Jenis Media: Internasional

  • 2 Remaja Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel di Tepi Barat

    2 Remaja Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Dua remaja Palestina tewas ditembak tentara Israel dalam insiden terbaru di wilayah Tepi Barat. Militer Tel Aviv menyebut kedua individu yang mereka tembak sebagai “teroris”, dan mengklaim mereka telah melemparkan bom molotov.

    Kementerian Kesehatan Palestina, yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat, seperti dilansir AFP, Sabtu (8/11/2025), mengumumkan kematian dua remaja yang berusia 16 tahun pada Jumat (7/11) waktu setempat. Keduanya diidentifikasi Mohammed Abdullah Mohammed Ateem dan Muhammad Rashad Fadl Qasim.

    Disebutkan Kementerian Kesehatan Palestina bahwa kedua remaja itu ditembak mati oleh pasukan Israel.

    Kementerian Kesehatan Palestina menambahkan bahwa militer Israel masih menahan jenazah kedua remaja Palestina tersebut.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyebut pasukannya telah menewaskan dua orang yang mereka sebut melemparkan bom molotov di area Judeira pada Kamis (6/11) malam.

    “Tadi malam… dua teroris teridentifikasi saat mereka menyalakan dan melemparkan bom molotov ke arah jalur sipil utama,” demikian pernyataan militer Israel.

    Ditambahkan militer Tel Aviv bahwa unit militer yang dikerahkan ke area tersebut telah “menghabisi” orang-orang tersebut — istilah yang umumnya digunakan ketika tentara Israel membunuh seorang tersangka.

    Militer Israel juga merilis video kamera pengawas yang menunjukkan dua orang sedang melemparkan objek terbakar ke atas tembok, mirip dengan tembok yang memisahkan area dekat Judeira dari ruas jalanan yang secara eksklusif digunakan oleh warga Israel.

    Meskipun terletak di Tepi Barat, Judeira dikelilingi oleh ruas jalanan dan lahan yang dianeksasi oleh Israel.

    Ayah salah satu remaja yang tewas, Mohammed, mengatakan kepada AFP bahwa pihak keluarga kehilangan jejak dua remaja itu sekitar “satu atau dua jam” setelah pasukan Israel memasuki kota Judeira, dan baru mengetahui kematian mereka pada Jumat (7/11) pagi waktu setempat.

    Sementara itu, pada Rabu (5/11), militer Israel menewaskan seorang remaja Palestina lainnya, yang diklaim melemparkan alat peledak ke arah pasukan Tel Aviv.

    Rentetan tindak kekerasan di Tepi Barat melonjak sejak perang Gaza pecah pada Oktober 2023. Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, sedikitnya 1.001 warga Palestina, termasuk militan, tewas di Tepi Barat oleh tentara atau pemukim Israel sejak dimulainya perang Gaza.

    Selama periode yang sama, sedikitnya 43 warga Israel, termasuk tentara, tewas dalam rentetan serangan yang didalangi warga Palestina di wilayah Tepi Barat.

    Tonton juga video “Trump Sebut Pasukan Stabilitas Internasional untuk Gaza Segera Tiba”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Kota di Brasil Luluh Lantak Diterjang Tornado, 5 Orang Tewas-130 Luka

    Kota di Brasil Luluh Lantak Diterjang Tornado, 5 Orang Tewas-130 Luka

    Brasilia

    Tornado dahsyat menerjang wilayah Brasil bagian selatan pada Jumat (7/11) waktu setempat. Sedikitnya lima orang tewas dan sekitar 130 orang lainnya.

    Pusaran tornado tersebut, seperti dilansir AFP, Sabtu (8/11/2025), menjungkirbalikkan mobil-mobil dan merusak rumah-rumah di kota Rio Bonito do Iguacu, negara bagian Parana, Brasil bagian selatan.

    “Lima kematian telah dikonfirmasi akibat tornado tersebut,” kata otoritas pertahanan sipil Parana dalam pernyataannya kepada AFP.

    Sebanyak 130 orang lainnya yang dilaporkan mengalami luka ringan hingga sedang.

    “Laporan awal juga menunjukkan bahwa terdapat 30 orang dengan luka serius atau sedang, dan sekitar 100 orang dengan luka-luka ringan,” sebut badan penyelamat setempat dalam pernyataan terpisah.

    Menurut sistem pemantauan dan teknologi lingkungan Parana, angin yang berhembus di wilayah Rio Bonito do Iguacu, yang berpenduduk 14.000 jiwa, mencapai kecepatan antara 180 kilometer per jam hingga 250 kilometer per jam.

    Badan penyelamat setempat melaporkan terdapat “pohon tumbang dan bahkan kerusakan pada dinding rumah-rumah”.

    Gubernur negara bagian Parana, Ratinho Junior, mengatakan via media sosial X bahwa “pasukan keamanan bersiaga, dimobilisasi, dan memantau kota-kota yang terdampak badai dahsyat”.

    Peringatan badai berbahaya diberlakukan di seluruh wilayah Parana serta negara bagian selatan Santa Catarina dan Rio Grande do Sul.

