Liputan6.com, Jakarta – Operasi penyelamatan di wilayah bencana kerap dihadapkan pada situasi berisiko tinggi. Bangunan tak stabil, akses tertutup, hingga keterbatasan jumlah personel menjadi tantangan utama bagi tim penyelamat di lapangan. Tantangan inilah yang mendorong Tim Bayu Sakti merancang sebuah solusi berbasis teknologi bernama Drone Rajawali.
Drone Rajawali dikembangkan sebagai alat bantu strategis yang menggabungkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), sistem navigasi mandiri, serta kemudahan pengoperasian. Tujuannya jelas yaitu membantu tim penyelamat bekerja lebih aman, cepat, dan efisien.
Berikut ide deretan fitur canggih Drone Rajawali:
Membaca Ancaman Lewat AI
Salah satu keunggulan utama Drone Rajawali terletak pada kemampuan AI-powered image recognition. Teknologi ini memungkinkan drone mengenali berbagai potensi bahaya di lokasi bencana, mulai dari retakan bangunan, label material berbahaya (hazard), hingga karat pada struktur.
Kemampuan tersebut membuat Rajawali dapat memberikan gambaran awal mengenai tingkat risiko di lapangan sebelum personel manusia diterjunkan. Bahkan, drone ini dilengkapi perangkat tambahan yang memungkinkan pengambilan sampel material tertentu untuk kebutuhan analisis.
“Deteksi ini penting agar tim penyelamat bisa membuat keputusan berbasis data sebelum masuk ke lokasi,” ujar Arga, salah satu anggota tim pengembang kepada Tekno Liputan6.com, Senin (15/12/2025).
Tetap Bergerak Meski Tanpa GPS
Keunggulan lain yang membedakan Rajawali dari drone pada umumnya adalah dirancang untuk tetap berfungsi dalam kondisi ekstrem. Drone ini mampu bergerak secara autonomous tanpa bergantung pada GPS, berkat dukungan teknologi AI LIDAR.
Kemampuan ini menjadi krusial mengingat dalam berbagai jenis bencana, jaringan komunikasi dan sistem navigasi satelit kerap terganggu atau bahkan lumpuh total.
Dalam kondisi darurat, Rajawali dapat memindai area yang dilaluinya dan menyusun peta digital secara real time. Peta ini kemudian digunakan sebagai panduan bagi tim penyelamat untuk menentukan jalur masuk maupun rute evakuasi yang paling aman.
Untuk sistem komunikasi, tim memilih frekuensi radio 2,4GHz dibandingkan WiFi. Alasannya, radio dinilai lebih stabil dan dapat diandalkan di tengah situasi bencana ketika infrastruktur jaringan umum sering kali lumpuh.
Efisiensi Kerja Tim di Lapangan
Rajawali juga dirancang agar mudah dioperasikan. Sistem kendali dan tampilan antarmuka dibuat sederhana sehingga dapat digunakan langsung oleh tim penyelamat tanpa keahlian teknis khusus di bidang drone.
Konsep ini memungkinkan terjadinya efisiensi besar dalam pengerahan personel. Dengan bantuan drone, tim kecil beranggotakan 2 hingga 6 orang dapat memantau area yang luas dan melakukan berbagai tugas yang biasanya memerlukan banyak tenaga manusia.
“Drone ini bisa mengerjakan pekerjaan yang setara dengan 40 orang di lapangan,” kata Arga.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5444904/original/014368200_1765792169-Tim_Bayu_Sakti_dengan_Drone_Rajawali__Liputan6.com_Arief_Ferdian_Maulana_.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)