Jenis Media: Internasional

  • Ricuh Job Fair di Ghana, 6 Orang Tewas Terinjak-injak

    Ricuh Job Fair di Ghana, 6 Orang Tewas Terinjak-injak

    Jakarta

    Acara job fair atau bursa kerja di Ghana berakhir ricuh. Enam orang pencari kerja dilaporkan meninggal dunia.

    “Insiden malang itu menyebabkan kematian enam calon rekrutan,” bunyi pernyataan militer Ghana dilansir AFP, Rabu (12/11/2025).

    Peristiwa itu terjadi di ibu kota Ghana, Accra, hari ini waktu setempat. Para korban meninggal dunia akibat terinjak-injak peserta yang lain.

    “Setidaknya enam orang tewas terinjak-injak pada hari Rabu setelah kerumunan pencari kerja menyerbu gerbang stadion dalam acara rekrutmen militer di ibu kota Ghana, Accra,” kata militer.

    Pejabat rumah sakit militer Ghana, Evelyn Abraham-Kwabiah, mengatakan 22 orang juga dilaporkan terluka. Lima di antaranya saat ini berada di kondisi kritis.

    Angkatan Bersenjata Ghana mengatakan insiden desak-desakan itu terjadi sekitar pukul 06.20 (GMT) ketika gelombang pelamar yang tak terduga “melanggar protokol keamanan dan menyerbu” gerbang Stadion Olahraga El-Wak sebelum jadwal penyaringan.

    Selain kegiatan militer normal, tentara di Ghana juga bertugas menyasar operasi penambangan ilegal di negara Afrika barat yang kaya emas itu.

    (ygs/maa)

  • Dilarang Masuk Turki, 3 Ribu Sapi Terombang-ambing 3 Minggu di Lautan

    Dilarang Masuk Turki, 3 Ribu Sapi Terombang-ambing 3 Minggu di Lautan

    Bandirma

    Sebanyak 3 ribu sapi dari Uruguay terombang-ambing di lautan lantaran dilarang masuk wilayah Turki. Ribuan sapi itu sudah 3 minggu terdampar di lautan Turki.

    Dilansir AFP, Rabu (12/11/2025), pihak berwenang Turki melarang 3 ribu sapi masuk Turki karena pelanggaran dokumen. 3 ribu sapi itu berada di dalam Kapal pengangkut ternak Spiridon II, yang meninggalkan Montevideo, Uruguay, lebih dari 50 hari yang lalu.

    “Kapal pengangkut ternak itu ditolak masuk setibanya di pelabuhan Bandirma di pesisir selatan Laut Marmara pada 21 Oktober,” ungkap direktorat komunikasi Turki.

    Kapal tersebut sempat diizinkan berlabuh pada hari Minggu untuk memuat pakan dan alas tidur sebelum berlabuh lagi di lepas pantai.

    Sementara itu, pemilik kapal mengatakan 48 ekor sapi telah mati dan persediaan makanan di kapal hampir habis.

    “Rekaman menunjukkan kantong-kantong putih di dek atas, kemungkinan berisi bangkai,” kata dia.

    Warga di Bandirma mengeluhkan bau busuk dan melaporkan adanya kawanan lalat di sekitar kapal.

    Pelabuhan telah menerima permohonan impor 2.901 sapi indukan untuk 15 perusahaan pada 21 Oktober, ungkap direktorat komunikasi.

    Namun, ketika sapi-sapi tersebut tiba, inspektur hewan menemukan beberapa di antaranya tidak memiliki tanda telinga atau chip identitas elektronik, sementara 469 lainnya tidak sesuai dengan deskripsi yang tercantum dalam dokumen.

    “Akibat penyimpangan ini, masuknya kiriman ke negara ini tidak diizinkan,” demikian pernyataan di X.

    Keputusan tersebut telah dikomunikasikan kepada bea cukai pada 23 Oktober dan sedang digugat oleh para importir di pengadilan, demikian pernyataan tersebut. Kapal tersebut tetap berada di lepas pantai selama proses berlangsung.

    Lihat juga Video: Bule Terombang-ambing Semalaman di Laut Bali gegara Jet Ski Kehabisan BBM

    Halaman 2 dari 2

    (maa/wnv)

  • Eks PM Korsel Ditahan Buntut Unggah Seruan Pemberontakan di Facebook

    Eks PM Korsel Ditahan Buntut Unggah Seruan Pemberontakan di Facebook

    Jakarta

    Mantan Perdana Menteri Korea Selatan (Korsel), Hwang Kyo-ahn, ditahan oleh pengadilan Korsel. Penahanan terhadap Hwang dilakukan atas tuduhan melakukan penghasutan pemberontakan kepada masyarakat.

    Dilansir Yonhap News Agency, Rabu (12/11/2025), dugaan penghasutan yang dilakukan Hwang berkaitan dengan penerapan darurat militer yang dilakukan mantan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, akhir tahun lalu. Hwang ditangkap hari ini waktu setempat.

    Hwang diketahui mengunggah unggahan di Facebook pada 3 Desember tahun lalu yang berisi seruan pemberontakan. Setelah darurat militer diterapkan, Hwang menyerukan pemberantasan pasukan pro Korea Utara dan mereka yang terlibat dalam kecurangan pemilu.

    Hwang juga menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan pemimpin Partai Kekuatan Rakyat saat itu, Han Dong-hoon.

    Penyidik dari tim penasihat khusus Cho Eun-suk mengeksekusi surat perintah penahanan untuk Hwang di rumahnya di Distrik Yongsan, Seoul. Langkah itu diambil usai Hwang mengabaikan tiga panggilan pemeriksaan.

    Tim Cho ditugaskan untuk menyelidiki berbagai tuduhan terkait upaya penerapan darurat militer yang dilakukan Yoon. Cakupan investigasinya mencakup tuduhan menyarankan penerapan darurat militer, menyiapkan fasilitas penahanan, merencanakan atau membunuh dengan tujuan melancarkan pemberontakan, dan menghasut pemberontakan.

    Tim tersebut meluncurkan investigasi terhadap Hwang menyusul pengaduan terkait dari sebuah media daring dan beberapa kali mencoba mengeksekusi surat perintah penggeledahan rumahnya. Namun, setiap upaya gagal karena Hwang menutup pintu rumahnya.

    Eks Bos Intelijen Korsel Juga Ditangkap

    Mantan kepala intelijen Korsel, Cho Tae Yong, juga ditangkap hari ini terkait penetapan darurat militer tahun lalu. Cho yang masih menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada Desember 2024, didakwa atas kelalaian dalam tugas.

    Penangkapan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (12/11), dilakukan menyusul langkah jaksa khusus Korsel mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Cho atas tuduhan mengabaikan tugas sebagai kepala badan intelijen dan menimbulkan risiko penghancuran barang bukti, di antara beberapa tuduhan lainnya.

    Pengadilan distrik pusat Seoul meninjau keabsahan pengajuan surat perintah penangkapan itu pada Selasa (11/11) dan telah mengabulkannya.

    “Hasil peninjauan tersebut adalah… dikeluarkannya surat perintah tersebut dengan alasan risiko penghancuran barang bukti,” demikian pernyataan pengadilan distrik pusat Seoul saat mengumumkan pengabulan permohonan jaksa tersebut.

    “Dakwaan utamanya adalah kelalaian dalam tugas,” imbuh pernyataan tersebut.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan Cho tidak melaporkan langkah Yoon mengumumkan darurat militer pada saat itu ke parlemen, meskipun dia “memahami ilegalitasnya”. Cho juga dituduh telah memberikan pernyataan palsu.

    “Kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan telah meningkat,” kata jaksa Korsel, Park Ji Young, kepada wartawan pekan lalu.

    Lihat juga Video: Eks Presiden Korsel Yoon Suk Hadiri Sidang Perdana, Tampak Kurusan

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/maa)

  • Trump Surati Presiden Israel, Minta Netanyahu Diampuni di Kasus Korupsi

    Trump Surati Presiden Israel, Minta Netanyahu Diampuni di Kasus Korupsi

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengirimkan surat kepada Presiden Israel Isaac Herzog. Dalam suratnya, Trump meminta Herzog memberikan pengampunan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang terjerat kasus korupsi.

    “Pagi ini, Presiden Isaac Herzog menerima surat terlampir dari Presiden AS Donald Trump, yang memintanya untuk mempertimbangkan pemberian pengampunan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu,” demikian pernyataan kantor Presiden Israel dilansir AFP, Rabu (12/11/2025).

    Trump menuliskan bahwa surat kepada Herzog dikirimkan dalam waktu yang bersejarah. Dia menyinggung sumbangsih Netanyahu dalam gencatan senjata yang terjadi di Gaza saat ini.

    “Dengan ini saya meminta Anda untuk sepenuhnya mengampuni Benjamin Netanyahu, yang telah menjadi Perdana Menteri yang tangguh dan tegas di masa perang,” bunyi surat Trump.

    “Meskipun saya sangat menghormati independensi sistem peradilan Israel… saya yakin bahwa ‘kasus’ terhadap Bibi ini… adalah penuntutan yang politis dan tidak dapat dibenarkan,” demikian bunyi surat tersebut.

    Pernyataan dari kantor Herzog mengatakan bahwa Presiden Israel sangat menghormati Trump dan terus menyampaikan apresiasinya yang mendalam atas dukungan teguh Amerika terhadap Israel.

    Selama menjabat sejak akhir 2022, Netanyahu mengusulkan reformasi peradilan yang luas yang menurut para kritikus bertujuan untuk melemahkan pengadilan.

    Reformasi ini memicu protes besar-besaran yang baru mereda, setelah dimulainya perang Gaza pada Oktober 2023.

    Netanyahu saat ini terlibat dalam tiga dugaan kasus korupsi. Di kasus pertama, Netanyahu dan istrinya, Sara, diduga menerima barang-barang mewah senilai lebih dari $260.000 seperti cerutu, perhiasan, dan sampanye dari para miliarder dengan imbalan bantuan politik.

    Netanyahu juga dituduh mencoba menegosiasikan liputan yang lebih menguntungkan dari dua media Israel dalam dua kasus lainnya.

    (ygs/wnv)

  • Buntut Darurat Militer Berdampak hingga Eks Bos Intelijen Korsel

    Buntut Darurat Militer Berdampak hingga Eks Bos Intelijen Korsel

    Jakarta

    Kebijakan darurat militer di Korea Selatan (Korsel) tahun lalu masih berbuntut panjang. Usai eks Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan, kini mantan Kepala Intelijen Korsel Cho Tae Yong ditangkap.

    Cho ditangkap pada Rabu (12/11/2025) waktu setempat, seperti dilansir AFP. Cho yang menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada Desember 2024, didakwa atas kelalaian dalam tugas.

    Penangkapan dilakukan menyusul langkah jaksa khusus Korsel mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Cho atas tuduhan mengabaikan tugas sebagai kepala badan intelijen dan menimbulkan risiko penghancuran barang bukti, di antara beberapa tuduhan lainnya.

    Pengadilan distrik pusat Seoul meninjau keabsahan pengajuan surat perintah penangkapan itu pada Selasa (11/11) dan telah mengabulkannya.

    “Hasil peninjauan tersebut adalah… dikeluarkannya surat perintah tersebut dengan alasan risiko penghancuran barang bukti,” demikian pernyataan pengadilan distrik pusat Seoul saat mengumumkan pengabulan permohonan jaksa tersebut.

    “Dakwaan utamanya adalah kelalaian dalam tugas,” imbuh pernyataan tersebut.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan Cho tidak melaporkan langkah Yoon mengumumkan darurat militer pada saat itu ke parlemen, meskipun dia “memahami ilegalitasnya”. Cho juga dituduh telah memberikan pernyataan palsu.

    “Kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan telah meningkat,” kata jaksa Korsel, Park Ji Young, kepada wartawan pekan lalu.

    Penangkapan Cho ini dilakukan setelah jaksa Korsel menambahkan satu lagi dakwaan terhadap Yoon, yakni membantu musuh. Yoon dituduh memerintahkan pengerahan drone ke wilayah udara Pyongyang, ibu kota Korea Utara (Korut), untuk memperkuat rencana darurat militernya.

    Tahun lalu, Korut mengatakan pihaknya telah “membuktikan” bahwa Korsel mengerahkan drone untuk menyebarkan selebaran propaganda di atas wilayah Pyongyang — tindakan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh militer Seoul.

    Jaksa Park, pada Senin (10/11), mengatakan bahwa timnya telah “menjeratkan dakwaan menguntungkan musuh secara umum dan penyalahgunaan kekuasaan” terhadap Yoon.

    Yoon sendiri sedang menghadapi persidangan atas dakwaan pemberontakan dan beberapa dakwaan lainnya terkait penetapan darurat militer yang menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik.

    Eks Presiden Korsel Dimakzulkan

    Yoon dimakzulkan oleh Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi pada pertengahan Desember 2024 atas tuduhan melanggar Konstitusi dan hukum dengan mengumumkan darurat militer pada 3 Desember.

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kemudian menguatkan pemakzulan Yoon Suk Yeol dari Presiden. Putusan ini resmi membuat Yoon dicopot dari jabatan atas pemberlakuan darurat militer kontroversial pada Desember 2024.

    Dilansir Yonhap dan AFP, Jumat (4/4), putusan tersebut, yang dibacakan oleh kepala pengadilan sementara Moon Hyung-bae dan disiarkan langsung di televisi, berlaku segera. Korsel diharuskan mengadakan pemilihan presiden dadakan untuk memilih pengganti Yoon dalam waktu 60 hari.

    Proses pemakzulan sendiri berlangsung lebih dari 3 bulan. Pemakzulan yang diputuskan Majelis Nasional Korsel hanya membuat Yoon diskors atau dinonaktifkan dari jabatannya.

    Keputusan pemakzulan itu dibawa ke MK Korsel. Yoon diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan sebelum akhirnya majelis hakim MK Korsel memutuskan menguatkan pemakzulan itu.

    “Dengan ini kami mengumumkan putusan berikut, dengan persetujuan bulat dari semua Hakim. (Kami) memberhentikan terdakwa Presiden Yoon Suk Yeol,” kata penjabat kepala hakim Moon Hyung-bae.

    Yoon Suk Yeol menyesal tidak dapat memenuhi harapan pendukungnya usai Mahkamah Konstitusi mencopotnya dari jabatan karena deklarasi darurat militer. Dia meminta maaf kepada pendukungnya.

    “Saya sangat menyesal tidak dapat memenuhi harapan dan ekspektasi Anda. Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk mengabdi kepada negara kita. Saya sangat berterima kasih atas dukungan dan dorongan Anda yang tak tergoyahkan, bahkan ketika saya gagal,” ujar Yoon.

    Lihat juga Video: Presiden Korsel Disebut Tak Bermaksud Memberlakukan Darurat Militer Penuh

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Apa yang Halangi Elon Musk Jadi Triliuner Pertama di Dunia?

    Jakarta

    Bahkan kacamata hitam paling gelap pun tak sanggup menahan silaunya janji upah satu triliun dolar dari para pemegang saham Tesla, produsen kendaraan listrik AS, bagi miliarder Elon Musk. Meski demikian, iming-iming tersebut cuma akan terwujud jika ia berhasil mencapai target yang nyaris mustahil.

    Untuk mengaktifkan paket kompensasi itu, Musk harus mampu menjual satu juta unit robotaxi alias wahana angkut tanpa pengemudi manusia, dan memproduksi satu juta robot humanoid Optimus, yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (AI).

    Jika semua itu terjadi, Tesla akan bernilai 8,5 triliun dolar – enam kali lipat dari nilai saat ini yang mencapai 1,43 triliun USD – dan Musk menjadi manusia pertama yang menyeberang batas triliuner. Sekalipun ia gagal mencapai target, Musk tidak akan kekurangan uang, tetapi pertanyaan sebenarnya adalah: Mampukah ia mewujudkannya?

    Penggemar Tesla menaruh kepercayaan pada Musk

    Alexandra Merz, pemegang saham Tesla yang dikenal sebagai TeslaBoomerMama, mendukung paket kompensasi, serta sangat yakin Elon Musk adalah “eksekutor terbaik di dunia.”

    “Saya meyakini dia akan mencapai tonggak sejarah. Dia telah menunjukkan kepada kita sebelumnya apa yang mungkin,” ujarnya kepada Bloomberg baru-baru ini.

    Lebih dari tiga perempat pemegang saham Tesla menyetujui kesepakatan gaji Musk pada Kamis lalu (6/11) setelah sengketa hukum selama tujuh tahun dan penolakan dari beberapa investor, termasuk CalPERS, dana pensiun publik terbesar di Amerika Serikat.

    CalPERS mengkhawatirkan bertambahnya kekuasaan Musk atas Tesla. Berdasarkan kesepakatan saham tersebut, Musk bisa mengamankan hingga 25% hak suara pemegang saham, dari hanya 13% saat ini. Kritikus berpendapat, jika Musk punya seperempat saham Tesla, ia memegang kendali yang sangat besar, bisa membungkam perbedaan pendapat, dan menjalankan perusahaan dengan pengawasan minimal.

    Musk bisa memiliki terlalu banyak kekuasaan

    “Kesepakatan ini lebih dari sekadar skandal, ini adalah penipuan,” kata Minow kepada DW, soal bagaimana Musk memindahkan Tesla dari negara bagian Delaware yang ramah bisnis ke Texas dengan biaya besar setelah paket gaji sebelumnya senilai 56 miliar USD dua kali dibatalkan oleh pengadilan Delaware.

    “Kemudian, dengan biaya besar pula, dia membayar pelobi, pengacara, dan legislator untuk mengesahkan undang-undang baru yang secara signifikan membatasi kemampuan pemegang saham untuk menentang rencana gaji,” yang menurutnya memberikan wewenang kepada dewan direksi untuk memberikan kompensasi Musk “sesuai kehendak mereka, bahkan jika tujuan-tujuan tersebut tidak tercapai.”

    Ketidaksetaraan ekstrem yang mengkhawatirkan

    Joanna Bryson, profesor etika dan teknologi di Hertie School of Governance Berlin, berpendapat bahwa kesepakatan gaji Musk merupakan simbol masalah yang lebih luas dalam tata kelola di AS, bagaimana pertumbuhan dan kekuatan Big Tech menciptakan ketidaksetaraan yang ekstrem, yang menurutnya “tidak berkelanjutan.”

    “Ada masalah keamanan besar ketika seorang individu memiliki kekuasaan lebih besar daripada negara,” katanya kepada DW.

    Bryson memberikan contoh buruknya ketidaksetaraan dunia saat ini seperti ketika Perang Dunia I dan gelembung pasar saham AS sebelum 1929.

    “Segala sesuatu yang memberikan jumlah uang yang tidak proporsional kepada satu orang menciptakan entropi, atau pergeseran dari keteraturan menuju kekacauan.”

    Masalah yang lebih besar lagi adalah risiko ketergantungan pada satu sosok kunci. Dalam kasus Musk, akan berdampak buruk bagi Tesla jika ia tidak bisa menjalankan perannya karena mundur, sakit, kehilangan fokus, atau meninggal dunia.

    Kesuksesan Tesla sangat bergantung pada kepemimpinan, visi, dan eksekusi Musk. Perusahaan dapat menjadi rentan jika ia terganggu oleh usaha lainnya, seperti SpaceX atau xAI.

    Terlalu banyak distraksi

    Musk sudah dikritik karena melupakan tugas utamanya awal tahun ini saat ia bergabung dengan pemerintahan Trump sebagai kepala DOGE (Departemen Efisiensi Pemerintahan, bukan meme koin).

    Masa jabatannya yang singkat di DOGE memicu reaksi balik yang merembet ke operasi Tesla, dengan protes di luar pabrik, seruan boikot, dan bahkan insiden sabotase yang mengganggu produksi dan merusak kepercayaan investor.

    Musk mundur dari DOGE setelah 130 hari, dan pada Juli meluncurkan gerakan politik barunya, Partai Amerika, bertujuan menantang sistem dua partai dan mengubah arah perdebatan nasional.

    Bagi sebagian investor, risiko Musk akan terdistraksi bukan sekadar kemungkinan, tapi sedang terjadi secara nyata.

    “Jika kepemilikan sahamnya saat ini saja belum cukup memotivasi Musk, maka kesepakatan gaji baru ini pun tidak akan mampu membuatnya fokus dan berhenti dari berbagai proyek sampingan serta komentar politik kontroversial, yang menurut studi Universitas Yale baru-baru ini telah membuat perusahaan dan para pemegang saham kehilangan sekitar satu juta penjualan,” kata Minow kepada DW.

    Dewan direksi Tesla mengatakan tujuan utama dari kesepakatan saham besar ini adalah untuk menjaga fokus Musk pada Tesla. Terlebih ia tidak dapat menjual saham barunya itu hingga sepuluh tahun setelah diterima.

    Keraguan tentang potensi robotika dalam jangka pendek

    Bahkan jika dia tetap fokus sepenuhnya, para kritikus berargumen bahwa targetnya sendiri mungkin tidak tercapai, terutama rencana memproduksi satu juta robot humanoid Optimus per tahun. Tesla sebenarnya telah memamerkan prototipe Optimus yang bisa melakukan tugas sederhana, banyak ahli percaya teknologinya masih dalam belum matang.

    Ahli robotik Australia, Rodney Brooks, menulis dalam esainya bahwa Optimus dan robot humanoid lainnya ditakdirkan untuk gagal karena kurangnya kelincahan atau fleksibilitas.

    “Rencana bahwa robot humanoid akan mampu menggantikan manusia dalam melakukan tugas-tugas manual dengan harga lebih murah dan sama baiknya akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan adalah pemikiran fantasi,” tulis Brooks.

    Kritik lainnya memperingatkan bahwa menetapkan tonggak masa depan semacam itu mungkin merupakan cara untuk membenarkan kompensasi Musk yang fantastis sambil menjaga mesin hype tetap berjalan. Jika Optimus gagal diwujudkan secara massal, hal itu dapat merusak kredibilitas paket gaji secara keseluruhan.

    Perkiraan paling optimistis menyebutkan robot humanoid canggih baru akan siap dalam dua hingga lima tahun ke depan, membuat para penggemar Musk yakin bahwa hanya dia yang bisa mewujudkannya.

    “Sebagai pemegang saham, saya lebih memilih Elon yang memimpin pasukan robot itu daripada siapa pun,” kata Merz kepada Bloomberg. “Tunjukkan satu saja CEO lain yang bisa mencapai setengah dari apa yang sudah Elon lakukan.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz
    Editor:

    (ita/ita)

  • Geger Menkes Inggris Dituduh Berencana Gulingkan PM Keir Starmer

    Geger Menkes Inggris Dituduh Berencana Gulingkan PM Keir Starmer

    London

    Menteri Kesehatan (Menkes) Inggris Wes Streeting terpaksa berulang kali membantah dirinya berencana untuk menggulingkan Perdana Menteri (PM) Keir Starmer, setelah sejumlah sumber menyebut bahwa Starmer bertekad melawan setiap tantangan yang dilontarkan terhadap kepemimpinanya.

    Spekulasi soal rencana penggulingan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (12/11/2025), mencuat ketika angka kepuasan publik terhadap pemerintahan Starmer anjlok.

    “Saya tidak akan menuntut pengunduran diri perdana menteri,” kata Streeting saat berbicara kepada media lokal Sky News.

    “Saya mendukung perdana menteri. Saya telah mendukungnya sejak dia terpilih sebagai pemimpin Partai Buruh,” tegasnya.

    Streeting yang berusia 42 tahun ini telah sejak lama dipandang sebagai calon pengganti Starmer.

    Bantahan Streeting itu, yang disampaikan secara ulang terhadap media-media lainnya, menyusul pengarahan anonim yang diberikan sekutu-sekutu Starmer, yang pada Minggu (9/11) mengatakan kepada wartawan bahwa sang PM Inggris akan melawan setiap upaya untuk menggantikan dirinya.

    “Keir mengetahui dirinya sudah berjuang dalam kontes kepemimpinan. Ketika saatnya tiba, dia tidak akan mengundurkan diri. Dia akan melawannya,” kata salah satu pendukung Starmer, seperti dikutip harian The Times.

    Jajak pendapat terbaru untuk angka kepuasan publik terhadap pemerintah Inggris telah anjlok sejak Starmer berkuasa pada Juli tahun lalu. Meskipun meraih kemenangan telak dalam pemilu, Starmer dan pemerintahan menghadapi kesulitan dalam isu-isu seperti pertumbuhan ekonomi dan imigrasi.

    Pemimpin Partai Reform, Nigel Farage, yang juga tokoh Brexit, telah memimpin dengan margin dua digit dalam banyak jajak pendapat nasional hampir sepanjang tahun ini.

    Pemilu selanjutnya diperkirakan baru akan berlangsung pada tahun 2029, tetapi pemerintah menghadapi ujian penting dalam pemilu lokal pada Mei 2026. Tantangan bagi kepemimpinan Partai Buruh akan membutuhkan dukungan 20 persen anggota parlemen partai, yang saat ini berarti dibutuhkan 80 nominasi.

    Lihat juga Video: Prabowo Temui PM Inggris Keir Starmer Setelah Bertemu Raja Charles III

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sanggupkah Korsel Ambil Alih Komando Militer dari AS?

    Sanggupkah Korsel Ambil Alih Komando Militer dari AS?

    Jakarta

    Selama tujuh puluh lima tahun, Amerika Serikat memegang kendali operasional perang (OPCON) atas militer Korea Selatan.

    Sejak meletus Perang Korea tahun 1950, komando tertinggi berada di tangan Amerika Serikat. Amanat ini tak dikembalikan setelah tercapainya gencatan senjata pada 1953.

    Di atas kertas, Seoul berdaulat. Tapi di bawah protokol militer, perintah terakhir tetap datang dari Washington. Seoul hanya bisa memimpin pasukannya sendiri selama tidak ada perang terbuka. Meski peran militer Korea Selatan terus bertambah dalam beberapa dekade terakhir, kendali tetap akan beralih ke Washington jika perang digencarkan.

    Serah terima komando OPCON sejatinya telah direncanakan pada 2015. Namun, menjelang batas waktu, AS dan Korsel sepakat menunda serah terima sampai setelah syarat-syarat tertentu terpenuhi. Seoul masih membutuhkan waktu untuk bersiap menghadapi ancaman yang kian sengit dari Pyongyang.

    Kunjungan terbaru Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth, kembali menyoroti isu serah terima tanggung jawab ini kepada pemerintah Korea Selatan.

    AS siap menyerahkan kendali

    Di Korea Selatan, kendali atas pasukan sendiri berkembang menjadi isu kedaulatan dan kebanggaan nasional. Pemerintahan AS saat ini, yang dipimpin Presiden Donald Trump, juga mendukung penyerahan OPCON. Washington ingin melihat sekutunya itu mengurangi ketergantungan pada AS serta mengambil peran lebih besar dalam mengelola pertahanan sendiri.

    Rencana yang diusulkan oleh Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung menargetkan transfer OPCON terjadi sebelum masa jabatannya berakhir pada 2030. Namun dipertanyakan, apakah Seoul siap mengambil tanggung jawab sebesar itu.

    Pengalihan OPCON terlalu dini?

    “AS kini tampak berada dalam posisi ‘kalau mau, ambil saja,’” kata Chun In-bum, pensiunan letnan jenderal militer Korea Selatan yang kini menjadi peneliti senior di National Institute for Deterrence Studies, lembaga kajian berbasis di AS.

    “Hal ini membuat saya khawatir, karena proses transfer bisa terjadi tanpa kesiapan yang matang.”

    Dia juga memperingatkan bahwa “saat ini, banyak orang yang lebih mengkhawatirkan kapan proses ini akan terjadi, dan bukan kesiapan militer itu sendiri.”

    “Kita juga harus ingat bahwa Korea Utara masih menjadi ancaman yang sangat nyata bagi kita semua,” kata Chun.

    AS melihat ‘kemajuan yang berarti’

    Kepala Staf Gabungan Korea Selatan Jin Yong-sung dan mitra AS-nya John Daniel Caine menyambut “kemajuan berarti di banyak bidang” terkait transfer komando perang. Hal ini disampaikan saat kedua jenderal militer bertemu minggu lalu.

    Pemimpin politik AS juga menyatakan dukungan mereka, dengan Menteri Pertahanan Hegseth menggambarkan Seoul dalam posisi yang “luar biasa” dan menekankan posisi Washington dengan menyebut Korea Selatan “hanya memerlukan kepemimpinan AS dalam situasi darurat.”

    Namun, mampukah Korea Selatan menjalankan parameter yang telah ditetapkan: termasuk kemampuan untuk memimpin pasukan gabungan AS dan Korea Selatan, kapabilitas merespons ancaman nuklir dan rudal Korea Utara, serta stabilitas dan keamanan keseluruhan di Asia Timur Laut.

    Seoul kurang pengalaman memimpin saat krisis

    Mason Richey, seorang profesor politik dan hubungan internasional di Hankuk University of Foreign Studies di Seoul, meragukan bahwa kondisi tersebut dapat terpenuhi sebelum berakhirnya masa jabatan Lee sebagai presiden.

    “Militer Korea Selatan masih kekurangan beberapa kemampuan utama, terutama dalam hal komando dan kendali, serta intelijen, pengintaian, dan pengamatan,” katanya. “Kemampuan-kemampuan tersebut kritis untuk memimpin pasukan gabungan secara strategis, terutama secara taktis dan operasional dalam misi-misi.”

    Masalah ini juga lebih dalam dari sekadar kemampuan militer, kata Richey, mencatat bahwa pemimpin militer Korea Selatan belum pernah menjalankan kemandirian operasional militer sejak Perang Korea. Meskipun militer Seoul dinilai kuat, mereka kekurangan pengalaman kritis dalam mengambil alih kendali saat krisis.

    Lee tetap pada pendiriannya mengenai OPCON

    Meskipun demikian, pemerintah berhaluan kiri Presiden Lee tampaknya tetap pada pendirian untuk mematuhi batas waktu yang ditetapkan.

    Keinginan untuk OPCON perang selalu paling kuat di kalangan pemerintahan “progresif” di Seoul, kata Richey, dengan pemerintahan Kim Dae-jung dan Roh Moo-hyun (berkuasa antara 1998 dan 2008) secara terbuka mendukungnya sebagai simbol “kedaulatan nasional” dan kenormalan.

    Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung, juga menggambarkannya sebagai cara untuk “meringankan beban pertahanan AS di kawasan Indo-Pasifik.”

    Mengingat dukungan Washington terhadap rencana tersebut, serta mayoritas parlemen yang besar dan dukungan populer yang dimiliki Lee, pemimpin Korea Selatan tampaknya akan berhasil untuk mengalihkan OPCON perang ke Seoul sebelum meninggalkan jabatannya.

    “Saya pikir Lee juga sedang bersiap menghadapi kemungkinan ditinggalkan oleh pemerintahan AS saat ini,” kata Richey. “Pemerintahan Trump sulit ditebak, dan jika Korea Selatan bisa memperoleh lebih banyak kedaulatan atas angkatan bersenjatanya, itu akan menjadi langkah bijak menghadapi ketidakpastian tersebut.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz
    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat juga Video: Trump Tiba di Korsel, Jadi Akhir dari Perjalanannya ke Asia

    (ita/ita)

  • Thailand Tuntut Kamboja Minta Maaf Atas Ledakan Ranjau

    Thailand Tuntut Kamboja Minta Maaf Atas Ledakan Ranjau

    Bangkok

    Pemerintah Thailand menuntut permintaan maaf dari Kamboja setelah menuduh negara tetangganya itu memasang ranjau darat baru yang melukai tentara Thailand di perbatasan. Insiden itu mendorong Bangkok untuk menangguhkan pakta gencatan senjata yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Kamboja membantah tuduhan bahwa mereka telah memasang ranjau yang meledak pada Senin (10/11) waktu setempat, dan melukai seorang tentara Thailand yang sedang berpatroli di sepanjang perbatasan yang disengketakan antara kedua negara.

    “Kami menuntut pihak Kamboja menyampaikan permintaan maaf,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir Reuters, Rabu (12/11/2025).

    “Kami meminta mereka untuk mencari fakta tentang apa yang terjadi dan siapa yang bertanggung jawab, dan dengan itu, kami meminta mereka untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah terulangnya situasi serupa di masa mendatang,” tegasnya.

    Juru bicara pemerintah Kamboja menolak berkomentar mengenai tuntutan Thailand tersebut.

    Insiden ranjau di perbatasan itu kembali mengobarkan ketegangan setelah konflik antara kedua negara berdarah selama lima hari pada Juli lalu.

    Pertempuran pada saat itu berakhir setelah Trump menelepon para pemimpin Thailand dan Kamboja. Trump juga menyaksikan langsung penandatanganan perjanjian gencatan senjata yang digelar di Malaysia bulan lalu.

    Setidaknya 48 orang tewas dan sekitar 300.000 orang terpaksa mengungsi sementara selama bentrokan yang diwarnai saling menembakkan roket, artileri berat, dan serangan udara itu terjadi.

    Kementerian Pertahanan Kamboja, pada Selasa (11/11), membantah pihaknya telah memasang ranjau dan menegaskan komitmen untuk bekerja sama dengan Thailand sesuai kesepakatan.

    Ledakan ranjau darat di sepanjang wilayah perbatasan kedua negara, yang menjadi sengketa, menjadi salah satu pemicu bentrokan di perbatasan, dengan setidaknya tujuh tentara Thailand mengalami luka parah dalam insiden serupa sejak 16 Juli.

    Berdasarkan analisis ahli atas materi yang dibagikan oleh militer Thailand, seperti dilaporkan Reuters, beberapa ranjau itu kemungkinan baru saja ditanam.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Lapak Shein & Temu Laris Manis Tanjung Kimpul di Eropa, Otoritas Resah

    Lapak Shein & Temu Laris Manis Tanjung Kimpul di Eropa, Otoritas Resah

    Jakarta

    Ketika retailer online fast-fashion Cina, Shein, membuka butik pertamanya pekan lalu, terjadi protes sekaligus kerumunan pembeli. Toko fisik di dalam department store BHV Marais di pusat Paris itu menyentuh saraf publik, bukan hanya karena berada di rumah haute couture. Respons massa adalah “cinta-dan-benci”; sama seperti di banyak wilayah lainnya.

    (Ed: Fast fashion adalah istilah untuk industri pakaian yang memproduksi pakaian baru dengan cepat, murah, dan mengikuti tren terbaru. Tujuannya agar konsumen bisa membeli model terbaru dengan harga rendah, seringkali hanya beberapa minggu setelah tren muncul di runway atau media sosial.)

    Shein, yang sering dikelompokkan bersama platform online Temu—yang memungkinkan produsen menjual jauh lebih banyak dari sekadar fesyen langsung ke konsumen—telah dikritik karena hal-hal seperti barang palsu, pemasaran agresif, kondisi kerja buruk, dan produk yang tidak aman. Meski begitu, banyak orang senang karena opsi belanja lebih banyak dan harga murah.

    Walaupun kedua perusahaan ini berbeda dan memiliki model bisnis berbeda, hasilnya sering sama: banjir barang murah asal Cina beserta kemasannya. Selain harga yang ultramurah, faktor lain yang menguntungkan perusahaan ini adalah pembebasan bea impor Uni Eropa untuk paket bernilai di bawah €150 atau hampir tiga juta rupiah.

    AS sempat memiliki celah serupa untuk paket bernilai di bawah $800, tetapi telah mengubah regulasinya sehingga pengiriman berkurang. UE sedang dalam tahap akhir mengesahkan aturan serupa untuk menutup celah nilai rendah, meskipun mungkin baru berlaku pada 2028.

    Pada paruh pertama 2025, Temu memiliki rata-rata 115 juta pengguna aktif bulanan di UE dan Shein 145 juta, menurut data mereka sendiri. Untuk kedua platform, ini sekitar 12% lebih banyak dibanding enam bulan sebelumnya.

    Jutaan paket dari Cina ke Eropa

    Salah satu kekhawatiran terbesar tentang platform e-commerce Cina ini adalah keberlanjutan. Sebagian besar barang yang dibeli dikirim langsung ke konsumen di seluruh dunia dari produsen di Cina. Barang-barang yang dikemas satu per satu ini dikirim dengan pesawat untuk pengiriman cepat, membanjiri otoritas bea cukai, dan seringkali tidak bisa dikembalikan.

    Pada tahun 2024, sekitar 4,6 miliar barang bernilai rendah diimpor ke UE, menurut laporan Komisi Eksekutif UE yang diterbitkan Februari lalu. Itu dua kali lipat dibanding 2023 dan lebih dari tiga kali lipat dibanding 2022.

    Dari 12 juta paket per hari, 91% berasal dari Cina. Tidak semua paket ini dari Temu atau Shein, tapi bersama-sama mereka memiliki pangsa pasar yang besar. “Eropa dibanjiri tsunami paket kecil dari Cina, dan ini tidak akan berhenti,” ujar Agustin Reyna, Direktur Jenderal European Consumer Organisation (BEUC) yang bermarkas di Brussels, kepada DW.

    Melindungi konsumen di UE

    Selain isu keberlanjutan, pengawas perlindungan konsumen dan Komisi Eropa berulang kali memperingatkan tentang produk tidak aman yang tidak memenuhi standar UE. Hasil uji baru yang diterbitkan 30 Oktober oleh Stiftung Warentest, organisasi independen di Berlinyang mengkhususkan diri pada pengujian produk, memperkuat kekhawatiran banyak pihak.

    Pengujian yang dilakukan bersama kelompok dari Belgia dan Denmark itu menunjukkan hasil dramatis. Mereka meneliti kalung, USB, dan mainan bayi.

    Dari 162 barang yang dibeli dari produsen yang menjual melalui Temu dan Shein, 110 tidak memenuhi standar UE, dan sekitar seperempat berpotensi berbahaya. Beberapa barang mengandung formaldehida tinggi atau logam berat seperti kadmium, dan beberapa charger USB menjadi terlalu panas.

    European Consumer Organisation menilai bahwa melanggar regulasi keselamatan menyebabkan persaingan tidak sehat, karena beberapa perusahaan menjual produk yang tidak memenuhi standar UE, sementara perusahaan lokal harus mematuhi aturan tersebut.

    Otoritas UE tidak diam

    Pada bulan Mei, Komisi UE memberi peringatan kepada Shein terkait praktik di platformnya yang melanggar hukum konsumen UE. Keluhan termasuk diskon palsu, tekanan untuk menyelesaikan pembelian, informasi menyesatkan tentang hak konsumen, label produk menipu, dan klaim keberlanjutan menyesatkan.

    Pada bulan Juli, Komisi secara preliminer menemukan Temu melanggar kewajibannya di bawah Digital Services Act karena tidak cukup mencegah penjualan produk ilegal. Investigasi lebih lanjut sedang berlangsung dan bisa berujung pada denda besar.

    Negara-negara UE juga bertindak

    Oktober lalu, otoritas persaingan Jerman, Cartel Office, memulai proses terhadap Temu. Mereka ingin melihat apakah platform ini mempengaruhi harga di pasar online Jerman, termasuk menetapkan harga jual akhir.

    Agustus lalu, Shein didenda €1 juta oleh otoritas persaingan Italia karena klaim lingkungan menyesatkan.

    Juli, Shein didenda €40 juta oleh otoritas persaingan Prancis karena diskon menyesatkan dan klaim lingkungan. Total denda Shein di Prancis tahun ini menjadi €191 juta.

    Prancis melangkah lebih jauh dengan aturan baru untuk perusahaan fast-fashion seperti Temu dan Shein. Jika disetujui, aturan itu akan:

    Melarang iklan di PrancisMemaksa laporan efek lingkungan barangMenambah pungutan hingga €10 hampir 20 ribu Rupiah) per pakaian yang dibeli

    Denda besar dan regulasi lebih ketat mungkin memperlambat raksasa e-commerce Cina, tapi tidak akan menghentikan mereka.

    “Eropa harus bertindak dan membuat Temu serta Shein bertanggung jawab,” kata Agustin Reyna. “Kita butuh tanggung jawab jelas dan konsekuensi tegas saat produk mereka melanggar aturan.”

    Untuk mewujudkannya, UE membutuhkan reformasi bea cukai dan pengawasan pasar yang ambisius. Tapi jika UE tetap membiarkan paket di bawah €150 bebas bea sampai 2028, perusahaan akan terus memanfaatkan celah ini, dan pelanggan Eropa kemungkinan besar tetap belanja.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
    Editor: Yuniman Farid

    Lihat juga Video: Toko Shein Paris Dikecam Terkait Boneka Seks Anak-Isu Fast Fashion

    (ita/ita)