    Tonton juga video “Angin Tornado Berputar di Atas Laut Kota Havana Kuba”

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Menara 60 Meter di Pembangkit Listrik Korsel Runtuh, 3 Orang Tewas

    Menara 60 Meter di Pembangkit Listrik Korsel Runtuh, 3 Orang Tewas

    Seoul

    Sebuah menara setinggi 60 meter ambruk saat pekerjaan pembongkaran di kompleks pembangkit listrik tenaga panas yang telah dinonaktifkan di kota Ulsan, Korea Selatan (Korsel). Insiden ini dikonfirmasi menewaskan sedikitnya 3 orang, dengan dua orang lainnya dikhawatirkan kehilangan nyawanya.

    Otoritas Korsel, seperti dilansir Associated Press, Jumat (7/11/2025), melaporkan sekitar lima orang lainnya masih terjebak di bawah reruntuhan, termasuk dua orang di antaranya yang belum diketahui lokasi pastinya.

    Sebanyak sembilan orang sedang bekerja di lokasi ketika sebuah menara boiler setinggi 60 meter ambruk pada Kamis (6/11) sore waktu setempat.

    Para petugas penyelamat berhasil mengevakuasi dua pekerja di antaranya ke tempat aman, namun seorang pekerja lainnya yang juga diselamatkan akhirnya dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit pada Jumat (7/11) dini hari waktu setempat.

    Beberapa jam kemudian, tim petugas penyelamat mengevakuasi seorang pekerja lainnya reruntuhan, dalam keadaan sudah tak bernyawa. Seorang dokter yang ada di lokasi kejadian kemudian mengonfirmasi kematian seorang pekerja lainnya, yang termasuk di antara tiga orang yang sebelumnya dievakuasi dari reruntuhan.

    Total sedikitnya tiga pekerja tewas dalam insiden tersebut.

    Seorang pejabat departemen pemadam kebakaran Ulsan, Kim Jeong Shik, mengatakan bahwa dua orang lainnya diyakini juga tewas, namun lokasi mereka belum dipastikan.

    Pencarian dihentikan sementara pada Jumat (7/11) pagi karena kekhawatiran akan puing-puing yang tidak stabil, dan para petugas menunda pekerjaan stabilisasi yang direncanakan sebelum melanjutkan pencarian setelah menemukan para pekerja lainnya yang tertimbun.

    Kim menambahkan bahwa lebih dari 340 petugas penyelamat dan puluhan kendaraan telah dikerahkan ke lokasi kejadian untuk upaya pencarian dan penyelamatan, bersama dengan beberapa ekor anjing pelacak, kamera termal, alat endoskopi, dan peralatan pendeteksian lainnya.

    “Lokasi penyelamatan saat ini tertutup oleh asbes dan serat kaca dalam jumlah besar … dan ruangnya sangat sempit, sehingga memaksa para petugas penyelamat untuk membersihkan puing-puing secara manual agar dapat melakukan operasi penyelamatan,” kata Kim dalam sebuah pengarahan.

    Presiden Korsel Lee Jae Myung telah menginstruksikan para pejabat terkait untuk memobilisasi semua personel dan peralatan yang tersedia untuk upaya penyelamatan, sembari memastikan keselamatan petugas penyelamat yang beroperasi di reruntuhan.

    Pembangkit listrik itu dinonaktifkan sejak tahun 2021 lalu, setelah 40 tahun beroperasi. Para pejabat Korsel mengatakan bahwa menara boiler yang ambruk — salah satu dari tiga menara yang ada di kompleks tersebut, telah melemah saat dipersiapkan untuk pembongkaran.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Jakarta

    Pasukan Dukungan Cepat atau RSF, Kamis (6/11) kemarin, menyatakan menerima usulan gencatan senjata dan jeda kemanusiaan yang dimediasi kelompok “Quad” pimpinan Amerika Serikat. Kelompok paramiliter yang dituduh membantai warga sipil di Darfur itu sudah lebih dari dua tahun berperang melawan militer Sudan.

    Gencatan senjata disepakati lebih dari sepekan setelah RSF merebut kota El-Fasher, yang sebelumnya dikepung selama 18 bulan. Kota yang usai pengungsian massal berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa itu merupakan benteng terakhir militer Sudan di Darfur.

    “RSF menantikan pelaksanaan kesepakatan ini dan segera memulai pembahasan tentang penghentian aksi permusuhan serta prinsip-prinsip dasar proses politik di Sudan, demi mengatasi akar konflik dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan resmi RSF.

    Seorang pejabat militer Sudan mengatakan kepada Associated Press bahwa pihaknya menyambut baik usulan Quad, namun baru akan menyetujui gencatan senjata bila RSF menarik diri sepenuhnya dari area sipil dan menyerahkan senjata, sesuai perjanjian damai sebelumnya.

    Jutaan warga hadapi kelaparan dan pengungsian

    Perang antara RSF dan militer Sudan pecah pada 2023. Ketegangan itu bermula dari perselisihan dua sekutu lama yang semestinya mengawal transisi demokrasi usai pemberontakan 2019.

    Pertempuran sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 40 ribu orang dan membuat 12 juta lainnya mengungsi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, lembaga kemanusiaan memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi. Sekitar 24 juta jiwa kini mengalami krisis pangan akut, lapor Program Pangan Dunia (WFP).

    Massad Boulos, penasihat urusan Afrika dari pemerintah AS, mengatakan Washington tengah bekerja sama dengan kedua pihak untuk mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan. “Kami telah berupaya hampir sepuluh hari terakhir untuk memfinalisasi rincian kesepakatan ini,” katanya. Rencana yang dipimpin AS itu mencakup gencatan senjata selama tiga bulan, dilanjutkan proses politik sembilan bulan.

    Kerja sama kuartet: AS, Saudi, Mesir, dan UEA

    “Kami mendesak kedua pihak agar segera merespons upaya AS dalam mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan, mengingat urgensi menurunkan eskalasi dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

    Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, menjadi salah satu dari dua wilayah yang dilanda kelaparan parah, menurut laporan lembaga pemantau pangan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC). Wilayah lainnya adalah Kadugli di provinsi Kordofan Selatan.

    “Penyebab utama kelaparan ini bukan bencana alam, melainkan buatan manusia,” ujar Abdul Hakim Elwaer, perwakilan regional FAO untuk Timur Dekat dan Afrika Utara. “Konflik yang terus berlangsung, ketidakamanan, dan terhambatnya jalur bantuan membuat jutaan orang tidak bisa mendapatkan makanan.”

    Bantuan kemanusiaan terhambat

    Elwaer menambahkan, selama hampir dua tahun, pembicaraan soal pembukaan koridor kemanusiaan aman belum membuahkan hasil. “Saya optimistis pada akhir tahun ini kita bisa menemukan solusi. Kita tak bisa membiarkan jutaan orang mati kelaparan hanya karena bantuan tidak sampai,” ujarnya.

    Organisasi Islamic Relief memperingatkan dapur umum yang menjadi tumpuan banyak keluarga kini terancam tutup. Survei terbaru lembaga itu menemukan 83 persen keluarga di Sudan timur dan barat kekurangan makanan.

    Sudan sejak lama digolongkan sebagai salah satu negara dengan krisis pengungsian paling parah di dunia. Setelah RSF merebut El-Fasher, gelombang pengungsi kembali melonjak. Banyak warga menempuh perjalanan ratusan kilometer menuju kamp Al-Affad di kota Al-Dabbah, Negara Bagian Utara, sekitar 350 kilometer dari ibu kota Khartoum.

    Pelarian dari El-Fasher

    Kepada kantor berita AP, sejumlah pengungsi menuturkan kesaksian mengerikan selama pelarian. Othman Mohamed, seorang guru, mengatakan ia melihat jasad bergelimpangan di sepanjang jalan saat melarikan diri pada akhir September. Banyak yang tumbang karena kelelahan dan kekerasan.

    Ia menggambarkan kehidupan di El-Fasher di tengah serangan drone dan artileri. “Makanan hampir tak ada. Kami hidup dari ombaz — sisa hasil perasan minyak kacang tanah — sampai itu pun sulit diperoleh,” ujarnya.

    Rawda Mohamed, yang berjalan berjam-jam menuju kamp Al-Affad, menambahkan, “Di El-Fasher tak ada selain pemukulan dan pembunuhan oleh drone yang tak terlihat tapi mematikan.”

    Menurut Mathilde Vu dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), warga di El-Fasher bertahan hidup dengan pakan ternak dan air hujan. Mereka berlindung di lubang yang mereka gali sendiri. Banyak yang diserang saat mencoba melarikan diri.

    “Perjalanan itu memakan waktu berhari-hari, dengan rasa haus, lapar, dan kekerasan ekstrem. Beberapa akhirnya diangkut truk untuk sisa perjalanan terakhir. Ratusan harus segera dirawat. Banyak yang terlalu lemah bahkan untuk berbicara,” katanya.

    *Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)

  • Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Jakarta

    Tanpa dukungan eksternal, tidak ada satu pun pihak di Sudan mampu memperpanjang perang saudara yang tengah berlangsung.

    Konflik ini telah menjadikan negara tersebut sebagai lokasi salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Belakangan, terjadi pembunuhan massal serta kekejaman terhadap warga sipil Sudan di ibu kota regional Darfur, El-Fasher.

    Perang pertama kali meletus pada April 2023 ketika milisi lokal, yaitu pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF), berselisih mengenai integrasi RSF ke dalam militer reguler.

    Akibat berlanjutnya pertempuran di Darfur, angka korban hanya bisa diperkirakan, tapi organisasi bantuan dan PBB memperkirakannya di atas 140.000 orang. Sekitar setengah dari 51 juta penduduk Sudan bergantung pada bantuan kemanusiaan. Kelaparan dan penyakit menyebar luas dan sebagian besar infrastruktur serta lahan pertanian negara itu telah rusak.

    Para pengamat mengatakan pemerintah Sudan yang diakui secara internasional di bawah jenderal Abdel-Fattah al-Burhan, yang juga memimpin SAF, mendapat dukungan dari Mesir, Turki, Rusia, dan Iran. Sementara, Mesir dan Arab Saudi membantah memberikan dukungan senjata kepada kelompok apa pun di Sudan. RSF dituding mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), tapi kemudian dibantah oleh UEA.

    “Hasil penelitian menunjukkan bahwa RSF memiliki sejumlah pemasok senjata dan bahan bakar selama perang, tetapi penyedia utama tetap UEA,” kata Hager Ali, peneliti di lembaga kajian German Institute for Global and Area Studies (GIGA), kepada DW.

    Agenda kontroversial UEA di Sudan

    UEA berkali-kali membantah mendukung RSF. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai kampanye media oleh SAF dan menuntut permintaan maaf.

    Namun, PBB dan organisasi hak asasi manusia sering menemukan bukti pasokan militer dari UEA. Analis independen secara rutin menyimpulkan bahwa senjata dan amunisi yang digunakan RSF berasal dari UEA.

    “Materi tersebut mencakup drone buatan Cina yang canggih berikut senjata ringan, mesin berat, kendaraan, artileri, mortir dan amunisi,” ujar sumber dari US Defense Intelligence Agency dan biro intelijen Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) kepada The Wall Street Journal.

    Pada Januari, ketika pemerintahan AS dipimpin Presiden Joe Biden, Paman Sam menjatuhkan sanksi kepada kedua pihak. Waktu itu, Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan sanksi terhadap tujuh perusahaan dari UEA dan menuduh mereka menyediakan senjata, pendanaan dan dukungan lain kepada RSF.

    Lebih jauh, laporan PBB Januari 2024 menyatakan bahwa milisi yang berpihak kepada Jenderal Libya Khalifa Haftar menggunakan jaringan penyelundupan yang sudah ada untuk memasok RSF dengan bahan bakar, kendaraan, dan amunisi.

    “Kami tahu bahwa UEA telah menyelundupkan senjata langsung melintasi perbatasan Libya ke Sudan, tetapi juga via Chad dan Uganda,” kata Ali.

    “Sebagai imbalannya, UEA, sebagai importir emas Sudan terbesar secara tradisional, memiliki kepentingan besar untuk menjaga aksesnya ke emas Sudan.”

    Bagi RSF, sumber daya emas Sudan yang kaya, yang sebagian besar berada di wilayah kekuasaannya, telah menjadi mata uang utama untuk membeli senjata dan menghindari sanksi.

    “Aman untuk diasumsikan bahwa senjata yang sekarang digunakan di Sudan bukan hanya dari sedikit penyedia tetapi senjata yang telah diselundupkan ke seluruh Sahel,” lanjut Ali, sambil menambahkan bahwa pengiriman senjata di medan perang sering dilakukan oleh Africa Corps, divisi Afrika dari kelompok mercenary (militer bayaran) Rusia Wagner yang telah berganti nama.

    Kepentingan lain di Sudan

    Mesir telah menjadi pendukung utama SAF dan mengakui pemerintahan Burhan sebagai pemerintahan resmi Sudan. Menurut tinjauan dari Institute of War, lembaga kajian independen, Mesir juga telah melatih pilot SAF dan menyediakan drone, kemudian hal ini dibantah Kairo.

    Mesir bertujuan menjaga konflik tetap di sisi Sudan dan berharap bisa mengembalikan jutaan pengungsi Sudan.

    Pendukung lain SAF adalah Iran, yang juga telah menyediakan drone. Teheran berharap mengamankan pangkalan angkatan laut di Laut Merah yang akan membantunya terus mendukung milisi Houthi di Yaman. Sudan diketahui telah menjadi pusat logistik bagi Houthi. Turki juga telah menyediakan drone dan misil untuk SAF. Kepentingan Ankara di sini adalah mengamankan aksesnya ke Laut Merah.

    Meski keterlibatan Rusia melalui Africa Corps atas nama RSF ada, Rusia memainkan peran yang relatif kecil di Sudan, menurut Achim Vogt, Direktur Friedrich Ebert Stiftung untuk wilayah Uganda dan Sudan.

    Bisakah ‘inisiatif Quad’ membantu?

    Menurut Vogt, keempat negara yang membentuk apa yang disebut “inisiatif Quad”, yakni AS, Mesir, Arab Saudi dan UEA, akan jadi negara yang bisa memberi pengaruh nyata di Sudan meskipun mereka punya aliansi berbeda dengan kedua pihak. Sasaran inisiatif ini adalah membuat peta jalan untuk mengakhiri perang atau setidaknya gencatan senjata kemanusiaan.

    Vogt mengatakan jika keempat negara ini bersatu, mungkin dengan dukungan negara Eropa, mereka bisa membawa kembali hukum humaniter internasional, mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan memperbaiki situasi kemanusiaan bagi warga sipil.

    Namun, pada 26 Oktober 2025, pembicaraan Quad di Washington yang ditujukan untuk membawa pihak yang bertikai bersama-sama menyepakati gencatan senjata tiga bulan, berakhir tanpa hasil. Pada hari yang sama, RSF merebut kontrol atas ElFasher dan meningkatkan pembunuhan massal serta kekejaman lainnya.

    “Mereka punya kepentingan ekonomi terkait ekspor emas dan pelabuhan Port Sudan, tetapi mereka sudah cukup jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik ikut campur dalam apa yang mereka sebut konflik internal,” katanya.

    Bagi Laetitia Bader, Direktur Horn of Africa di Human Rights Watch, skala dan beratnya pelanggaran terbaru di dan sekitar El-Fasher sekarang memerlukan adanya “konsekuensi bagi pimpinan RSF dan para pendukungnya, khususnya Uni Emirat Arab, yang terus menyediakan dukungan… meskipun ada bukti jelas atas kejahatan,” ujarnya kepada DW.

    “Kami ingin melihat Dewan Keamanan PBB segera bergerak dengan sanksi terhadap pimpinan RSF,” kata Bader.

    “Kami menyerukan agar komunitas internasional memastikan ada akuntabilitas politik dan pidana.”

    Pada hari Jumat (31/10), menghadapi kemarahan internasional atas pembantaian dan kejahatan lainnya, RSF menangkap beberapa anggotanya sendiri. Namun, pengamat mengatakan kekejaman terus berlangsung.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Muhammad Hanafi dan Melisa Lolindu


    (ita/ita)

  • Iran Kutuk Serangan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon: Biadab!

    Iran Kutuk Serangan Israel terhadap Hizbullah di Lebanon: Biadab!

    Teheran

    Pemerintah Iran mengutuk apa yang mereka sebut sebagai serangan “biadab” oleh Israel terhadap Lebanon. Kecaman ini disampaikan Teheran setelah Tel Aviv, musuh bebuyutannya, menyerang posisi kelompok Hizbullah, sekutu Iran, di wilayah Lebanon bagian selatan.

    Dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AFP, Jumat (7/11/2025), Kementerian Luar Negeri Iran mendesak “Perserikatan Bangsa-Bangsa, komunitas internasional, dan negara-negara regional untuk mengkonfrontasi hasutan perang” Israel.

    Kementerian Luar Negeri Teheran juga menyampaikan “belasungkawa atas gugurnya warga Lebanon dalam serangan biadab tersebut”.

    Militer Israel mengatakan pada Kamis (6/11) bahwa pasukannya melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon bagian selatan, yang diklaim menargetkan serangkaian posisi Hizbullah. Tel Aviv menuduh Hizbullah sedang berusaha membangun kembali kemampuan militer mereka di wilayah tersebut.

    Dalam pernyataannya, militer Israel mengklaim serangan terbarunya itu dimaksudkan untuk mencegah Hizbullah mempersenjatai kembali para petempurnya, setelah mengalami kerugian besar dalam pertempuran melawan Israel, termasuk terbunuhnya pemimpin mereka, Hassan Nasrallah, tahun lalu.

    Serangan itu dilancarkan tidak lama setelah militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi kepada penduduk Lebanon di beberapa wilayah. Perintah evakuasi itu dikeluarkan kepada para penduduk desa Taybeh, Tayr Debba, Aita Al-Jabal dan Zawtar al-Sharqiya di Lebanon bagian selatan.

    Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa sedikitnya satu orang tewas akibat pengeboman Israel pada Kamis (6/11) waktu setempat.

    Perintah evakuasi dan serangan udara itu terjadi setelah Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan Lebanon pada November 2024, yang dimaksudkan untuk mengakhiri pertempuran selama lebih dari setahun antara Tel Aviv dan Hizbullah.

    Beberapa bulan terakhir, militer Lebanon berupaya membersihkan lokasi-lokasi Hizbullah di wilayah selatan negaranya, sesuai ketentuan dalam perjanjian itu.

    Meskipun ada gencatan senjata, Israel berdalih pihaknya memiliki hak untuk menyerang target-target Hizbullah yang dianggap sebagai ancaman.

    Hizbullah, dalam pernyataan pada Kamis (6/11), menegaskan kelompoknya berkomitmen pada gencatan senjata, namun juga menegaskan tetap memiliki “hak yang sah” untuk melawan Israel. Hizbullah menolak untuk melucuti senjata mereka sepenuhnya, tetapi tidak menghalangi upaya militer Lebanon di wilayah selatan negara tersebut.

    Ditegaskan juga oleh Hizbullah bahwa pasukannya tidak menembaki Israel sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku tahun lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Tamu Tiba-tiba Pingsan, Acara Trump di Gedung Putih Terhenti

    Tamu Tiba-tiba Pingsan, Acara Trump di Gedung Putih Terhenti

    Washington DC

    Sebuah acara yang digelar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Ruang Oval Gedung Putih terhenti saat salah satu tamu undangan, seorang petinggi perusahaan farmasi, tiba-tiba jatuh pingsan. Insiden ini terjadi saat Trump mengumumkan pemotongan harga obat obesitas.

    Imbasnya, Trump terpaksa menunda acara di Gedung Putih tersebut.

    Insiden itu, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Jumat (7/11/2025), terjadi ketika salah satu petinggi dari dua perusahaan farmasi yang diundang untuk mengumumkan kesepakatan harga itu sedang berbicara pada Kamis (6/11). Tiba-tiba, seorang pria yang ada di belakangnya tumbang ke lantai.

    Pria yang pingsan di Gedung Putih itu diidentifikasi sebagai Gordon Findlay, yang merupakan perwakilan Novo Nordisk.

    Trump yang saat itu sedang duduk di mejanya di Ruang Oval, segera berdiri dan tetap berada di belakang mejanya, sementara beberapa orang lainnya membantu pria yang pingsan tersebut.

    Salah satu yang memberikan bantuan adalah Mehmet Oz, seorang dokter yang menjabat menjadi administrator Pusat Layanan Medicare dan Medicaid di pemerintahan Trump.

    “Unit Medis Gedung Putih segera bertindak, dan pria itu dalam keadaan baik-baik saja,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam pernyataannya.

    Trump berdiri di belakang mejanya di Ruang Oval Gedung Putih saat salah satu tamu undangan jatuh pingsan Foto: ANDREW CABALLERO-REYNOLDS/AFP

    Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Robert F Kennedy Jr, juga hadir dalam acara itu namun dengan cepat meninggalkan ruangan saat insiden itu terjadi. Menurut wakil juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, Kennedy “bergegas mencari bantuan medis sementara yang lainnya merawat pria tersebut”.

    Para wartawan yang hadir dalam acara itu dikawal keluar ruangan, dan siaran dipotong setelah insiden itu.

    Acara tersebut dilanjutkan sekitar satu jam kemudian. Trump, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa Findlay “sedikit pusing” dan “tumbang”. Dia mengatakan sang petinggi farmasi itu “baik-baik saja”.

    “Mereka baru saja membawanya keluar, dan dia mendapatkan dokter di sini. Tapi dia baik-baik saja,” kata Trump mengomentari insiden tersebut saat acara kembali dimulai di Gedung Putih.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Kembali Serang Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 3 Orang Tewas

    AS Kembali Serang Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 3 Orang Tewas

    Jakarta

    Pasukan Amerika Serikat kembali menyerang sebuah kapal yang diduga sebagai kapal penyelundup narkoba di perairan Karibia. Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan tiga orang tewas dalam serangan tersebut, sehingga jumlah korban tewas akibat kampanye antinarkotika kontroversial Washington kini menjadi setidaknya 70 orang.

    Amerika Serikat mulai melancarkan serangan semacam itu pada awal September, dengan menyasar kapal-kapal di Karibia dan Pasifik timur.

    Serangan AS sejauh ini telah menghancurkan setidaknya 18 kapal. Namun, Washington belum mempublikasikan bukti konkret apa pun bahwa kapal-kapal itu menyelundupkan narkotika atau menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat.

    Dilansir kantor berita AFP, Jumat (7/11/2025), dalam unggahan di media sosial X, Hegseth merilis rekaman udara dari serangan terbaru AS, yang menurutnya terjadi di perairan internasional seperti serangan-serangan sebelumnya dan menargetkan “sebuah kapal yang dioperasikan oleh Organisasi Teroris Terdaftar.”

    Video tersebut menunjukkan sebuah kapal yang tengah melaju sebelum kemudian meledak dan terbakar.

    “Tiga pria teroris narkotika — yang berada di atas kapal tersebut — tewas,” tulis Hegseth di X, tanpa informasi identitas lebih lanjut.

    Pemerintahan Presiden Donald Trump telah membangun kekuatan yang signifikan di Amerika Latin, dalam apa yang disebutnya sebagai kampanye untuk memberantas perdagangan narkoba.

    Sejauh ini, AS telah mengerahkan enam kapal Angkatan Laut di Karibia, mengirim pesawat tempur siluman F-35 ke Puerto Riko, dan memerintahkan gugus tugas kapal induk USS Gerald R. Ford ke wilayah tersebut.

    (ita/ita)

  • Geger Paket Misterius di Pangkalan Militer AS, Banyak Orang Jatuh Sakit

    Geger Paket Misterius di Pangkalan Militer AS, Banyak Orang Jatuh Sakit

    Washington DC

    Sebuah paket mencurigakan dikirimkan ke sebuah pangkalan militer Amerika Serikat (AS) yang ada di wilayah Maryland. Paket mencurigakan itu menyebabkan banyak orang jatuh sakit, dengan beberapa orang di antaranya sampai harus dilarikan ke rumah sakit setempat. Penyelidikan sedang berlangsung.

    Insiden paket mencurigakan itu, seperti dilaporkan CNN dan dilansir Reuters, Jumat (7/11/2025), terjadi di Pangkalan Gabungan Andrews, markas Angkatan Udara AS yang terletak di Maryland, di luar ibu kota Washington DC.

    Pihak Pangkalan Gabungan Andrews, dalam pernyataannya, menyebut sebuah gedung di pangkalan tersebut terpaksa dievakuasi setelah seseorang “membuka paket mencurigakan”.

    Tidak disebutkan secara jelas jumlah orang yang jatuh sakit akibat paket mencurigakan tersebut. Pangkalan Gabungan Andrews hanya mengatakan bahwa beberapa orang di antaranya dilarikan ke Malcolm Grove Medical Center yang ada di kompleks pangkalan militer tersebut.

    “Sebagai tindakan pencegahan, gedung dan bangunan penghubungnya dievakuasi, dan garis polisi dipasang di sekitar area tersebut,” sebut Pangkalan Gabungan Andrews dalam pernyataannya.

    “Petugas tanggap darurat Pangkalan Gabungan Andrews telah dikerahkan ke lokasi kejadian, memastikan tidak ada ancaman langsung, dan telah menyerahkan lokasi kejadian kepada Kantor Investigasi Khusus. Investigasi saat sedang berlangsung,” tegas pernyataan tersebut.

    Paket mencurigakan itu, menurut dua sumber yang mengetahui penyelidikan yang berlangsung seperti dikutip CNN, berisi bubuk putih yang belum teridentifikasi.

    Hasil uji lapangan oleh tim HAZMAT tidak mendeteksi adanya zat berbahaya pada paket mencurigakan tersebut, tetapi penyelidikan masih berlangsung.

    Tidak diketahui secara jelas siapa pengirim paket mencurigakan itu, dan kepada siapa paket itu ditujukan.

    Departemen Pertahanan AS dan Pangkalan Gabungan Andrews belum memberikan tanggapan langsung atas insiden tersebut.

    Lihat juga Video: Konten Kreator Asal Lumajang Dapat Teror Paket COD Puluhan Juta

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Pilu Perempuan India Diserahkan ke Dewa, Tapi Terjebak Jadi Pekerja Seks

    Pilu Perempuan India Diserahkan ke Dewa, Tapi Terjebak Jadi Pekerja Seks

    Jakarta

    “Pekerjaan seks telah berdampak besar pada hidupku. Tubuhku sangat lemah, dan aku secara mental hancur,” kata Chandrika*.

    Kehidupan Chandrika sebagai pekerja seks dimulai dengan upacara keagamaan. Pada usia 15 tahun, ia dibawa ke sebuah kuil dan secara upacara dinikahkan dengan seorang dewi.

    “Saat itu, aku tidak menyadari makna dari upacara tersebut,” katanya kepada BBC.

    Chandrika kini berusia akhir tiga puluhan dan telah melakukan hubungan seks untuk uang selama hampir dua dekade.

    Dari pengantin suci menjadi pekerja seks

    Empat tahun setelah diinisiasi ke dalam tradisi devadasi, Chandrika menjadi pekerja seks penuh waktu – ia ingin tetap anonim untuk melindungi anak-anaknya. (BBC)

    Negara bagian Karnataka di India Selatan sedang melakukan survei untuk mengidentifikasi orang-orang seperti Chandrika yang menjadi pekerja seks setelah diinisiasi ke dalam tradisi devadasi.

    Meskipun larangan mulai diberlakukan pada era kolonial di banyak bagian India, Karnataka baru melarang praktik ini pada 1982. Namun, praktik ini tetap berlanjut hingga saat ini.

    Devadasi yang tinggal di desa mungkin memiliki pasangan intim dan juga melayani klien lain. Banyak dari mereka migrasi ke kota-kota seperti Mumbai untuk bekerja di rumah bordil.

    Dipaksa masuk ke dalam industri seks

    Setelah upacara pengukuhannya di kota Belgaum, Chandrika pulang ke rumah dan hidup normal selama empat tahun. Kemudian, seorang kerabat perempuan membawanya ke kota industri Sangli, menjanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Dia meninggalkan Chandrika di sebuah rumah bordil.

    “Sangat sulit pada bulan-bulan pertama. Saya merasa sakit. Saya tidak bisa makan atau tidur dengan baik,” kenang Chandrika. “Saya berpikir untuk melarikan diri, tapi secara bertahap saya menerimanya.”

    Chandrika baru berusia 19 tahun, memiliki pendidikan yang sangat minim, dan hampir tidak memahami bahasa Hindi atau Marathi yang digunakan di Sangli.

    “Beberapa [klien] menyerang saya secara fisik, beberapa menggunakan kata-kata kasar. Saya kesulitan menghadapinya,” lanjutnya.

    Klien rumah bordil bervariasi, mulai dari mahasiswa, sopir, pengacara, hingga pekerja harian.

    Chandrika bertemu pasangannya, seorang sopir truk, melalui pekerjaan seks di Sangli.

    Bersama-sama mereka memiliki seorang putri dan seorang putra. Pasangannya merawat anak-anak sementara Chandrika terus bekerja di rumah bordil, di mana ia melayani 10 hingga 15 klien sehari.

    Beberapa tahun setelah kelahiran anak keduanya, pasangannya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas dan ia pindah kembali ke Belgaum, di mana ia berbicara dengan BBC melalui penerjemah.

    ‘Laki-laki tidak datang kepada kami untuk menikah’

    Sakhi TrustKalung mutiara yang dikenakan oleh devadasis seperti Ankita membuat mereka mudah dikenali.

    Tidak semua devadasi bekerja di rumah bordil dan beberapa di antaranya sama sekali bukan pekerja seks.

    Ankita dan Shilpa, keduanya berusia 23 tahun, adalah sepupu dan tinggal di sebuah desa di utara Karnataka. Seperti Chandrika, mereka berasal dari kasta Dalit, kelompok yang mengalami diskriminasi berat di India.

    Shilpa putus sekolah setelah hanya satu tahun dan upacara pengabdiannya dilakukan pada 2022. Ankita belajar hingga usia sekitar 15 tahun dan orang tuanya mengatur upacara tersebut pada 2023. Setelah kematian saudaranya, dia ditekan untuk menjadi devadasi.

    “Orang tuaku mengatakan bahwa mereka ingin mendedikasikan aku kepada dewi-dewi. Aku menolak. Setelah seminggu, mereka berhenti memberi aku makan,” kata Ankita.

    “Aku merasa sangat sedih, tapi menerimanya demi keluargaku. Aku berpakaian seperti pengantin dan dinikahkan dengan dewi.”

    Ankita memegang kalung terbuat dari mutiara putih dan manik-manik merah, yang melambangkan persatuan ini.

    Baik ibunya maupun neneknya bukan devadasi. Keluarga tersebut memiliki sebidang tanah pertanian kecil, tetapi tidak cukup untuk menghidupi mereka.

    “Ada ketakutan bahwa jika tidak ada yang diinisiasi, dewi akan mengutuk kita.”

    Devadasi tidak boleh menikah, tetapi dapat memiliki pasangan intim yang mungkin secara hukum menikah dengan wanita lain.

    Ankita menolak semua pendekatan dari pria dan masih bekerja sebagai buruh tani, mendapatkan sekitar US$4 per hari.

    Sakhi TrustShilpa segera memiliki pasangan intim setelah upacara inisiasinya dan hamil.

    Hidup Shilpa berubah drastis. Setelah upacara inisiasinya, ia mulai menjalin hubungan dengan seorang pekerja migran.

