Jakarta, CNN Indonesia —
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ‘mengunci’ upaya Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor.
Niat Prabowo mengampuni tindak pidana korupsi, asal uang kerugian negara dikembalikan, dinilai bisa melanggar hukum. Menko Polhukam 2019-2024 Mahfud MD menegaskan tindakan Prabowo sama saja ikut menyuburkan korupsi.
“Korupsi itu kan dilarang, dilarang siapa? Menghalangi penegakan hukum, ikut serta, atau membiarkan korupsi, padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu (malah) kerja sama. Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusak lah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah,” pesan Mahfud ke Prabowo, dikutip dari detikcom, Sabtu (21/12).
“Menurut hukum, menurut hukum yang berlaku sekarang, itu (memaafkan koruptor) tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena Pasal 55, berarti ikut menyuburkan korupsi, ikut serta ya. Pasal 55 KUHP itu,” tegasnya.
Lantas, bagaimana isi pasal 55 KUHP?
Aturan yang berpotensi dilanggar Prabowo adalah KUHP lama, yakni Wetboek van Strafrecht (WvS). Pasal 55 beleid itu mengatur soal Penyertaan dalam Tindak Pidana.
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Namun, Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra punya pendapat lain. Ia mengatakan apa yang diupayakan Presiden Prabowo itu tidak melanggar undang-undang.
Yusril menyebut usul Prabowo untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan kerugian negara merupakan bagian dari amnesti.
Ia lantas menyinggung adanya KUHP Nasional yang bakal diberlakukan awal 2026. Sang menko menegaskan apa yang disampaikan Prabowo untuk memaafkan koruptor menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman.
“Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata Yusril dalam rilisnya, Kamis (19/12).
“Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.
KUHP Nasional yang dimaksud Yusril adalah UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ini adalah KUHP terbaru yang akan berlaku mulai 2026.
Isi pasal 55 pada KUHP Nasional itu berbeda dengan produk hukum warisan Hindia Belanda. Sedangkan pidana penyertaan diatur dalam Pasal 20 hingga Pasal 22 UU Nomor 1 Tahun 2023.
(skt/agt)
[Gambas:Video CNN]