Jenis Media: Internasional

  • Presiden Prancis Emmanuel Macron Kesal Trump Bohong Soal Ukraina, Hubungan AS-Eropa Retak? – Halaman all

    Presiden Prancis Emmanuel Macron Kesal Trump Bohong Soal Ukraina, Hubungan AS-Eropa Retak? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Momen menegangkan terjadi ketika Presiden Prancis, Emmanuel Macron bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump di Gedung Putih, Senin (24/2/2025) waktu setempat.

    Saat menghadiri konferensi pers di Gedung Putih, nampak Emmanuel Macron dan Donald Trump bersitegang.

    Hal itu terjadi ketika Donald Trump mengklaim bahwa negara-negara Eropa hanya memberikan bantuan keuangan kepada Ukraina.

    “Sebagai informasi, Eropa meminjamkan uang kepada Ukraina. Mereka akan mendapatkan kembali uang mereka,” kata Trump, dikutip dari The Mirror.

    Mendengar hal tersebut, Macron pun tampak kesal dengan menyela omongan Trump.

    “Tidak, sejujurnya, kami yang membayar,” tegas Macron.

    “Kami membayar 60 persen dari total biaya. Seperti di AS: pinjaman, jaminan, hibah,” ungkap Macron.

    Selama pembicaraan, Macron juga menanggapi pernyataan Trump tentang aset Rusia yang dibekukan di Eropa, dan menepis anggapan bahwa aset tersebut digunakan sebagai jaminan pinjaman ke Ukraina.

    “Kami memiliki aset senilai $230 miliar yang dibekukan di Eropa, aset Rusia.”

    “Namun, ini bukan agunan pinjaman karena bukan milik kami. Jadi, aset tersebut dibekukan,” kata Presiden Prancis tersebut.

    Trump tampak tidak terpengaruh oleh interupsi tersebut, namun memberikan tanggapan yang meremehkan.

    “Jika Anda percaya itu, saya tidak keberatan. Mereka mendapatkan kembali uang mereka, sedangkan kami tidak. Namun sekarang kami mendapatkannya,” katanya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Saat pembicaraan dengan Presiden Prancis berlanjut, Trump sekali lagi menekankan permintaannya agar Ukraina menandatangani hak mineral senilai ratusan miliar dolar untuk membayar kembali bantuan militer AS.

    “Uang yang dikeluarkan sangat besar dan kami tidak punya apa-apa untuk ditunjukkan,” katanya.

    Teguran diplomatik secara langsung yang dilakukan oleh Macron kepada Trump jarang terjadi di Gedung Putih.

    Hal ini menyoroti ketegangan yang mendasari dalam diskusi kedua pemimpin meskipun nada bicara mereka tampak ramah.

    AS Tolak Salahkan Rusia dalam Perang Ukraina

    AS kembali menunjukkan sikap politiknya yang berubah drastis semenjak Donald Trump menjabat kembali.

    Terbaru, AS berpisah dengan sekutu-sekutunya di Eropa dengan menolak menyalahkan Rusia atas invasinya ke Ukraina dalam pemungutan suara pada tiga resolusi PBB, Senin (24/2/2025).

    Perpecahan yang makin besar ini menyusul keputusan Trump untuk membuka negosiasi langsung dengan Rusia guna mengakhiri perang, yang membuat Ukraina dan para pendukungnya di Eropa kecewa karena mengecualikan mereka dari pembicaraan pendahuluan minggu lalu.

    Di Majelis Umum PBB, AS bergabung dengan Rusia dalam pemungutan suara menentang resolusi Ukraina yang didukung Eropa yang menyerukan agresi Moskow dan menuntut penarikan segera pasukan Rusia.

    AS kemudian abstain dari pemungutan suara atas resolusinya sendiri setelah negara-negara Eropa, yang dipimpin oleh Prancis, berhasil mengubahnya untuk memperjelas bahwa Rusia adalah agresor.

    Pemungutan suara tersebut dilakukan pada peringatan tiga tahun invasi Rusia dan saat Trump menjamu Presiden Prancis Emmanuel Macron di Washington.

    Dikutip dari AP News, kejadian ini merupakan kemunduran besar bagi pemerintahan Trump dalam badan dunia beranggotakan 193 orang, yang resolusinya tidak mengikat secara hukum tetapi dipandang sebagai barometer opini dunia.

    AS kemudian mendorong pemungutan suara atas rancangan aslinya di Dewan Keamanan PBB yang lebih kuat, di mana resolusi mengikat secara hukum dan memiliki hak veto bersama dengan Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis.

    Pemungutan suara di dewan yang beranggotakan 15 orang itu menghasilkan 10-0 dengan lima negara Eropa abstain – Inggris, Prancis, Denmark, Yunani, dan Slovenia.

    Resolusi yang saling bertentangan tersebut juga mencerminkan ketegangan yang muncul antara AS dan Ukraina.

    Majelis Umum pertama-tama memberikan suara 93-18 dengan 65 abstain untuk menyetujui resolusi Ukraina.

    Hasil tersebut menunjukkan sedikit penurunan dukungan untuk Ukraina, karena pemungutan suara majelis sebelumnya memperlihatkan lebih dari 140 negara mengutuk agresi Rusia, menuntut penarikan segera, dan pembatalan aneksasinya terhadap empat wilayah Ukraina.

    Majelis kemudian beralih ke resolusi yang dirancang AS, yang mengakui “hilangnya nyawa secara tragis selama konflik Rusia-Ukraina” dan “memohon diakhirinya konflik dengan segera dan selanjutnya mendesak perdamaian abadi antara Ukraina dan Rusia”, tetapi tidak pernah menyebutkan agresi Moskow.

    Dalam sebuah langkah yang mengejutkan, Prancis mengusulkan tiga amandemen, yang didukung oleh lebih dari negara-negara Eropa, yang menambahkan bahwa konflik tersebut merupakan hasil dari “invasi besar-besaran ke Ukraina oleh Federasi Rusia”.

    Amandemen tersebut menegaskan kembali komitmen majelis terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan, dan integritas teritorial Ukraina, dan menyerukan perdamaian yang menghormati Piagam PBB.

    Rusia juga mengusulkan amandemen yang menyerukan penanganan “akar penyebab” konflik.

    Semua amandemen disetujui dan resolusi tersebut disahkan dengan perolehan suara 93-8 dan 73 abstain, dengan Ukraina memberikan suara “ya”, AS abstain, dan Rusia memberikan suara “tidak”. (*)

  • Hamas Marah: Abu Marzouk Tak Wakili Kami soal Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    Hamas Marah: Abu Marzouk Tak Wakili Kami soal Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengomentari pernyataan pejabat seniornya di Qatar, Abu Marzouk, yang mengkritik Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, mengatakan pernyataan Abu Marzouk tidak mewakili posisi Hamas.

    Ia menjelaskan Hamas berhak atas senjatanya sebagai senjata yang sah, dan tidak ada diskusi tentang hal itu selama masih ada pendudukan (Israel) di tanah Palestina.

    “Perlawanan dalam segala bentuknya akan tetap menjadi hak yang sah bagi rakyat kami hingga pembebasan dan pengembalian tanah kami,” kata Hazem Qassem, Senin (24/2/2025).

    “Peristiwa 7 Oktober akan tetap menjadi titik balik dalam sejarah semua bangsa yang dijajah, dan titik balik strategis dalam jalur perjuangan nasional Palestina,” lanjutnya.

    Ia membantah pernyataan Abu Marzouk yang mengatakan Hamas tidak bisa mengklaim kemenangan karena melihat kehancuran di Jalur Gaza setelah serangan Israel.

    “Perilaku agresif dan destruktif penjajah (Israel) dalam semua perangnya melawan rakyat di wilayah tersebut adalah alasan kehancuran yang menimpa Jalur Gaza, dan kini penjajah sedang menyempurnakan kebijakan penghancuran di Tepi Barat,” kata Hazem Qassem, merujuk pada meningkatnya agresi Israel di Tepi Barat setelah gencatan senjata di Gaza.

    Pernyataan Abu Marzouk yang Buat Hamas Marah

    Sebelumnya, Abu Marzouk, kepala kantor hubungan luar negeri Hamas yang berkantor di Qatar, muncul dalam wawancara dengan New York Times pada Senin (24/2/2025).

    Ia mengatakan dia tidak diberitahu tentang rencana Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.

    Abu Marzouk menekankan dia tidak akan menyetujuinya jika dia menyadari konsekuensi dari operasi tersebut.

    Menurutnya, kehancuran di Jalur Gaza membuat klaim kemenangan Hamas tidak dapat diterima.

    Ia mengatakan tidak mengetahui rincian spesifik serangan 7 Oktober tapi mengindikasikan dia dan pemimpin politik Hamas lainnya mendukung strategi umum serangan militer terhadap Israel.

    “Jika apa yang terjadi diharapkan terjadi, tidak akan ada tanggal 7 Oktober,” kata Abu Marzouk.

    Menurutnya, Hamas bersedia merundingkan masa depan persenjataannya di Jalur Gaza, sebuah pernyataan yang kemudian dibantah oleh Hamas.

    Dalam wawancara tersebut, Abu Marzouk menggambarkan Hamas sebagai “orang biasa” yang melawan Mike Tyson, mantan juara tinju kelas berat.

    “Jika orang yang tidak terlatih ini mampu bertahan dari pukulan Tyson, orang-orang akan mengatakan dia menang,” kata Abu Marzouk.

    Ia menjelaskan, secara absolut, tidak dapat diterima untuk mengklaim Hamas menang mengingat besarnya kerusakan yang disebabkan oleh serangan Israel di Jalur Gaza.

    Abu Marzouk mengatakan pertukaran lebih banyak tahanan pada tahap pertama dapat dibicarakan dan Hamas akan menuntut jumlah yang jauh lebih besar untuk setiap sandera tentara Israel yang tersisa.

    Ia mengatakan semua tahanan dapat dibebaskan sekaligus jika Israel bersedia membebaskan ribuan warga Palestina dari penjaranya, mengakhiri perang, dan menarik diri dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Putin: AS Tak Memihak Rusia dan Kami Ingin Ukraina Jadi Negara Bersahabat – Halaman all

    Putin: AS Tak Memihak Rusia dan Kami Ingin Ukraina Jadi Negara Bersahabat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan posisi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bukanlah untuk kepentingan Rusia, tetapi untuk kepentingan Ukraina.

    Putin mengatakan dalam pernyataannya, Donald Trump ingin memperbaiki situasi politik di Ukraina dan menciptakan kondisi untuk kelangsungan hidupnya.

    “Menurut saya, posisi Presiden AS (Donald Trump) tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa ini adalah kepentingan kita, kepentingan Rusia,” kata Putin saat menjawab pertanyaan jurnalis VGTRK, Pavel Zarubin, Senin (24/2/2025).

    “Hal ini kemungkinan besar dilakukan demi kepentingan Ukraina, negara Ukraina, dengan tujuan mempertahankan status kenegaraan Ukraina,” lanjutnya.

    Putin mengatakan Rusia tidak menentang upaya untuk mengakhiri perang Ukraina, namun ia ingin memastikan bahwa Ukraina tidak menjadi wilayah yang akan menjadi batu loncatan untuk menyerang Rusia.

    Pernyataan ini merujuk pada upaya Ukraina sebelumnya untuk bergabung dengan NATO, yang jika disetujui maka akan menempatkan NATO berada lebih dekat dengan Rusia.

    Putin menyatakan harapannya agar Ukraina menjadi negara yang bersahabat dengan Rusia.

    “Kami juga tidak menentang hal ini. Meskipun, tentu saja, kami tidak ingin wilayah ini (Ukraina) digunakan sebagai batu loncatan untuk menyerang Federasi Rusia, tidak digunakan sebagai batu loncatan untuk memusuhi kami. Sehingga pada akhirnya berubah menjadi negara tetangga yang bersahabat,” tegas Putin.

    Menyinggung situasi di garis depan, Putin mengatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberikan perintah tidak masuk akal yang menyebabkan kerugian besar yang tidak dapat dibenarkan.

    “Dia (Zelensky) menjadi racun bagi masyarakat secara keseluruhan,” kata Putin, seperti diberitakan RIA Novosti.

    “Hal ini dibuktikan dengan pemungutan suara hari ini di Rada untuk memperluas kekuasaannya,” tegasnya.

    Putin yakin bahwa jika pemilihan presiden diumumkan di Ukraina, Volodymyr Zelensky tidak memiliki peluang untuk terpilih kembali.

    Negosiasi Rusia-AS

    Perwakilan Rusia sebelumnya bertemu dengan perwakilan AS di Riyadh, Arab Saudi, pada Selasa (18/2/2025) untuk membahas hubungan bilateral, usulan Trump soal upaya mengakhiri perang Rusia-Ukraina dan negosiasi lainnya.

    Putin mengatakan, Rusia dan AS melakukan negosiasi terkait pengeluaran pertahanan kedua negara yang akan dikurangi 50 persen melalui kesepakatan bersama.

    “Kita bisa mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat – Amerika Serikat akan memangkas [pengeluaran pertahanan] sebesar 50 persen, dan kami akan memangkas sebesar 50 persen. Dan Republik Rakyat Tiongkok (China) akan bergabung jika menginginkannya. Kami rasa usulan itu bagus dan kami siap membahasnya,” kata Putin.

    Pada saat yang sama, Putin mencatat keputusan untuk mengurangi anggaran pertahanan di Tiongkok adalah masalah Republik Rakyat Tiongkok.

    “Saya tidak bisa mengomentari bagaimana Republik Rakyat Tiongkok akan bereaksi terhadap hal ini,” jelas presiden.

    Putin juga mengatakan bahwa ada berbagai pendekatan dari pihak Amerika mengenai senjata ofensif strategis dan isu-isu lain yang sangat serius.

    Negara Eropa Boleh Ikut Negosiasi Rusia-Ukraina

    Dalam pernyataannya, Putin mengatakan negara-negara Eropa mungkin dapat berpartisipasi dalam negosiasi mengenai upaya mengakhiri perang Ukraina, namun Putin menilai mereka menolak berkomunikasi dengan Rusia.

    “Saya tidak melihat ada yang salah dengan partisipasi Eropa dalam negosiasi mengenai Ukraina, tetapi pihak Eropa sendiri menolak untuk berkomunikasi dengan kami,” kata Putin, seperti diberitakan Anadolu Agency.

    Menurutnya, para pemimpin negara-negara Eropa saat ini berkomitmen pada “rezim Kyiv” dan sekarang tidak dapat “menjauh” dari posisi ini tanpa kehilangan muka.

    Ia juga menjawab kekhawatiran Eropa setelah mereka menggelar rapat darurat ketika perwakilan Rusia dan AS bertemu di Arab Saudi.

    Menurutnya, Rusia-AS tidak mengundang Eropa karena Rusia dan AS membahas hubungan bilateral kedua negara serta pendekatan terkait perang Ukraina.

    Pada Senin (24/2/2025), Donald Trump mengatakan ia yakin perang di Ukraina akan segera berakhir, mungkin dalam beberapa minggu.

    Ia menekankan kepada para pemimpin G7 sepakat tentang perlunya mengakhiri perang di Ukraina, dan mencatat pasukan Eropa dapat pergi ke Ukraina sebagai pasukan penjaga perdamaian.

    Trump menjelaskan dengan mengatakan ia sedang mengadakan diskusi serius dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mencapai kesepakatan.

    “Kami membantu Ukraina sebagaimana belum pernah ada yang membantunya sebelumnya,” kata Donald Trump.

    Sebelumnya pada 12 Februari lalu, Donald Trump menelepon Putin setelah ia menyatakan usulannya agar AS menengahi perundingan untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Uni Eropa Tangguhkan Sanksi untuk Suriah dalam Bidang Energi hingga Perbankan – Halaman all

    Uni Eropa Tangguhkan Sanksi untuk Suriah dalam Bidang Energi hingga Perbankan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Negara-negara Uni Eropa (UE) mulai menangguhkan sejumlah sanksi terhadap Suriah dengan efek segera pada hari Senin waktu setempat (24/2/2025).

    Dikutip dari Reuters, Penangguhan tersebut termasuk pembatasan yang berkaitan dengan energi, perbankan, transportasi, dan rekonstruksi. 

    UE juga agan menangguhkan berbagai sanksi yang menyasar individu serta sektor-sektor ekonomi di Suriah yang sebelumnya masuk dalam “daftar hitam” mereka.

    Langkah para pemimpin Eropa yang mulai meninjau kembali pendekatan mereka dengan Suriah ini erat kaitannya dengan kondisi negara tersebut setelah terjadinya pemberotakan pada akhir tahun lalu.

    Seperti yang diberitakan sebelumnya, pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), telah menggulingkan rezim Bashar al-Assad dari jabatannya sebagai presiden pada bulan Desember 2024 lalu.

    Perlahan tapi pasti, pemerintahan Suriah yang kini berada di bawah Ahmed al-Shaara selaku pemimpin HTS mencoba membangun kembali hubungan negara mereka di dunia internasional terutama dengan Uni Eropa.

    Bak gayung bersambut, langkah tersebut disambut positif oleh para pemimpin UE.

    Dalam pertemuan di Brussels pada hari Senin, para menteri luar negeri UE sepakat untuk menangguhkan pembatasan terkait minyak, gas, dan listrik, yang selama ini mereka berikan di rezim Bashar al-Assad.

    Penangguhan tersebut juga termasuk pencabutan sanksi terhadap sektor transportasi.

    Mereka juga telah mencabut pembekuan aset untuk lima bank serta melonggarkan pembatasan terhadap bank sentral Suriah.

    Selain itu, Uni Eropa juga memperpanjang pengecualian tanpa batas waktu untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan.

    “Kami telah menghabiskan dua bulan terakhir terlibat dalam diskusi dan upaya diplomatik untuk meredakan sanksi-sanksi yang tidak adil yang telah memberatkan rakyat kami,” kata Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad Hassan al-Shibani, di platform X.

    “Kami menyambut baik keputusan UE untuk menangguhkan sanksi-sanksi tertentu pada sektor-sektor spesifik dan melihat ini sebagai langkah untuk mengurangi penderitaan rakyat kami,” tambahnya.

    Meski demikian, negara-negara UE tetap mempertahankan berbagai sanksi lain yang sifatnya masih terkait dengan otoritas Assad.

    Sanki tersebut termasuk pembatasan terhadap perdagangan senjata, barang ganda guna yang memiliki kegunaan militer dan sipil, perangkat lunak untuk pengawasan, serta perdagangan internasional barang-barang warisan budaya Suriah.

    Mereka menyatakan akan terus memantau situasi di Suriah untuk memastikan penangguhan sanksi tersebut tetap sesuai dengan kondisi di lapangan.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Trump Dukung Israel Tunda Pembebasan 620 Tahanan Warga Palestina, Salahkan Sikap Hamas yang Barbar – Halaman all

    Trump Dukung Israel Tunda Pembebasan 620 Tahanan Warga Palestina, Salahkan Sikap Hamas yang Barbar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Pemerintah Amerika Serikat (AS) dibawah pimpinan Donald Trump mendukung penuh keputusan Israel yang ingin menunda pembebasan tahanan warga Palestina.

    Hal ini disampaikan Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, Brian Hughes, Senin (24/2/2025).

    Mengutip dari Anadolu, Hughes menjelaskan, negaranya mendukung keputusan Israel untuk menunda pembebasan 620 tahanan Palestina.

    Dalam kesempatan itu, Hughes turut menegaskan, Presiden Donald Trump siap mendukung Israel dalam tindakan apapun yang dipilihnya terkait Hamas.

    Dukungan itu diberikan lantaran AS menilai Hamas telah memperlakukan sandera Israel dengan barbar.

    “Menunda pembebasan tahanan warga Palestina adalah sebuah respons yang pantas pada Hamas atas perlakuan mereka terhadap sandera warga Israel,” kata Hughes.

    “Presiden Amerika Serikat Donald Trump sudah mempersiapkan dukungan pada Israel terkait apapun tindakan Hamas,” imbuhnya.

    Netanyahu Tunda Pertukaran Sandera Lanjutan

    Sebelumnya kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menangguhkan pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang dijadwalkan dibebaskan kemarin sebagai bagian dari pertukaran tahanan ketujuh antara Hamas dan Israel.

    Mengutip dari sumber terdekat Netanyahu, penundaan ini disinyalir karena upacara serah terima yang ‘merendahkan martabat’.

    Dimana pada akhir pekan kemarin, setelah Hamas menggelar upacara serah terima tawanan Israel di Gaza, seorang tentara Israel mencium kepala dua pejuang Hamas.

    Pemerintah Israel mengklaim seremonial serah-terima sandera oleh Hamas ke otoritas PBB telah melanggar hukum internasional.

    Seremonial yang dimaksud itu, membawa para sandera yang hendak dibebaskan, ke atas panggung yang disaksikan warga Gaza.

    Terkadang, sandera diminta menyampaikan harapan dan komentar sebelum mereka diserahkan ke otoritas.

    Hamas bahkan membawa ke atas panggung peti mati sandera yang sudah meninggal.   
    Tindakan tersebut sontak memicu amarah Netanyahu, hingga pimpinan tertinggi Israel ini menangguhkan pembebasan ratusan tahanan Palestina.

    Tak dirinci sampai kapan penangguhan akan dilakukan, Dinas Penjara Israel mengatakan mereka belum menerima instruksi dari pemerintah Israel untuk membebaskan tawanan Palestina

    Namun menurut informasi yang beredar penangguhan bakal dilakukan hingga mendapat jaminan tawanan Israel yang tersisa akan dibebaskan “tanpa ritual yang merendahkan martabat”.

    Hamas Buka Suara

    Merespons keputusan Netanyahu yang secara mendadak menunda pembebasan sandera lanjutan, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan Netanyahu  didasarkan pada “dalih yang buruk,”.

    Ezzat El Rashq, anggota biro politik Hamas, mengatakan seremonial yang mereka lakukan dalam pembebasan sandera bukan untuk mempermalukan para sandera.

    Namun untuk mengingatkan lagi soal kemanusiaan dan memperlakukan para sandera dengan bermartabat.

    Penyiksaan yang sebenarnya malah dialami oleh tahanan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. 

    Hamas menuding penundaan pembebasan sandera merupakan dalih untuk menghindari kewajiban Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.

    “Keputusan Netanyahu mencerminkan upaya yang disengaja untuk mengganggu perjanjian, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap ketentuannya, dan menunjukkan kurangnya keandalan pendudukan dalam melaksanakan kewajibannya,” kata anggota Hamas bidang politik, Ezzat El Rashq, dalam pernyataannya, dilansir Al Arabiya.

    “Upacara penyerahan tahanan tidak termasuk penghinaan terhadap mereka, tetapi justru mencerminkan perlakuan manusiawi yang mulia terhadap mereka”, imbuhnya.

    Sementara itu, keluarga tahanan Palestina mengaku kecewa dan marah dengan dibatalkannya pembebasan tahanan dari Israel.

    “Keluarga para tawanan perang berada dalam keadaan marah, sedih, dan dendam, dan para mediator harus melakukan bagian mereka saat mereka mulai menyelesaikannya sehingga keluarga para tawanan perang dapat bersukacita atas pembebasan tawanan perang mereka yang seharusnya dibebaskan hari ini,” kata salah satu warga, Bassam al-Khatib.

    “Anda telah menerima tawanan perang Anda, jadi mengapa menunda penyerahan tawanan perang Palestina kami? Ini adalah sesuatu yang menyakitkan hati, kurangnya komitmen dan mengabaikan semua standar dan hukum internasional, dan mengabaikan negara-negara yang mensponsori perjanjian ini,” tambahnya.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Trump-Putin Bahas Kesepakatan Ekonomi ‘Besar’ Demi Akhiri Perang Ukraina

    Trump-Putin Bahas Kesepakatan Ekonomi ‘Besar’ Demi Akhiri Perang Ukraina

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sedang membahas kesepakatan ekonomi ‘besar’. Hal ini dalam rangka diskusi untuk mengakhiri perang yang dimulai oleh invasi Moskow ke Ukraina.

    “Saya sedang dalam diskusi serius dengan Presiden Vladimir Putin dari Rusia mengenai berakhirnya Perang, dan juga transaksi Pembangunan Ekonomi besar yang akan terjadi antara Amerika Serikat dan Rusia. Pembicaraan berjalan dengan sangat baik!” kata Trump memposting di platform Truth Social miliknya, dilansir AFP, Selasa (25/2/2025).

    Trump mengeluarkan pernyataan tersebut setelah bergabung dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Gedung Putih untuk panggilan konferensi dengan para pemimpin G7 lainnya.

    Sekutu-sekutu Washington di Eropa sedang berjuang untuk bereaksi terhadap perubahan mendadak dalam kebijakan AS sejak Trump menjabat bulan lalu.

    Setelah tiga tahun dukungan AS dan Eropa yang baik untuk perjuangan Ukraina melawan Rusia, Trump telah memasuki pembicaraan dengan Moskow mengenai penyelesaiannya. Namun Trump tidak menjelaskan seberapa besar pengaruh Ukraina dan negara-negara Eropa dalam membentuk ketentuan-ketentuan tersebut.

    Rusia telah berada di bawah sanksi internasional yang menghancurkan yang dipelopori oleh pemerintahan mantan presiden Joe Biden sebagai tanggapan atas serangan militernya terhadap negara tetangga Ukraina.

    Tindakan hukuman tersebut harus diakhiri sebuah kemenangan besar bagi Putin agar potensi”transaksi AS dan Rusia yang disebut-sebut oleh Trump dapat terus berlanjut.

    Dalam unggahannya, Trump mengatakan bahwa ia juga telah menyoroti kepada para pemimpin G7 lainnya tujuannya untuk membuat Ukraina menandatangani perjanjian yang memberikan AS akses ke sumber daya alamnya sebagai imbalan atas dukungan AS dalam penyelesaian damai apa pun.

    “Saya menekankan pentingnya ‘Kesepakatan Mineral Kritis dan Tanah Jarang’ yang vital antara Amerika Serikat dan Ukraina, yang kami harap akan segera ditandatangani!” tulis Trump.

    “Kesepakatan ini, yang merupakan ‘Kemitraan Ekonomi’, akan memastikan rakyat Amerika memperoleh kembali Puluhan Miliar Dolar dan Peralatan Militer yang dikirim ke Ukraina, sekaligus membantu ekonomi Ukraina tumbuh saat Perang Brutal dan Biadab ini berakhir,” tambahnya

    Panggilan G7 dan kunjungan Macron ke Washington terjadi saat Trump berulang kali meragukan komitmennya terhadap aliansi bersejarah AS, termasuk NATO, yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk mempertahankan Eropa Barat dari ekspansi Soviet.

