Jenis Media: Internasional

  • Zelensky Bantah Klaim Trump soal AS Beri Bantuan 500 Miliar Dolar, Beri Hitungan Versi Ukraina – Halaman all

    Zelensky Bantah Klaim Trump soal AS Beri Bantuan 500 Miliar Dolar, Beri Hitungan Versi Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, membantah klaim Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengatakan AS telah memberikan bantuan 500 miliar dolar kepada Ukraina selama perang menghadapi Rusia.

    Pada awal bulan ini, Donald Trump mengklaim AS menghabiskan 500 miliar dolar untuk mengirim bantuan ke Ukraina dan berharap Ukraina membalasnya dengan mineral langka.

    Baru-baru ini, Donald Trump kembali mengungkit besarnya bantuan yang diberikan AS kepada Ukraina.

    Donald Trump mengatakan setidaknya 350 miliar dolar AS telah dikirim ke Ukraina.

    Zelensky menolak klaim tersebut dan menjelaskan bahwa bantuan dari AS berupa paket senjata dan bantuan kemanusiaan.

    “Angka-angka kami benar-benar berbeda. Bagi kami, semuanya sangat jelas. Perang itu menghabiskan biaya 320 miliar dolar. Sekitar 120 miliar dolar adalah milik kita, rakyat Ukraina, para pembayar pajak, serta 200 miliar dolar dari sekutu AS dan Eropa. Ini adalah paket senjata,” kata Zelensky dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

    “Secara total, AS memberi kami sekitar 67 miliar dolar dalam bentuk senjata dan 31,5 miliar dolar dalam bentuk bantuan (uang) langsung,” jelasnya.

    Zelensky mengakui ada juga program-program terpisah, termasuk bantuan kemanusiaan, yang membuat Ukraina bersyukur, tapi jumlah total bantuan tersebut tidak mencapai 500 miliar dolar.

    Menurutnya, mustahil bagi AS untuk menuntut pengembalian bantuan dalam bentuk mineral langka atau sumber daya apa pun.

    “Kami tentu berterima kasih atas semua program kemanusiaan ini, tetapi Anda tidak dapat menghitung 500 miliar diberikan kepada kami dan mengembalikan 500 miliar dalam bentuk mineral atau sesuatu yang lain. Ini bukan pembicaraan serius,” tegas Zelensky, seperti diberitakan Pravda.

    Namun, Zelensky meyakinkan AS, Ukraina dapat mempertimbangkan perjanjian mineral langka jika mendapat jaminan keamanan dari AS.

    “Kami butuh jaminan keamanan, Anda butuh ini (mineral langka), kami senang berbagi,” kata Zelensky.

    Saat ini, Zelensky tidak mengizinkan perjanjian sumber daya mineral ditandatangani dengan Amerika Serikat karena belum siap dan tidak melindungi kepentingan Ukraina.

    Ia berulang kali menekankan, Ukraina ingin mendapatkan jaminan keamanan dari AS, selain dari negara-negara Eropa.

    Permintaan jaminan keamanan ini muncul karena kekhawatiran Zelensky akan masa depan Ukraina jika Rusia dan Ukraina sepakat untuk mengakhiri perang, sementara AS mengisyaratkan Ukraina tidak dapat menjadi anggota NATO.

    Sebelumnya pada pekan lalu, Donald Trump mengusulkan agar AS menengahi negosiasi antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    Namun, Ukraina tidak diundang pada pertemuan pertama yang dihadiri perwakilan Rusia dan AS di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Sementara itu, Zelensky menegaskan bahwa Ukraina tidak akan menganggap hasil apa pun dari perundingan yang tidak melibatkan partisipasinya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Pada 19 Februari 2020, seorang pria bersenjata yang termotivasi keyakinan rasis sayap kanannya melancarkan aksi pembunuhan di Hanau, sebuah kota di Jerman dekat Frankfurt.

    Ia menargetkan tempat-tempat yang terkait dengan komunitas imigran, menembak mati sembilan orang dan melukai tujuh lainnya. Setelah itu, ia mengarahkan senjatanya ke ibunya dan dirinya sendiri.

    Pelaku telah menonton video YouTube sesaat sebelum serangan, termasuk pidato Björn Höcke, salah satu tokoh paling terkemuka di partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan pemimpinnya di negara bagian Thuringen.

    Lima tahun kemudian, salah satu ibu korban mengatakan belum cukup banyak yang dilakukan untuk mencegah tragedi seperti itu terjadi lagi. Serpil Temiz Unvar kehilangan putranya yang berusia 23 tahun, Ferhat.

    “Peristiwa tragis ini bergema di masyarakat, tetapi gema ini sebagian besar disebabkan oleh upaya keluarga yang terdampak, yang telah berjuang tanpa lelah untuk membuat suara mereka didengar,” paparnya kepada DW.

