Institusi: UPN Veteran Jakarta

  • 4 PR Pemerintah Terkait Maraknya Peredaran Rokok Ilegal

    4 PR Pemerintah Terkait Maraknya Peredaran Rokok Ilegal

    Jakarta, Beritasatu.com – Peredaran rokok ilegal yang kian marak di Indonesia tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi aspek sosial dan ekonomi yang lebih dalam. Pemerintah dinilai belum melakukan upaya pemberantasan secara maksimal.

    Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat berpendapat, langkah yang ditempuh pemerintah yang selama ini berupa pendekatan represif hanya menyentuh permukaan masalah, tanpa menangani penyebab utamanya, seperti mahalnya harga rokok legal dan rendahnya daya beli masyarakat.

    “Pendekatan pemberantasan yang hanya mengandalkan penindakan hukum dan pemusnahan produk terbukti tidak efektif,” ungkap Achmad, dikutip dari keterangannya, Kamis (12/12/2024).

    Achmad mengungkapkan, ada empat faktor yang menyebabkan upaya pemerintah selama ini belum ampuh memberantas peredaran rokok ilegal di pasaran.

    Pertama, harga rokok legal yang tidak terjangkau. Sebagai kebutuhan yang dianggap prioritas oleh sebagian masyarakat berpenghasilan rendah, harga rokok legal yang tinggi menjadi penghalang utama.

    “Mereka cenderung memilih produk yang lebih murah, meskipun itu ilegal dan berpotensi membahayakan kesehatan,” katanya.

    Kedua, pasokan rokok ilegal yang melimpah. Rokok ilegal tersedia dalam berbagai merek dan mudah diakses. Pilihan yang melimpah ini membuat konsumen tidak kesulitan mendapatkan produk alternatif dengan harga jauh lebih murah dibandingkan rokok legal.

    “Ketiga, fokus pada penindakan hukum. Strategi saat ini lebih banyak mengandalkan operasi penindakan dan pemusnahan, tetapi gagal memberikan solusi terhadap kebutuhan konsumen dan masalah ekonomi di balik tingginya permintaan rokok ilegal,” tuturnya.

    Terakhir atau keempat, kurangnya pendekatan komprehensif. Achmad menilai, upaya pemberantasan selama ini masih terfragmentasi. Pemerintah belum menerapkan kebijakan yang mencakup sisi ekonomi, distribusi, dan edukasi konsumen secara menyeluruh.

    “Untuk memberantas rokok ilegal secara efektif, pemerintah perlu mengadopsi strategi yang lebih menyeluruh, mencakup aspek distribusi dan edukasi,” pungkasnya.

  • Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Sering Kalah di Praperadilan, Ini Saran untuk KPK

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.

    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 

    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.

    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.

    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.

    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.

    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.

    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.

    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 

    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 

    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali mendulang kekalahan di proses praperadilan. Teranyar, di praperadilan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, atau Paman Birin. KPK diminta mempelajari cara Kejaksaan Agung (Kejagung), mengusut perkara hukum.
     
    “Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko, dalam keterangan yang dikutip Selasa, 19 Desember 2024. 
     
    Cecep membandingkan praperadilan yang dilakukan mantan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dan praperadilan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong. KPK kalah di praperadilan Paman Birin sementara Kejagung menang di praperadilan Tom Lembong.
    Cecep menyebut KPK harus belajar dari Kejagung, supaya tak kalah dalam praperadilan. Apalagi, penanganan perkara yang diusut KPK sangat spesifik, yakni hanya terkait tindak pidana korupsi.
     
    “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” kata Cecep.
     

    Senada, pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa, menilai KPK mesti memperkuat bukti dari niatan jahat. Sehingga, kata dia, KPK jangan hanya mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) yang disertai penyadapan.
     
    “Namun harus mengkonstruksi (membangun) suatu perkara sejak awal dengan mengumpulkan seluruh bukti tanpa melanggar hukum acara (formil). Hal inilah yang sering dilakukan pidsus Kejaksaan,” kata Beni.
     
    Berdasarkan itu pula, kata Beni, hakim tunggal pada PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan Tom Lembong. Menurut Beni, hal tersebut mesti jadi pelajaran KPK.
     
    “Karena hal itu pula, (KPK) perlu mengkonstruksi suatu perkara sejak awal. Sehingga terkumpul seluruh bukti dengan tanpa melanggar hukum acara/formilnya suatu perkara,” ungkap Beni.
     
    Menurut dia, membangun konstruksi kasus dari awal jauh lebih sulit ketimbang mengandalkan OTT yang selalu berdasarkan pengintaian dan penyadapan. Membangun kasus dari awal itu membutuhkan pemahaman hukum tinggi khususnya soal tindak pidana korupsi. 
     
    Karena itu, kata Beni, penyidik pada KPK penting untuk belajar dari Jampidsus, Kejagung dalam menangani kasus tindak pidana korupsi agar tidak mudah kalah ketika digugat praperadilan. 
     
    “KPK kendati punya kewenangan supervisi, tidak perlu malu untuk studi banding ke Jampidsus Kejagung untuk belajar mempertahankan argumentasi dalam menghadapi praperadilan. Itu sebabnya, penting mendiskusikan hal tersebut terutama dalam rangka menyiapkan roadmap pemberantasan korupsi ke depan,” kata Beni.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • Barang Mewah Kena PPN 12 Persen, Awas Warga Miskin Ikut Terdampak – Page 3

    Barang Mewah Kena PPN 12 Persen, Awas Warga Miskin Ikut Terdampak – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah untuk memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada barang-barang mewah memunculkan banyak pertanyaan di kalangan masyarakat. 

    Mengomentari hal ini, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan salah satu argumen yang sering digunakan untuk mendukung kebijakan ini adalah pajak tersebut hanya akan memengaruhi kalangan atas atau mereka yang mampu membeli barang-barang mewah. 

    Achmad menuturkan jika kita telaah lebih dalam, dampak dari kebijakan ini tidak sesederhana itu. Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil.

    “Kebijakan PPN yang tinggi untuk barang mewah sebenarnya menciptakan risiko bagi kelompok menengah yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Kelompok menengah sering kali menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tetapi mereka juga paling rentan terhadap kebijakan fiskal yang kurang memperhatikan dampak lanjutan,” jelas Achmad dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (8/12/2024).

    Achmad menambahkan ketika harga barang yang dulunya terjangkau oleh mereka menjadi lebih mahal, daya beli kelompok ini akan melemah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat mobilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi.

    Selain itu, menurut Achmad kelompok menengah sering kali menggunakan jasa atau produk yang berhubungan dengan barang mewah, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

    Misalnya, kelompok menengah mungkin menyewa kendaraan premium untuk acara tertentu, membeli barang elektronik berkualitas tinggi untuk pekerjaan, atau menggunakan layanan hotel yang dikenakan tarif lebih tinggi karena dianggap sebagai barang mewah. 

    “Dengan kenaikan tarif pajak, pengeluaran mereka untuk kebutuhan ini akan meningkat, mengurangi kapasitas mereka untuk menabung atau berinvestasi,” jelasnya.

     

  • PPN 12 Persen Khusus Barang Mewah, Ekonom: Rakyat Kecil akan Tetap Tanggung Beban

    PPN 12 Persen Khusus Barang Mewah, Ekonom: Rakyat Kecil akan Tetap Tanggung Beban

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah menyatakan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN)12 persen hanya pada barang-barang mewah. Meski begitu, dampak kenaikan tarif pajak tersebut dinilai tetap akan membebani masyarakat berpenghasilan menengah hingga rendah alias rakyat kecil.

    “Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil,” ungkap ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (8/12/2024).

    Achmad menjelaskan, dampak kebijakan PPN 12 persen ini akan dirasakan oleh kelompok ekonomi kecil melalui mekanisme ekonomi “spill over effect”, yakni ketika harga barang-barang mewah mengalami kenaikan, biaya hidup secara keseluruhan juga meningkat.

    “Misalnya, kenaikan tarif PPN pada kendaraan bermotor mewah dapat memengaruhi biaya logistik dan transportasi barang kebutuhan pokok. Akhirnya, konsumen dari semua lapisan ekonomi harus membayar harga yang lebih tinggi untuk barang kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.

