laporkan Kematian Mahsa Amini

    Iran Ampuni Dua Jurnalis yang Laporkan Kematian Mahsa Amini

    Jakarta

    Pada hari Selasa (11/2), pihak berwenang Iran memberikan pengampunan kepada dua jurnalis yang dipenjara setelah membuat liputan tentang kematian Jina Mahsa Amini dalam tahanan pada tahun 2022.

    Kematian perempuan berdarah Kurdi itu memicu protes massal terhadap rejim Republik Islam di Iran.

    Kedua jurnalis, Elaheh Mohammadi, 37, dan Niloufar Hamedi, 32, ditahan pada bulan September 2022, beberapa hari setelah kematian Amini. Keduanya telah menjalani hukuman penjara selama lebih dari setahun sebelum akhirnya dibebaskan dengan jaminan.

    Situs berita Mizan Online, yang berafiliasi dengan lembaga yudisial, melaporkan bahwa kasus Mohammadi dan Hamedi termasuk dalam daftar pengampunan yang diajukan pada hari Selasa (11/2) ke Mahkamah Agung. Keduanya kini telah mendapat amnesti.

    Amini ditangkap oleh polisi moral karena dituduh melanggar kewajiban menutup kepala dan meninggal dunia selama dalam tahanan. Kematiannya memicu protes luas di Iran dan menjadi simbol perlawanan terhadap rezim para mullah.

    setelah melalui proses hukum yang panjang, Mahkamah Agung akhirnya memberikan pengampunan kepada kedua terpidana politik. Kantor berita peradilan Iran, Mizan, melaporkan bahwa semua proses hukum terhadap kedua jurnalis tersebut telah dihentikan.

    Pengampunan ini disambut baik oleh banyak pihak sebagai langkah positif menuju kebebasan pers. Meskipun demikian, tantangan untuk menegakkan kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia di Iran tidak berkurang.

    Kerja pers didakwa propaganda

    Nilufar Hamedi dan Elaheh Mohammad masing-masing dijatuhi hukuman 13 dan 12 tahun penjara oleh Pengadilan Revolusi Iran pada Oktober 2023.

    Mereka dianggap bersalah atas tuduhan “berkolaborasi dengan Amerika Seikat”, “berkomplot melawan keamanan nasional”, dan “menyebarkan propaganda melawan rezim”.

    Setelah menjalani hukuman selama sekitar 17 bulan, keduanya dibebaskan dengan jaminan lebih dari setahun lalu. Namun, mereka masih terikat dengan proses hukum di Iran. Pada Oktober 2024, muncul kabar bahwa Hamedi dan Mohammadi harus kembali ke penjara.

    Namun, kabar itu tidak terbukti. Pengadilan banding membebaskan mereka dari tuduhan “berkolaborasi dengan AS”. Meskipun demikian, dakwaan lain seperti “kolaborasi melawan keamanan nasional” dan “propaganda melawan rezim” masih belum dicabut.

    Pengampunan di hari peringatan Revolusi Islam

    Di tengah ketidakpastian hukum yang dihadapi Hamedi dan Mohammadi, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memberikan pengampunan kepada sekitar 3.000 tahanan pada perayaan keagamaan baru-baru ini.

    Pengampunan juga diberikan dalam rangka peringatan 46 tahun Revolusi Islam 1979. Hamedi dan Mohammadi termasuk di antara mereka yang mendapatkan amnesti. Kantor berita Miza melaporkan bahwa pengampunan diberikan setelah Khamenei menyetujui daftar yang disusun oleh kepala badan peradilan.

    Meskipun demikian, perjuangan Hamedi dan Mohammadi untuk keadilan dan kebebasan berekspresi masih terus berlanjut. Kesimpulan kasus Jina Mahsa Amini dan dampaknya terhadap Iran menjadi pengingat akan pentingnya kebebasan pers dan hak asasi manusia.

    Perjuangan Nilufar Hamedi dan Elaheh Mohammadi, dua jurnalis yang berani mengungkap kebenaran, adalah simbol keberanian dan keteguhan dalam menghadapi tekanan dan ketidakadilan.

    rzn/yf (dpa, rtr)

    Tonton juga Video: Cuplikan Penampilan Penyanyi Iran Sebelum Ditangkap Karena Tak Berhijab

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Video Presiden Prabowo Sepakat dengan Presiden Turki Erdogan Kemerdekaan Palestina Solusi Perdamaian – Halaman all

    Video Presiden Prabowo Sepakat dengan Presiden Turki Erdogan Kemerdekaan Palestina Solusi Perdamaian – Halaman all

    Prabowo Subianto menyampaikan kesepakatan Indonesia dan Turky atas kemerdekaan Palestina menjadi solusi dari konflik yang terjadi di negara tersebut.

    Tayang: Rabu, 12 Februari 2025 18:38 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan kesepakatan Indonesia dan Turki atas kemerdekaan Palestina menjadi solusi dari konflik yang terjadi di negara tersebut.

    “Di bidang hubungan internasional kami menegaskan bahwa Indonesia dan Turkiye berpandangan tetap bahwa solusi untuk perdamaian di Palestina adalah kemerdekaan bagi Palestina dengan solusi dua negara, two state solution,” kata Prabowo usai pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/2/2025).

    “Kita juga mendukung perdamaian di Suriah dan Ukraina,” ujar Prabowo.(*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Zelensky Tawarkan Pertukaran Wilayah, Rusia: Omong Kosong!    
        Zelensky Tawarkan Pertukaran Wilayah, Rusia: Omong Kosong!

    Zelensky Tawarkan Pertukaran Wilayah, Rusia: Omong Kosong! Zelensky Tawarkan Pertukaran Wilayah, Rusia: Omong Kosong!

    Moskow

    Rusia menanggapi tawaran yang disampaikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky soal pertukaran wilayah dalam negosiasi untuk mengakhiri konflik kedua negara. Moskow menyebut tawaran Zelensky itu sebagai “omong kosong”.

    Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, seperti dilansir Reuters dan kantor berita TASS, Rabu (12/2/2025), menolak tawaran Zelensky untuk secara langsung menukarkan wilayah Rusia yang kini dikuasai pasukan Kyiv dengan imbalan wilayah Ukraina yang dikuasai pasukan Moskow.

    Medvedev yang menjabat sebagai Presiden Rusia periode tahun 2008-2012 ini, menyebut bahwa satu-satunya cara bagi Ukraina untuk pulih adalah “merasa seperti orang Rusia lagi”.

    “Meskipun tindakan seperti itu (invasi Rusia ke Ukraina) tidak mampu sepenuhnya mengubah pikiran para badut haram, yang gemetar ketakutan … berbicara omong kosong di depan kamera tentang pertukaran wilayah,” tulis Medvedev dalam komentarnya via Telegram.

    “Bagi orang-orang seperti itu, satu-satunya cara untuk pulih adalah dengan merasa seperti orang Rusia lagi. Sesuai dengan nasihat Presiden Amerika Serikat,” sebutnya.

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelumnya menyebut Ukraina “mungkin akan menjadi bagian Rusia suatu hari nanti”. Komentar itu dikatakan oleh Trump menjelang pertemuan antara Wakil Presiden AS JD Vance dengan Zelensky di Munich, Jerman, pada akhir pekan ini.

    Lebih lanjut, Medvedev mengatakan Rusia telah menunjukkan bahwa mereka dapat mencapai “perdamaian melalui kekuatan” militer, termasuk melalui serangan drone dan rudal yang menghantam Kyiv pada Rabu (12/2) waktu setempat.

    Tawaran soal pertukaran wilayah itu dilontarkan Zelensky dalam wawancara dengan media terkemuka Inggris, The Guardian, pada Selasa (11/2) waktu setempat. Presiden Ukraina itu mengatakan negaranya siap untuk melakukan pembicaraan serius.

    “Kami akan menukar satu wilayah dengan wilayah lainnya,” ucap Zelensky dalam wawancara tersebut, seperti dilansir AFP.

    Dia menambahkan bahwa dirinya siap untuk menukarkan tanah di Kursk, Rusia — yang direbut pasukan Ukraina dalam serangan mendadak tahun lalu.

    Tawaran itu menandai pergeseran posisi Zelensky, yang di masa lalu menolak untuk menyerahkan wilayah apa pun setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022 lalu.

    Menurut peta medan perang terbuka, pasukan Rusia saat ini menguasai kurang dari 20 persen wilayah Ukraina, atau seluas lebih dari 112.000 kilometer persegi, sedangkan pasukan Kyiv menguasai sekitar 450 kilometer persegi wilayah Kursk yang ada di bagian barat Rusia.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Situasi Gaza Panas, Militer Israel Kerahkan Pasukan Tambahan Buntut Penundaan Pembebasan Sandera – Halaman all

    Situasi Gaza Panas, Militer Israel Kerahkan Pasukan Tambahan Buntut Penundaan Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Situasi di Gaza memanas, militer Israel mengumumkan siap mengerahkan pasukan tambahan ke Gaza buntut penundaan pembebasan sandera.

    Peningkatan kesiagaan ini melibatkan pengiriman pasukan tambahan, termasuk pasukan cadangan, sebagai bagian dari persiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan skenario, TASS melaporkan.

    Layanan pers Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengungkapkan perintah ini menyasar Komando Selatan, yang bertanggung jawab atas daerah berbatasan dengan Gaza. 

    Langkah ini diambil menyusul pidato Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

    Netanyahu mengancam akan melanjutkan pertempuran di Gaza, jika Hamas tidak membebaskan sekelompok sandera Israel paling lambat 15 Februari 2025, Suspilne melaporkan.

    Sebelumnya, pada Minggu (9/2/2025), Hamas mengumumkan mereka menunda pembebasan sandera yang dijadwalkan pada Sabtu (10/2/2025).

    Alasannya Hamas menemukan ada pelanggaran perjanjian gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel.

    Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani antara Israel dan Hamas pada 15 Januari 2025 memiliki tiga tahap.

    Tahap pertama mencakup penghentian total pertempuran, penarikan pasukan Israel dari daerah padat penduduk Gaza, serta pembebasan sejumlah sandera.

    Penundaan pembebasan sandera oleh Hamas mengancam kelangsungan kesepakatan ini.

    Pada tahap kedua perjanjian, yang dijadwalkan akan dimulai setelah tahap pertama, diperkirakan akan melibatkan pembebasan lebih banyak sandera dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.

    Sementara itu, tahap ketiga akan mencakup rekonstruksi Gaza yang hancur.

    Cuti Prajurit Dibatalkan

    Sebagai langkah antisipasi terhadap potensi kekacauan, IDF membatalkan cuti bagi prajurit yang tergabung dalam “Divisi Gaza” dan meningkatkan kewaspadaan di pasukan yang ditempatkan di sekitar Gaza.

    Sumber dari militer Israel mengatakan peningkatan kesiagaan ini tidak serta merta menunjukkan akan adanya tindakan militer besar-besaran, kecuali jika jelas terbukti bahwa Hamas tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata.

    Pejabat militer menekankan bahwa mereka akan terus mengamati situasi dan bersiap untuk melanjutkan operasi jika diperlukan, Barrons melaporkan.

    Perjalanan Penuh Ketegangan

    Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan invasi ke wilayah Israel dari Jalur Gaza.

    Israel kemudian melancarkan serangkaian operasi militer, mengklaim sebagai upaya membasmi kelompok militan Hamas.

    Konflik antara keduanya menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan Gaza, memicu krisis kemanusiaan yang mendalam.

    Perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada Januari 2025 bertujuan untuk membawa perdamaian, namun pelaksanaan gencatan senjata ini terus terancam dengan adanya penundaan yang dilakukan oleh Hamas.

    Dalam pertempuran yang sudah merenggut lebih dari 48.000 nyawa, ketidakpastian masa depan membuat para pemimpin internasional semakin khawatir, Anadolu Ajansi melaporkan.

    Badan-badan internasional, seperti Pengadilan Kriminal Internasional, juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah pejabat Israel atas dugaan kejahatan perang.

    Israel menghadapi tekanan besar untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, sementara Hamas tetap terlibat dalam negosiasi yang penuh ketegangan.

    Pada saat yang sama, situasi ini membawa tantangan besar bagi Yordania dan Mesir, negara-negara yang berbatasan dengan Gaza.

    Kedua negara ini menghindari menerima lebih banyak pengungsi Palestina dari Gaza, yang dapat memperburuk stabilitas politik dan sosial domestik mereka.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Israel Gempur Gaza, Targetkan Drone    
        Israel Gempur Gaza, Targetkan Drone

    Israel Gempur Gaza, Targetkan Drone Israel Gempur Gaza, Targetkan Drone

    Gaza City

    Militer Israel melancarkan serangan udara terbaru di wilayah Jalur Gaza pada Rabu (12/2) waktu setempat. Tel Aviv mengklaim gempurannya itu menargetkan dua orang yang berupaya mengambil drone yang masuk ke daerah kantong Palestina tersebut.

    Disebutkan oleh militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), bahwa drone itu terbang dari wilayah Israel dan menjadi target pesawat militer Israel di wilayah Jalur Gaza bagian selatan.

    “Baru-baru ini, beberapa upaya penyelundupan senjata ke Jalur Gaza menggunakan drone telah terdeteksi,” sebut militer Israel dalam pernyataannya.

    “IDF (Angkatan Bersenjata Israel) menyerang drone di Gaza bagian selatan, bersama dengan dua tersangka lainnya yang berusaha mengambilnya,” imbuh pernyataan itu.

    Tidak disebutkan lebih lanjut soal kondisi dua orang yang berupaya mengambil drone itu di dalam wilayah Jalur Gaza.

    Militer Israel sebelumnya mengatakan pihaknya menggagalkan upaya serupa untuk menyelundupkan senjata dengan drone. Pada Minggu (9/2) waktu setempat, Tel Aviv mengidentifikasi sebuah drone yang mengudara dari wilayah Mesir ke Israel.

    “Setelah pengejaran di area tersebut, penyelundupan senjata berhasil digagalkan oleh pasukan,” sebut militer Israel pada saat itu.

    Tidak diketahui secara jelas apakah serangan udara Israel pada Rabu (12/2) waktu setempat merupakan serangan pertama yang dilancarkan Tel Aviv di Jalur Gaza sejak gencatan senjata tahap pertama, yang berlangsung selama 42 hari, berlaku pada 19 Januari lalu.

    Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata setelah negosiasi yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS).

    Sejak gencatan senjata dimulai, kedua pihak telah melakukan lima kali pertukaran sandera-tahanan, dengan Hamas membebaskan 16 sandera Israel yang dibalas dengan pembebasan ratusan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.

    Namun gencatan senjata Gaza semakin mendapat tekanan setelah Israel mengancam akan melanjutkan pertempuran jika Hamas tidak membebaskan lebih banyak sandera pada akhir pekan ini.

    Menanggapi ancaman itu, Hamas menegaskan kembali komitmennya terhadap gencatan senjata Gaza dan menuduh Israel telah melakukan pelanggaran.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    Atas Inisiasi Iran, OKI Akan Gelar Rapat Darurat Terkait Rencana Trump untuk Relokasi Warga Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dikabarkan akan mengadakan pertemuan darurat para menteri luar negeri untuk membahas rencana Presiden AS Donald Trump terkait pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.

    Pertemuan ini diinisiasi oleh Iran sebagai respons diplomatik terhadap rencana tersebut.

    Mengutip PressTV, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa dirinya telah melakukan upaya diplomatik yang intens selama beberapa hari terakhir.

    Araghchi berdiskusi dengan para menteri luar negeri dari Arab Saudi, Mesir, Aljazair, Turki, Pakistan, Malaysia, dan Gambia, yang saat ini memegang jabatan sebagai presiden bergilir OKI.

    Dalam surat resmi kepada Sekretaris Jenderal OKI, Hissein Brahim Taha, Araghchi menekankan pentingnya mengadakan pertemuan guna membahas dan menghadapi upaya kolonial yang bertujuan untuk memindahkan paksa penduduk Palestina dari Jalur Gaza.

    Usulan Iran ini mendapatkan dukungan luas dari negara-negara anggota OKI.

    Waktu pasti pelaksanaan pertemuan tersebut belum diumumkan, tetapi pertemuan diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan, menurut seorang koresponden IRNA pada Rabu (12/2/2025) yang mengutip sumber dari Kementerian Luar Negeri Iran.

    Sebelumnya, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mengumumkan atau mendukung rencana eksodus paksa warga Gaza ke negara-negara seperti Mesir, Yordania, dan bahkan Arab Saudi.

    Iran mendesak negara-negara Muslim untuk bersatu dan mengambil sikap kolektif terhadap tindakan ini.

    “Rencana pemindahan paksa ini adalah kelanjutan dari upaya kolonial untuk menghapus Palestina,” kata Araghchi, menekankan pentingnya tindakan internasional yang cepat dan tegas.

    Ia juga mengutuk upaya terang-terangan untuk menormalisasi genosida dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh rezim pendudukan.

    Araghchi lebih lanjut mengecam pernyataan Perdana Menteri Israel yang menyarankan “pembentukan negara Palestina di wilayah Saudi.”

    Ia menyebut pernyataan ini sebagai bentuk agresi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagai ancaman serius bagi perdamaian serta keamanan regional.

    Menegaskan kembali pentingnya tindakan kolektif, Araghchi mendorong OKI untuk mengambil langkah signifikan dalam menghadapi skema gabungan AS-Israel tersebut.

    “Masyarakat internasional, khususnya negara-negara regional dan Islam, harus segera mengambil langkah-langkah mendesak untuk mencegah legitimasi tindakan kriminal ini,” tegasnya.

    Pengamat mengatakan bahwa pertemuan OKI mendatang akan menjadi platform penting bagi negara-negara anggota untuk mengoordinasikan respons mereka terhadap krisis yang berkembang, serta memperkuat dukungan mereka terhadap kedaulatan Palestina.

    Daftar Anggota OKI

    Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah organisasi antarpemerintah dengan 57 negara anggota yang memiliki perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa.

    OKI Didirikan di Rabat, Maroko pada 12 Rajab 1389 H (25 September 1969) dalam Pertemuan Pertama para Pemimpin Dunia Islam.

    Pertemuan itu digelar sebagai reaksi terhadap terjadinya peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel. 

    OKI mengubah namanya dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam pada 28 Juni 2011 pada saat pertemuan 38 dewan Menteri Luar Negeri di Astana, Kazakhstan.

    OKI saat ini mempunyai 57 negara anggota. Beberapa di antaranya bukan merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim.

    Berikut daftar negara anggota OKI.

    Afghanistan (Diskors 1980–Maret 1989)
    Aljazair 
    Chad 
    Guinea 
    Indonesia 
    Iran 
    Kuwait 
    Lebanon 
    Libya 
    Malaysia 
    Mali 
    Maroko 
    Mauritania 
    Mesir (Diskors Mei 1979–Maret 1984)
    Niger 
    Pakistan (Menghalangi keanggotaan India)
    Palestina
    Arab Saudi 
    Senegal 
    Sudan 
    Somalia 
    Tunisia 
    Turki 
    Yaman
    Yordania 
    Bahrain 
    Oman 
    Qatar 
    Suriah 
    Uni Emirat Arab 
    Sierra Leone 
    Bangladesh 
    Gabon 
    Gambia 
    Guinea-Bissau 
    Uganda 
    Burkina Faso 
    Kamerun 
    Komoro 
    Irak 
    Maladewa 
    Jibuti 
    Benin 
    Brunei Darussalam 
    Nigeria 
    Azerbaijan 
    Albania 
    Kirgizstan 
    Tajikistan 
    Turkmenistan 
    Mozambik 
    Kazakhstan 
    Uzbekistan 
    Suriname 
    Togo 
    Guyana 
    Pantai Gading

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Cuaca Dingin Ekstrem, Iran Liburkan Sekolah-Kantor Pemerintah    
        Cuaca Dingin Ekstrem, Iran Liburkan Sekolah-Kantor Pemerintah

    Cuaca Dingin Ekstrem, Iran Liburkan Sekolah-Kantor Pemerintah Cuaca Dingin Ekstrem, Iran Liburkan Sekolah-Kantor Pemerintah

    Teheran

    Pemerintah Iran meliburkan sekolah-sekolah dan kantor pemerintahan di area ibu kota Teheran dan puluhan provinsinya saat cuaca dingin yang membekukan menyelimuti negara tersebut. Langkah ini diambil untuk menghemat energi saat suhu udara sangat dingin melanda.

    Meskipun memiliki cadangan minyak dan gas terbesar di dunia, seperti dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), Iran sedang menghadapi kekurangan pasokan listrik karena kesulitan menyediakan bahan bakar yang cukup untuk pembangkit listrik di wilayahnya, terutama di musim dingin ketika kebutuhan alat pemanas melonjak.

    Sebagai langkah penghematan energi, Teheran terpaksa meliburkan sekolah dan kantor pemerintah yang berada di lebih dari 20 provinsi, dari total 31 provinsi yang ada di negara tersebut, mulai Rabu (12/2) waktu setempat.

    “Karena cuaca dingin ekstrem, embun beku, hujan salju dan kebutuhan untuk mengurangi konsumsi energi, maka kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah ditutup di banyak provinsi,” demikian dilaporkan kantor berita Iran, Mehr.

    Diliburkannya sekolah dan kantor pemerintah ini berlaku di sebanyak 20 provinsi, seperti Alborz, Fars, Hamadan, Isfahan, Kurdistan, dan Yazd.

    Pada Selasa (12/2) malam waktu setempat, pemadaman listrik melanda beberapa distrik di Teheran, dan televisi pemerintah Iran melaporkan adanya masalah pasokan gas di sejumlah pembangkit listrik setempat.

    Perusahaan listrik negara, Tavanir, mengatakan pihaknya berupaya menjaga pembangkit listrik tetap beroperasi, namun mendesak pengurangan konsumsi gas dan listrik sebesar 10 persen.

    Iran kerap menjadikan cuaca ekstrem dan kekurangan bahan bakar sebagai alasan penutupan massal semacam itu. Pembatasan serupa juga diberlakukan pada Sabtu (8/2) waktu setempat, yang merupakan hari kerja di Iran, untuk membatasi penggunaan energi.

    Suhu udara di Iran, menurut laporan televisi pemerintah, menurun drastis hingga minus 19 derajat Celsius di Hamadan semalam, yang menjadi kota itu sebagai ibu kota provinsi dengan suhu udara paling dingin di negara tersebut.

    Prakiraan cuaca untuk Rabu (12/2) waktu setempat memperingatkan adanya hujan lebat, badai petir dan angin kencang di sebanyak 13 provinsi, dengan hujan salju di area-area pegunungan yang ada di sebelah utara negara tersebut.

    Di pegunungan Zagros, sekitar 300 kilometer sebelah barat Teheran, menurut laporan kantor berita Tasnim, sebanyak 60 desa masih tertutup salju.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • China Tegaskan Gaza Milik Palestina, Tolak Pemindahan Paksa    
        China Tegaskan Gaza Milik Palestina, Tolak Pemindahan Paksa

    China Tegaskan Gaza Milik Palestina, Tolak Pemindahan Paksa China Tegaskan Gaza Milik Palestina, Tolak Pemindahan Paksa

    Beijing

    China kembali menegaskan penolakan terhadap apa yang mereka sebut sebagai “pemindahan paksa” terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Beijing bahkan menegaskan bahwa Jalur Gaza merupakan milik rakyat Palestina.

    Penegasan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (12/2/2025), disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, ketika ditanya oleh wartawan dalam konferensi pers soal rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza ke negara-negara lainnya.

    “Gaza adalah milik rakyat Palestina dan merupakan bagian integral dari wilayah Palestina,” ucap Guo dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu (12/2) waktu setempat.

    “Kami menentang pemindahan paksa warga Gaza,” tegasnya merujuk pada posisi pemerintah China dalam persoalan ini.

    Trump mengejutkan dunia dengan mencetuskan gagasan kontroversial pekan lalu agar AS “mengambil alih” Gaza, dan bahkan mengusulkan “kepemilikan” atas Gaza. Dia membayangkan AS akan membangun kembali secara ekonomi wilayah yang hancur akibat perang itu.

    Namun rencana Trump itu hanya dilakukan setelah merelokasi sebanyak 2,2 juta jiwa penduduk Gaza ke negara-negara lainnya, seperti Yordania dan Mesir, tanpa ada rencana bagi mereka untuk kembali tinggal di sana.

    Gagasan Trump itu langsung menuai penolakan dunia, termasuk pemerintah China yang pekan lalu menyatakan pihaknya menentang rencana pemindahan paksa terhadap warga Gaza.

    Beijing juga mengharapkan semua pihak akan berpegang teguh pada gencatan senjata dan pemerintahan pascaperang sebagai peluang membawa masalah Palestina pada jalur penyelesaian politik yang benar berdasarkan solusi dua negara.

    Kecaman dan penolakan dunia itu seolah tak dipedulikan Trump, dengan baru-baru ini, dia menyebut Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu