Jenis Media: Internasional

  • Trump Tolak Sebut Putin ‘Diktaktor’ setelah Juluki Zelensky ‘Diktaktor Ukraina’ – Halaman all

    Trump Tolak Sebut Putin ‘Diktaktor’ setelah Juluki Zelensky ‘Diktaktor Ukraina’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menolak untuk menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktaktor, julukan yang sebelumnya ia pakai untuk menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

    Trump mengatakan ia tidak sembarangan menggunakan julukan tersebut.

    “Saya tidak menggunakan kata-kata itu dengan sembarangan,” kata Trump kepada wartawan di sela-sela pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Ruang Oval, Gedung Putih, pada Senin (24/2/2025).

    Sebelumnya, wartawan bertanya apakah Trump akan menyebut Putin sebagai diktator, sama seperti ketika ia menyebut Presiden Volodymyr Zelensky ‘diktaktor’ pada 19 Februari 2025.

    Trump lalu mengatakan harapannya terhadap rencana perundingan Rusia dan Ukraina yang bertujuan mengakhiri perang.

    “Saya pikir kita akan lihat bagaimana semuanya berjalan,” katanya.

    “Ada peluang tercapainya penyelesaian yang benar-benar baik antara berbagai negara,” lanjutnya.

    Pekan lalu, Trump menyebut Zelensky seorang diktator dan mengatakan ia harus bertindak cepat jika Ukraina ingin bertahan hidup sebagai sebuah negara.

    Zelensky kemudian mengatakan dia tidak tersinggung dengan pernyataan tersebut, seperti diberitakan Pravda.

    Trump Siap Bertemu Zelensky

    Dalam konferensi pers dengan Macron, Trump mengatakan ia siap bertemu Zelensky minggu ini atau minggu depan di Gedung Putih untuk menandatangani perjanjian sumber daya mineral.

    “Faktanya, dia mungkin akan datang minggu ini atau minggu depan untuk menandatangani perjanjian (tentang sumber daya mineral). Itu akan menyenangkan. Saya ingin sekali bertemu dengannya. Kita akan bertemu di Ruang Oval,” kata Zelensky.

    Trump mengatakan AS dan Ukraina sangat dekat dengan kesepakatan akhir mengenai perjanjian logam tanah jarang dan lainnya.

    “Saya pikir mereka harus mendapatkan persetujuan dari dewan atau siapa pun yang mungkin menyetujuinya, saya yakin itu akan terjadi,” kata Trump, dikutip dari Kyiv Independent.

    Donald Trum berulang kali meminta Ukraina untuk memberikan imbalan atas bantuan senilai 500 miliar dolar yang diberikan AS kepada Ukraina sejak perangnya dengan Rusia pada tahun 2022.

    Trump mengklaim Ukraina pada dasarnya menyetujui kesepakatan sumber daya senilai 500 miliar dolar.

    Namun, Zelensky meminta AS untuk memberikan jaminan keamanan untuk Ukraina sebelum menandatangani perjanjian sumber daya.

    Permintaan Zelensky menyusul upaya Donald Trump yang mengatakan ingin menengahi perundingan Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang.

    Sebelum perang berakhir, Zelensky ingin memastikan keamanan Ukraina dengan meminta jaminan keamanan dari AS, selain dari negara-negara sekutunya di Eropa.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Wabah Penyakit Misterius di Kongo, WHO Beri Peringatan

    Wabah Penyakit Misterius di Kongo, WHO Beri Peringatan

    PIKIRAN RAKYAT – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan peringatan akan adanya wabah baru yang cukup mengkhawatirkan. Penyakit mematikan ini dilaporkan telah menewaskan lebih dari 50 orang hanya dalam beberapa jam.

    Penyakit misterius dan mematikan ini telah menyerang Republik Demokratik Kongo, menewaskan banyak orang dalam hitungan jam setelah gejala timbul. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran yang serius di kalangan profesional.

    WHO melaporkan lebih dari 50 orang di wilayah barat laut negara tersebut meninggal dunia, setelah menunjukan gejala dari penyakit yang belum terindentifikasi itu.

    Petugas medis dari WHO telah menangani ratusan kasus, mencatat ada jeda dua hari dari timbulnya gejala yang berujung kematian.

    Direktur Rumah Sakit Bikoro, Serge Ngalebato mengatakan kekhawatirannya terkait cepatnya penyakit menjalar dan mengakibatkan pasien meninggal.

    Kondisi yang terjadi di Kongo, membuat WHO khawatir adanya evolusi dari virus, sehingga menimbulkan ancaman baru bagi kesehatan manusia.

    Sejak wabah muncul pada 21 Januari 2025 lalu, tercatat 419 kasus dan 53 kematian, yang menunjukkan tingkat kematian sebesar 12,49 persen.

    Virus pertama kali ditemukan di kota Boloko, setelah 3 orang anak mengkonsumsi daging bangkai kelelawar dan berakhir meninggal dunia setelah terkena demam berdarah dalam waktu 48 jam.

