Institusi: UPN Veteran Jakarta

  • Besok Danantara Diluncurkan Prabowo, Diyakini Jadi Motor Penguatan Ekonomi Indonesia: Itu Ilusi – Halaman all

    Besok Danantara Diluncurkan Prabowo, Diyakini Jadi Motor Penguatan Ekonomi Indonesia: Itu Ilusi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto akan meluncurkan badan pengelola investasi Indonesia yaitu Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin (24/2/2025).

    Pembentukan Danantara sejalan dengan model yang telah diterapkan oleh beberapa negara lain, seperti Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia. 

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, anggapan bahwa Danantara bisa langsung menjadi motor penguatan ekonomi Indonesia dalam waktu singkat adalah ilusi. 

    “Masih banyak tantangan yang harus diselesaikan sebelum lembaga ini dapat diandalkan untuk memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional,” ujar Achmad kepada Tribunnews, Minggu (23/2/2025).

    Ia menyampaikan, untuk memahami tantangan yang dihadapi Danantara, maka perlu melihat perjalanan panjang dua lembaga serupa yang telah lebih dahulu sukses yakni Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia.

    Menurutnya, Temasek Holdings dibentuk pada 1974 dengan tujuan mengelola investasi negara secara independen. Keberhasilannya tidak datang dalam semalam. 

    Temasek harus melalui berbagai fase reformasi, pembelajaran dari kegagalan, serta peningkatan tata kelola dan profesionalisme selama bertahun-tahun. 

    “Salah satu faktor kunci yang membuat Temasek berhasil adalah independensi dari intervensi politik, struktur kepemimpinan yang profesional, serta kepercayaan investor internasional terhadap transparansi dan manajemen risikonya,” ujarnya.

    Kemudian, Khazanah Nasional didirikan pada 1993, juga menghadapi jalan panjang dan berliku sebelum akhirnya dianggap sebagai sovereign wealth fund yang kompetitif. 

    Seperti Temasek, Khazanah juga memiliki tantangan internal, termasuk restrukturisasi BUMN, pengelolaan aset strategis, dan peningkatan daya saing global. 

    Keberhasilan Khazanah sangat bergantung pada kredibilitasnya dalam mengelola investasi dan menjaga profesionalisme dalam tata kelola aset negara.

    “Dalam dua contoh tersebut, ada satu kesamaan utama, tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. Mereka membutuhkan puluhan tahun untuk membangun reputasi internasional, menarik investasi global, dan mengelola aset dengan efisiensi tinggi,” paparnya.

    Jangan Ambisius

    Achmad menyampaikan, Danantara bukan ide yang buruk, tetapi untuk menjadikannya sebagai motor penguatan ekonomi Indonesia tanpa membebani APBN masih terlalu jauh. 

    Sebab, tantangan yang dihadapi terlalu besar untuk di atasi dalam waktu singkat. 

    Ia mengatakan, Indonesia harus belajar dari pengalaman Temasek dan Khazanah bahwa kesuksesan membutuhkan waktu, konsistensi, profesionalisme, dan independensi dari politik.

    Singkatnya, Kata Achmad, Danantara masih butuh waktu panjang untuk membuktikan diri sebelum bisa menjadi motor penguatan ekonomi Indonesia tanpa membebani APBN. 

    Ia menyebut, mengelola aset negara bukanlah hal yang bisa dilakukan secara instan. 

    “Jika tidak dikelola dengan hati-hati, alih-alih membawa keuntungan, Danantara justru bisa menjadi beban baru bagi perekonomian Indonesia,” ucapnya.

    Besok Diluncurkan

    Presiden Prabowo mengusulkan, seluruh mantan presiden Indonesia untuk menjadi pengawas bagi pelaksanaan Danantara sebagai kekuatan energi masa depan.

    “Danantara adalah kekuatan energi masa depan dan ini harus kita jaga bersama karena itu saya minta semua presiden sebelum saya berkenan ikut menjadi pengawas di dana ini,” kata Prabowo saat puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-17 Partai Gerindra dikutip Minggu (16/2/2025).

    Bahkan, Prabowo juga ingin melibatkan para organisasi keagamaan mulai dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah bahkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk bersama-sama mengawal Danantara.

