Gunungkidul, Beritasatu.com – Suasana berbeda tampak di Pasar Hewan Munggi, Semanu, Kabupaten Gunungkidul, menjelang Iduladha. Di tengah riuhnya jual beli hewan ternak, deretan motor berkeranjang bambu memenuhi sisi pintu keluar pasar. Motor-motor tersebut bukan ojek biasa, melainkan ojek kambing, jasa pengangkutan khusus ternak kambing yang unik dan khas daerah ini.
Fenomena ojek kambing menjadi pemandangan umum setiap kali hari pasaran tiba. Para pengojek ini rutin mangkal di sekitar pasar, menawarkan jasa angkut kambing ke berbagai pelosok desa, bahkan hingga luar kota. Tradisi ini telah berlangsung puluhan tahun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut ekonomi masyarakat lokal.
Sigit Riyanto (54), salah satu tukang ojek kambing, mengaku sudah menekuni profesi ini sejak harga bahan bakar minyak (BBM) masih Rp 500 per liter, atau sekitar 35 tahun silam. Warga Padukuhan Wediutah, Kalurahan Ngeposari, Kapanewon Semanu ini masih setia menjalani profesinya karena permintaan jasa tetap tinggi, terutama menjelang hari raya kurban.
“Saya lupa persisnya kapan mulai, yang jelas waktu itu bensin masih lima ratusan rupiah. Sekarang sudah Rp 10.000, tetapi saya masih ojek kambing,” ujar Sigit sambil tertawa.
Tarif jasa ojek kambing berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 150.000, tergantung jarak dan kondisi pasar. Sigit bahkan pernah mengantar kambing hingga ke Kota Yogyakarta dan Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah.
“Kalau lagi sepi bisa murah, tetapi menjelang Iduladha begini bisa sampai Rp 150.000,” tambahnya.
Dalam kondisi normal, para ojek kambing biasanya mengantar dua ekor kambing per hari. Namun, menjelang Iduladha, jumlah pengangkutan bisa melonjak hingga 10 kali sehari. Pengangkutan dilakukan dengan metode sederhana, kambing diikat kakinya agar tidak meronta, lalu diletakkan di atas keranjang bambu (kronjot) di jok belakang motor. Untuk menjaga keseimbangan, sisi lain keranjang diberi pemberat atau dinaiki oleh pembeli.
“Yang penting kambingnya tidak stres dan motor tetap seimbang,” kata Warsito, tukang ojek kambing lainnya.
Ojek kambing bukan sekadar profesi, tetapi telah menjadi komunitas yang solid. Harjo Sutrisno, sesepuh ojek kambing di Semanu, menyebutkan bahwa profesi ini telah ada sejak Pasar Hewan Munggi berdiri. Saat ini terdapat sekitar 18 pengojek kambing aktif yang rutin hadir setiap Kliwon, jadwal pasaran di pasar tersebut.
“Kami juga punya arisan rutin setiap Jumat Kliwon. Ini bukan sekadar cari uang, tetapi juga bentuk kebersamaan,” ujar Harjo.
Menariknya, tidak ada patokan tarif resmi dalam jasa ojek kambing. Semua ditentukan berdasarkan kesepakatan antara tukang ojek dan pembeli, tanpa mempertimbangkan harga kambing yang diangkut.
“Kadang sehari bisa 10 kali antar, kadang juga tidak dapat order sama sekali. Tergantung ramai tidaknya pasar,” imbuh Harjo.
Di tengah perkembangan transportasi modern, keberadaan ojek kambing tetap bertahan dan relevan. Bukan hanya membantu pembeli yang tak punya kendaraan, mereka juga menjadi simbol ketahanan ekonomi rakyat di pedesaan.
Pasar Hewan Munggi Semanu sendiri merupakan salah satu sentra jual beli ternak terbesar di wilayah Gunungkidul. Aktivitas pasar meningkat drastis menjelang Iduladha, seiring melonjaknya permintaan kambing dan sapi. Di saat seperti inilah, jasa ojek kambing menjadi sangat dibutuhkan.
Bagi Anda yang ingin menyaksikan potret ekonomi rakyat yang unik, datanglah ke Pasar Munggi setiap hari Kliwon. Di sana, motor, kambing, dan semangat gotong royong menjadi satu harmoni yang menghidupkan denyut kehidupan masyarakat lokal.
