Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Iran Gelar Latihan Udara ‘Al-Qihadar 1403’, Siap Lindungi Fasilitas Nuklir dari Israel-AS – Halaman all

Iran Gelar Latihan Udara ‘Al-Qihadar 1403’, Siap Lindungi Fasilitas Nuklir dari Israel-AS – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM – Tentara Iran meluncurkan manuver “Al-Qihadar 1403” pada Minggu (12/1/2025) untuk menguji kekuatan pertahanan udara di wilayah barat dan utara negara itu.

Latihan militer itu juga bertujuan untuk melindungi fasilitas nuklir di wilayah Fordow dan Khondab.

“Mereka meluncurkan manuver pertahanan udara di Iran barat dan utara untuk melindungi fasilitas nuklir Fordow dan Khondab, setelah manuver selama beberapa hari terakhir yang dilakukan Garda Revolusi Iran (IRGC) untuk melindungi fasilitas nuklir Natanz dan Isfahan,” lapor Al Araby.

Kegiatan tersebut diikuti oleh unit rudal dan radar, unit peperangan elektronik, sistem pertahanan udara, pesawat berawak, dan drone Angkatan Udara.

Manuver ini dilakukan di tengah meningkatnya ancaman Israel dan sekutunya Amerika Serikat untuk menyerang fasilitas nuklir Iran.

Hal ini mendorong Iran untuk melakukan manuver pertahanan udara yang dimulai beberapa hari lalu.

Sehari sebelumnya, militer Iran melakukan manuver Eqtedar 1403 pada Sabtu, yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Udara Angkatan Darat Iran dan Angkatan Udara.

“Kegiatan ini bertujuan untuk memperkirakan efektivitas operasional rencana pertahanan udara terhadap serangan musuh, memastikan keunggulan intelijen dan mencapai kemampuan untuk mendeteksi target secara tepat waktu,” lapor kantor berita Iran, IRNA.

Dalam manuver tersebut, militer Iran menggunakan berbagai sensor radar aktif, pencegat sinyal pasif, sensor optik, dan pengawasan yang tersedia kepada angkatan udara Iran.

Selain itu, mereka juga mengevaluasi kinerja taktis dan teknis para personel dalam kondisi nyata di medan perang untuk pertahanan udara.

Mereka juga dilatih untuk menerapkan prinsip-prinsip pertahanan non-operasional untuk sistem pertahanan udara dengan pergerakan cepat dan reposisi.

Iran, yang tidak mengakui Israel sebagai negara, telah menjadikan dukungan terhadap perjuangan Palestina sebagai landasan kebijakan luar negerinya sejak Revolusi Islam 1979.

Hubungan Iran dan Israel semakin memburuk setelah Israel meluncurkan serangan udara di kedutaan besar Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024, membunuh jenderal IRGC Mohammad Reza Zahedi.

Iran dan Israel terlibat beberapa aksi saling serang setelahnya.

Fasilitas Nuklir Iran

Iran memiliki sejumlah fasilitas nuklir yang tersebar di wilayahnya, namun hanya beberapa lokasi yang diketahui oleh publik.

Setidaknya ada lima lokasi fasilitas nuklir Iran yaitu di Natanz, Isfahan, Fordow, Khondab, dan Bushehr.

Iran memiliki pusat teknologi nuklir besar di pinggiran Isfahan, termasuk Pabrik Fabrikasi Pelat Bahan Bakar (FPFP) dan fasilitas konversi uranium (UCF) yang dapat memproses uranium menjadi uranium heksafluorida yang dimasukkan ke dalam sentrifus.

Lokasi kedua yaitu di Natanz, yang merupakan kompleks nuklir di dataran yang berbatasan dengan pegunungan di luar kota suci Muslim Syiah Qom, sebelah selatan Teheran.

Natanz memiliki fasilitas yang mencakup dua pabrik pengayaan: Pabrik Pengayaan Bahan Bakar (FEP) bawah tanah yang luas dan Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Pilot (PFEP) di atas tanah.

Selanjutnya ada fasilitas nuklir di Fordow, yang merupakan situs pengayaan yang digali di gunung sehingga lebih terlindungi dari potensi pemboman daripada FEP.

Iran kini memiliki lebih dari 1.000 sentrifus yang beroperasi di sana, sebagian kecil di antaranya adalah mesin IR-6 canggih yang melakukan pengayaan hingga 60 persen.

Selain itu, Iran juga memiliki reaktor air berat yang sebagian sudah dibangun di Khondab.

Reaktor air berat menimbulkan risiko proliferasi nuklir karena dapat dengan mudah menghasilkan plutonium yang dapat digunakan untuk membuat inti bom atom.

Lokasi kelima yaitu di Bushehr, di mana pembangkit listrik tenaga nuklir satu-satunya beroperasi di Iran.

Pembangkit listrik ini menggunakan bahan bakar Rusia yang kemudian diambil kembali oleh Rusia ketika bahan bakar tersebut habis, sehingga mengurangi risiko proliferasi, seperti diberitakan Reuters.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)