    “Saya juga berpikir kalau perlu pimpinan NU, pimpinan Muhammadiyah, pimpinan mungkin dari KWI dan sebagainya yang lain ikut juga membantu mengawasi,” ucap Prabowo.

    “Supaya ini adalah uang rakyat ini adalah uang anak-anak dan cucu cucu kita dan nilainya adalah hampir 980 miliar dolar AS aset under management,” sambungnya.

    Sementara itu dalam acara forum internasional World Government Summit yang digelar di Dubai pada Kamis (13/2/2025), Presiden Prabowo menyebut Danantara bakal menjadi badan yang mengelola proyek berkelanjutan dan berdampak tinggi.

    Rencananya, kata Prabowo, Danantara bakal diluncurkan pada 24 Februari 2025 mendatang.

    “Danantara, yang akan diluncurkan pada tanggal 24 Februari bulan ini, akan menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara kita ke dalam proyek-proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan dan lain-lain,” jelas Prabowo, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (14/2/2025).

    Selain itu, Prabowo juga berharap dengan adanya Danantara bakal bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8 persen seperti janji politiknya dulu.

    Sehingga, imbuhnya, Danantara bakal mengelola dana lebih dari 900 miliar dolar AS atau setara dengan Rp14 ribu triliun.

    Prabowo menjelaskan, untuk pendanaan awal, Danantara bakal menampung sekitar 20 miliar dolar AS.

    “Saya rasa ini akan menjadi langkah transformatif. Kami berencana untuk memulai sekitar 15 hingga 20 proyek bernilai miliaran dolar, dan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara kami,” ujarnya.

    “Saya sangat yakin, saya sangat optimistis. Indonesia akan maju dengan kecepatan penuh,” sambungnya.

  • INFOGRAFIS Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan

    INFOGRAFIS Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan

    TRIBUNJATENG.COM – Infografis Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan.

    lihat foto
    Grafis Presiden Prabowo Efisiensi Anggaran

    lihat foto
    Grafis Presiden Prabowo Efisiensi Anggaran

    Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun. 

    Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun. 

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.

    Pemotongan anggaran yang drastis terhadap kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kehilangan lebih dari 70 persen anggarannya, telah berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital. 

    “Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan,” tutur Achmad kepada Tribunnews, Minggu (16/2/2025).

    Ia menyampaikan, dampak lainnya juga terlihat pada lembaga strategis seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang mengalami pemotongan lebih dari 50 persen. 

    Akibatnya, kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini bencana melemah, meningkatkan risiko terhadap keselamatan masyarakat. 

    “Hal ini menjadi bukti bahwa efisiensi yang tidak terencana dapat berujung pada dampak yang lebih besar dan berbahaya,” kata Achmad.

    Tidak hanya itu, Achmad menyebut, pemotongan anggaran yang dilakukan serampangan telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI. 

    Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, Achmad melihat dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius.

    “Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital,” papar Achmad.

    Lebih lanjut Achmad menyampaikan, kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk. Ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga. 

    Dampak Positif

    Pengurangan Pemborosan: Dengan adanya pemangkasan anggaran, pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan pengadaan barang yang kurang prioritas, dapat diminimalisasi. 

    Hal ini seharusnya membuat anggaran lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

    Peningkatan Efisiensi: Pemotongan anggaran memaksa kementerian dan lembaga untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya, misalnya dengan mengoptimalkan teknologi dan digitalisasi 
    dalam pelayanan publik.

    Dampak Negatif

    Penurunan Kualitas Layanan Publik: Banyak layanan esensial menjadi terganggu akibat pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kebencanaan adalah yang paling terdampak.

    PHK Massal dan Ketidakpastian Tenaga Kerja: Banyak pegawai di berbagai lembaga pemerintah menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap ekonomi nasional.

    Gangguan pada Proyek Infrastruktur: Pemotongan anggaran di sektor infrastruktur telah menyebabkan penundaan atau pembatalan proyek-proyek strategis. 

    Hal ini akan berdampak pada konektivitas nasional, daya saing ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas.

    Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran. 

    Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana. 

    “Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar kebijakan ini tidak merugikan kepentingan publik. Rakyat harus bersikap kritis dan menolak jika kebijakan efisiensi ini lebih banyak membawa dampak buruk dibanding manfaat,” ucapnya.

  • Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan – Halaman all

    Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun. 

    Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun. 

