TRIBUNNEWS.COM – Seorang juru bicara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) telah menekankan bahwa keamanan nasional dan kemampuan militer Iran tidak dapat dinegosiasikan dalam kondisi apa pun.
Demikian dikatakan oleh Brigadir Jenderal Ali Mohammad Naeini, pada Selasa (15/4/2025), dikutip dari ifpnews.
“Keamanan nasional, pertahanan, dan kekuatan militer merupakan salah satu garis merah Republik Islam Iran yang tidak dapat didiskusikan atau dinegosiasikan dalam kondisi apa pun,” kataya.
Ia berbicara saat konferensi pers yang menandai ulang tahun pertama operasi anti-Israel pertama Iran, pada April 2024, yang melibatkan penembakan lebih dari 300 pesawat tak berawak dan rudal ke pangkalan militer di wilayah pendudukan.
Dijuluki Janji Sejati I, operasi itu terjadi kurang dari dua minggu setelah serangan teroris Israel menewaskan tujuh anggota IRGC di konsulat Iran di ibu kota Suriah, Damaskus.
Naeini memuji serangan balasan itu sebagai operasi pesawat tak berawak terbesar di dunia, dengan radius terbang lebih dari 1.000 kilometer.
Operasi tersebut “menunjukkan inisiatif Iran dan kemampuan ofensif asimetris untuk menyerang musuh Zionis dan merupakan konfrontasi militer langsung dan publik pertama antara Republik Islam dan rezim Zionis,” tambahnya.
Juru bicara IRGC juga mencatat bahwa Janji Sejati I juga menunjukkan tekad kuat Iran untuk menanggapi Israel dengan tegas, serta kekuatan Angkatan Bersenjata untuk menghadapi rezim teroris.
Serangan anti-Israel, tegasnya, adalah operasi yang sepenuhnya sah dan dilakukan berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.
Hal itu mengungkap lemahnya fondasi keamanan Israel, membuktikan kemampuan ofensif Iran sebagai kekuatan rudal dan pesawat tak berawak di kawasan dan dunia, dan menanamkan rasa harapan dalam diri bangsa Palestina yang tangguh dan rakyat Gaza yang tertindas, kata Naeini.
Pada bulan Oktober 2024, Iran melancarkan operasi anti-Israel kedua sebagai balasan atas pembunuhan komandan perlawanan oleh rezim tersebut.
Akhir bulan itu, pesawat tempur Israel menggunakan ruang yang tersedia bagi militer AS di Irak untuk menembakkan rudal ke instalasi militer di Iran yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan Piagam PBB.
Tindakan agresi Israel berhasil dicegat dan dilawan oleh sistem pertahanan udara Iran. Iran telah bersumpah untuk melakukan operasi anti-Israel ketiga sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
Trump Siagakan Militer
Sementara dikutip dari defence-blog, Presiden AS Donald Trump telah mengeluarkan peringatan keras kepada Iran, menuduh Teheran mengulur-ulur perundingan nuklir dan mengisyaratkan bahwa Amerika Serikat siap mengambil tindakan militer jika perundingan gagal.
Berbicara dari Ruang Oval pada tanggal 14 April bersama Presiden El Salvador Nayib Bukele, Trump mengungkapkan rasa frustrasinya atas lambatnya diskusi baru-baru ini yang diadakan di Oman antara pejabat AS dan Iran.
Pembicaraan tersebut merupakan kontak tingkat tinggi pertama sejak Trump kembali menjabat pada bulan Januari.
“Kami mengadakan pertemuan dengan mereka pada hari Sabtu. Kami memiliki jadwal pertemuan lain pada hari Sabtu mendatang. Saya berkata, ‘Itu waktu yang lama.’ Anda tahu, itu waktu yang lama. Jadi saya pikir mereka mungkin akan memanfaatkan kami,” kata Trump, menurut CNN.
Presiden menegaskan bahwa AS tidak bersedia menerima penundaan dalam negosiasi sementara Iran terus memajukan program nuklirnya.
“Mereka harus menyingkirkan konsep senjata nuklir. Mereka tidak boleh memiliki senjata nuklir,” kata Trump.
Ia menambahkan bahwa Iran “cukup dekat untuk memilikinya”, dan menekankan bahwa waktunya hampir habis.
“Jika kami harus melakukan sesuatu yang sangat keras, kami akan melakukannya.”
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang berbicara kepada media pemerintah setelah pertemuan hari Sabtu, mengatakan kedua pihak “hampir” mencapai kesepakatan mengenai kerangka kerja negosiasi.
Namun, Teheran telah memperingatkan bahwa tindakan militer apa pun berisiko memicu konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Pemerintah belum mengungkapkan garis merah atau jadwal operasional yang spesifik, tetapi nada dari Gedung Putih menunjukkan ketidaksabaran yang meningkat. Trump mengatakan dia yakin Iran memanfaatkan pemerintahan sebelumnya, dengan mengatakan, “Mereka sudah terbiasa berurusan dengan orang-orang bodoh di negara ini.”
Negosiasi saat ini menyusul ketegangan yang meningkat selama berbulan-bulan, termasuk sanksi AS dan aktivitas proksi Iran di seluruh wilayah. Washington telah memperjelas bahwa kesepakatan baru harus berisi pengawasan yang lebih ketat, pembatasan pengembangan rudal, dan pembongkaran penuh pengayaan senjata.
(Tribunnews.com/Chrysnha)