TRIBUNJAKARTA.COM – Terkuak isi garasi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Agam Syarif Baharuddin yang ditahan Kejaksaan Agung.
Ia ditahan bersama hakim lainnya di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Agam Syarif Baharuddin merupakan satu dari tiga hakim yang diduga menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebesar 22,5 Miliar.
Uang itu digunakan agar putusan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar itu onslag atau putusan lepas.
Ketiga hakim tersebut yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU)
“Untuk ASB menerima uang dolar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar. Kemudian DJU menerima uang dolar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dolar ASB jika disetarakan rupiah sebesar Rp5 Miliar,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar.
Profil
Agam Syarif Baharuddin adalah seorang hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Agam Syarif Baharuddin lahir di Bogor pada 24 Maret 1969. Menurut informasi dari laman IKAHI, Agam Syarif merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Timur.
Ia merupakan lulusan Magister Hukum dari Universitas Sebelas Maret, dengan fokus studi pada ilmu hukum.
Dia mendapat gelar sarjana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan mendapat gelar master dari Universitas Syiah Kuala. Selama berkarier sebagai penegak hukum, Agam pernah menjabat sebagai Ketua PN Demak dan bertugas di beberapa wilayah di Jawa Tengah.
KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).
Agam Syarif pernah menangani kasus yang berkaitan dengan Habib Rizieq di PN Jakarta Timur terkait kerumunan Megamendung.
Pada 19 Maret 2025, Agam Syarif Baharuddin menjadi salah satu anggota majelis hakim yang memutuskan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor crude palm oil (CPO).
Putusan ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan tuntutan jaksa yang menilai bahwa perbuatan para terdakwa telah merugikan perekonomian negara hingga triliunan rupiah.