Jakarta jadi kota dengan sistem pemantauan udara terluas di Indonesia

Jakarta jadi kota dengan sistem pemantauan udara terluas di Indonesia

Jakarta (ANTARA) – Jakarta menjadi kota dengan sistem pemantauan kualitas udara terintegrasi dan terluas di Indonesia, dengan 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang aktif di seluruh wilayah Ibu Kota.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, sistem pemantauan tersebut merupakan kombinasi antara stasiun referensi dan sensor berbiaya rendah (Low-Cost Sensor atau LCS) yang dipasang di berbagai titik strategis.

“Melalui sistem yang terintegrasi ini, kami dapat memantau kondisi udara secara ‘real-time’ dan melakukan langkah mitigasi lebih cepat untuk melindungi kesehatan warga,” ujar Asep di Jakarta, Jumat.

Jaringan pemantauan ini merupakan hasil kolaborasi antara DLH DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi serta mitra dari sektor swasta.

Asep menambahkan, seluruh data dari SPKU terhubung ke portal publik udara.jakarta.go.id yang menampilkan data kualitas udara terkini berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Melalui portal ini, masyarakat dapat memantau kondisi udara harian, melihat peta sebaran sensor, mengetahui wilayah dengan ISPU terbaik maupun terburuk serta memperoleh rekomendasi aktivitas bagi kelompok umum maupun sensitif.

Jakarta telah membuktikan bahwa tata kelola data yang terbuka dan terintegrasi tidak hanya memperkuat kebijakan berbasis bukti. “Tetapi juga mendorong partisipasi masyarakat untuk hidup lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Asep.

Asep menyebutkan, Jakarta juga tengah menyiapkan “Early Warning System” (EWS) untuk polusi udara sebagai langkah antisipatif dan responsif terhadap potensi peningkatan pencemaran.

“Melalui sistem peringatan dini ini, warga akan mendapatkan informasi kualitas udara secara ‘real-time’ hingga tiga hari ke depan, lengkap dengan rekomendasi langkah mitigasi seperti memakai masker atau mengurangi aktivitas di luar ruangan,” ujar Asep.

Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Edward Nixon Pakpahan menegaskan pentingnya data pemantauan kualitas udara yang akurat sebagai dasar pengambilan keputusan pemerintah, terutama saat kualitas udara memburuk.

Menurut dia, kebijakan lingkungan tidak bisa dibuat berdasarkan asumsi semata. Data yang valid menjadi landasan utama untuk menentukan langkah mitigasi yang efektif dan cepat, termasuk pemberian peringatan dini kepada masyarakat.

“Ketika kualitas udara menurun, keputusan harus berbasis bukti, bukan perkiraan. Karena itu, keandalan data menjadi hal yang sangat krusial,” katanya.

KLH juga berencana memperluas cakupan pemantauan, khususnya di daerah dengan tingkat polusi tinggi.

Langkah ini akan dilakukan melalui integrasi jaringan pemantauan hibrid yang menggabungkan data dari berbagai sumber termasuk stasiun referensi milik pemerintah daerah, BMKG, sektor swasta, hingga lembaga penelitian.

Saat ini, KLH sudah memasang 12 stasiun pemantau di Jabodetabek. “Dengan sistem terintegrasi ini, pemantauan bisa dilakukan secara ‘real-time’ dan memberikan gambaran kualitas udara yang lebih komprehensif di tingkat regional,” ujar Edward.

Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.