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.

    Pemotongan anggaran yang drastis terhadap kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kehilangan lebih dari 70 persen anggarannya, telah berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital. 

    “Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan,” tutur Achmad kepada Tribunnews, Minggu (16/2/2025).

    Ia menyampaikan, dampak lainnya juga terlihat pada lembaga strategis seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang mengalami pemotongan lebih dari 50%. 

    Akibatnya, kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini bencana melemah, meningkatkan risiko terhadap keselamatan masyarakat. 

    “Hal ini menjadi bukti bahwa efisiensi yang tidak terencana dapat berujung pada dampak yang lebih besar dan berbahaya,” kata Achmad.

    Tidak hanya itu, Achmad menyebut, pemotongan anggaran yang dilakukan serampangan telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI. 

    Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, Achmad melihat dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius. 

    “Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital,” papar Achmad.

    Lebih lanjut Achmad menyampaikan, kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk. Ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga. 

    Dampak Positif

    Pengurangan Pemborosan: Dengan adanya pemangkasan anggaran, pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan pengadaan barang yang kurang prioritas, dapat diminimalisasi. 

    Hal ini seharusnya membuat anggaran lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

    Peningkatan Efisiensi: Pemotongan anggaran memaksa kementerian dan lembaga untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya, misalnya dengan mengoptimalkan teknologi dan digitalisasi 
    dalam pelayanan publik.

    Dampak Negatif

    Penurunan Kualitas Layanan Publik: Banyak layanan esensial menjadi terganggu akibat pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kebencanaan adalah yang paling terdampak.

    PHK Massal dan Ketidakpastian Tenaga Kerja: Banyak pegawai di berbagai lembaga pemerintah menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap ekonomi nasional.

    Gangguan pada Proyek Infrastruktur: Pemotongan anggaran di sektor infrastruktur telah menyebabkan penundaan atau pembatalan proyek-proyek strategis. 

    Hal ini akan berdampak pada konektivitas nasional, daya saing ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas.

    Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran. 

    Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana. 

    “Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar kebijakan ini tidak merugikan kepentingan publik. Rakyat harus bersikap kritis dan menolak jika kebijakan efisiensi ini lebih banyak membawa dampak buruk dibanding manfaat,” ucapnya.

  • Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan – Halaman all

    Efisiensi Anggaran Demi MBG: Tak Berdampak Besar ke Masyarakat, Hanya Hilangkan Pendapatan Pedagang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Pemerintah dinilai seharusnya memastikan efisiensi anggaran diarahkan pada belanja yang berkualitas dan memberikan dampak maksimal bagi perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menghabiskan Rp71 triliun dan direncanakan bertambah Rp100 triliun pada 2025, tidak dapat dikategorikan sebagai belanja berkualitas karena memiliki dampak ekonomi yang minim serta berpotensi menimbulkan efek samping negatif. 

    “Program MBG tidak memberikan dampak signifikan dalam penciptaan lapangan pekerjaan maupun peningkatan daya beli masyarakat,” kata Achmad kepada Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (14/2/2025).

    Menurutnya, sebaliknya, kebijakan ini justru dapat menutup sumber pendapatan bagi para pedagang kantin sekolah yang selama ini bergantung pada aktivitas jual beli di lingkungan pendidikan. 

    Dengan hilangnya pasar mereka, kata Achmad, terjadi penurunan daya beli dan perputaran ekonomi lokal yang seharusnya menjadi prioritas dalam pengelolaan anggaran negara.

    Ia menyampaikan, salah satu indikator belanja berkualitas adalah adanya efek domino yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 

    “Program MBG, yang diselenggarakan dengan skema sentralisasi, malah membatasi ruang bagi usaha kecil dan menengah untuk berkembang,” ujarnya.

    “Alokasi dana sebesar itu seharusnya diarahkan ke sektor yang lebih produktif, seperti penciptaan lapangan pekerjaan, investasi dalam industri berbasis ekspor, dan peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM. Dengan demikian, dampak ekonominya akan jauh lebih luas dan berkelanjutan,” sambung Achmad.

    Selain itu, Achmad menyampaikan, pemerintah harus memperhitungkan kondisi fiskal yang semakin terbatas akibat akumulasi utang dari pemerintahan sebelumnya. 

    Per November 2024, total utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp8.680,13 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB hampir 40 persen. 

    Beban bunga utang pun terus meningkat, di mana pada Semester I 2024, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp239,96 triliun atau 48,3?ri pagu APBN 2024. 

    Untuk tahun 2025, rencana pembayaran bunga utang bahkan mencapai Rp552,9 triliun, meningkat 10,8?ri outlook 2024 yang sebesar Rp499 triliun. 

    “Dengan angka-angka ini, semakin jelas bahwa efisiensi anggaran harus diarahkan pada belanja yang benar-benar memiliki dampak nyata bagi masyarakat,” tuturnya.

    “Dengan utang yang terus menumpuk, termasuk beban bunga yang semakin besar, efisiensi anggaran harus diprioritaskan pada proyek-proyek yang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Achmad.

  • ESDM: Generasi muda jadi kunci perbaikan kebijakan energi masa depan

    ESDM: Generasi muda jadi kunci perbaikan kebijakan energi masa depan

    Jakarta (ANTARA) – Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Lana Saria mengemukakan bahwa generasi muda memiliki peluang menjadi kunci dalam mewujudkan kebijakan energi yang jauh lebih baik sesuai dengan perkembangan teknologi dan globalisasi serta seimbang antara kebutuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan.

    Salah satu pemahaman untuk generasi muda adalah bagaimana transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) terus dijalankan oleh pemerintah di tengah kebutuhan energi yang terus meningkat.

    Lana dalam keterangan di Jakarta, Kamis menjelaskan, total kapasitas terpasang pembangkit EBT pada tahun 2024 mencapai 15 Gigawatt (GW) atau 15 persen dari total pembangkit sebesar 101 GW.

    “Pada periode 2025- 2034 direncanakan penambahan 71 GW pembangkit dimana 72 persennya berasal dari EBT dan energy storage,” jelas Lana.

    Selain itu, penggunaan biodiesel juga terus ditingkatkan. Produksi biodiesel tahun 2024 mencapai 13,15 juta KL untuk pelaksanaan program B35. Program ini dapat menghemat devisa sebesar 9,33 miliar dolar AS atau Rp147,5 triliun.

    “Mulai tahun 2025 program mandatori ini meningkat menjadi B40,” kata Lana usai pembukaan lomba debat energi antarmahasiswa di Jakarta, Rabu (5/2).

    Pemerintah, lanjut Lana berharap melalui debat ini, para peserta tidak hanya menunjukkan kecakapan berbicara dan berargumentasi, tetapi juga mampu memperlihatkan pemahaman mendalam tentang isu-isu energi yang kompleks.

    “Saya tentunya menyampaikan terima kasih kepada Dunia Energi selaku penyelenggara acara ini beserta peserta dari berbagai perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam mewujudkan acara ini,” jelas Lana.

    Keluar sebagai juara dalam lomba debat ini adalah Tim Pertamina dari Universitas Pertamina setelah unggul dari Santai Well dari Institut Teknologi PLN. Sementara Tiryata UPN Veteran Jakarta dan Sigmaxxim Universitas Diponegoro ditetapkan sebagai pemenang juara 3 bersama.

    Direktur Utama PT Visi Dunia Energi, Hidayat Tantan selaku penyelenggara lomba debat tersebut menyatakan Tim Pertamina berhasil menjadi juara dengan keunggulan sangat tipis.

    “Pemahaman tema debat tentang transisi energi berhasil dikuasai dengan baik oleh para peserta. Namun dewan juri tetap harus memilih mana yang lebih unggul dari berbagai parameter yang telah ditetapkan,” kata Tantan.

    Dewan juri yang terdiri dari Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak, Dosen Program Studi Manajemen Produksi Media, Fikom Universitas Padjadjaran Rachman Ridatullah, serta Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro yang bertindak sebagai juri tamu dari pemerintah.

    Ada enam tema yang dikupas secara mendalam para peserta debat di babak empat besar mulai dari penggunaan energi fosil di era transisi energi, peran perbankan dalam membiayai pengembangan green energy, peran sumber daya manusia dalam transisi energi Indonesia, kebijakan pemerintah dalam wujudkan ketahanan energi, pengembangan energi baru terbarukan, serta hilirisasi.

    Pewarta: Faisal Yunianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ekonom nilai deflasi jadi sinyal pelemahan daya beli masyarakat

    Ekonom nilai deflasi jadi sinyal pelemahan daya beli masyarakat

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom nilai deflasi jadi sinyal pelemahan daya beli masyarakat
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 04 Februari 2025 – 17:16 WIB

    Elshinta.com – Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, deflasi bulan Januari 2025 yang tercatat 0,76 persen (month to month/mtm) menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat.

    Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan deflasi ini disebabkan oleh diskon tarif listrik 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya hingga 2.200 VA, Achmad memandang tren ini menunjukkan indikasi yang lebih serius terhadap permintaan domestik.

    “Analisis lebih dalam mengungkapkan bahwa meskipun faktor ini berkontribusi pada penurunan indeks harga konsumen (IHK), angka deflasi yang signifikan ini merupakan bukti nyata dari melemahnya daya beli masyarakat,” kata Achmad, di Jakarta, Selasa.

    Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus mengalami penurunan sejak pertengahan 2024, mencerminkan kehati-hatian masyarakat dalam berbelanja.

    Tren inflasi tahunan yang terus melambat, dari 3,00 persen (year on year/yoy) pada April 2024 menjadi hanya 2,12 persen (yoy) pada Januari 2025, kian memperkuat indikasi lemahnya konsumsi rumah tangga.

    Achmad menilai, penurunan daya beli ini bukan sekadar fluktuasi ekonomi, namun mencerminkan tantangan yang harus segera diatasi.

    Data BPS menunjukkan jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menyusut dari 21,5 persen pada 2019 menjadi 17,1 persen pada 2024.

    Ia mengatakan bahwa hal itu berarti sekitar 10 juta individu mengalami ketidakpastian ekonomi tanpa mendapat bantuan signifikan dari pemerintah.

    “Kelas menengah memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekonomi nasional. Mereka adalah konsumen utama bagi sektor barang dan jasa, dan juga merupakan kelompok yang memiliki kemampuan investasi yang cukup besar. Penurunan jumlah kelas menengah berarti berkurangnya konsumsi rumah tangga, yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya lagi.

    Lebih lanjut, Achmad menuturkan lemahnya daya beli masyarakat turut berdampak pada sektor usaha, terutama ritel dan manufaktur.

    Indeks penjualan ritel yang terus menurun sejak kuartal III-2024 menunjukkan bahwa konsumen semakin mengurangi pengeluarannya.

    Tingginya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku dan energi global, juga semakin menekan margin keuntungan usaha.

    Akibatnya, beberapa usaha kecil dan menengah (UKM) terpaksa melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.

    “Beberapa di antaranya terpaksa menutup usaha, sementara yang lain harus melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja. Fenomena ini menimbulkan efek domino, di mana meningkatnya angka pengangguran semakin memperburuk daya beli masyarakat,” katanya pula.

    Untuk mengatasi pelemahan daya beli, Achmad menyarankan beberapa langkah strategis.

    Pertama, penciptaan lapangan kerja berkualitas melalui insentif bagi industri padat karya.

    Kedua, penguatan program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi bahan pokok yang lebih tepat sasaran.

    Ketiga, pengendalian harga komoditas strategis dengan memperkuat koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

    “Penyederhanaan regulasi dan peningkatan insentif investasi dapat menarik lebih banyak modal asing dan domestik untuk mempercepat pertumbuhan industri. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja baru dapat dipercepat dan daya beli masyarakat dapat diperbaiki secara berkelanjutan,” ujarnya lagi. 

    Sumber : Antara

  • Dampak LPG 3 Kg Tak Lagi Dijual di Warung, Bisa Inflasi?

    Dampak LPG 3 Kg Tak Lagi Dijual di Warung, Bisa Inflasi?

    Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan pembelian LPG 3 Kilogram (Kg) hanya dilayani di Pangkalan Resmi Pertamina mulai 1 Februari 2025. Dengan begitu, LPG 3 Kg tidak lagi bisa dibeli di pengecer atau warung-warung terdekat.

    Alasan pemerintah menerapkan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan distribusi yang lebih tepat sasaran, menekan potensi penyimpangan, dan memastikan pengendalian harga di masyarakat.

    Namun, apakah kebijakan ini benar-benar akan mencapai tujuannya? Atau justru menciptakan tantangan baru bagi masyarakat kecil yang sangat bergantung pada LPG 3 Kg untuk kebutuhan rumah tangga mereka?

    Dampak kebijakan pembelian LPG 3 Kg di pangkalan resmi Pertamina

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Achmad Nur Hidayat menjelaskan bahwa LPG 3 Kg selama ini telah menjadi kebutuhan esensial bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    Ia menuturkan, masyarakat yang selama ini terbiasa membeli di pengecer karena faktor kedekatan dan fleksibilitas, kini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka hanya bisa memperoleh “gas melon” ini melalui pangkalan resmi.

    1. Menyulitkan masyarakat kecil

    Dengan kata lain, ada perubahan sistem distribusi yang signifikan, yang kemungkinan besar akan menyulitkan masyarakat kecil, terutama mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi.

    “Mereka yang sebelumnya bisa membeli LPG di warung-warung kecil dekat rumah, kini harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya,” ujar Achmad dalam keterangan resmi yang diterima, Minggu (2/2).

    2. Menambah ongkos logistik masyarakat

    Hal ini disebutkan akan menambah ongkos logistik, baik dalam bentuk biaya transportasi maupun waktu yang lebih lama untuk mendapatkan gas.

    Saat ini, biaya tambahan rerata berkisar antara Rp5.000 hingga Rp15.000 per tabung, sehingga harga LPG 3 Kg yang semula berkisar antara Rp18.500 hingga Rp23.000 per tabung kini menjadi Rp25.000 hingga Rp38.000 per tabung, tergantung pada daerahnya.

    “Bagi masyarakat yang bekerja harian atau memiliki penghasilan pas-pasan, pengeluaran tambahan ini akan semakin membebani kehidupan mereka,” kata dia.

    3. Berpotensi memicu pasar gelap

    Lebih lanjut, kebijakan pembatasan distribusi LPG 3 Kg bertujuan memastikan subsidi tepat sasaran, namun kenyataannya memungkinkan banyak masyarakat kesulitan mengakses gas dengan harga wajar. Hal ini bisa memicu pasar gelap atau jalur distribusi tidak resmi dengan harga yang lebih tinggi, serta menciptakan monopoli distribusi di tangan pangkalan resmi, merugikan masyarakat kecil.

    4. Mendorong inflasi

    Sementara itu, larangan pengecer mendistribusikan LPG 3 Kg akan membatasi akses masyarakat dan meningkatkan biaya logistik, yang pada gilirannya mendorong inflasi. Biaya tambahan ini akan dibebankan pada harga produk UMKM, mempengaruhi daya beli masyarakat, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Solusi yang lebih adil dan realistis

    Achmad menjelaskan, larangan penjualan LPG 3 Kg di tingkat pengecer seharusnya dibatalkan karena menambah beban bagi masyarakat kecil dan pelaku UMKM.

    Sebagai alternatif, pemerintah dapat menerapkan sistem distribusi berbasis subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak, sehingga mereka dapat membeli LPG dengan harga bersubsidi tanpa harus bergantung pada jalur distribusi yang kaku dan sulit dijangkau.

    Pemerintah juga dapat mengadopsi mekanisme distribusi digital yang lebih transparan, seperti sistem kartu subsidi berbasis data yang memastikan hanya mereka yang berhak yang dapat membeli LPG 3 Kg dengan harga subsidi. Dengan cara ini, subsidi dapat lebih tepat sasaran tanpa mengorbankan aksesibilitas bagi masyarakat kecil.

    Selain itu, perluasan jangkauan pangkalan resmi juga harus diprioritaskan agar masyarakat tetap dapat membeli LPG dengan harga wajar tanpa mengalami kesulitan akses.

  • Pembatasan Penjualan Gas LP3 Kilogram Dinilai Bikin Sulit Masyarakat Kecil

    Pembatasan Penjualan Gas LP3 Kilogram Dinilai Bikin Sulit Masyarakat Kecil

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ Achmad Nur Hidayat mengusulkan, agar pemerintah menerapkan skema subsidi langsung dalam distribusi LPG 3 kilogram, dibandingkan membatasi akses distribusi hanya hingga tingkat pangkalan.

    Achmad menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan distribusi ini berpotensi memperumit kondisi ekonomi, terutama bagi masyarakat kecil.

    “Masyarakat yang sebelumnya dapat membeli LPG di warung sekitar rumah kini harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya,” ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (1/2/2025).

    Kebijakan penjualan gas LPG 3 kilogram dapat meningkatkan biaya logistik yang berpotensi mendorong inflasi nasional. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya operasional, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).

    Kenaikan biaya tersebut pada akhirnya akan berdampak pada harga jual barang dan jasa, yang kemudian turut berimbas pada harga kebutuhan pokok.

    Achmad juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait tekanan terhadap daya beli masyarakat akibat kebijakan ini.

    “Kondisi ini dapat mengurangi kapasitas konsumsi rumah tangga, memperlambat pertumbuhan ekonomi sektor mikro, serta meningkatkan tekanan inflasi,” katanya.

    Selain itu, ia menyoroti potensi monopoli harga di tingkat pangkalan. Jika akses masyarakat terhadap LPG 3 kg semakin terbatas, harga di pasar dapat menjadi tidak terkendali.

    “Dalam sistem pasar, keterbatasan pasokan sering kali menyebabkan kenaikan harga. Jika pangkalan resmi tidak dapat memenuhi permintaan masyarakat dengan cukup, maka ketidakseimbangan ini dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memainkan harga,” tambahnya.

    Achmad menilai bahwa penerapan subsidi langsung akan lebih efektif dan tepat sasaran.

    Menurutnya, pemerintah dapat menerapkan sistem berbasis subsidi langsung kepada kelompok masyarakat yang berhak, sehingga mereka tetap bisa membeli LPG dengan harga subsidi tanpa harus melalui jalur distribusi yang kompleks.

    Ia juga menyarankan pemanfaatan teknologi digital, seperti sistem kartu subsidi berbasis data, guna memastikan bahwa hanya penerima manfaat yang berhak mendapatkan LPG bersubsidi.

    Selain itu, perluasan cakupan pangkalan resmi juga harus diprioritaskan agar masyarakat tetap memiliki akses terhadap LPG dengan harga wajar.

    Jika di suatu wilayah belum tersedia pangkalan dalam jarak yang wajar, maka kebijakan ini perlu ditinjau kembali atau diberikan pengecualian guna menghindari kesulitan bagi masyarakat.

    Dengan pendekatan ini, Achmad meyakini bahwa pemerintah dapat menjaga ketepatan sasaran subsidi, khsusnya dalam penjualan gas LPG 3 kilogram tanpa menambah beban ekonomi bagi masyarakat kecil.
     

  • 263 Perusahaan Miliki SHGB dan SHM Pagar Laut di Tangerang, Menko AHY Bakal Investigasi

    263 Perusahaan Miliki SHGB dan SHM Pagar Laut di Tangerang, Menko AHY Bakal Investigasi

    GELORA.CO – Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut di Tangerang, menuai pedebatan dan polemik, baik kalangan masyarakat ataupun Pakar dan Pengamat. 

    Terkini, data terbaru juga mengungkapkan bahwa ada sekitar 263 perusahaan-perusahaan besar memiliki bidang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) serta sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut di wilayah Tangerang.

    Saat ini, beberapa perusahaan besar yang terungkap namanya terdiri dari PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, serta beberapa bidang yang dipegang perseorangan.

    Menanggapi penemuan ini, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan juga turut memerintahkan untuk melakuan investigasi menyeluruh untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus pagar laut di Tangerang.

    “Bapak Menko AHY sudah berkoordinasi sebelumnya dengan Menteri ATR/BPN. Ini bentuk upaya beliau untuk mencari solusi terbaik,” ujar Staf Khusus Menteri Bidang & Informasi Publik Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Herzaky Mahendra Putra, kepada media di Jakarta pada Selasa 28 Januari 2025.

    Sebelumnya, Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat juga menyatakan bahwa penerbitan HGB di atas laut ini tidak mungkin dilakukan tanpa melibatkan sejumlah pihak.

    Menurutnya, jika sertifikat tersebut diterbitkan di atas laut, maka langkah yang seharusnya diambil adalah pembatalan segera, bukan menunda-nunda dengan dalih koordinasi.

    “Pernyataannya tentang perlunya koordinasi untuk mengevaluasi legalitas sertifikat menunjukkan pendekatan yang lambat dan tidak tegas,” pungkas Achmad.

    Pasalnya, pemasangan pagar laut tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga menimbulkan kerusakan ekologis yang signifikan. 

    Dalam hal ini, akses ke laut bagi masyarakat pesisir adalah sumber kehidupan mereka.

    Pembatasan ini memaksa mereka kehilangan mata pencaharian, sementara konflik sosial muncul akibat ketimpangan akses ke sumber daya alam.

    “Dari perspektif lingkungan, material pagar, termasuk bambu dan lainnya, mengganggu ekosistem laut. Perubahan pola migrasi ikan, akumulasi limbah, hingga hilangnya habitat biota laut adalah sebagian kecil dari dampak ekologis yang terjadi,” jelas Achmad.

  • Perekonomian Suram, Tingkat Kepuasan Terhadap Pemerintah Prabowo-Gibran Patut Dipertanyakan

    Perekonomian Suram, Tingkat Kepuasan Terhadap Pemerintah Prabowo-Gibran Patut Dipertanyakan

    JAKARTA – Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mempertanyakan tingginya angka kepuasan publik pada pemerintahan Prabowo-Gibran di saat perekonomian tengah sulit dan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja besar-besaran.

    Sebelumnya, survei Litbang Kompas mengungkap kinerja seratus hari pemerintahan Prabowo-Gibran dianggap memuaskan oleh publik. Survei yang digelar pada 4-10 Januari 2025 menunjukkan 80,9 persen masyarakat puas dengan kinerja Prabowo-Gibran, berbanding 19,1 persen yang menyatakan tak puas.

    Angka itu terbilang tinggi jika dibandingkan dengan masa 100 hari kerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode. Pada 2015, survei Litbang Kompas menunjukkan tingkat kepuasan publik pada pemerintahan Jokowi hanya sekitar 65,1 persen, sementara 34,9 persen menyatakan tidak puas.

    Achmad menilai, tingginya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran terdongkrak oleh peluncuran program makan bergizi gratis (MBG). Apalagi, survei Litbang Kompas dilaksanakan tidak lama usai program andalan pemerintah tersebut diluncurkan.

    “Hal ini sesuai dengan teori psikologi sosial yang menyatakan bahwa pengalaman positif yang baru saja dialami memiliki dampak lebih besar pada persepsi dibandingkan pengalaman jangka panjang,” ungkapnya, Minggu 26 Januari 2025.

    Menurut dia, program MBG mampu menciptakan efek positif yang kuat di benak publik. Selain MBG, Prabowo juga diuntungkan dengan kebijakan-kebijakan populis yang baru diberlakukan, termasuk di antaranya pembatalan kenaikan PPN sebesar 12 persen.

    “Hasil survei itu mencerminkan antusiasme masyarakat terhadap pemerintahan baru dan program-program yang baru diluncurkan. Namun, bila dilakukan di waktu yang berbeda, hasilnya mungkin menunjukkan angka yang lebih moderat,” sambung Achmad.

    Dia juga menyatakan, efek bulan madu politik juga turut membentuk persepsi optimisitis publik di awal masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Meski demikian, rezim Prabowo harus berhati-hati dalam menafsirkan angka kepuasan yang tinggi.

    “Tingkat kepuasan publik yang tinggi tidak selalu berarti bahwa masyarakat benar-benar puas secara mendalam. Dalam banyak kasus, angka ini mencerminkan harapan publik terhadap pemerintah baru, yang bisa berubah seiring waktu jika pemerintah gagal memenuhi ekspektasi tersebut,” terang Achmad.

    Dia menegaskan, tingginya tingkat kepuasan publik di saat kondisi perekonomian yang lesu, menunjukkan sebuah paradoks. Hal itu mengindikasikan persepsi publik cenderung dipengaruhi kuat oleh harapan terhadap Prabowo-Gibran, bukan oleh realitas objektif yang tengah mereka hadapi.

    “Komunikasi pemerintah yang efektif dalam mengelola ekspektasi publik juga memainkan peran penting. Narasi yang dibangun pemerintah tentang keberhasilan program MBG dan komitmen mereka untuk memperbaiki kondisi ekonomi mampu mengurangi rasa ketidakpuasan, bahkan di kalangan masyarakat yang terdampak langsung oleh kesulitan ekonomi,” tutup Achmad.