    Ditambahkannya: “Upaya-upaya ini, bersama dengan solidaritas yang ditunjukkan oleh banyak pihak, telah berkontribusi pada upaya masyarakat untuk bersatu dalam kasus ini lebih dari pada peristiwa serupa di masa lalu. Namun, upaya-upaya individual ini, meskipun penting, tidak cukup untuk mewujudkan transformasi masyarakat yang mendasar.”

    Mengenang para korban

    Segera setelah pembantaian tersebut, Unvar mendirikan sebuah inisiatif pendidikan yang dinamai sesuai nama putranya untuk melawan rasisme dan memberdayakan kaum muda.

    Sejumlah proyek sosial dan politik lainnya telah didirikan di kota tersebut. Banyak yang diluncurkan atau didukung oleh keluarga dan teman-teman korban, bertekad untuk mengungkap kesalahan yang mungkin menyebabkan serangan tersebut dapat dicegah, untuk menjaga kenangan orang-orang yang mereka cintai tetap hidup, dan untuk menyoroti rasisme di masyarakat Jerman.

    Sebuah tugu peringatan juga akan didirikan pada tahun 2026 di sebuah persimpangan lalu lintas utama di Hanau yang akan berganti nama menjadi “Platz des 19. Februar” atau Lapangan 19 Februari, sebuah patung baja yang memuat nama sembilan korban: Gökhan Gültekin, Sedat Gürbüz, Said Nesar Hashemi, Mercedes Kierpacz, Hamza Kurtović, Vili Viorel Păun, Fatih Saraçoğlu, Ferhat Unvar, dan Kaloyan Velkov.

    Tugu ini akan berdiri di luar Gedung Demokrasi dan Keberagaman, yang juga dijadwalkan selesai pada tahun yang sama dan akan dirancang sebagai ruang untuk dialog, pendidikan, dan peringatan.

    Kelanjutan dan keterkaitan

    Tragedi Hanau bukanlah kejadian yang hanya terjadi sekali. Diperkirakan lebih dari 200 orang tewas dalam serangan sayap kanan di Jerman sejak Jerman bersatu kembali. Meskipun negara ini sering dipuji karena budaya mengenang Holokaus dan kejahatan era Nazi, banyak yang merasa kurang ada kemauan untuk menghadapi berbagai tindakan kekerasan rasis di era pascaperang.

    Furkan Yüksel, anggota Koalisi Wacana Publik Pluralistik (CPPD) dan seorang pendidik yang bekerja di bidang sejarah dan politik, termasuk di antara mereka yang mengkritik budaya mengenang Jerman. “Saya rasa citra Jerman tentang dirinya sebagai bangsa yang telah belajar dari pelajaran Perang Dunia Kedua dan berhasil meninggalkan masa lalunya agak menipu,” jabarnya kepada DW.

    Mirjam Zadoff, direktur Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional, menekankan perlunya mengakui keterkaitan antara masa lalu dan masa kini Jerman.

    “Rasanya sangat penting untuk menunjukkan kesinambungan karena orang-orang dibunuh oleh ideologi yang sama, dan mereka bahkan terkadang berasal dari keluarga yang sama – seperti dalam kasus Mercedes Kierpacz, yang kakek buyutnya dibunuh di Auschwitz dan menjadi salah satu korban di Hanau.”

    Kierpacz, seorang ibu dua anak berusia 35 tahun – seperti dua korban Hanau lainnya – adalah anggota komunitas Roma dan Sinti, minoritas yang juga dianiaya di bawah Nazisme.

    Poster merah putih dengan gambar hati yang patah dan berbagai gambar sembilan korban dan slogan yang menyerukan agar mereka diingat, untuk keadilan dan penyelidikan atas kejahatan tersebut.

    “Gagasan tentang masyarakat homogen yang menganggap dirinya sebagai orang Jerman, sementara orang lain yang berbeda agama atau etnis tetap menjadi orang luar – itu merupakan kelanjutan dari kedua kediktatoran Jerman,” kata Zadoff kepada DW.

    Reformasi pemerintah ditinggalkan

    Ketika pemerintahan kiri-tengah Kanselir Jerman Olaf Scholz berkuasa pada tahun 2021, perjanjian koalisi menyatakan bahwa budaya mengenang negara itu akan diperluas untuk mencakup sejarah kolonial dan migran.

    Jerman baru secara resmi mengakui bahwa itu adalah negara imigran pada tahun 1999. Namun, pekerja migran mulai berdatangan dalam jumlah besar di tempat yang saat itu merupakan Jerman Barat pada tahun 1950-an dan di Jerman Timur pada tahun 1980-an, dan sejarah komunitas kulit hitam Jerman sudah ada sejak abad ke-19.

