Jakarta, Beritasatu.com – Penyakit jantung dan tekanan darah tinggi semakin menjadi ancaman utama bagi masyarakat Indonesia. Konsumsi garam berlebih dan lemak trans buatan merupakan dua faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka penyakit kardiovaskular (PKV), seperti serangan jantung dan strok.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, hampir 75% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM), yang sebenarnya dapat dicegah dengan pola makan sehat. PKV sendiri merenggut hampir 800.000 nyawa setiap tahunnya.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prof Asnawi Abdullah, kebijakan pengendalian garam dan lemak trans bukan hanya langkah kesehatan masyarakat, tetapi juga strategi yang efektif dalam menekan laju peningkatan pembiayaan sistem kesehatan nasional.
“Kita melihat beberapa negara yang telah memiliki regulasi pembatasan kadar garam dan eliminasi lemak trans dapat secara signifikan mampu menekan angka kematian akibat PKV serta berdampak positif mengurangi beban pembiayaan kesehatan nasional,” kata Asnawi saat ditemui di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).
Ia melanjutkan, dengan adanya kebijakan pengendalian garam dan lemak trans yang tepat, ia meyakini bisa membantu masyarakat hidup lebih sehat dan berpotensi menekan eskalasi pembiayaan belanja kesehatan yang telah mencapai 7,8% per tahun, dalam 10 tahun terakhir.
Sementara itu, hasil analisis efektivitas pembiayaan yang dilakukan oleh Dr Marklund dari Johns Hopkins University dan The George Institute, dengan dukungan dari resolve to save lives (RTSL) menunjukkan, penghapusan lemak trans dapat menghemat biaya kesehatan hingga US$ 213 juta dalam 10 tahun pertama serta menyelamatkan lebih dari 115.000 nyawa jika kebijakan ini diterapkan pada 2025.
Penelitian tersebut menegaskan, kebijakan gizi yang bertujuan mencegah PTM tidak hanya dapat mengurangi kematian dini, tetapi juga menekan biaya kesehatan akibat penyakit yang berkaitan dengan pola makan tidak sehat.
Sejumlah negara telah sukses menerapkan kebijakan serupa, dan Indonesia dinilai perlu segera mengambil langkah untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif pola makan tidak sehat.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dr Sukadiono menekankan, pengendalian konsumsi garam dan lemak tidak sehat memerlukan kerja sama lintas sektor.
“Kita menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi ini dapat dicegah. Pemerintah berkomitmen untuk mendorong kebijakan yang mendukung ketersediaan pilihan makanan yang lebih sehat serta meningkatkan edukasi agar masyarakat lebih bijak dalam memilih makanan yang baik bagi kesehatan mereka,” tuturnya.
Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes), Dr Muhammad Subuh menambahkan, peran pemerintah daerah sangat krusial dalam mendukung kebijakan ini.
“Dinas kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus berperan aktif dalam sosialisasi dan implementasi kebijakan ini. Dengan dukungan yang kuat dari berbagai sektor, termasuk akademisi dan masyarakat sipil, kita bisa mempercepat pencapaian target kesehatan nasional yang lebih baik,” pungkasnya.
Untuk itu, kebijakan pengendalian garam dan lemak trans buatan merupakan dua faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka penyakit kardiovaskular.