    Peristiwa ini menyoroti bahayanya penyakit zoonosis di wilayah yang terbiasa mengkonsumsi satwa liar itu.

    Sebelumnya, pada tahun 2022, WHO melaporkan terjadi kenaikan sejumlah wabah penyakit di Afrika tercatat lebih dari 60 persen dalam dekade terakhir.

    Pada 9 Februari 2025 lalu, wabah penyakit muncul di Kota Bomate, sampel dari 13 kasus telah dikirim ke Institut Nasional untuk Penelitian Biomedis di Kinshasa, ibu kota negara itu.

    WHO mengonfirmasi bahwa semua sampel yang diuji negatif terhadap Ebola dan penyakit demam berdarah umum lainnya seperti Marburg, meskipun begitu beberapa sampel dinyatakan positif malaria. Tahun lalu, penyakit misterius mirip flu yang merenggut puluhan nyawa di wilayah lain di Kongo kemungkinan besar diidentifikasi sebagai malaria.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Upaya Israel untuk Mengusir Warga Palestina Sedang Dilakukan di Tepi Barat, Tidak Diizinkan Kembali – Halaman all

    Upaya Israel untuk Mengusir Warga Palestina Sedang Dilakukan di Tepi Barat, Tidak Diizinkan Kembali – Halaman all

    Upaya Mengusir Warga Palestina Sedang Dilakukan di Tepi Barat, Kata Media Israel

    TRIBUNNEWS.COM- Seruan untuk mengusir warga Palestina dari Gaza telah diterjemahkan menjadi tindakan di Tepi Barat yang diduduki, di mana tentara Israel telah memaksa puluhan ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka, Haaretz melaporkan.

    Edisi bahasa Ibrani dari surat kabar tersebut merujuk pada pernyataan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang dengan bangga mengumumkan kemarin tujuan operasi yang dilancarkan tentara di Tepi Barat yang diduduki: pengusiran penduduk kamp pengungsian.

    Surat kabar itu menambahkan bahwa dalam konteks Jalur Gaza, mereka memimpikan pemindahan, tetapi di Tepi Barat, mereka benar-benar melaksanakannya.

    Menteri tersebut menambahkan bahwa “diasumsikan bahwa 40.000 warga Palestina yang telah diusir dari kamp-kamp pengungsi di Jenin, Tulkarm dan Nur Shams tidak akan diizinkan kembali ke sana setidaknya selama satu tahun.”

    Surat kabar itu mengatakan: “Pernyataan Katz sepenuhnya bertentangan dengan klaim resmi tentara Israel sejak awal operasi di Tepi Barat, yaitu tidak mengevakuasi penduduk Tepi Barat.”

    Menurut surat kabar tersebut, “penduduk kamp pengungsian yang dievakuasi dari rumah mereka berlindung di desa-desa dan kota-kota di daerah tersebut.”

    Puluhan dari mereka tidur di lantai tempat penampungan sementara yang dikelola oleh relawan lokal, sementara puluhan ribu dari mereka terpaksa mengungsi dari rumah mereka dengan cepat, tanpa cukup pakaian, obat-obatan, atau uang. Anak-anak tidak bersekolah selama berminggu-minggu.

    Ditambahkannya bahwa “tentara sedang menghancurkan rumah-rumah di kamp-kamp pengungsi untuk memperlebar jalan, dan telah memutuskan untuk memperketat suasana lebih jauh, karena tentara telah membawa tank-tanknya ke kamp pengungsi Jenin – untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.”

    Surat kabar tersebut menilai bahwa “praktik militer di Tepi Barat merupakan hasil dari kampanye yang dipimpin oleh para pemimpin pemukim yang telah mendorong hal ini selama lebih dari setahun, karena para pemukim telah berhasil mengubah Tepi Barat menjadi zona perang dalam segala arti kata.”

    Warga Palestina melaporkan telah dipaksa keluar dari rumah mereka oleh pasukan pendudukan Israel, sementara yang lain digunakan sebagai tameng manusia, lalu diperintahkan meninggalkan kamp pengungsian.

    Seorang pria tua tuna netra menceritakan bagaimana tentara mengambil alih sebuah gedung, membawanya masuk, dan menguncinya di sebuah kamar bersama keluarga lain selama dua hari tanpa dapat berkomunikasi dengan siapa pun.

    Surat kabar itu menekankan bahwa Peningkatan yang cepat dalam beberapa minggu terakhir – merupakan kompensasi bagi sayap kanan Israel atas kekecewaan dan kesedihan yang disebabkan oleh kesepakatan pertukaran tahanan.

    Surat kabar itu mengatakan bahwa “Israel, seperti biasa, alih-alih menyelesaikan akar permasalahan konflik, justru membuktikan bahwa mereka hanya mengerti kekuatan dan hanya mampu berpikir jangka pendek.”

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Sebagian Paru Diangkat tapi Masih Khawatir Kondisi di Gaza

    Sebagian Paru Diangkat tapi Masih Khawatir Kondisi di Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – Paus Fransiskus sempat kritis setelah 11 hari dirawat di rumah sakit Gemelli, Roma mulai 14 Februari 2025 lalu.

    Namun, Vatikan dalam laporan terbarunya, 24 Februari 2025 menyatakan bahwa kondisi Paus Fransiskus sedikit membaik.

    “Bahkan hari ini tidak ada episode krisis pernapasan akibat asma, beberapa tes laboratorium menunjukkan perbaikan,” kata Vatikan pukul 18.40 waktu setempat. 

    Paus Sakit Apa?

    Vatikan sebelumnya melaporkan bahwa Paus berusia 88 tahun itu mengalami gangguan pernafasan karena pengangkatan sebagian paru-paru kanannya saat ia berusia 20-an. Dalam perkembangannya, Paus Fransiskus juga didiagnosis mengidap gagal ginjal ringan.

    Namun, Dr. Barbara Moscatelli, ahli paru-paru terkemuka di Roma mengatakan bahwa kondisi Paus Fransiskus terus dipantau sehingga tidak perlu khawatir.

    Dr. Barbara Moscatelli, spesialis paru-paru terkemuka di Roma, mengatakan komplikasi yang dialami Paus selama akhir pekan sangat mengkhawatirkan tetapi tidak mengejutkan bagi pasien seusianya dan rapuh.

    “Ini adalah kejadian yang cukup umum,” kata Moscatelli, yang bekerja selama 35 tahun di Rumah Sakit Fatebenefratelli di Roma. 

    “Kami tampaknya telah keluar dari terowongan, tetapi kami perlu mengingat bahwa kami sedang berbicara tentang pasien yang sangat lemah dan lanjut usia yang infeksinya mungkin telah masuk ke aliran darah,” tambahnya. 

    Moscatelli memperingatkan bahwa sepsis, infeksi sistemik, mungkin berpotensi berkembang dari infeksi paru-paru awal.

    “Dari infeksi paru-paru, infeksi yang lebih umum dan jauh lebih serius dapat terjadi, yang juga tampaknya telah ditangani dengan baik dan cukup terkendali, meskipun data yang kami miliki sangat sedikit. Ini adalah infeksi yang tidak lagi terbatas pada parenkim paru-paru, paru-paru itu sendiri, tetapi telah menyebar ke seluruh tubuh dan mungkin melibatkan ginjal. Ini adalah bagian dari gambaran sepsis,” kata Moscatelli.

    Meski kondisi kesehatannya parah, Moscatelli mengatakan optimis tentang potensi pemulihan Paus, terutama mengingat intervensi medis yang telah diterimanya.

    “Jelas ada potensi untuk pemulihan. Fakta bahwa ia sadar, bahwa ia juga mampu bekerja, dan bahwa tidak diperlukan ventilasi mekanis yang sebenarnya tetapi hanya kanula oksigen aliran tinggi, inilah unsur-unsur yang membuat saya berpikir bahwa kondisi ini mungkin dapat disembuhkan,” katanya.

    Paus Mulai Beraktifitas

    Kemudian Vatikan melaporkan, Paus mulai melakukan beberapa pekerjaan ringan.

    Dalam masa perawatan, paus sempat menelepon pastor paroki di Gaza “untuk mengungkapkan kedekatannya sebagai seorang ayah,” seperti yang telah dilakukannya hampir setiap hari sejak pengepungan Israel di Jalur Gaza dimulai.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    Washington DC

    Mahkamah Pidana Internasional (ICC) didesak untuk menyelidiki mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, selama perang berkecamuk antara Israel, sekutu Washington, dan Hamas.

    ICC juga didesak untuk menyelidiki dua anggota kabinet Biden terkait tuduhan yang sama.

    Desakan itu, seperti dilansir The Guardian, Selasa (25/2/2025), disampaikan oleh organisasi nirlaba yang berbasis di AS, Democracy for the Arab World Now (DAWN). Permintaan resmi kepada ICC diajukan oleh DAWN bulan lalu, namun baru dipublikasikan oleh kelompok itu pada Senin (24/2) waktu setempat.

    Dalam dokumen aduan setebal 172 halaman, DAWN mendesak ICC untuk menyelidiki Biden, juga mantan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin, atas “peran tambahan mereka dalam membantu dan bersekongkol, serta dengan sengaja berkontribusi terhadap kejahatan perang Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza”.

    Tahun lalu, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menhan Israel Yoav Gallant, serta pemimpin Hamas Mohammed Deif, yang baru-baru ini dikonfirmasi oleh Hamas telah tewas, atas tuduhan kejahatan perang terkait perang Gaza.

    DAWN dalam aduannya menuduh mantan pejabat-pejabat AS itu telah melanggar pasal-pasal Statuta Roma, piagam yang mendasari berdirinya ICC, dalam mendukung Israel.

    DAWN menjelaskan bahwa aduannya dipersiapkan dengan didukung para pengacara yang terdaftar di ICC dan pakar kejahatan perang lainnya.

    “Biden, Blinken, dan Menhan Austin tidak hanya mengabaikan dan membenarkan banyaknya bukti kejahatan Israel yang keji dan disengaja, mengesampingkan rekomendasi staf-staf mereka sendiri untuk menghentikan transfer senjata ke Israel, mereka juga melakukan hal yang sama dengan memberikan dukungan militer dan politik tanpa syarat kepada Israel untuk memastikan Israel dapat melakukan kekejamannya,” sebut Direktur Eksekutif DAWN, Sarah Leah Whitson.

    Pernyataan itu juga menyinggung soal dukungan politik yang diberikan AS kepada Israel melalui hak-hak vetonya terhadap berbagai resolusi gencatan senjata Gaza dalam forum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • China Ingin Uni Eropa Terlibat Perundingan Damai Ukraina, Kenapa?

    China Ingin Uni Eropa Terlibat Perundingan Damai Ukraina, Kenapa?

    Jakarta

    Pesan dari Cina di Dewan Keamanan PBB pekan lalu sangat jelas: “Cina menyambut semua upaya yang didedikasikan untuk perdamaian, termasuk kesepakatan baru-baru ini yang dicapai oleh Amerika Serikat dan Rusia untuk memulai perundingan damai,” ujar Duta Besar Cina untuk PBB, Fu Cong, dalam sebuah rapat pengarahan di Dewan Keamanan (DK) PBB.

    “Cina berharap semua pihak dan pemangku kepentingan terkait yang terlibat dalam krisis Ukraina akan terlibat dalam proses perundingan damai. Karena konflik telah berlangsung di Eropa, sangat penting bagi Eropa untuk bekerja demi perdamaian,” katanya, yang tampaknya bertentangan dengan posisi Rusia, mitra strategis utama Beijing.

    Pada hari Senin (24/02) sebelum bertemu dengan delegasi AS di Arab Saudi, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyindir bahwa ia tidak melihat ada tempat bagi Uni Eropa (UE) di meja perundingan, dengan mengklaim bahwa UE telah memiliki beberapa kesempatan untuk berpartisipasi dalam perundingan untuk menyelesaikan konflik.

    Perdamaian di Eropa tanpa orang Eropa?

    Cina telah mendukung Rusia sejak meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada bulan Februari 2022, menolak untuk mengutuk agresi Rusia, sementara secara implisit memberikan dukungan ekonomi di tengah sanksi yang dipimpin AS.

    Sepanjang perang, Cina bersikeras menyelesaikan konflik melalui proses “dialog”. Pengamat politik yang bermarkas di Beijing, Kan Quanqiu, mengatakan bahwa pernyataan Cina di DK PBB, yang tampaknya bertentangan dengan posisi Rusia, muncul saat Moskow melihat peluang untuk mengisolasi Eropa. “Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, Ukraina harus didemiliterisasi. Dengan prasyarat ini, yang tidak realistis bagi Eropa, Rusia ingin mempersulit dan membuat Eropa tidak mungkin datang ke meja perundingan,” tulis Kan. Ini akan memungkinkan Rusia mencapai kesepakatan cepat dengan Washington, lanjut Kan. “Cepat atau lambat, AS di bawah Presiden Donald Trump akan mengkhianati Eropa dan Ukraina dengan sebuah kesepakatan,” imbuhnya.

    Perjanjian bilateral semacam itu mengancam akan menjungkirbalikkan sistem keamanan internasional di Eropa yang berlaku sejak Perang Dingin. Fakta bahwa Eropa menghadapi tantangan kebijakan luar negeri baru menjadi jelas setelah Konferensi Keamanan München, MSC. Pembicara tamu, Wakil Presiden AS yang baru JD Vance, tidak menjelaskan apa yang akan dilakukan pemerintahan AS yang baru untuk memulihkan perdamaian di Eropa. Sebaliknya, ia menggunakan pidatonya untuk menegur pejabat Eropa yang hadir karena secara terang-terangan menindas kebebasan berbicara dengan mencoba menyingkirkan partai politik sayap kanan.

    AS mengabaikan aliansinya dengan Eropa

    Selama kampanye pemilihan presiden AS, Trump sering mengatakan bahwa ia akan mengakhiri perang Ukraina dalam 24 jam setelah kembali menjabat. Meskipun batas waktu itu telah lewat, tampaknya mengakhiri konflik dengan cepat masih menjadi salah satu prioritas Trump.

    Menjalin kontak langsung dengan Rusia, yang telah dikenai sanksi oleh komunitas internasional atas kejahatan perang, tanpa melibatkan Eropa dan Ukraina, merupakan tanda bahwa AS meninggalkan aliansinya yang telah lama terjalin.

    Sascha Lohmann dan Johannes Thimm dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan SWP, mengatakan kepada DW bahwa “perubahan mendasar dalam mentalitas diperlukan” di Eropa.

    Dengan AS tidak lagi bertindak sebagai “mitra dan sekutu alami,” tetapi sebagai “negara dengan tujuan yang sebagian bertentangan” dengan UE, kedua pakar tersebut mengatakan Eropa dan Jerman harus “mendefinisikan kepentingan mereka sendiri dan mengembangkan instrumen untuk memastikan kemampuan mereka untuk bertindak dan membentuk masa depan, bahkan dalam menghadapi perlawanan dari Washington.”

    Cina ulurkan tangan kepada Eropa

    Dari seberang benua Eurasia, Cina kini mengulurkan tangannya kepada UE. Dalam Konferensi Keamanan di kota München, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi berbicara setelah kemunculan Wakil Presiden AS dan dengan cepat memposisikan Cina sebagai pengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh peralihan Washington ke arah isolasionisme.

    Wang mengatakan Cina sendiri menyumbang sekitar 20% dari pengeluaran PBB, negeri ‘tirai bambu’ ini sepenuhnya mengimplementasikan Perjanjian Iklim Paris. Dalam berpolitik, Cina “tidak melakukan sesuatu hanya jika itu menguntungkan dirinya saja”.

    “Dalam menghadapi tantangan global yang muncul, tidak ada negara yang tidak terpengaruh, dan pendekatan ‘kitalah yang utama’ dalam hubungan internasional hanya mengarah pada hasil yang merugikan semua pihak, kata Wang, seraya menambahkan bahwa Cina “menjunjung tinggi multilateralisme sejati.”

    Dengan senyum menawan, Wang menyerukan hubungan yang lebih erat antara Cina dan Eropa.

    Uni Eropa telah menyusun kerangka kebijakan Cina yang baru selama setahun terakhir, yang menggambarkan Cina sebagai mitra, pesaing serta menyerukan “pengurangan risiko” atau menjauhkan diri secara sistematis dari Beijing. Wang tampaknya merujuk pada kebijakan ini selama pidatonya di München.

    “Cina selalu melihat Eropa sebagai kutub penting di dunia multipolar. Kedua belah pihak adalah mitra, bukan saingan,” kata Wang.

    Pidatonya diakhiri dengan menyerukan Cina dan Eropa untuk “memperdalam komunikasi strategis dan kerja sama yang saling menguntungkan, serta mengarahkan dunia menuju masa depan yang cerah, penuh perdamaian, keamanan, kemakmuran dan kemajuan.”

    Pemerintahan di Beijing bermuka dua?

    Ilmuwan politik Stephan Bierling dari Universitas Regensburg mengatakan kepada DW bahwa pernyataan Wang “bermuka dua.”

    Cina berbicara tentang dunia multipolar, tetapi yang dimaksud adalah memiliki kebebasan untuk mengamankan zona pengaruhnya sendiri, tegas Stephan Bierling, seraya menambahkan bahwa Cina menampilkan dirinya sebagai perwakilan tatanan dunia berbasis aturan, tetapi melanggar tatanan ini lebih sering daripada siapa pun.

    “Namun, pernyataannya sekarang jatuh pada landasan yang agak lebih subur karena Wakil Presiden AS, JD Vance, sama sekali tidak mengatakan apa pun tentang kebijakan luar negeri AS. Ia bahkan tidak menganggap orang Eropa mampu berbicara tentang masalah besar politik internasional pada tingkat yang memuaskan,” kata Bierling kepada DW.

    Memecah belah dan menaklukkan?

    Cina akan mencoba memecah belah demokrasi liberal di dunia Barat, demikian menurut pakar Asia Angela Stanzel dari SWP.

    “Jika terjadi keretakan transatlantik karena pemerintahan Trump secara drastis mengurangi dukungan untuk Ukraina, misalnya, Beijing akan segera melihat ini sebagai peluang untuk mendorong negara-negara Eropa menuju otonomi strategis,” tulis Stanzel dalam sebuah studi baru-baru ini dengan rekan penulis Jonathan Michel.

    “Dari perspektif Cina, tujuannya adalah agar Eropa menjauhkan diri dari AS pada tingkat yang lebih besar dan meningkatkan hubungannya dengan Cina,” tulisnya.

    Sebagai tanggapan, studi tersebut mengatakan negara-negara anggota inti UE, Jerman dan Prancis, harus memperkuat jangkauan geopolitik Komisi Eropa untuk meminimalkan risiko yang datang dari Cina sambil mempertahankan dialog transatlantik yang intensif.

    “Donald Trump suka membuat kesepakatan dan telah membuat banyak hal yang tidak mungkin menjadi mungkin,” kata Wang Huiyao, ekonom dan presiden pendiri lembaga pemikir Center for China and Globalization yang berafiliasi dengan pemerintah dan berbasis di Beijing.

    “Uni Eropa dapat berbisnis dengannya, begitu pula Rusia dan Cina. Oleh karena itu, Trump mengabaikan isu-isu sulit seperti ideologi, nilai-nilai bersama, dan hak asasi manusia,” katanya kepada DW.

    Dalam tatanan dunia masa depan, ekonom Wang membayangkan segitiga kekuatan antara AS, Eropa, dan Cina.

    “Eropa dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik antara Cina dan Amerika. Cina menemukan ruang lingkup baru dalam hubungan transatlantik. Ada peluang besar, tetapi juga tantangan besar,” pungkasnya.

    Artikel ini diadaptasi dari tulisan bahasa Jerman.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Kerahkan Tank, Warga Tepi Barat Khawatir ‘Dibersihkan’ Seperti Gaza

    Israel Kerahkan Tank, Warga Tepi Barat Khawatir ‘Dibersihkan’ Seperti Gaza

    Tepi Barat

    Buldoser-buldoser Israel dikerahkan dan menghancurkan sebagian besar area kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat, terutama Jenin. Militer Israel juga untuk pertama kali dalam beberapa dekade terakhir, mengerahkan tank-tank mereka ke wilayah Tepi Barat.

    Situasi di kamp pengungsi Jenin saat ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (25/2/2025), hampir kosong dan gang-gang yang dahulu ramai kini sepi dengan aktivitas penghancuran oleh militer Israel membuat jalanan menjadi lebih lebar namun tanpa tanda kehidupan.

    Taktik semacam ini dikhawatirkan mengulangi taktik yang sudah diterapkan di Jalur Gaza, dengan pasukan Israel bersiap untuk melaksanakan operasi jangka panjang di wilayah Tepi Barat. Warga Palestina di sana mengkhawatirkan operasi “pembersihan” seperti yang terjadi di Jalur Gaza.

    Sedikitnya 40.000 warga Palestina telah mengungsi dari rumah-rumah mereka di Jenin dan kota terdekat Tulkarem di Tepi Barat bagian utara sejak Israel memulai operasi militernya hanya sehari setelah perjanjian gencatan senjata Gaza tercapai usai perang berkecamuk selama 15 bulan terakhir.

    “Jenin adalah pengulangan dari apa yang terjadi di Jabalia,” sebut juru bicara pemerintah kota Jenin, Basheer Matahen, merujuk pada kamp pengungsi di wilayah Jalur Gaza bagian utara yang “dibersihkan” oleh pasukan Israel usai pertempuran sengit selama berminggu-minggu.

    “Kamp ini sudah tidak bisa dihuni lagi,” ucapnya.

    Matahen menyebut 12 buldoser menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur di area kamp itu.

    Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Israel Katz, mengatakan pada Minggu (23/2) bahwa tiga kamp pengungsi Palestina di Tepi Barat — Jenin, Tulkarem dan Nur Shams — “sekarang kosong dari penduduk” setelah serangan Israel yang dimulai bulan lalu.

    Dia memerintahkan pasukan Israel “untuk bersiap menghadapi kehadiran jangka panjang di kamp-kamp yang telah dibersihkan pada tahun mendatang dan mencegah kembalinya para penduduk dan kebangkitan terorisme”.

    Militer Tel Aviv juga mengumumkan pengerahan tank ke area Jenin. Hal ini, menurut laporan AFP, merupakan pertama kalinya tank-tank Israel beroperasi di Tepi Barat yang diduduki sejak berakhirnya intifada Palestina Kedua tahun 2005.

    Israel meluncurkan operasi militer terhadap Tepi Barat, terutama Jenin, dengan mengatakan bermaksud memberantas militan yang didukung Iran, termasuk Hamas dan Jihad Islam, yang tertanam kuat di kamp-kamp pengungsi selama beberapa dekade terakhir.

    Namun seiring berjalannya waktu, warga Palestina menyadari niat sebenarnya dari Tel Aviv adalah melakukan pemindahan pendudukan secara permanen dan berskala besar dengan menghancurkan rumah-rumah dan membuat mereka tidak mungkin tinggal di sana.

    “Israel ingin menghapus kamp-kamp dan kenangan akan kamp-kamp tersebut, secara moral dan secara finansial, mereka ingin menghapus nama-nama pengungsi dari ingatan masyarakat,” sebut Hassan al-Katib, yang berusia 85 tahun dan sudah sejak lama tinggal di Jenin bersama 20 anak dan cucunya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Gempur Lokasi Peluncuran Roket di Gaza

    Israel Gempur Lokasi Peluncuran Roket di Gaza

    Jakarta

    Militer Israel mengatakan bahwa pihaknya telah menggempur dua lokasi peluncuran roket di Jalur Gaza pada hari Senin (24/2) waktu setempat, setelah sebuah proyektil ditembakkan dari salah satu lokasi tersebut.

    Menurut pernyataan militer Israel, ini adalah setidaknya ketiga kalinya dalam dua minggu terakhir pasukan Israel menyerang target di Gaza. Serangan ini semakin menambah ketegangan di tengah gencatan senjata yang rapuh dalam perang Israel-Hamas.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (25/2/2025), militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka telah mengidentifikasi “peluncuran proyektil yang jatuh di dalam Jalur Gaza”.

    Militer “menyerang lokasi peluncuran tempat proyektil ditembakkan, serta lokasi peluncuran lainnya di daerah tersebut,” katanya.

    Tahap pertama gencatan senjata Gaza, yang mulai berlaku setelah lebih dari 15 bulan perang di Gaza, akan berakhir pada awal Maret, tanpa ada kesepakatan mengenai tahap berikutnya yang dapat memperkuat gencatan senjata.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu lalu, mengatakan bahwa Israel siap untuk melanjutkan perang “kapan saja”. Ini disampaikannya setelah menangguhkan pembebasan ratusan tahanan Palestina berdasarkan kesepakatan gencatan senjata.

    Sejak gencatan senjata dimulai, kelompok Hamas telah membebaskan 25 sandera Israel yang masih hidup dengan imbalan lebih dari 1.100 tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel.

    Saat mengumumkan penundaan pembebasan warga Palestina yang berada dalam tahanan Israel, Netanyahu menyebut “upacara yang memalukan” di Gaza, yang memaksa para sandera Israel untuk berpartisipasi sebelum penyerahan mereka.

    Kelompok Hamas telah memperingatkan bahwa penundaan Israel tersebut dapat membahayakan “keseluruhan kesepakatan”.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1098: Sekutu Eropa Temui Zelensky di Kyiv, Janji Beri Tambahan Bantuan – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1098: Sekutu Eropa Temui Zelensky di Kyiv, Janji Beri Tambahan Bantuan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.098 pada Selasa (25/2/2025).

    Pada tengah malam, Rusia meluncurkan 40 pesawat tak berawak ke Ukraina.

    Ukraina melaporkan setelah peluncuran tersebut, dua orang terluka akibat ledakan UAV di Dergachi, Kharkiv.

    Negara-negara Eropa Tingkatkan Bantuan ke Ukraina

    Sejumlah negara Eropa mulai meningkatkan bantuan militer ke Ukraina di tengah pembicaraan mengenai upaya AS untuk menengahi perundingan yang akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina.

    Norwegia mengatakan berencana menggunakan 3,5 miliar kroner Norwegia atau sekitar 315 juta dolar untuk pembelian dari industri pertahanan Ukraina; dan 600 juta kroner untuk membeli pesawat nirawak dan mengembangkan teknologi pesawat nirawak untuk Ukraina.

    Denmark mengatakan menjanjikan bantuan militer sebesar 2 miliar kroner Denmark (280 juta dolar) untuk Ukraina.

    Pemerintah Swedia mengumumkan janji bantuan sebesar 1,2 miliar kronor Swedia (113 juta dolar) untuk pertahanan udara.

    Estonia, negara berpenduduk 1,3 juta orang, mengumumkan akan meningkatkan bantuannya ke Ukraina sebesar 25 persen termasuk membeli 10.000 peluru mortir dengan biaya tambahan 25 juta Euro, di atas 100 juta Euro yang telah dijanjikan dari industri pertahanannya.

    Sedangkan Latvia berjanji tahun ini akan mengirimkan pengangkut personel lapis baja, drone, dan peralatan lainnya ke Ukraina.

    Sebelumnya Latvia telah berinvestasi 500 ribu Euro untuk pertahanan Ukraina dalam tiga tahun terakhir.

    Trump dan Macron Bertemu di Prancis, Bahas soal Ukraina

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjukkan perbedaan mencolok dalam sikap mereka terhadap Ukraina selama pertemuan di Gedung Putih pada Senin (24/2/2025).

    Macron menegaskan ia tidak setuju dengan Trump pada beberapa isu utama yang menandai tiga tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022.

    Trump menolak menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktator, setelah menyebut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai diktator minggu lalu. 

    Sedangkan Macron mengatakan sudah jelas bahwa Rusia adalah agresor dalam perang tersebut.

    PM Ceko: Aset Rusia yang Disita Harus Digunakan untuk Bantu Ukraina

    Perdana Menteri Ceko, Petr Fiala, mengatakan Eropa harus menggunakan uang dari aset Rusia yang dibekukan untuk dukungan militer lebih lanjut bagi Ukraina.

    Ia juga menyerukan kepada negara-negara Eropa agar melonggarkan aturan fiskalnya untuk meningkatkan anggaran pertahanan.

    Eropa Lebih Banyak Beli Bahan Bakar Rusia daripada Beri Bantuan ke Ukraina

    Uni Eropa masih menghabiskan lebih banyak uang untuk bahan bakar fosil Rusia daripada untuk bantuan keuangan ke Ukraina, berdasarkan sebuah laporan yang menandai ulang tahun ketiga invasi tersebut.

    Eropa diperkirakan membeli bahan bakar fosil senilai 22 miliar Euro dari Rusia pada tahun 2024 tetapi hanya memberikan 19 miliar Euro untuk mendukung Ukraina, menurut laporan baru oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang diterbitkan pada Senin kemarin.

    Sebelumnya, Eropa dikabarkan mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap bahan bakar dari Rusia, meski jumlah tersebut masih lebih besar daripada jumlah bantuan mereka untuk Ukraina.

    Eropa akan Beri Jaminan Keamanan untuk Ukraina

    Presiden Prancis, Emmanual Macron, mengatakan Eropa siap memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina jika terjadi gencatan senjata termasuk pasukan penjaga perdamaian.

    Ia menegaskan pasukan penjaga perdamaian tersebut tidak akan dikirim ke garis depan.

    Sebelumnya dalam konferensi dengan Macron di Gedung Putih kemarin, Presiden AS Donald Trump mengklaim Vladimir Putin akan menerima pasukan penjaga perdamaian Eropa di Ukraina.

    Presiden Turki: Ukraina Harus Berpartisipasi dalam Perundingan

    Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, mengatakan Ukraina harus berpartisipasi dalam perundingan apa pun terkait perang Rusia-Ukraina.

    “Ukraina harus berpartisipasi dalam perundingan apa pun,” kata Erdoğan, pada hari Senin.

    “Jika hasil dari proses baru ini ingin diperoleh, Ukraina harus diikutsertakan dalam proses ini dan perang ini harus diakhiri melalui perundingan bersama,” tambahnya.

    Sejak invasi Rusia di Ukraina, ia dengan tegas mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.

    Rusia akan Evakuasi Warganya dari Kursk

    Rusia mengatakan telah mencapai kesepakatan dengan Ukraina dan Palang Merah untuk mengevakuasi penduduknya dari wilayah Kursk, yang sebagian wilayahnya telah direbut oleh Ukraina.

    Warga Kursk yang sudah berada di Sumy di Ukraina akan dibawa melalui negara tetangga Belarus dan kemudian ke Rusia.

    Palang Merah hanya mengatakan bahwa mereka mendukung warga sipil yang dievakuasi di wilayah Sumy, tanpa mengonfirmasi kesepakatan apa pun.

    Dewan Keamanan PBB Adopsi Resolusi AS

    Dewan Keamanan PBB telah mengadopsi resolusi AS mengenai perang Ukraina yang didukung oleh Rusia karena tidak mengandung kritik terhadap invasi ilegal tersebut.

    Ada 10 suara yang mendukung dan tidak ada yang menentang; lima abstain termasuk Prancis dan Inggris, yang dapat memveto resolusi tersebut.

    Sebelumnya, AS dipaksa untuk abstain karena majelis umum PBB yang jauh lebih besar mengeluarkan resolusi yang mengutuk invasi skala penuh Rusia ke Ukraina.

    Sekutu Eropa Temui Zelensky di Ukraina

    Ukraina menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Eropa untuk menandai tiga tahun perang habis-habisan dengan Rusia pada Senin (24/2/2025).

    Sementara itu, para pejabat tinggi AS tidak hadir di tengah perubahan haluan pemerintah AS terhadap Ukraina, sejak Donald Trump kembali berkuasa.

    “Para otokrat di seluruh dunia tengah mengamati dengan saksama apakah ada impunitas jika Anda melanggar batas internasional atau menyerang tetangga Anda, atau apakah ada pencegahan yang sesungguhnya,” Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memperingatkan di Kyiv, seperti diberitakan Le Monde.

    Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin Eropa berjanji akan meningkatkan lebih banyak bantuan untuk Ukraina.

    Beberapa jam setelah peringatan tersebut, Trump mengatakan ia yakin Presiden Rusia Vladimir Putin akan menerima pasukan penjaga perdamaian Eropa di Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan potensial untuk mengakhiri perang.

    Secara terpisah, Putin mengisyaratkan negara-negara Eropa dapat menjadi bagian dari penyelesaian, tetapi ia belum membahas penyelesaian perang secara rinci dengan Donald Trump.

    Sebelumnya, Donald Trump mengusulkan agar AS menjadi penengah dalam perundingan Rusia dan Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Jembatan Ambruk di Korea Selatan, 1 Orang Tewas-3 Luka

    Jembatan Ambruk di Korea Selatan, 1 Orang Tewas-3 Luka

    Jakarta

    Setidaknya satu orang tewas dan tiga orang mengalami luka serius setelah sebuah jembatan ambruk di lokasi pembangunan jalan tol di Korea Selatan pada hari Selasa (25/2).

    “Setidaknya satu orang dipastikan tewas,” kata seorang pejabat dari Kementerian Dalam Negeri Korea Selatan kepada AFP, Selasa (25/2/2025).

    “Sekitar tiga orang diyakini mengalami luka serius. Orang-orang sedang dibawa ke rumah sakit,” tambahnya.

    Media lokal menayangkan rekaman dramatis dari apa yang tampak seperti bagian jembatan yang ambruk, yang menyebabkan kepulan asap tebal ke udara.

    Insiden itu terjadi di Cheonan, sekitar 82 kilometer (51 mil) selatan Seoul, ibu kota Korea Selatan.

    Presiden sementara Korea Selatan, Choi Sang-mok telah mengeluarkan arahan mendesak untuk memobilisasi semua sumber daya dan personel yang tersedia untuk operasi penyelamatan.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu