Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Jenazah 42 Korban Tragedi Jeju Air Diserahkan kepada Keluarga – Halaman all

Jenazah 42 Korban Tragedi Jeju Air Diserahkan kepada Keluarga – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 42 jenazah korban kecelakaan Jeju Air di Bandara Internasional Muan di Jeolla Selatan telah diserahkan kepada keluarga mereka hingga Jumat 3(/1/2025) pagi.

Lima korban lainnya akan dimakamkan pada hari Jumat setelah upacara pemakaman mereka di hari yang sama.

Pada Kamis (2/1/2025), pemakaman untuk empat korban lainnya telah selesai, Korea JoongAng Daily melaporkan.

Pada Minggu (29/12/2025), sebuah pesawat Boeing 737-800 maskapai Jeju Air tergelincir dari landasan pacu saat mendarat dan bertabrakan dengan localizer.

Kecelakaan itu mengakibatkan 179 kematian dan dua awak kabin terluka.

Polisi, militer, dan petugas pemadam kebakaran terus melakukan upaya pencarian di lokasi kecelakaan untuk menemukan barang-barang milik korban dan bagian tubuh yang hilang.

Mereka berharap dapat mengembalikan jenazah yang utuh kepada keluarga korban.

Polisi juga telah menyelesaikan operasi pencarian dan penyitaan selama 26 jam di bandara, yang dimulai pada Kamis (2/1/2025) pukul 09.00 pagi.

Para penyelidik sedang berupaya mengamankan catatan tentang operasi penerbangan dan rekaman pengawasan yang menunjukkan jalur pesawat sebelum kecelakaan.

Pihak berwenang dilaporkan sedang meninjau komunikasi antara pengendali lalu lintas udara dan pilot.

Mereka juga memeriksa kesesuaian localizer dan struktur pendukungnya yang berbasis beton, serta catatan perawatan pesawat yang dimaksud.

Operasi pencarian dan penyitaan di Kantor Penerbangan Regional Busan cabang Muan dan kantor Jeju Air Seoul telah selesai masing-masing pada pukul 14.00 dan 19.00 waktu setempat pada Kamis (2/1/2025).

Sementara itu, polisi telah memperoleh surat perintah penggeledahan dan penyitaan atas tuduhan kelalaian pekerjaan yang mengakibatkan kematian dan cedera, belum ada individu yang didakwa atas tuduhan tersebut.

Jeju Air Terancam Penangguhan 150 Hari

Jeju Air menghadapi konsekuensi serius, termasuk penghentian operasi, sembari menunggu hasil investigasi atas tragedi di Bandara Internasional Muan.

Kecelakaan tersebut melibatkan tabrakan pesawat dengan struktur eksternal, yang mengakibatkan 179 korban jiwa.

Jika ditemukan kesalahan operasional atau kelalaian, maskapai ini berisiko dikenai sanksi berat, Chosun Daily melaporkan.

Para ahli mengatakan bahwa Jeju Air mungkin akan bertanggung jawab secara hukum jika kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan operasional.

Kecuali jika faktor luar yang tak terhindarkan, seperti tabrakan dengan burung, menjadi penyebab kecelakaan.

Dalam hal ini, maskapai dapat menghindari tanggung jawab hukum.

Kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan pilot tersebut menjadi preseden bagi pertanggungjawaban maskapai terkait kelalaian dalam pengawasan.

Kasus ini mirip dengan kecelakaan tahun 2013 yang melibatkan Asiana Airlines, yang terpaksa menghadapi penangguhan setelah insiden di Bandara Internasional San Francisco.

Pada Juli 2013, Penerbangan 214 milik Asiana Airlines jatuh saat mendarat di San Francisco.

Boeing 777-28E/ER yang terlibat menabrak tanggul dekat landasan pacu, mengakibatkan tiga orang meninggal dan 187 lainnya cedera, termasuk 49 orang yang mengalami luka serius.

Penyelidikan mengungkapkan bahwa pilot gagal melakukan go-around (putar balik) meskipun pesawat dalam kondisi pendekatan yang tidak stabil.

Kecepatan turunnya yang terlalu cepat menyebabkan pesawat jatuh di bawah jalur pendaratan yang aman.

Penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa awak pesawat terdiri dari seorang pilot yang sedang menjalani pelatihan dan seorang instruktur yang mengawasi untuk pertama kalinya.

Pada November 2014, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan (MOLIT) menetapkan bahwa Asiana Airlines melanggar kewajibannya dalam menugaskan dan mengawasi pilotnya.

Sebagai hukuman, maskapai tersebut dilarang mengoperasikan rute Incheon-San Francisco selama 45 hari, dikurangi dari maksimum 90 hari karena upaya awak pesawat untuk meminimalkan korban.

Meskipun Asiana Airlines menentang keputusan tersebut, Mahkamah Agung Korea Selatan menguatkan penangguhan pada tahun 2019.

Keputusan ini memperkuat standar akuntabilitas maskapai terkait pengawasan.

Pihak dalam industri penerbangan memperkirakan Jeju Air dapat menghadapi sanksi serupa.

Jika kelalaian atau kesalahan operasional ditemukan dalam kecelakaan Muan, maskapai ini berisiko dijatuhi sanksi berdasarkan Undang-Undang Keselamatan Penerbangan.

Undang-undang tersebut memberi wewenang pada MOLIT untuk mencabut lisensi operator atau menjatuhkan penangguhan hingga enam bulan jika kelalaian berat atau pengawasan personel gagal dijalankan.

Mengingat skala tragedi Muan, Jeju Air dapat menghadapi hukuman penangguhan hingga 150 hari untuk rute Thailand–Muan jika terbukti bersalah.

Hukuman ini akan menjadi sanksi tertinggi kedua menurut undang-undang tersebut, dengan hukuman maksimum untuk kecelakaan yang melibatkan 200 kematian atau lebih.

Jeju Air Pangkas 1.900 Penerbangan

Jeju Air akan memangkas 1.900 penerbangan pada periode Januari-Maret menyusul kecelakaan fatal yang terjadi.

Keputusan ini diambil setelah kritik terhadap maskapai yang mencatat jam operasional tinggi serta staf perawatan yang rendah.

Direktur Divisi Administrasi Manajemen Jeju Air, Song Kyung-hoon mengatakan dalam konferensi pers pada Jumat (3/1/2025) kalau Jeju Air akan mengurangi penerbangan yang sering dilalui, termasuk penerbangan domestik.

“Untuk penerbangan internasional, pengurangan akan difokuskan pada rute Jepang dan Asia Tenggara,” katanya, dikutip dari Korea JongAng Daily.

“Sudah saatnya untuk tidak memikirkan pendapatan kami tetapi mempertimbangkan keamanan rute,” tambahnya.

Sebelumnya, maskapai ini mengumumkan rencana untuk mengurangi penerbangan “sebesar 10 hingga 15 persen” hingga Maret setelah kecelakaan fatal di Kabupaten Muan, Jeolla Selatan, yang terjadi pada 31 Desember.

Selain itu, Jeju Air mengungkapkan bahwa sejumlah pembayaran di muka sebesar 260 miliar won ($177 juta) yang diterima telah terancam setelah pelanggan membatalkan reservasi.

“Beberapa bagian dari 260 miliar won telah dibatalkan,” kata Song.

“Namun, kami telah mendapatkan reservasi baru [dan] kami telah mengamankan 140 miliar won dalam bentuk tunai.”

Jeju Air juga telah mencapai kesepakatan dengan keluarga korban terkait dukungan keuangan pemakaman.

Akan tetapi masih dalam proses negosiasi dengan perusahaan asuransi mengenai pembayaran klaim asuransi.

lihat foto
Personel forensik polisi dan pejabat Biro Investigasi Nasional bekerja di lokasi kejadian pesawat Boeing 737-800 Jeju Air jatuh dan terbakar di Bandara Internasional Muan di Muan, sekitar 288 kilometer barat daya Seoul pada 31 Desember 2024. – Boeing 737 -800 membawa 181 orang dari Thailand ke Korea Selatan ketika pesawat tersebut jatuh pada saat kedatangan pada tanggal 29 Desember, menewaskan semua orang di dalamnya — kecuali dua pramugari yang ditarik dari kecelakaan tersebut. puing-puing bencana penerbangan terburuk di tanah Korea Selatan. (Photo by YONHAP / AFP)

Kronologi Kecelakaan Jeju Air

Kecelakaan Jeju Air terjadi pukul 09.00 pagi waktu setempat.

Mengutip The Korea Herald, maskapai berbiaya rendah itu awalnya diperingatkan oleh petugas menara kontrol tentang potensi serangan burung.

Insiden ini terjadi saat pesawat berusaha melakukan pendaratan awal setelah pukul 09.00 waktu setempat.

Pilot sempat mengeluarkan peringatan “mayday” sebelum mencoba mendarat kembali.

Setelah itu, komando lalu lintas udara memberikan izin bagi pesawat untuk mendarat dari arah yang berlawanan.

Video dramatis menunjukkan pesawat mencoba “pendaratan miring” tanpa roda pendaratan yang diaktifkan.

Rekaman video menunjukkan pesawat meluncur di sepanjang landasan pacu dengan asap mengepul.

Kecepatan yang tidak terkendali membuat pesawat keluar dari landasan.

Pesawat akhirnya menabrak dinding di ujung landasan dan terbakar.

“Mendengar ledakan keras diikuti oleh serangkaian ledakan,” kata saksi yang dikutip Yonhap.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)