    Meskipun sudah ada dua museum yang menceritakan kisah emigrasi Jerman ke luar negeri di kota-kota utara Hamburg dan Bremerhaven, museum pertama negara itu tentang migrasi ke Jerman baru akan dibuka di Köln pada tahun 2029. Dinamakan DOMiD, museum ini tumbuh dari sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh imigran Turki pada akhir tahun 1980-an.

    Proposal tahun lalu dari kantor komisioner budaya Claudia Roth untuk memperluas budaya peringatan Jerman akhirnya ditangguhkan di tengah kritik, khususnya dari para kepala situs peringatan Holokaus.

    Mereka khawatir tentang relativisasi Shoah, pembunuhan sistematis yang disponsori negara terhadap sekitar enam juta orang Yahudi, bersama dengan Sinti dan Roma, lawan politik, dan kelompok-kelompok lain.

    Ribuan orang membawa spanduk dengan wajah para korban dan plakat dengan nama mereka berkumpul untuk memperingati ulang tahun keempat Hanau dan berdemonstrasi melawan teror sayap kanan.

    Namun, beberapa lembaga publik sudah mulai berubah. Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional mulai memasukkan pameran tentang kekerasan sayap kanan di Jerman kontemporer setelah serangan senjata tahun 2016 di München, yang menewaskan sembilan orang. Dan pada tahun 2024, pusat ini memamerkan instalasi karya Talya Feldman “Wir sind Hier” (Kami Ada di Sini).

    Berdasarkan proyek peta digitalnya yang sedang berjalan dengan nama yang sama, karya tersebut mengenang para korban teror sayap kanan dan kekerasan polisi selama 40 tahun terakhir, termasuk Hanau. Seniman asal Amerika Serikat tersebut menyebut proyeknya sebagai seruan untuk “mengingat secara aktif”.

    Rasisme struktural, pendidikan, wacana politik

    Yüksel ingin melihat pendekatan transnasional terhadap pengajaran sejarah di sekolah-sekolah Jerman dan pengakuan bahwa rasisme dan ekstremisme sayap kanan ada dalam semua konteks budaya.

    Ia juga menyerukan pelatihan antidiskriminasi untuk menjadi bagian wajib dari pelatihan guru di Jerman dan untuk lebih banyak kesadaran tentang rasisme struktural di bidang-bidang seperti pendidikan, lembaga penegakan hukum, dan kedokteran.

    Ia juga mengkritik wacana politik seputar migrasi di seluruh spektrum partai setelah perdebatan “remigrasi” AfD yang kontroversial, sebuah rencana yang dilaporkan untuk deportasi massal jutaan penduduk.

    “Kita perlu menciptakan kesadaran bahwa kekerasan sayap kanan bukan hanya fenomena yang melibatkan pelaku individu yang gila,” katanya. “Itu bukan hanya senjata terhunus yang menciptakan kekerasan.”

    Meskipun terjadi pembunuhan di Hanau pada tahun 2020, AfD, yang sebagian anggotanya telah diklasifikasikan sebagai ekstremis sayap kanan oleh dinas intelijen negara, memperoleh lebih dari 18% suara dalam pemilihan daerah tahun 2023 di Negara Bagian Hessen, tempat Hanau berada, dan menjadi partai terbesar kedua.

    Musim gugur lalu, lukisan dinding setinggi 27 meter yang menggambarkan wajah para korban Hanau di kota terbesar di negara bagian Hessen, Frankfurt, harus dipugar setelah diolesi cat bergambar swastika dan lambang SS.

    Yang lebih mengancam lagi, ayah pelaku telah berulang kali melecehkan Serpil Temiz Unvar lewat surat dan upaya menghubungi meskipun ada perintah penahanan.

    Oktober lalu, pengacara Unvar meminta hukuman penjara selama 18 bulan, tetapi hakim menyimpulkan bahwa meskipun Hans-Gerd R. “tanpa diragukan lagi rasis,” hukuman penjara tidaklah tepat. Ia mengatakan bahwa meskipun ia mungkin akan melanjutkan tindakannya, ini adalah “sesuatu yang harus ditoleransi oleh masyarakat.”

  • Trump Ingin Bantuan 500 Miliar Dolar AS Diganti Mineral Langka, Zelensky: Saya Tak Jual Ukraina – Halaman all

    Trump Ingin Bantuan 500 Miliar Dolar AS Diganti Mineral Langka, Zelensky: Saya Tak Jual Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengklaim AS telah memberikan bantuan senilai 500 miliar dolar ke Ukraina.

    Sebelumnya Donald Trump mengatakan harapannya agar Ukraina membalas AS atas bantuan tersebut dengan perjanjian eksplorasi sumber daya mineral di Ukraina.

    Namun, Zelensky menganggap Donald Trump tidak serius mengatakan hal tersebut.