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 5 Fakta Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus: Dirawat di Rumah Sakit Sejak 14 Februari, Masih Kritis – Halaman all

    5 Fakta Kondisi Kesehatan Paus Fransiskus: Dirawat di Rumah Sakit Sejak 14 Februari, Masih Kritis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus (88), mengalami sakit parah dalam beberapa minggu terakhir.

    Paus Fransiskus dirawat di Rumah Sakit Gemelli, Roma, sejak 14 Februari akibat infeksi saluran pernapasan yang telah dideritanya sejak awal bulan ini.

    Infeksi tersebut memburuk dan berkembang menjadi pneumonia di kedua paru-parunya.

    Saat ini, Paus Fransiskus juga mengalami gangguan ringan pada fungsi ginjal, menurut pernyataan Vatikan.

    Berikut lima fakta terkait kondisi kesehatan Paus Fransiskus, seperti dilansir Al Jazeera.

    Menurut Vatikan, Paus Fransiskus berada dalam kondisi kritis dan sedang menjalani perawatan intensif untuk pneumonia ganda.

    Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.

    Kondisi ini menyebabkan alveoli (kantung kecil di paru-paru) terisi nanah dan cairan, sehingga menimbulkan rasa sakit saat bernapas dan membatasi penyerapan oksigen.

    Pemeriksaan darah yang dilakukan pada Minggu (23/2/2025) menunjukkan tanda-tanda gagal ginjal ringan.

    KONDISI PAUS FRANSISKUS – Presiden Joko Widodo bersama pemimpin Gereja Katolik sekaligus Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus saat pertemuan di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/9/2024). Paus  Fransiskus saat ini sedang berjuang melawan pneumonia di paru-parunya dan juga mengalami beberapa tanda gagal ginjal. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    “Namun, kondisinya saat ini terkendali,” kata Vatikan, merujuk pada fungsi ginjalnya. Paus juga menderita anemia.

    Selama transfusi darah pada Sabtu, ia menerima hematin, pengobatan yang membantu meningkatkan kadar hemoglobin untuk memperbaiki penyerapan oksigen.

    Meskipun begitu, Paus Fransiskus tetap sadar dan responsif.

    Vatikan menyatakan, “Pada hari Minggu, Paus menghadiri misa di apartemennya di Rumah Sakit Gemelli bersama dokter dan perawat yang merawatnya.”

    Fransiskus tidak mengalami krisis pernapasan lagi sejak Sabtu malam, namun tetap menerima oksigen dengan aliran tinggi.

    Dokternya mengungkapkan bahwa kondisi klinis Paus masih kompleks dan membutuhkan pemantauan lebih lanjut, sehingga prognosisnya tetap dijaga.

    Paus Fransiskus memiliki riwayat masalah paru-paru.

    Di masa mudanya, ia pernah menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-paru.

    Usianya yang sudah lanjut serta riwayat kesehatannya membuat infeksi ini semakin mengkhawatirkan.

    Dokter memperingatkan bahwa sepsis, infeksi darah parah yang dapat terjadi akibat komplikasi pneumonia, masih menjadi ancaman utama bagi kesehatannya.

    Namun, tidak ada laporan sepsis dalam pembaruan medis Vatikan.

    Perawatan ini merupakan yang terlama bagi Paus Fransiskus sejak ia terpilih sebagai paus pada Maret 2013.

    Sergio Alfieri, ahli bedah yang merawatnya, menyebutkan bahwa Paus menyadari kerapuhan kesehatannya dan menyadari bahwa kesehatannya dalam kondisi yang tidak pasti.

    “Ia mengatakan kepada kami bahwa kedua pintu terbuka,” ujar Alfieri.

    Selama bertahun-tahun, Paus Fransiskus telah mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk:

    Masalah paru-paru dan pernapasan: Pada usia 21 tahun, Paus Fransiskus didiagnosis menderita radang selaput paru-paru dan harus menjalani operasi pengangkatan sebagian paru-parunya.

    Sejak 2023, ia mengalami flu berulang serta masalah pernapasan lainnya.

    Cedera akibat jatuh: Pada Desember 2024, Paus mengalami jatuh yang mengakibatkan memar di dagunya, dan pada Januari 2025, ia kembali jatuh hingga melukai lengannya.

    Operasi usus besar dan perut: Pada Juli 2021, ia menjalani operasi besar selama enam jam untuk mengatasi divertikulitis.

    Operasi serupa dilakukan pada Juni 2023 untuk mengatasi hernia perut.

    Nyeri punggung dan lutut: Paus juga menderita linu panggul, kondisi yang menyebabkan nyeri pada punggung, pinggul, dan kaki.

    Untuk bergerak, kini ia menggunakan kursi roda atau tongkat.

    4. Respons Vatikan Terhadap Kesehatan Paus

    Selama masa pemulihan, semua kegiatan publik Paus Fransiskus dibatalkan atau ditunda.

    Umat Katolik di seluruh dunia mengadakan acara doa bersama untuk kesembuhannya.

    5. Kemungkinan Mengundurkan Diri

    Beberapa laporan mengindikasikan bahwa ada diskusi tentang kemungkinan pengunduran diri Paus Fransiskus karena masalah kesehatannya.

    Namun, Vatikan belum mengonfirmasi kabar tersebut.

    Paus mengungkapkan bahwa ia telah menulis surat pengunduran diri jika kesehatannya menghalanginya untuk melaksanakan tugasnya.

    Namun, hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda bahwa Paus Fransiskus tidak mampu menjalankan tugasnya.

    Selama dirawat, ia tetap aktif menjalankan tugas-tugasnya, termasuk mengadakan panggilan telepon harian dengan Pendeta Gabriel Romanelli, pastor paroki satu-satunya Gereja Katolik di Gaza, untuk menjaga komunikasi di tengah krisis di wilayah tersebut.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Puji Pemimpin Patriotik, Naim Qassem Berikrar Hizbullah akan Lanjutkan Cita-cita Hassan Nasrallah – Halaman all

    Puji Pemimpin Patriotik, Naim Qassem Berikrar Hizbullah akan Lanjutkan Cita-cita Hassan Nasrallah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sheikh Naim Qassem, memberikan pidato penghormatan kepada para syuhada, Sayyed Hassan Nasrallah dan Sayyed Hashem Safieddine.

    Lewat pidato tersebut Naim Qassem mengenang warisan perjuangan Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine.

    Acara peringatan tersebut diselenggarakan pada Minggu (23/2/2025), saat pemakaman Nasrallah diadakan di ibu kota Lebanon, Beirut, lima bulan setelah pembunuhannya.
     
    Ia pun menegaskan komitmen Hizbullah untuk melanjutkan cita-cita mereka.

    Qassem menggambarkan Nasrallah sebagai “pemimpin Arab, Islam, dan patriotik yang bersejarah, serta teladan bagi orang-orang bebas di dunia.”

    “Sayyed Nasrallah mencintai rakyat dan mereka mencintainya,” kata Qassem, dikutip dari Al Mayadeen.

    Ia menyebut Nasrallah memimpin Hizbullah dengan tujuan yang selalu berkaitan dengan Palestina dan al-Quds.

    Qassem juga menekankan kontribusi besar Nasrallah terhadap perjuangan Palestina.

    “Kami akan terus menjaga kepercayaan ini dan melanjutkan perjuangan di jalan yang telah ditunjukkan oleh Sayyed Nasrallah,” tegasnya.

    Ia berjanji bahwa Hizbullah akan tetap teguh di jalan perjuangan ini, bahkan jika harus menghadapi pengorbanan besar.

    Dalam pidatonya, Qassem juga memuji dedikasi massa yang hadir.

    “Mobilisasi massa hari ini tak tertandingi dalam sejarah Lebanon. Kalian adalah orang-orang yang setia dan murah hati,” ujarnya.

    Ia juga menyampaikan solidaritas untuk para tahanan Hizbullah dan berjanji tidak akan meninggalkan mereka dalam cengkeraman Zionis.

    Di pidatonya, Qassem mengutuk tindakan pendudukan Israel dan para pendukungnya, terutama Amerika Serikat.

    “Kami menghadapi entitas Zionis dan pendukung tirannya, Amerika Serikat, yang menentang Gaza, Palestina, Lebanon, Irak, dan Iran,” katanya.

    Meskipun menghadapi tekanan besar, Qassem menekankan ketangguhan Hizbullah dalam menghadapi tantangan yang luar biasa.

    “Kita akan bersatu dan berjanji bersama,” katanya.

    Qassem menyebut para pejuang Hizbullah sebagai orang-orang yang gigih dan bertekad untuk tetap setia pada perjuangan mereka.

    “Kita akan tetap setia pada janji ini, wahai Nasrallah,” katanya kepada orang-orang yang hadir.

    Terkait dengan gencatan senjata, Qassem menjelaskan Hizbullah setuju dengan permintaan musuh, namun hanya karena mereka tidak ingin melanjutkan pertempuran tanpa tujuan yang jelas.

    “Kami menyetujui gencatan senjata berdasarkan prinsip kami,” jelasnya.

    Qassem menegaskan Israel belum memenuhi komitmennya sesuai perjanjian.

    “Kami telah memenuhi komitmen kami, sementara Israel belum. Sekarang adalah waktu untuk penarikan musuh,” katanya.

    Pasukan Keamanan PA Serang Acara Penghormatan Nasrallah

    Pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA) menyerang peserta acara peringatan penghormatan kepada Nasrallah, Quds Press melaporkan.

    Para peserta mengangkat gambar bendera Nasrallah dan Hizbullah.

    Polisi PA menyerbu tempat peringatan, menyita bendera, merobek beberapa gambar, dan menyerang seorang wanita, sambil melontarkan makian kepada peserta lain.

    Jurnalis Khaled Sabarneh yang hadir untuk meliput acara peringatan tersebut, mengatakan petugas polisi mengelilinginya dan menyeretnya ke sebuah kendaraan.

    Ia ditahan selama beberapa jam sebelum dibebaskan, Middle East Monitor melaporkan.

    Jet Israel Terbang di atas Pemakaman Nasrallah

    Jet Angkatan Udara Israel terbang di atas pemakaman Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Beirut, Minggu (23/2/2025).

    Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz menyatakan jet-jet itu terbang untuk mengirimkan pesan yang jelas kepada siapa saja yang berniat mengancam Israel.

    Katz menegaskan pesawat-pesawat Israel yang terbang di atas pemakaman Nasrallah bukan hanya sekadar simbol kekuatan, tetapi sebuah peringatan keras.

    “Pesawat-pesawat Angkatan Udara Israel yang terbang di atas Beirut selama pemakaman Hassan Nasrallah mengirimkan pesan yang jelas: siapa pun yang mengancam untuk menghancurkan Israel dan menyerang Israel, ini akan menjadi akhir mereka,” ujar Katz dalam sebuah pernyataan resmi dikutip dari AFP.

    Dikutip dari CNN, Nasrallah, yang dikenal sebagai pemimpin senior Hizbullah, tewas dalam serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut pada September 2024.

    Kematian Nasrallah telah memperburuk ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah yang berbasis di Lebanon.

    Meskipun Israel tidak pernah mengonfirmasi secara langsung keterlibatannya dalam pembunuhan Nasrallah.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Rusia Upayakan Perdamaian Jangka Panjang dengan Ukraina, Ogah Gencatan Senjata Tergesa-gesa – Halaman all

    Rusia Upayakan Perdamaian Jangka Panjang dengan Ukraina, Ogah Gencatan Senjata Tergesa-gesa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung selama tiga tahun, Senin (24/2/2025).

    Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov mengungkapkan Moskow ingin mencapai perdamaian berkelanjutan dengan Ukraina.

    Menurut Ryabkov, Rusia fokus pada penyelesaian akar penyebab perang, bukan hanya menghentikan pertempuran sementara, seperti yang disarankan oleh Amerika Serikat (AS).

    Pernyataan ini disampaikan oleh Ryabkov dalam wawancara yang diterbitkan pada Senin (24/2/2025), yang juga menandai tiga tahun sejak dimulainya perang di Ukraina.

    Ryabkov menegaskan perdamaian yang tahan lama lebih penting bagi Rusia daripada gencatan senjata yang tergesa-gesa, Al Mayadeen melaporkan.

    Katanya, hal itu justru bisa memicu pertempuran baru dan memperburuk situasi.

    “Amerika Serikat sepertinya ingin segera mencapai gencatan senjata, tetapi hal itu tanpa penyelesaian yang menyeluruh bisa berbahaya,” ujar Ryabkov, seperti yang dikutip dari RIA.

    Dia memperingatkan, tanpa solusi jangka panjang, gencatan senjata dapat merusak hubungan Rusia dengan Amerika.

    Sayangnya, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai rencana perdamaian dari pihak Amerika Serikat.

    Pembicaraan terbaru antara Rusia dan AS di Riyadh bertujuan untuk memperbaiki hubungan kedua negara dan mempersiapkan negosiasi lebih lanjut mengenai Ukraina.

    Meskipun demikian, Ryabkov mengatakan diskusi tersebut belum memberikan penjelasan mengenai rencana perdamaian yang diajukan oleh mantan Presiden AS Donald Trump.

    Ryabkov mengulangi alasan Rusia untuk melancarkan apa yang disebutnya sebagai “operasi militer khusus” karena ekspansi NATO yang terus bergerak ke arah timur.

    Selain itu, Rusia juga menuduh Ukraina menekan hak-hak warga berbahasa Rusia di wilayah mereka.

    Meski Rusia terus mendorong perjanjian perdamaian yang lebih permanen, ketegangan tetap tinggi dan perang memasuki tahun keempat tanpa solusi yang jelas.

    Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dijadwalkan mengunjungi Turki pada Senin (24/2/2025) untuk mengadakan pembicaraan dengan mitranya, Hakan Fidan, mengenai perang dan masalah lainnya.

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengonfirmasi Lavrov akan segera mengunjungi Turki untuk membahas berbagai topik penting.

    Turki tetap menegaskan perannya sebagai fasilitator perdamaian, seperti yang telah mereka lakukan pada tahun 2022 dengan menjadi tuan rumah negosiasi antara Rusia dan Ukraina.

    Belum lama ini, Turki juga menjadi tuan rumah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sementara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa Turki akan menjadi tempat yang ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Zelensky Siap Mundur Jika Ukraina Jadi Anggota NATO

    Pada konferensi pers yang diadakan pada Minggu (23/2/2025), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan kesiapan untuk mundur dari jabatannya.

    Dengan catatan, jika hal itu dapat membantu Ukraina mencapai perdamaian atau bisa membuat Kyiv menjadi anggota NATO.

    Zelensky menekankan ia tidak berambisi untuk berkuasa lama dan lebih memprioritaskan keamanan negara Ukraina.

    “Saya tidak berniat berkuasa selama beberapa dekade. Ini adalah prioritas utama saya sekarang,” kata Zelensky, dikutip dari Ukrainska Pravda.

    Zelensky menjelaskan keanggotaan NATO dianggap sebagai langkah yang paling efektif dan ekonomis untuk memastikan keamanan Ukraina.

    “Kami akan membahasnya dengan mitra kami, karena ini adalah masalah keamanan,” papar Zelensky.

    “Kami harus menyadari bahwa meja perundingan ini adalah milik kami, karena perang terjadi di Ukraina,” ungkap Zelensky.

    Ia menegaskan Eropa dan Amerika Serikat (AS) harus terlibat langsung dalam perundingan untuk memastikan perdamaian dan keamanan bagi Ukraina.

    Dukungan dari Pemerintah Biden vs Trump

    Terkait dengan hubungan Ukraina dan Amerika Serikat, Zelensky menyatakan perbedaan mencolok antara pemerintahan Trump dan pemerintahan Joe Biden, Al Jazeera melaporkan.

    Dikutip dari Time, Trump, yang sebelumnya menyerang Zelensky dengan menyebutnya sebagai “diktator,” dipandang oleh Zelensky sebagai kurang mendukung Ukraina dalam perdamaian.

    Ia berharap Trump dapat menjadi mitra yang lebih aktif dalam proses perdamaian, bukan hanya sekadar mediator.

    Dalam pembahasan lain, Zelensky juga menanggapi klaim bahwa Ukraina berutang 500 miliar dolar  kepada AS.

    Ia menegaskan bantuan AS diberikan dalam bentuk hibah, bukan pinjaman dan klaim tersebut tidak relevan serta tidak akan tercantum dalam perjanjian akhir.

    Kanada Umumkan Paket Bantuan Militer Baru untuk Ukraina

    Kanada mengumumkan akan mengirimkan 25 kendaraan tempur LAV III tambahan untuk mendukung Angkatan Bersenjata Ukraina.

    Dua kendaraan lapis baja pertama akan segera dikirim, Suspilne melaporkan.

    Pengumuman ini disampaikan oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, dalam pertemuan puncak “Dukung Ukraina” yang berlangsung di Kyiv pada 24 Februari.

    Pertemuan ini dihadiri oleh para pemimpin dunia.

    Selain kendaraan tempur, Angkatan Udara Ukraina juga akan menerima simulator penerbangan.

    Trudeau menambahkan bahwa bantuan ini belum termasuk jutaan amunisi, pesawat nirawak, dan perlengkapan pertolongan pertama.

    Kanada juga telah mendistribusikan bantuan tahap pertama sebesar 5 miliar dolar Amerika untuk Ukraina, yang berasal dari aset Rusia yang dibekukan.

    Bantuan tersebut juga mencakup hibah untuk membantu Ukraina menjaga keamanan energinya.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina – Halaman all

    Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina
     
    TRIBUNNEWS.COM – Situs berita Axios mengutip juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS),  Mark Waltz yang mengatakan kalau Presiden AS, Donald Trump mendukung Israel dengan jalan apa pun yang dipilihnya untuk melawan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.

    Situs web Amerika itu menambahkan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS itu menilai keputusan Israel untuk menunda pembebasan tahanan Palestina merupakan respons yang tepat.

    Menurutnya, Hamas memperlakukan para sandera secara brutal, lewat prosesi dan seremoni penyerahan sandera yang dibuat meriah dalam beberapa kesempatan.

    Sebelumnya pada Minggu, Penasihat Keamanan Nasional AS Mark Waltz mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa Hamas tidak dapat memerintah Jalur Gaza dan tidak akan diizinkan untuk melakukannya di masa mendatang, katanya.

    “Perilaku Hamas minggu lalu dalam menyerahkan jenazah dua anak dan cara mereka membebaskan para sandera merupakan propaganda yang tentu saja memengaruhi prospek negosiasi,” imbuh Waltz.

    “Kita akan melihat bagaimana keadaannya minggu depan, dan mungkin akan ada semacam perpanjangan gencatan senjata. Hamas harus mengubah cara mereka membebaskan para sandera. Hal itu tidak dapat diterima, tidak hanya oleh Israel, tetapi juga oleh seluruh dunia,” katanya.

    Pernyataan Amerika tersebut merupakan dukungan terhadap posisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memutuskan untuk menunda pembebasan ratusan tahanan Palestina pada gelombang ketujuh perjanjian tahap pertama, karena apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran berulang oleh Hamas.

    Media Israel mengutip sumber, mengatakan kalau sejatinya para tahanan Palestina tersebut sudah dinaikkan ke dalam bus.

    Namun, seiring perintah penundaan pembebasan, ratusan tahanan Palestina itu lalu diturunkan lagi dari bus dan dikembalikan ke penjara mereka.

    Kantor Netanyahu mengklaim kalau penundaan pembebasan itu karena “Hamas sengaja mempermalukan para sandera Israel dan mengeksploitasi mereka untuk mencapai tujuan politik.”

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan sandera Israel, Omer Shem Tov, mencium kening anggota Brigade Al-Qassam dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Argumen Lemah

    Sebaliknya, Hamas menganggap dalih Israel kalau upacara penyerahan sandera Israel itu memalukan adalah klaim palsu dan argumen lemah yang ditujukan untuk menghindari kewajiban perjanjian pertukaran sandera-Palestina.

    Hamas juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Israel melalui mediator (Mesir dan Qatar) mengenai langkah apa pun, sebelum pembebasan tahanan Palestina yang disepakati akan dibebaskan pada hari Sabtu.

    Pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi mengatakan, “Tidak akan ada pembicaraan dengan musuh melalui mediator dalam langkah apa pun sebelum pembebasan tahanan yang disepakati akan dibebaskan sebagai ganti enam tahanan Israel (yang dibebaskan pada hari Sabtu dan 4 mayat).”

    Ia menambahkan, “Para mediator harus memaksa musuh (Israel) untuk melaksanakan perjanjian tersebut.”

    Selama hari Kamis dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerahkan 10 tahanan Israel, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Palang Merah Internasional untuk diserahkan ke Tel Aviv, sebagai bagian dari perjanjian yang menetapkan bahwa Israel membebaskan 602 tahanan Palestina dari penjaranya.

    Meskipun Hamas memenuhi janjinya berdasarkan perjanjian, Israel belum membebaskan tahanan Palestina.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. IDF dilaporkan terindikasi melanjutkan perang di Gaza (khaberni/tangkap layar)

    Dua Wajah, AS Mau Gencatan Senjata Lanjut

    Di balik dorongan penundan pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, AS kembali menunjukkan sikap hipokrit dengan mendorong berlanjutnya gencatan senjata seiring datangnya utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada minggu ini.

    Perjalanan Steve Witkoff ke Timur Tengah adalah untuk mendorong perpanjangan gencatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas.

    Perlu diketahui, gencatan senjata tiga tahap yang dimulai pada 19 Januari 2025 kemarin, kini hampir mencapai puncak fase pertamanya.

    “Kami harus mendapatkan perpanjangan tahap pertama. Saya akan pergi ke wilayah tersebut minggu ini, mungkin hari Rabu, untuk merundingkannya dan kami berharap memiliki waktu yang cukup untuk memulai tahap kedua dan menyelesaikannya serta membebaskan lebih banyak sandera,” kata Witkoff kepada CNN.

    Namun, gencatan senjata antara Israel dan Hamas ini menemui banyak rintangan.

    Pertama, baik Hamas atau Israel saling menuduh melanggar perjanjian dan kelompok militan Palestina mengancam akan menunda pembebasan sandera.

    Kemudian yang terbaru, Israel menunda pembebasan 602 warga Palestina dari penjaranya dengan imbalan enam sandera Israel yang digiring oleh militan bersenjata ke panggung di depan khalayak di Gaza sebelum diserahkan ke Palang Merah.

    Upacara penyerahan publik yang digelar Hamas, yang meliputi pertunjukan sandera hidup dan peti mati yang membawa jenazah sandera, telah menuai kritik yang meningkat selama beberapa minggu terakhir, termasuk dari PBB.

    Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tengah menunggu untuk membebaskan tahanan dan tawanan Palestina “sampai pembebasan sandera berikutnya dipastikan, dan tanpa upacara yang memalukan”.

    Hamas membalas dengan menyebut upacara tersebut bermartabat dan Israel menggunakannya sebagai dalih untuk menghindari kewajibannya yang disepakati berdasarkan gencatan senjata.

    Mayat empat sandera lainnya seharusnya dibebaskan oleh kelompok tersebut minggu ini.

    Dengan panasnya kembali hubungan keduanya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikerahkan di wilayah perbatasan Gaza.

    Namun, IDF menyatakan bahwa tidak ada perubahan pada pedoman Komando Front Dalam Negeri saat ini.

    Peningkatan tingkat kewaspadaan ini terjadi di tengah peringatan intelijen dan pertimbangan yang sedang berlangsung mengenai apakah negosiasi gencatan senjata akan berlanjut hingga akhir pekan depan.

    Dikutip dari Yedioth Ahronoth, sebagai tanggapan, IDF menyesuaikan penempatan pasukan di zona penyangga dan memperkuat posisi pertahanan di Negev bagian barat.

    Sementara itu, brigade tempur terus mempersiapkan kemungkinan serangan darat berskala besar jika negosiasi gagal.

    Meskipun aktivitas militer meningkat, IDF mengklarifikasi bahwa “tidak ada pendekatan ke pagar perbatasan yang terdeteksi”.

    “Menyusul laporan media, kami menekankan bahwa tidak ada peristiwa infiltrasi di wilayah perbatasan Gaza — hanya peningkatan kesiapan.”

    “Tidak ada perubahan pada arahan sipil. Kami terus berhubungan dengan militer dan akan memberikan informasi terbaru jika diperlukan,” tulis Dewan Daerah Eshkol untuk meyakinkan warga.

    Pengumuman ini menyusul insiden dua minggu lalu ketika, hanya beberapa jam setelah IDF mundur dari koridor Netzarim, puluhan penduduk Gaza terlihat dalam jarak beberapa ratus meter dari pagar perbatasan dekat Nahal Oz.

    Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel seharusnya mempertahankan kendali atas zona penyangga selebar 700 meter.

    Namun, penduduk komunitas perbatasan Israel melaporkan bahwa warga Gaza terlihat jauh lebih dekat ke pagar.

    Sebagai tanggapan, pasukan Israel melepaskan tembakan, menewaskan tiga warga Palestina dan melukai sedikitnya enam lainnya.

    IDF mengatakan mereka menggunakan pesawat nirawak dan tembakan langsung untuk memukul mundur kelompok itu, menggambarkan mereka sebagai warga sipil tak bersenjata yang mengais-ngais di dekat reruntuhan koridor Netzarim.

    Sementara orang-orang itu mundur setelah tembakan, mereka tampaknya tidak berusaha untuk menyerbu pagar.

    Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Langgar Kesepakatan

    Seorang pemimpin oposisi Israel menuduh Benjamin Netanyahu melanggar gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan setelah menunda pembebasan tahanan Palestina.

    “Netanyahu memerintahkan penundaan pembebasan tahanan, yang secara terang-terangan melanggar perjanjian dan menyabotase tahap pertama, sebagaimana yang telah kami peringatkan,” kata pemimpin Partai Demokratik Israel, Yair Golan, dikutip dari Anadolu Agency.

    “Tidak ada negosiasi sebenarnya untuk tahap kedua, yang ada hanya penipuan dan pengabaian nyawa para tawanan,” lanjutnya.

    Golan, seorang kritikus vokal pemerintahan Netanyahu, bersumpah bahwa oposisi Israel tidak akan membiarkan Perdana Menteri tetap menjabat “dengan mengorbankan saudara-saudari kita”.

    “Saya katakan kepadamu, Bibi (Netanyahu -red), jika kamu menyabotase kesepakatan ini, kekacauan akan terjadi,” ucap Golan. (*)

     

    (oln/khbrn/*)