    Selain itu, Achmad menuturkan, kelompok kecil juga sering kali bekerja di sektor-sektor yang mendukung konsumsi barang mewah. Ketika permintaan barang mewah menurun akibat PPN 12 persen, pekerjaan mereka juga ikut terdampak.

    “Contohnya, pekerja di industri perhotelan, katering untuk acara-acara besar, atau bahkan pedagang kecil yang berjualan di sekitar kawasan mewah bisa kehilangan pendapatan jika konsumsi pada sektor ini menurun,” ungkapnya.

    Selanjutnya, tarif PPN 12 persen untuk barang mewah juga menciptakan risiko bagi kelompok menengah yang sedang berusaha meningkatkan taraf hidupnya.

    Menurut Achmad, kelompok menengah sering kali menjadi tulang punggung ekonomi nasional, tetapi mereka juga paling rentan terhadap kebijakan fiskal yang kurang memperhatikan dampak lanjutan.

    “Ketika harga barang yang dahulunya terjangkau oleh mereka menjadi lebih mahal, daya beli kelompok ini akan melemah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat mobilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi,” bebernya.

    Selain itu, kata Achmad, kelompok menengah sering kali menggunakan jasa atau produk yang berhubungan dengan barang mewah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

    “Dengan kenaikan tarif pajak, pengeluaran mereka untuk kebutuhan ini akan meningkat, mengurangi kapasitas mereka untuk menabung atau berinvestasi,” paparnya terkait PPN 12 persen barang mewah.

  • Terapkan PPN 12 Persen, Pemerintah Perlu Perjelas Definisi Barang Mewah

    Terapkan PPN 12 Persen, Pemerintah Perlu Perjelas Definisi Barang Mewah

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai pemerintah sering menggunakan istilah “barang mewah” tanpa memberikan definisi yang jelas. Hal ini perlu dipertegas menyusul akan diberlakukannya kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 2025.

    Achmad Nur menyambahkan, barang mewah dalam konteks pajak biasanya meliputi kendaraan bermotor premium, perhiasan, barang elektronik mahal, hingga properti dengan nilai tertentu. Namun, batasan nilai barang yang dianggap mewah sering kali tidak sesuai dengan daya beli masyarakat pada tingkat menengah ke bawah.

    Ia juga menyoroti potensi perubahan definisi barang mewah akibat inflasi atau kenaikan harga. Menurutnya, produk yang sebelumnya dianggap kebutuhan sekunder bisa saja masuk kategori barang mewah dan dikenakan pajak lebih tinggi.

    “Sebagai contoh, beberapa barang elektronik seperti ponsel kelas menengah atas yang sering digunakan untuk bekerja atau pendidikan, kini bisa dikenakan pajak yang lebih tinggi,” kata Achmad Nur, Minggu (8/12/2024).

    Achmad Nur menegaskan, tanpa batasan dan definisi yang jelas, masyarakat kelas menengah ke bawah berisiko terkena dampak negatif dari kebijakan PPN 12 persen.

    Menurutnya, pemerintah perlu menetapkan kriteria barang mewah yang tegas untuk menghindari salah sasaran dalam penerapan PPN 12 persen, terutama pada barang yang sebenarnya menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat.

  • Membandingkan Gugatan Praperadilan Tom Lembong dan Paman Birin terhadap Jampidsus-KPK

    Membandingkan Gugatan Praperadilan Tom Lembong dan Paman Birin terhadap Jampidsus-KPK

    loading…

    Sidang Praperadilan Tom Lembong di PN Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024). FOTO/SINDOnews/ARI SANDITA

    JAKARTA – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ( Jampidsus ) Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menghadapi gugatan Praperadilan di waktu yang hampir bersamaan. Jampidsus digugat oleh tersangka kasus importasi gula, Thomas Lembong, sedangkan KPK digugat oleh Sahbirin Noor yang dijadikan tersangka kasus gratifikasi.

    Dua gugatan praperadilan tersebut menarik dicermati karena hasilnya sangat berbeda. Thomas Lembong lewat kuasa hukumnya mendaftar gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 5 November 2024. Selama persidangan, kuasa hukum Tom Lembong berupaya membuktikan ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka untuk kasus dugaan korupsi importasi gula. Salah satu yang ingin dibuktikan kuasa hukum Tom Lembong terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus itu. Namun hakim memutuskan menolak gugatan tersebut.

    Adapun Sahbirin Noor atau akrab disapa Paman Birin mendaftarkan gugatan praperadilan pada 10 Oktober 2024 setelah dijadikan tersangka karena tertangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 Oktober 2024. KPK terus mengumpulkan bukti dengan memeriksa 17 saksi hingga 31 Oktober 2024 untuk menjerat Paman Birin. Sidang praperadilan Paman Birin terhadap KPK berlangsung hingga 12 November yang pada akhirnya majelis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan itu. Berselang sehari putusan praperadilan itu, Paman Birin mengundurkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Selatan meski masih menyisakan waktu masa jabatannya.

    Pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Cecep Handoko mengatakan, KPK yang kerap kalah dalam gugatan praperadilan seharusnya lebih cermat dalam menangani sebuah perkara. Apalagi KPK merupakan lembaga hukum yang khusus menangani perkara korupsi.

    “Menarik bila ditarik ke belakang, di mana KPK hadir untuk memberantas korupsi, tidak seperti lembaga hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Polri, yang memang lahir mencakup seluruh penanganan perkara hukum. Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara,” kata Cecep dalam keterangannya, Minggu (8/12/2024).

    Pria yang karib disapa Ceko ini meminta KPK mawas diri dengan cara belajar kepada Kejakgung agar dalam menangani sebuah perkara tidak digugat dan kalah lagi lewat praperadilan. “Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan,” ujarnya.

    Senada disampaikan pengamat hukum pidana UPN Veteran Jakarta, Beni Harmoni Harefa. Menurutnya, yang terpenting dari kasus korupsi adalah membuktikan perbuatan niat jahatnya. Hal itu pula yang ingin dibuktikan Tom Lembong lewat kuasa hukumnya pada waktu praperadilan, termasuk soal belum ada perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus itu.

    “Sejatinya objek praperadilan berdasarkan Pasal 77 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sah tidaknya penangkapan, penahanan, sah tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan serta ganti rugi dan rehabilitasi. Pasca-perluasan objek praperadilan melalui Putusan MK No 21/PUU/XII/2014, maka termasuk objek praperadilan sah tidaknya penetapan tersangka, sah tidaknya penggeledahan dan sah tidaknya penyitaan. Pembatasan semuanya pengujian ini dalam ranah acara/formil,” ujar Beni.

  • Pengamat: Pendekatan kepada pemilih diperlukan tingkatkan partisipasi

    Pengamat: Pendekatan kepada pemilih diperlukan tingkatkan partisipasi

    Jakarta (ANTARA) – Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma mengatakan, sosialisasi dan pendekatan kepada para pemilih untuk menumbuhkan kesadaran politik perlu dilakukan supaya tetap mau meluangkan waktu untuk ke tps.

    “Rencana diselenggarakannya (pemilihan suara ulang) atau psu di beberapa daerah sangat berpotensi menimbulkan kejenuhan para pemilih yang akan berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat,” kata Ardli saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, dengan adanya kejenuhan para pemilih ini tentu akan menimbulkan tingkat partisipasi pemilih akan berkurang dan turun.

    Untuk itu kata dia, kpu sebagai penyelenggara pada Pilkada serentak 2024 harus mensosialisasikan dan melakukan pendekatan kepada para pemilih supaya mereka mau meluangkan waktu ke tps.

    “Harus ada upaya-upaya yang nyata misalnya memberikan sosialisasi dan pendekatan kepada para pemilih,” ujarnya.

    Ia menambahkan, penyelenggara juga harus bisa meyakinkan kepada pemilih bahwa partisipasi politik merupakan kebutuhan warga negara untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

    Terutama kata Ardli bagi negara yang berpegang kepada demokrasi sehingga hak warga untuk menentukan pemimpinnya perlu terus dijaga.

    “Ini harus menjadi nilai yang diyakini bersama oleh masyarakat sehingga mereka akan berpartisipasi saat diselenggarakannya psu nanti dan menggunakan hak suara mereka,” tuturnya.

    Sebelumnya, Anggota KPU RI Iffa Rosita mengungkapkan ada sekitar 456 tempat pemungutan suara (tps) yang akan kembali melakukan pemungutan suara Pilkada serentak 2024.

    Berdasarkan data KPU RI pada hari Senin (2/12), pukul 21.15 WIB, ada sebanyak 146 tps akan melakukan pemungutan suara ulang (psu), 242 tps pemungutan suara susulan (pss) dan 68 tps melakukan pemungutan suara lanjutan (psl).

    “Ini data terbaru (total 456 tps),” kata Iffa.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pakar ingatkan calon kepala daerah tidak berkampanye di masa tenang

    Pakar ingatkan calon kepala daerah tidak berkampanye di masa tenang

    Ilustrasi Pilkada 2024. (ANTARA/HO)

    Pakar ingatkan calon kepala daerah tidak berkampanye di masa tenang
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 23 November 2024 – 13:05 WIB

    Elshinta.com – Pakar ilmu politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Ardli Johan Kusuma mengingatkan calon kepala daerah untuk tidak berkampanye pada masa tenang Pilkada 2024, yakni pada 24-26 November.

    “Hendaknya semua pasangan calon kepala daerah beserta timsesnya (tim suksesnya) menaati peraturan saat masa tenang nanti, dan tidak lagi melakukan aktivitas-aktivitas kampanye, baik yang tersembunyi atau terselubung, apalagi kampanye terbuka,” kata Ardli saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

    Ia menjelaskan bahwa semua pihak yang berkepentingan dalam pilkada harus patuh dan tunduk untuk mengikuti aturan yang berlaku. Selain itu, dia mengingatkan agar calon kepala daerah dapat menjadi teladan bagi masyarakat pemilihannya dengan mencopot alat peraga kampanye (APK).

    “Jika hal itu bisa dilakukan, maka akan bisa menjadi contoh bagi masyarakat bahwa calon pemimpin di daerah mereka adalah orang-orang yang taat hukum,” ujarnya.

    Sementara itu, dia mengingatkan penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), untuk dapat memantau potensi pelanggaran yang dilakukan calon kepala daerah selama masa tenang.

    “Jika memang terjadi pelanggaran selama masa tenang, maka penyelenggara dan pengawas pemilu harus bisa bersikap tegas untuk memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” katanya.

    Berikut jadwal tahapan Pilkada 2024:

    – Pada tanggal 25 September–23 November 2024: Pelaksanaan kampanye

    – Pada tanggal 27 November 2024: Pelaksanaan pemungutan suara

    – Pada tanggal 27 November–16 Desember 2024: Penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

    Sumber : Antara

  • Pakar: Putusan MK soal desain surat suara patut diapresiasi

    Pakar: Putusan MK soal desain surat suara patut diapresiasi

    “Karena nantinya pemilih bisa lebih jelas dalam menentukan sikap atau pilihannya dalam situasi pilkada yang hanya memiliki calon tunggal,”

    Jakarta (ANTARA) – Pakar ilmu politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Ardli Johan Kusuma mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan desain surat suara pilkada calon tunggal patut diapresiasi.

    “Karena nantinya pemilih bisa lebih jelas dalam menentukan sikap atau pilihannya dalam situasi pilkada yang hanya memiliki calon tunggal,” kata Ardli saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa desain surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon, serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pasangan calon tunggal dapat membuat masyarakat lebih mudah memahami, dan tidak bingung terkait pilihan mereka dalam pilkada.

    Walaupun demikian, dia mengingatkan bahwa hal terpenting adalah bagaimana partai politik berupaya melakukan rekrutmen politik untuk menghadirkan pilkada yang kompetitif, bukan sekadar pilkada calon tunggal.

    “Sehingga masyarakat bisa merasakan esensi dari proses pemilihan umum, di mana mereka bisa benar-benar memilih dari para kandidat yang tersedia,” ujarnya.

    Sebelumnya, MK dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 memutuskan mengubah ketentuan perubahan desain surat suara pilkada calon tunggal, dan mulai berlaku pada Pilkada 2029.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11).

    MK menilai Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota inkonstitusional bersyarat.

    Dalam pertimbangannya, MK menyoroti keterangan dalam surat suara yang digunakan pada pilkada calon tunggal saat ini yang berbunyi “Coblos pada: Foto pasangan calon atau kolom kosong tidak bergambar”.

    Menurut MK, narasi keterangan tersebut bukan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu pilihan sebab keterangan tersebut tidak dilengkapi dengan narasi yang menggambarkan implikasi dari masing-masing pilihan.

    Oleh sebab itu, Mahkamah menilai narasi keterangan dimaksud dapat menimbulkan mispersepsi bagi pembaca, mengingat tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan tempat untuk menyatakan pilihan tidak setuju terhadap calon tunggal.

    MK berpendapat bahwa kesalahpahaman akibat ketiadaan informasi atau penjelasan yang utuh dalam keterangan yang dimuat pada desain surat suara untuk pilkada calon tunggal secara langsung akan berdampak pada para pemilih dalam mengambil keputusan.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pernyataan Prabowo di KTT APEC Dinilai Relevan, Pengamat Soroti Ketimpangan Perdagangan Global

    Pernyataan Prabowo di KTT APEC Dinilai Relevan, Pengamat Soroti Ketimpangan Perdagangan Global

    Jakarta, Beritasatu.com – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada Leaders Retreat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2024 di Lima, Peru, beberapa waktu lalu dianggap relevan oleh Achmad Nur Hidayat, pengamat ekonomi sekaligus pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta.

    Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menekankan pentingnya perdagangan internasional yang terbuka, teratur, dan adil. Menurut Hidayat, sikap ini menunjukkan perhatian Indonesia terhadap berbagai tantangan global untuk menciptakan perdagangan yang inklusif dan seimbang.

    “Indonesia percaya bahwa komitmen nyata dari para pemimpin dunia diperlukan untuk memastikan perdagangan bebas yang tetap berlandaskan keadilan. Posisi Indonesia jelas, kebijakan perdagangan global harus memberikan manfaat tidak hanya bagi negara maju tetapi juga bagi negara berkembang dan kecil. Ini penting, mengingat ketimpangan dalam perdagangan internasional sering kali menghambat pertumbuhan ekonomi negara-negara kecil,” ujar Hidayat kepada media, Senin (18/11/2024).

    Hidayat menambahkan, pandangan seperti ini bukan pertama kalinya disampaikan Indonesia. Saat menjadi presidensi G-20 pada 2022, pesan serupa telah digaungkan. Namun, dunia justru menghadapi eskalasi konflik geopolitik dan ketidakadilan yang semakin nyata.

    “Pada masa itu, konflik Rusia-Ukraina menjadi perhatian utama. Kini, tragedi di Gaza memperburuk krisis kemanusiaan global. Retorika mengenai keterbukaan, keteraturan, dan keadilan harus diterjemahkan ke dalam langkah konkret, bukan sekadar wacana,” lanjutnya.

    Sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di kawasan Asia-Pasifik, Indonesia memiliki peran strategis untuk menjadi panutan dan penggerak dalam membangun sistem perdagangan global yang lebih adil, tidak hanya untuk kawasan tetapi juga di tingkat global.

    Meski demikian, Hidayat menyadari bahwa kenyataan saat ini masih jauh dari harapan. Ketimpangan ekonomi, konflik geopolitik, dan ketidaksetaraan dalam sistem perdagangan internasional terus menjadi penghambat utama.

    Menurutnya, saat ini, sistem perdagangan dunia didominasi negara maju, sementara negara berkembang hanya mendapatkan sedikit bagian. “Ketimpangan seperti ini menciptakan siklus ketidakadilan yang sulit diubah tanpa reformasi menyeluruh,” jelasnya.

    Hidayat menekankan bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pelopor dalam mewujudkan sistem perdagangan global yang terbuka, terorganisasi, dan adil. Konsep ini melibatkan perdagangan bebas tanpa hambatan proteksionis, transparansi dalam sistem ekonomi, serta distribusi manfaat yang merata untuk semua negara.