PIKIRAN RAKYAT – Indonesia kembali menjadi sorotan internasional, khususnya bagi investor asing asal Korea Selatan. Hal ini terjadi setelah parlemen Indonesia resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada 20 Maret 2025.
Revisi ini memungkinkan personel militer aktif menduduki jabatan strategis di berbagai lembaga pemerintahan tanpa harus pensiun terlebih dahulu. Kebijakan ini menimbulkan gelombang kekhawatiran, terutama di kalangan investor Korea yang telah menanamkan triliunan won di Indonesia.
Kembali ke Bayang-Bayang Orde Lama?
Revisi ini menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil di Indonesia. Banyak pihak menilai aturan baru ini membawa Indonesia kembali ke masa kelam di era Soeharto, di mana militer memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
Selama 30 tahun, dari 1967 hingga 1998, pemerintahan Soeharto dikenal dengan sistem otoriter yang menempatkan militer di berbagai lini pemerintahan dan ekonomi.
“Revisi ini seakan membuka jalan bagi kembalinya pengaruh militer di sektor sipil, mirip dengan masa Orde Baru. Kami khawatir ini akan mengganggu iklim investasi dan kebebasan ekonomi,” ujar salah satu aktivis dari kelompok sipil lokal.
Dampak Besar bagi Investor Korea
Kekhawatiran ini semakin terasa di kalangan investor asing, khususnya dari Korea Selatan. Indonesia merupakan pusat produksi penting bagi perusahaan Korea, terutama di sektor kendaraan listrik dan baterai.
Beberapa nama besar seperti Hyundai Motor Company, LG Energy Solution, dan EcoPro telah menanamkan investasi besar-besaran.
Hyundai Motor Company, misalnya, telah menyelesaikan pabrik otomotif di Indonesia dengan kapasitas produksi 150.000 unit per tahun sejak 2022. Perusahaan tersebut bahkan berencana memperluas kapasitas produksi hingga 250.000 unit dengan total investasi mencapai 2,27 triliun won (Rp22,9 triliun).
Selain itu, Hyundai dan LG Energy Solution juga membangun pabrik baterai melalui perusahaan patungan HLI Green Power dengan nilai investasi sekitar 1,5 triliun won (Rp11,3 triliun) dan kapasitas produksi tahunan 10 GWh, cukup untuk menyuplai 150.000 mobil listrik.
EcoPro Group pun tak ketinggalan. Lewat anak usahanya, EcoPro Materials, perusahaan ini telah berinvestasi di kilang nikel Indonesia sebagai bagian dari strategi ‘integrasi vertikal’ untuk mendukung produksi baterai.
Namun, semua rencana besar itu kini terancam. Kebijakan Baru, Ancaman Regulasi BaruPresiden Prabowo Subianto, mantan jenderal militer yang menjabat sejak Oktober 2024, diperkirakan akan mendapat dorongan besar dari revisi UU TNI ini.
Dengan militer yang diizinkan duduk di 14 lembaga pemerintah, ada kekhawatiran peraturan di sektor lingkungan, tenaga kerja, dan perpajakan akan semakin ketat.
“Kami khawatir aturan ini akan membawa dampak besar bagi iklim bisnis di Indonesia. Perusahaan Korea yang telah menanamkan modal besar bisa terjebak dalam regulasi yang lebih ketat, baik dari segi operasional maupun finansial,” kata seorang analis industri yang enggan disebutkan namanya.
Selain regulasi yang lebih ketat, kebijakan populis yang diusung Presiden Prabowo Subianto, seperti program makan siang gratis untuk anak sekolah, diperkirakan membutuhkan sumber daya finansial besar. Hal ini membuka kemungkinan pemangkasan insentif pajak bagi perusahaan asing demi menutup anggaran belanja negara.
“Ada kemungkinan besar keuntungan pajak yang selama ini dinikmati perusahaan asing akan berkurang atau bahkan dicabut untuk mendanai program kesejahteraan pemerintah,” tutur sang analis.
Investor Diharapkan Waspada
Sejumlah pengamat menilai bahwa perusahaan-perusahaan Korea yang masih dalam proses ekspansi atau baru memulai investasi harus lebih berhati-hati.
“Perusahaan seperti EcoPro yang belum sepenuhnya mengeksekusi investasinya perlu mempertimbangkan ulang strategi mereka. Jangan sampai mereka hanya menjadi pion dalam rezim baru ini,” ujar salah satu sumber dari kalangan industri, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari NewDaily Korea.
Dengan situasi yang terus berkembang, para investor, khususnya dari Korea Selatan, dihadapkan pada ketidakpastian yang kian besar. Apakah revisi UU ini akan benar-benar membebani investor atau justru membuka peluang baru di bawah pemerintahan militer? Semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya dari Presiden Prabowo dan jajaran pemerintahannya.
Indonesia masih memiliki daya tarik besar di mata investor global, terutama dengan kekayaan sumber daya nikel yang krusial bagi industri baterai. Namun, dengan revisi UU TNI yang kontroversial ini, jalan menuju masa depan investasi di Indonesia sepertinya akan lebih berliku dari sebelumnya.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News