    “Itu bukan pembicaraan serius,” kata Zelensky dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

    Zelensky menekankan bahwa pemerintah AS sebelumnya di bawah Joe Biden, telah memberikan dukungan penting untuk Ukraina dalam menghadapi serangan Rusia.

    Presiden Ukraina menganggap klaim penyelesaian perang melalui konsesi teritorial atau finansial bukanlah hal yang tepat.

    “Saya tidak akan menjual negara saya,” kata Zelensky, sambil menambahkan bahwa Ukraina ingin mendapat jaminan keamanan dari AS jika Trump menginginkan mineral langka, seperti diberitakan RBC.

    Ia menekankan Ukraina akan terus mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaannya, tidak akan ada penyerahan wilayah atau sumber daya.

    Donald Trump Ingin Ukraina Beri Imbalan ke AS

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan ia ingin menegosiasikan alokasi bantuan senilai 500 miliar dolar dengan imbalan akses terhadap mineral langka di Ukraina.

    “Kami ingin membuat kesepakatan dengan Ukraina, di mana mereka akan menyediakan apa yang kami berikan kepada mereka, yakni mineral tanah langka dan hal-hal lainnya,” kata Donald Trump, Jumat (7/2/2025).

    Zelensky sebelumnya melunak dengan tawaran tersebut, namun ia mensyaratkan bahwa AS juga harus memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    Keinginan Donald Trump untuk mengeksplorasi sumber daya Ukraina muncul setelah ia mengusulkan agar AS menjadi penengah dalam perundingan Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang.

    Donald Trump bersedia untuk mendesak Putin mengakhiri perang dengan imbalan akses AS terhadap mineral langka di Ukraina.

    Donald Trump berulang kali mengeluh bahwa pemerintah AS selama ini memberikan bantuan yang sangat besar kepada Ukraina, sedangkan negara-negara Eropa yang bertetangga dengan Ukraina hanya memberikan bantuan yang lebih sedikit.

    “Presiden Zelensky mengatakan minggu lalu bahwa dia belum menerima bahkan setengah dari dana yang telah ditransfer Amerika Serikat ke Ukraina. Kami memberi Kyiv, saya rasa, $350 miliar. Baiklah, katakanlah kurang sedikit, tetapi itu banyak,” kata Donald Trump dalam konferensi pers di Mar-a-Lago, Selasa (18/2/2025).

    “Di mana semua uang yang dialokasikan itu? Ke mana mereka pergi? Saya belum pernah melihat laporan mengenai hal ini,” lanjutnya.

    Ia kemudian mengatakan Eropa mengalokasikan sekitar $100 miliar, dan AS mengalokasikan lebih dari $300 miliar, jumlah dukungan yang menurutnya tidak seimbang.

    Sementara itu, Donald Trump mulai merealisasikan usulannya untuk menengahi negosiasi antara Rusia dan Ukraina.

    Pada Selasa (18/2/2025), perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Riyadh, Arab Saudi, tanpa mengundang Ukraina untuk membahas usulan Donald Trump soal negosiasi perang Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Lebanon Temukan 23 Jenazah Usai Pasukan Israel Mundur

    Lebanon Temukan 23 Jenazah Usai Pasukan Israel Mundur

    Beirut

    Otoritas pertahanan sipil Lebanon menemukan sedikitnya 23 jenazah di beberapa kota perbatasan setelah pasukan Israel ditarik mundur berdasarkan batas waktu gencatan senjata. Meski mundur dari Lebanon bagian setelah, sebagian pasukan Tel Aviv masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan.

    Dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Rabu (19/2/2025), otoritas pertahanan sipil Lebanon mengatakan tim penyelamat, yang bekerja dalam koordinasi dengan militer Lebanon, sedang melakukan operasi pencarian dan penilaian lapangan di area-area yang terdampak serangan Israel.

    Menurut pernyataan itu, tim penyelamat menemukan jenazah-jenazah di beberapa kota perbatasan, seperti Mais al-Jabal, Markaba, Kfar Kila dan Odaisseh.

    “Tim khusus hari ini… berhasil mengevakuasi 14 jenazah dari Mais al-Jabal, tiga jenazah dari Markaba, dan tiga jenazah lainnya dari Kfar Kila, selain tiga jenazah dari Odaisseh,” demikian pernyataan otoritas pertahanan sipil Lebanon yang dirilis kantor berita National News Agency (NNA).

    Jenazah-jenazah yang ditemukan itu, sebut otoritas pertahanan Lebanon, akan menjalani pemeriksaan medis dan hukum yang diperlukan, termasuk tes DNA, di bawah pengawasan otoritas terkait untuk memastikan identitas mereka.

    Tim darurat juga mengangkut seseorang yang mengalami luka dari Mais al-Jabal ke Rumah Sakit Pemerintah Tebnin setelah dia ditembak oleh pasukan Israel, meskipun waktu terjadinya cedera tidak diketahui secara jelas.

    Pada Selasa (18/2) waktu setempat, Israel menarik mundur pasukannya dari desa-desa yang ada di wilayah Lebanon bagian selatan, ketika batas waktu penarikan pasukan yang tertunda telah berakhir berdasarkan perjanjian gencatan senjata dengan Hizbullah.

    Namun sebagian pasukan Israel masih bertahan di lima lokasi di dekat perbatasan kedua negara.

    Militer Israel mengumumkan beberapa jam sebelum batas waktu penarikan berakhir bahwa mereka akan mempertahankan pasukan di “lima titik strategis” yang tersebar di sepanjang perbatasan untuk “terus menjaga para penduduk kami dan memastikan tidak ada ancaman langsung”.

    Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah berlangsung sejak 27 November lalu, setelah pertempuran sengit berlangsung lebih dari setahun, termasuk perang besar-besaran selama dua bulan di mana Israel melancarkan operasi darat ke dalam wilayah Lebanon.

    Pertempuran itu menewaskan sedikitnya 4.109 orang dan membuat 16.899 orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Sekitar 1,4 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah-rumah mereka.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    Putin dan Trump akan Bertemu sebelum Akhir Februari, Bahas Perang Rusia-Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin kemungkinan akan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelum akhir bulan Februari ini.

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan pada pekan lalu bahwa ia akan bertemu dengan Putin setelah ia mengusulkan untuk menjadi penengah dalam negosiasi antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    “Negosiasi antara Presiden Rusia dan AS Vladimir Putin dan Donald Trump dapat terjadi sebelum akhir Februari,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Rabu (19/2/2025).

    “Media Barat banyak menulis, media kita banyak menulis,” katanya, seperti diberitakan RIA Novosti.

    Dmitry Peskov mengatakan pertemuan Donald Trump dan Putin akan memerlukan persiapan tertentu dari Kementerian Luar Negeri Rusia.

    Juru bicara Kremlin menegaskan Rusia dan AS telah mengambil langkah yang sangat penting untuk menyelesaikan perang di Ukraina.

    Selain itu, Putin akan menunjuk seorang negosiator dari Rusia, tergantung siapa yang ditunjuk AS.

    “Kremlin menunggu (Presiden Ukraina) Volodymyr Zelensky untuk merumuskan posisinya dalam menyelesaikan perang,” katanya.

    Berbicara tentang pertemuan perwakilan Rusia dan AS di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025), Dmitry Peskov mengatakan itu langkah pertama memperbaiki hubungan bilateral.

    “Hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat tidak dapat diperbaiki dalam satu hari. Ini adalah langkah pertama dan jalan ini sangat panjang, tidak mungkin memperbaiki semuanya dalam satu hari atau satu minggu,” kata Dmitry Peskov.

    Ia menekan hubungan tersebut perlu dipulihkan setelah dirusak oleh pemerintah Joe Biden sebelumnya.

    Sebelumnya, perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2/2025) untuk menindaklanjuti usulan Donald Trump yang ingin menengahi perundingan Rusia-Ukraina.

    Dari pihak Rusia, pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan ajudan presiden Yuri Ushakov. 

    Sedangkan AS diwakili oleh Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan Utusan Khusus untuk Timur Tengah Stephen Witkoff.

    Pertemuan selama 4,5 jam itu menyepakati cara memulai negosiasi mengenai Ukraina.

    Setelah pertemuan tersebut, delegasi Rusia dan Amerika mengumumkan hasil positif, kesepakatan untuk menyelesaikan masalah bersama, dan persiapan untuk pertemuan baru, dikutip dari Al Mayadeen.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pihaknya tidak diundang dalam pertemuan delegasi Rusia-AS di Arab Saudi pada hari Selasa.

    Ia juga menegaskan, Ukraina tidak akan mengakui pertemuan apapun untuk mengakhiri perang tanpa partisipasi dari Ukraina.

    “Ukraina menganggap perundingan apa pun tentang Ukraina tanpa Ukraina tidak ada gunanya. Dan kami tidak dapat mengakui apa pun atau perjanjian apa pun tentang kami tanpa kami. Kami tidak akan mengakui perjanjian semacam itu,” kata Zelensky wartawan dalam jumpa pers di Uni Emirat Arab, Senin (17/2/2025), dikutip dari Al Arabiya.

    Zelensky juga mengatakan ia hanya ingin bernegosiasi secara langsung dengan Putin tanpa melalui perwakilan atau tim apapun dari Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah – Halaman all

    Forum Jenderal Israel Kirim Pesan Keras Tolak Lanjut Perang di Gaza: Negara Zionis Bisa Pecah
     
    TRIBUNNEWS.COM – “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF) mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

     

    (oln/khbrn/*)

  • Elon Musk ‘Ejek’ Zelensky: Presiden Ukraina Hanya Ingin Uang dan Kekuasaan, Bukan Perdamaian – Halaman all

    Elon Musk ‘Ejek’ Zelensky: Presiden Ukraina Hanya Ingin Uang dan Kekuasaan, Bukan Perdamaian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Secara tidak langsung, Elon Musk dianggap telah mengejek Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Rabu (19/2/2025).

    Dirinya ditengarai telah merespon dan seolah menyetujui unggahan di sosial media X seseorang yang membahas soal Zelensky.

    Dalam unggahan di X tersebut, disebutkan bahwa Zelensky memprioritaskan kekuasaan dan uang daripada mencari perdamaian.

    Terlebih di tengah upaya Amerika Serikat (AS) untuk menegosiasikan diakhirinya perang di Ukraina dengan Rusia.

    Seorang pengguna di platform X, seorang pengamat politik Gunther Eagleman menuliskan:

    “Zelensky tidak menginginkan perdamaian, dia menginginkan uang dan kekuasaan,” ujar Gunther lewat akun X @GuntherEagleman.

    Cuitan tersebut pun ditanggapi Musk dengan emoji “100”, menunjukkan kesepakatan, mengutip Al Mayadeen.

    Diketahui Elon Musk telah menjadi sekutu utama Presiden Donald Trump dalam upaya untuk mengecilkan pemerintah federal sementara juga memperluas pengaruhnya secara internasional.

    Dirinya juga terlibat dalam politik Eropa dan mendukung tokoh-tokoh sayap kanan di Inggris dan Jerman.

    Musk sebelumnya mengkritik Zelensky, menolak bandingnya untuk bantuan Barat dan mengejek pernyataannya bahwa Ukraina independen dan tidak dapat dipaksa melakukan negosiasi dengan Rusia.

    Perlu dicatat bahwa pada awal perang, Musk menyediakan ribuan terminal Starlink ke Ukraina untuk memulihkan komunikasi yang terganggu oleh Rusia.

    Dan hal ini mendapatkan pujian sebagai sekutu utama Kiev.

    Namun, persepsi itu bergeser ketika ia mulai berbagi apa yang digambarkan Ukraina sebagai propaganda pro-Rusia di X.

    Sejak itu, ia telah mengkritik bantuan AS ke Ukraina karena kurang akuntabilitas dan strategi yang jelas sementara menjadi kritikus vokal Zelensky.

    Negosiator Rusia dan AS bertemu di Arab Saudi pada hari Selasa, tetapi Zelensky menyatakan bahwa Kiev tidak diberitahu atau terlibat.

    Para pejabat Eropa juga dikeluarkan dari pembicaraan.

    Kabarnya, delegasi Rusia terdiri dari Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov dan Penasihat Kebijakan Luar Negeri Yuri Ushakov, dan delegasi AS terdiri dari Sekretaris Negara Marco Rubio, Utusan Khusus untuk Timur Tengah Steve Witkoff, dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Utusan Trump untuk Ukraina Tiba di Kyiv, Siap Dengar Keluh Kesah Zelensky – Halaman all

    Utusan Trump untuk Ukraina Tiba di Kyiv, Siap Dengar Keluh Kesah Zelensky – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg akhirnya tiba di Ibu Kota Ukraina, Kyiv pada Rabu (19/2/2025).

    Kedatangan Keith Kellogg ke Ukraina sebagai bagian dari upaya Washington untuk mengakhiri perang skala penuh Rusia.

    Saat tiba di Kyiv, Kellogg mengatakan misinya terutama untuk “mendengarkan” kekhawatiran Ukraina dan menyampaikan temuannya ke Gedung Putih.

    “Kami memahami perlunya jaminan keamanan. Kami memahami pentingnya kedaulatan negara ini,” kata Kellogg, dikutip dari Kyiv Independent.

    “Salah satu misi saya adalah duduk dan mendengarkan serta melihat apa saja kekhawatiran Anda,” lanjutnya.

    Kellogg mengunjungi Kyiv tak lama setelah delegasi AS dan Rusia mengadakan pembicaraan untuk mengakhiri perang di Arab Saudi — tanpa partisipasi Ukraina.

    Utusan Trump untuk Ukraina itu sebelumnya pernah bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky dan pejabat tinggi lainnya selama Konferensi Keamanan Munich.

    Perkembangan terkini menunjukkan bahwa Kellogg dikesampingkan dalam upaya perdamaian Trump, karena ia tidak terlibat dalam perundingan di Arab Saudi.

    Beberapa pakar mengaitkan hal ini dengan kecenderungan Kellogg yang pro-Ukraina dan dugaan keberatan Rusia terhadapnya.

    Harapan Rusia

    Rusia meyakini bahwa pemerintahan Trump berfokus pada upaya mengamankan kemenangan kebijakan luar negeri yang cepat dan dramatis.

    Trump, menurut para pejabat Rusia, tengah mencari momen simbolis yang akan memungkinkannya mengklaim bahwa ia secara pribadi telah mengakhiri perang di Ukraina.

    Moskow, pada gilirannya, melihat ini sebagai peluang untuk mengamankan keuntungan yang telah lama dicari.

    Pada saat yang sama, mereka mengakui bahwa posisi Amerika dapat berubah seiring kemajuan negosiasi dan pembentukan kelompok kerja setelah pertemuan Riyadh.

    Bagi Rusia, prioritasnya adalah memulihkan dialog bilateral penuh dengan Washington, memperluas diskusi jauh melampaui Ukraina untuk memungkinkan Kremlin menegaskan kembali kepentingan nasionalnya di panggung dunia.

    Di antara tuntutan utama Moskow adalah pemulihan penuh operasi diplomatik, termasuk mendapatkan kembali akses ke kompleks diplomatik Rusia di Maryland dan New York.

    Pemerintahan Obama menyita properti-properti ini pada akhir tahun 2016, dengan alasan kekhawatiran bahwa properti-properti tersebut digunakan untuk pengumpulan intelijen.

    Dikutip dari The Moscow Times, Rusia juga berupaya menghidupkan kembali saluran komunikasi yang dibekukan terkait isu-isu seperti pengendalian senjata, nonproliferasi nuklir, dan stabilitas strategis. 

    Selain itu, Kremlin mendesak pencabutan sanksi parsial, termasuk mencabut pembatasan terhadap pejabat Rusia tertentu dan mencairkan aset Rusia.

    Sejak dimulainya invasi, AS telah memblokir sedikitnya $6 miliar cadangan mata uang asing Rusia.

    “Trump tidak membahas masalah-masalah ini secara terbuka — ia tampaknya tidak terlalu tertarik pada masalah-masalah ini — tetapi masalah-masalah ini penting bagi (Presiden) Putin.”

    “Ada keyakinan bahwa kesepakatan mengenai masalah-masalah seperti itu dapat dicapai,” kata salah satu sumber.

    Kremlin mengandalkan “chemistry” pribadi antara Trump dan Putin untuk menguntungkannya, kata beberapa sumber.

    Mengakhiri perang di Ukraina merupakan isu utama dalam agenda pertemuan puncak.

    Moskow berharap dapat mencapai penyelesaian dengan persyaratan yang serupa dengan yang dimintanya sebelum melancarkan invasi, yakni status non-blok Ukraina, pembentukan pemerintah pro-Rusia, pengurangan drastis pasukan militer Ukraina, dan pengakuan resmi Krimea dan wilayah Zaporizhzhia, Kherson, Luhansk, dan Donetsk sebagai wilayah Rusia.

    “Ukraina, pengakuan teritorial, ‘demiliterisasi’, ‘denazifikasi’ — termasuk pemilihan umum yang membawa tokoh-tokoh pro-Rusia ke tampuk kekuasaan — dan pencabutan sanksi. Itulah hal minimum yang diinginkan Putin,” kata mantan diplomat Rusia, Boris Bondarev, yang mengundurkan diri dari misi diplomatik Rusia untuk PBB di Jenewa sebagai protes terhadap invasi tersebut.

    Bondarev menambahkan, dalam langkah tawar-menawar yang potensial, Kremlin mungkin mencoba meyakinkan Trump bahwa Moskow bersedia mengurangi hubungannya dengan China sebagai imbalan atas konsesi dari Washington.

    “Amerika akan terusik dengan pembicaraan tentang kemungkinan penilaian ulang hubungan Moskow dengan Beijing,” kata Bondarev. (*)

  • Geger Bentrokan di Universitas Bangladesh, 150 Mahasiswa Terluka

    Geger Bentrokan di Universitas Bangladesh, 150 Mahasiswa Terluka

    Dhaka

    Bentrokan pecah di sebuah universitas di Bangladesh hingga membuat lebih dari 150 mahasiswa mengalami luka-luka. Bentrokan ini menandai perselisihan serius antara kelompok-kelompok yang berperan penting dalam mengobarkan revolusi nasional tahun lalu.

    Bentrokan tersebut, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), terjadi di kompleks Universitas Teknik dan Teknologi Khulna yang ada di sebelah barat daya Bangladesh pada Selasa (18/2) sore waktu setempat.

    Dilaporkan bahwa bentrokan pecah setelah sayap pemuda Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) berusaha merekrut para mahasiswa di universitas tersebut.

    Tindakan BNP itu memicu konfrontasi dengan para anggota kelompok Mahasiswa Melawan Diskriminasi, yang pada Agustus tahun lalu ikut memimpin unjuk rasa untuk menggulingkan mantan Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina dari jabatannya.

    Bentrokan antara kedua kelompok pun tak terhindarkan. Seorang pejabat Kepolisian Khulna, Kabir Hossain, mengatakan bahwa sedikitnya 50 orang dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis setelah bentrokan terjadi.

    “Situasi kini terkendali, dan satuan polisi tambahan telah dikerahkan,” sebut Hossain dalam pernyataan kepada AFP.

    Penuturan seorang mahasiswa jurusan komunikasi pada universitas tersebut, Jahidur Rahman, kepada AFP menyebut mereka yang dirawat di rumah sakit mengalami luka-luka akibat lemparan batu bata dan “senjata tajam”. Rahman mengatakan ada sekitar 100 orang yang mengalami luka ringan.

    Rekaman video bentrokan itu yang beredar luas di Facebook menunjukkan kedua kelompok yang terlibat konfrontasi menggunakan sabit dan parang. Terlihat juga momen saat mahasiswa yang luka-luka dibawa ke rumah sakit untuk dirawat.

    Kedua kelompok yang terlibat bentrok saling menyalahkan sebagai yang memulai kekerasan. Ketua sayap pemuda BNP, Nasir Uddin Nasir, menuduh anggota partai politik Islam, Jamaat, mengacaukan situasi untuk memicu konfrontasi.

    Nasir menyebut para aktivis Partai Jamaat “menciptakan bentrokan yang tidak beralasan ini”.

    Namun salah satu mahasiswa setempat, Obayed Ullah, mengatakan kepada AFP bahwa “tidak ada kehadiran” anggota Partai Jamaat di kampusnya. Dia justru menuding sayap pemuda BNP menentang keputusan pihak kampus untuk tetap bebas dari kegiatan partai politik

    Insiden di Khulna ini memicu kemarahan di kalangan mahasiswa di berbagai wilayah lainnya di Bangladesh, dengan unjuk rasa digelar di Universitas Dhaka pada Selasa (18/2) malam untuk mengecam sayap pemuda BNP.

    Lihat juga Video ‘Bentrokan Pendukung Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dengan Polisi’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ngeri, Kelompok Bersenjata Tembak Mati 7 Penumpang Bus di Pakistan

    Ngeri, Kelompok Bersenjata Tembak Mati 7 Penumpang Bus di Pakistan

    Jakarta

    Ngeri! Orang-orang bersenjata di Pakistan barat daya menembak mati tujuh penumpang bus. Para pejabat Pakistan mengatakan bahwa mereka dibunuh setelah kelompok bersenjata tersebut mengidentifikasi mereka sebagai orang dari daerah lain.

    Pasukan keamanan Pakistan telah memerangi kekerasan sektarian, etnis, dan separatis selama beberapa dekade di Balochistan. Wilayah bergolak yang miskin tetapi kaya mineral tersebut, berbatasan dengan Afghanistan dan Iran.

    Dilansir kantor berita AFP, Rabu (19/2/2025), serangan terhadap pasukan keamanan dan kelompok etnis telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, terutama terhadap para buruh dari Punjab, provinsi terpadat dan makmur di negara itu, dan juga basis perekrutan utama bagi militer.

    Para penyerang pada Selasa (18/2) malam waktu setempat meledakkan ban sebuah bus yang sedang melakukan perjalanan melintasi Balochistan di sepanjang jalan raya dekat perbatasan provinsi dengan Punjab, kata Saadat Hussain, seorang pejabat senior pemerintah di daerah tersebut.

    Orang-orang bersenjata kemudian menaiki bus dan menyuruh untuk melihat kartu identitas penumpang.

    “Para penumpang yang berasal dari provinsi Punjab… dibawa oleh para teroris dan dibunuh,” kata Hussain kepada AFP, Rabu (19/2/2025).

    “Mereka berbaris dan ditembak mati,” imbuhnya.

    Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

    Namun, Tentara Pembebasan Balochistan (BLA) adalah kelompok yang paling aktif di wilayah tersebut. Kelompok separatis itu menewaskan enam orang dalam sebuah pengeboman pada bulan Januari lalu.

    Sebelumnya, para militan separatis menewaskan sedikitnya 39 orang dalam serangan tahun lalu, yang sebagian besar menargetkan etnis Punjab.

    Pada bulan November lalu, BLA mengaku bertanggung jawab atas pengeboman di stasiun kereta api utama di kota Quetta yang menewaskan 26 orang, termasuk 14 tentara.

    Menurut penghitungan AFP, sejak 1 Januari lalu, sedikitnya 67 orang, sebagian besar anggota pasukan keamanan, telah tewas dalam kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang memerangi negara — terutama di wilayah barat yang berbatasan dengan Afghanistan.

    Lihat juga Video ‘Pakistan Chaos! Pendukung Imran Khan Bentrok dengan Polisi’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu