Foto Bisnis
REUTERS/Go Nakamura – detikFinance
Senin, 10 Feb 2025 21:00 WIB
China – Pedagang di pusat manufaktur ekspor China, Yiwu, menepis tarif impor Presiden AS Donald Trump. Beberapa mengatakan bahwa mereka telah membuat persiapan.

Foto Bisnis
REUTERS/Go Nakamura – detikFinance
Senin, 10 Feb 2025 21:00 WIB
China – Pedagang di pusat manufaktur ekspor China, Yiwu, menepis tarif impor Presiden AS Donald Trump. Beberapa mengatakan bahwa mereka telah membuat persiapan.

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyebut belum bisa menghitung dampak pengimplementasian Coretax terhadap penerimaan negara. Menurut dia, penerimaan negara untuk pelaporan pajak Januari baru dimulai pada 15 Februari.
Suryo mengamini masih ada permasalahan implementasi Coretax atau sistem inti administrasi perpajakan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025. Meski demikian, dia mengklaim pihaknya akan memastikan agar penerimaan negara tidak terganggu karena permasalahan implementasi Coretax.
“Akhir bulan Februari nanti kami coba lihat ya [dampak implementasi Coretax terhadap penerimaan negara], kira-kira pergerakannya seperti apa,” jelas Suryo usai rapat dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (10/2/2025).
Lebih lanjut, dia menyatakan Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk membuka kembali sistem perpajakan yang lama usai pengimplementasian Coretax masih bermasalah.
Keputusan tersebut dicapai usai Suryo dan jajarannya melakukan rapat dengar pendapat secara tertutup dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (10/2/2025).
Suryo juga meminta setiap pihak bersabar karena laporan pajak selama Januari 2025—baik PPh Pasal 21, 23, dan 25 maupun PPN—baru masuk pada pertengahan Februari 2025. Oleh sebab itu, dampaknya baru akan terlihat setelah itu.
Dalam pembahasan rapat, Komisi XI DPR menyoroti banyaknya permasalahan Coretax usai diluncurkan pada 1 Januari 2025. Dewan pun khawatir penerimaan negara terdampak negatif akibat permasalahan Coretax.
Oleh sebab itu, Komisi XI sempat mengusulkan agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, pada akhirnya disepakati Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online, e-Faktur Desktop, dan lain-lain sembari Coretax tetap berjalan.
“Jadi kita menggunakan dua sistem ya,” ujar Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025)
Dia menjelaskan keputusan tersebut diambil agar wajib pajak mempunyai opsi selama masa transisi pengaplikasian Coretax: jika Coretax bermasalah maka wajib pajak bisa menggunakan sistem lama agar kewajiban administrasi perpajakan tetap bisa terlaksana.

Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan efisiensi anggaran APBN 2025 tidak akan berdampak pada layanan publik. Pemerintah memastikan seluruh pelayanan tetap berjalan seperti biasa, meski ada pemangkasan anggaran.
Diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
“Pelayanan publik tidak akan terganggu oleh efisiensi anggaran. Jadi, layanan publik tetap berjalan seperti biasa,” ujar Airlangga dalam acara “Workshop dan Technical Discussion Support Indonesia in Fighting Foreign Bribery: Towards Accession OECD Anti-Bribery Convention” di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah menetapkan pemangkasan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun. Perinciannya, efisiensi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 256,1 triliun dan pengurangan transfer ke daerah (TKD) Rp 50,59 triliun.
Kebijakan efisiensi anggaran bertujuan agar kas negara dapat dialokasikan untuk program prioritas yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat. Beberapa program strategis yang akan tetap berjalan antara lain, makan bergizi gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, serta perbaikan sektor kesehatan.
Presiden Prabowo memastikan pemangkasan anggaran tidak akan mengorbankan layanan publik maupun program yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas.
Airlangga menegaskan, meskipun ada efisiensi, pemerintah tetap memastikan semua layanan publik berjalan optimal.
“Pelayanan publik tetap berjalan, efisiensi anggaran justru dilakukan agar pemerintah bisa lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat,” pungkasnya.
Pemerintah berharap dengan efisiensi anggaran dapat menciptakan pengelolaan keuangan yang lebih efektif tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik.

Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto sempat menyinggung ‘raja kecil’ melawan kebijakan efisiensi belanja anggaran. Menurut Prabowo, raja kecil tersebut merasa kebal hukum.
Kira-kira siapakah ‘raja kecil’ yang dimaksud Prabowo? Direktur Segara Institut Piter Abdullah menilai, istilah ‘raja kecil’ ini lebih ditujukan kepada kepala daerah, khususnya kabupaten/kota.
Menurutnya, tidak sedikit dari kepala daerah yang sudah bersikap seperti ‘raja kecil’ sejak lama.
“Saya kira itu lebih ditujukan ke kepala daerah, khususnya kabupaten kota yang memang sudah cukup lama berperilaku seperti raja kecil dengan kewenangan dan anggaran yang mereka miliki,” kata Piter, saat dihubungi detikcom, Senin (10/2/2025).
Menurut Piter ketentuan otonomi daerah di mana mereka dipilih langsung dan memiliki banyak kewenangan, membuat mereka seperti terpisah dan tidak perlu mematuhi pemerintah provinsi dan pusat. Akibatnya, koordinasi sering menjadi sulit.
Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga menduga bahwa kepala daerah sebagai sosok yang disinggung sebagai ‘raja kecil’.
Namun selain kepala daerah, menurutnya sosok tersebut juga bisa berarti sosok menteri.
“Ada dua, bisa kepala daerah atau menteri yang merasa bahwa pemangkasan anggaran dilakukan secara berlebihan tanpa melihat dampaknya,” ujar Bhima, dihubungi terpisah.
Bhima menilai wajar ada protes dari berbagai sudut karena model pemangkasan prabowo dalam Inpres 1/2025 berbeda dengan automatic adjustment era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dulu.
Dulu, menteri atau kepala lembaga bisa kirim surat rekomendasi untuk membuka blokir anggaran apabila dirasa efisiensi salah sasaran, namun sekarang tidak demikian.
“Sekarang main pangkas saja, padahal esensial, akhirnya kena kemana-mana. Ada pegawai yang disuruh beli BBM sendiri untuk operasional, sampai gangguan layanan publik lainnya. Ini kan nggak bener ya main pangkas asal-asalan begitu,” katanya.
Bhima sendiri menilai, pemangkasan anggaran perjalanan dinas (perjadin) atau rapat di hotel masih dibenarkan karena sudah ada ruang di gedung pemerintah untuk rapat. Namun apabila sampai pelayanan publik terganggu, menurutnya wajar bila menuai protes.
“Begitu juga soal masalah kewenangan daerah mengelola sendiri anggarannya jadi terganggu karena pemerintah pusat intervensi sampai ke APBD. Apalagi banyak daerah yang kapasitas fiskalnya terbatas jadi terimbas pemangkasan,” ujar Bhima.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan alasannya menerapkan efisiensi anggaran di kementerian, lembaga, dan daerah, untuk masyarakat. Prabowo menyinggung ada ‘raja kecil’ yang melawan kebijakannya tersebut.
“Saya melakukan penghematan, saya ingin pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong, saya ingin dihentikan, dibersihkan. Ada yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi ‘raja kecil’, ada. Saya mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat, untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat,” kata Prabowo saat memberikan sambutan di Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Senin (10/2/2025) dikutip dari detikNews.
(shc/hns)

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) mengungkap arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta untuk dirinya menertibkan pengembang rumah subsidi.
Ara menyebut arahan itu didapatkannya usai ditemukan sejumlah proyek rumah subsidi yang kualitasnya jauh dari standar yang telah ditentukan.
“Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto agar bagaimana rumah subsidi itu harus dibangun oleh developer yang bertanggung jawab. Karena saya sudah lihat di beberapa tempat itu tidak bermanfaat dan tak tanggung jawab, ada banjir retak dan sebagainya,” kata Maruarar saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Lebih lanjut, Ara menegaskan bahwa ke depan Presiden Prabowo meminta agar kualitas rumah subsidi dapat ditingkatkan.
Dia juga menyebut, telah menginstruksikan Dirjen PKP untuk dapat menindaklanjuti temuan tersebut bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila temuan itu terbukti, maka developer terkait akan diputus mitra kerja samanya untuk membangun rumah subsidi.
“Karena kita tahu 75% anggaran rumah subsidi itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.
Sebelumnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) mengungkap adanya puluhan ribu sertifikat rumah bermasalah imbas adanya praktik pengembang nakal. Di mana, mayoritas sertifkat yang masih bermasalah tersebut berasal dari developer penyalur rumah subsidi.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menjelaskan bahwa hingga saat ini, masih terdapat 38.144 sertifikat bermasalah yang melibatkan 4.000 developer rumah.
“Nah, sisa yang harus kami selesaikan sampai hari ini masih ada 38.144 sertifikat yang melibatkan sekitar 4.000 proyek rumah,” jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025).
Untuk itu, dirinya mengaku bakal segera melakukan penyelesaian pada 38.144 sertifikat bermasalah itu secara bertahap. Pada tahun ini, emiten berkode saham BBTN itu menargetkan bakal menyelesaikan 15.000 sertifikat bermasalah.
Kemudian, pada 2026, BTN membidik penyelesaian pada 15.000 sertifikat lainnya. Diharapkan 38.144 sertifikat bermasalah itu bakal rampung sepenuhnya pada 2027.

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap Indonesia tengah berpacu dengan waktu untuk bisa menjadi anggota dari Organization for Economic Co-Operation dan Development (OECD). Dia menyebut RI berupaya agar tak didahului oleh Thailand maupun Brasil.
Airlangga mengatakan, pemerintah RI saat ini telah mendorong upaya aksesi untuk keanggotaan OECD. Dia mengungkap bahwa negara Thailand sudah ikut menyusul upaya aksesi Indonesia mendapatkan keanggotaan OECD.
Sebagaimana diketahui, Indonesia bisa menjadi negara pertama Asean yang masuk ke OECD.
“Dengan Indonesia mendaftar di OECD, Thailand menyusul di belakang kita. Sehingga oleh karena itu, jangan sampai kita disusul Thailand,” ungkap Airlangga pada acara Lokakarya dan Sosialisasi Konvensi Anti Penyuapan OECD, Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Selain Thailand, Airlangga menyebut Indonesa turut ‘bersaing’ dengan sesama anggota BRICS yakni Brasil. Dia mengungkap bahwa negara yang juga sama-sama anggota G20 itu sudah menjalani proses aksesi lebih dari empat tahun.
“Nah, kalau bisa kita menyalip Brasil, itu merupakan salah satu target yang tentunya didukung oleh pemerintah Jepang,” kata menteri dari Partai Golkar itu.
Untuk diketahui, pemerintah RI tengah mendorong upaya aksesi untuk menjadi salah satu negara anggota OECD. Salah satu prasyarat pada Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD untuk Indonesia yang diterima Maret 2024 lalu yakni perlunya penerapan Konvensi Anti Penyuapan OECD atau OECD Anti Bribery Convention.
Upaya itu lalu dilakukan dengan menggelar lokakarya dan sosialisasi yang diselenggarakan KPK atas dukungan pemerintah Jepang, selama 10-14 Februari 2025.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa lokakarya tersebut penting untuk meningkatkan pemahaman mengenai urgensi konvensi anti-penyuapan, terutama mengenai manfaatnya bagi Indonesia, bagaimana kriteria dan prosedur aksesinya, serta apa saja pengalaman dan pelajaran yang dapat dipelajari dari negara yang telah menjalani proses aksesi ini sebelum Indonesia.
“Ruh dari konvensi ini adalah agar pelaku bisnis internasional dapat berkompetisi secara adil dalam transaksi bisnis di suatu negara. Praktik suap dapat memberikan keuntungan tidak sah bagi pelaku bisnis dengan memperoleh kemudahan dari pejabat publik asing dalam membuka atau menjalankan usaha di negara tersebut,” jelas Setyo dalam acara yang sama.
Konsep mengenai penyuapan pejabat publik asing atau sering disebut dengan foreign bribery, saat ini masih belum terlalu dikenal di Indonesia. Indonesia juga belum memiliki instrumen hukum yang dapat memidanakan subjek hukum dalam negeri yang melakukan penyuapan pejabat publik negara asing.
Dalam peta aksesi Indonesia setidaknya terdapat 272 instrumen, dengan 6 instrumen di antaranya memuat persoalan antikorupsi, termasuk menyoal Konvensi Anti Penyuapan OECD.
Konvensi Anti-Penyuapan OECD ini mencakup 17 pasal yang mengatur berbagai aspek pemberantasan penyuapan, mulai dari kriminalisasi tindakan suap, pemidanaan korporasi, kerja sama internasional, hingga pemberian sanksi yang tegas.
“Memerangi segala bentuk penyuapan adalah kunci untuk menciptakan ekosistem bisnis yang bersih, persaingan usaha yang sehat, serta menarik investasi berkelanjutan. Dengan demikian, integritas pasar internasional dapat terjamin di era ekonomi global,” jelas Setyo.