    “Dia datang kepadaku karena dia tahu aku adalah seorang devadasi,” ujarnya.

    Seperti banyak perempuan devadasi lainnya, Shilpa tinggal bersama pasangannya di rumahnya.

    “Dia hanya bersama saya selama beberapa bulan dan membuat saya hamil. Dia memberi saya 3.000 rupee (US$35) selama dia bersama saya. Dia tidak bereaksi terhadap kehamilan saya dan suatu hari dia tiba-tiba menghilang.”

    Shilpa hamil tiga bulan dan bingung.

    “Aku mencoba meneleponnya, tapi teleponnya tidak bisa dihubungi. Aku bahkan tidak tahu dari mana asalnya.”

    Dia tidak pergi ke polisi untuk melacaknya.

    “Dalam sistem kami, laki-laki tidak datang kepada kami untuk menikah,” katanya.

    Kemiskinan dan eksploitasi

    Sakhi TrustAnkita berharap dapat keluar dari sistem devadasi dan menemukan suami.

    Dr. M. Bhagyalakshmi adalah direktur di LSM lokal Sakhi Trust dan telah bekerja dengan perempuan devadasi selama lebih dari dua dekade. Ia mengatakan upacara inisiasi terus berlangsung meskipun ada larangan.

    “Setiap tahun kami mencegah tiga atau empat gadis menjadi devadasi. Namun, sebagian besar upacara dilakukan secara rahasia. Kami baru mengetahui hal itu ketika seorang gadis muda hamil atau melahirkan.”

    Dr. Bhagyalakshmi mengatakan banyak perempuan kekurangan fasilitas dasar, makanan yang layak, atau pendidikan, dan terlalu takut untuk meminta bantuan.

    “Kami telah mensurvei 10.000 devadasi di distrik Vijayanagara. Saya melihat banyak perempuan cacat, buta, dan rentan lainnya yang dipaksa masuk ke dalam sistem. Hampir 70% di antaranya tidak memiliki rumah,” katanya kepada BBC.

    BBCRibuan orang memadati Kuil Saundatti Yellamma di Belgaum untuk sebuah festival yang menjadi inti tradisi devadasi.

    Pasangan intim sering menolak menggunakan kondom, yang mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan atau penularan HIV.

    Dr Bhagyalakshmi memperkirakan sekitar 95% dari semua devadasi berasal dari kasta Dalit dan sisanya dari komunitas suku.

    Berbeda dengan masa lalu, devadasi modern tidak mendapatkan dukungan atau penghasilan dari kuil-kuil.

    “Sistem devadasi hanyalah eksploitasi,” katanya dengan tegas.

    Menghentikan praktik tersebut

    BBCPerempuan devadasi menjadi sorotan utama dalam festival tahunan.

    Devadasi yang masih aktif dan yang sudah pensiun berkumpul di Kuil Saundatti Yellamma di Belgaum untuk festival tahunan, tetapi pejabat setempat mengatakan tidak ada upacara inisiasi yang dilakukan di sana.

    “Sekarang ini merupakan pelanggaran yang dapat dikenai hukuman. Kami memasang poster dan brosur selama festival untuk memperingatkan orang-orang bahwa tindakan tegas akan diambil,” kata Vishwas Vasant Vaidya.

    Vaidya adalah anggota Dewan Legislatif Karnataka dan juga anggota dewan kuil Yellamma. Ia mengatakan kepada BBC bahwa jumlah devadasi aktif telah menurun drastis.

    “Sekarang mungkin ada 50 hingga 60 devadasi di daerah pemilihan saya,” katanya. “Tidak ada yang mendorong inisiasi devadasi di kuil.”

    “Kami telah menghentikan tradisi devadasi berkat tindakan tegas kami,” klaimnya.

    Survei terbaru pemerintah Karnataka pada 2008 mengidentifikasi lebih dari 46.000 devadasi di negara bagian tersebut.

    Generasi berikutnya

    Sakhi TrustShilpa ingin memberikan pendidikan yang baik kepada putrinya dan berharap sistem devadasi akan berakhir pada generasinya.

    Uang dari pekerjaan seks membantu Chandrika keluar dari kemiskinan. Untuk melindungi anak-anaknya dari stigma, dia mengirim mereka ke sekolah asrama.

    “Saya selalu khawatir tentang anak perempuan saya,” kata Chandrika.

    “Ketika dia berusia sekitar 16 tahun, saya menikahkannya dengan seorang kerabat agar dia tidak perlu menjadi devadasi seperti saya. Sekarang dia tinggal bersama suaminya.”

    Chandrika kini bekerja dengan sebuah LSM dan secara rutin melakukan pemeriksaan HIV.

    “Saya sudah tua – saya tidak akan bisa melakukan pekerjaan seks dalam beberapa tahun ke depan,” katanya. Ia berencana membuka toko untuk menjual buah dan sayuran.

    Shilpa ingin memberikan pendidikan yang baik untuk putrinya. Ia merasa kecewa dengan tradisi devadasi.

    “Saya ingin ini berhenti. Saya tidak akan menjadikan putri saya sebagai devadasi. Saya tidak ingin melanjutkan sistem ini,” katanya.

    Ankita mengatakan dia ingin menikah dan akhirnya melepas kalung mutiara.

    (Nama *Chandrika telah diubah demi melindungi identitasnya)

    (ita/ita)