Institusi: UNPAD

  • Mau Kirim Barang Aman dan Cepat? Ini 7 Indikator Jasa Ekspedisi Kargo yang Terbaik dan Terpercaya

    Mau Kirim Barang Aman dan Cepat? Ini 7 Indikator Jasa Ekspedisi Kargo yang Terbaik dan Terpercaya

    Di era digital dan mobilitas tinggi seperti sekarang, kebutuhan akan jasa ekspedisi kargo yang cepat, aman, dan terpercaya semakin krusial. Baik untuk pelaku usaha kecil di Karanganyar yang rutin mengirim produk ke luar kota, maupun individu yang ingin mengirim barang hingga luar pulau, memilih layanan pengiriman tidak bisa sembarangan.

    Persaingan antar penyedia jasa ekspedisi semakin ketat, dengan berbagai klaim keunggulan yang kadang membingungkan pelanggan. Namun, bagaimana cara menilai apakah sebuah ekspedisi benar-benar layak disebut terbaik dan terpercaya?

    Tak cukup hanya murah, layanan harus bisa menjamin kecepatan, keamanan, dan transparansi. Berikut 7 indikator utama yang bisa jadi acuan sebelum Anda memutuskan menitipkan paket bernilai.

    1. Kecepatan Pengiriman yang Konsisten
    Kecepatan bukan sekadar janji di brosur. Jasa ekspedisi yang baik mampu menjaga konsistensi waktu pengiriman sesuai estimasi, baik untuk layanan reguler maupun kilat.

    Layanan ekspedisi terbaik tak hanya cepat, tapi juga konsisten. Pengiriman same-day atau next-day jadi nilai tambah, terutama untuk kebutuhan mendesak.

    2. Keamanan Barang Terjamin
    Barang rusak atau hilang adalah mimpi buruk pelanggan. Ekspedisi yang profesional punya SOP ketat dalam penanganan barang, mulai dari packing, loading, hingga distribusi.

    Packing yang rapi, sistem penanganan yang profesional, dan opsi asuransi adalah indikator penting. Barang sampai tanpa cacat adalah standar minimal.

    3. Jangkauan Wilayah Luas
    Ekspedisi yang punya jaringan luas menunjukkan kapasitas operasional dan kemitraan yang kuat. Jasa ekspedisi yang punya jaringan luas hingga skala nasional, menunjukkan kapasitas operasional yang solid.4. Tarif Kompetitif dan Transparan
    Harga murah bukan segalanya, tapi transparansi dan rasionalitas tarif sangat penting. Adanya fitur cek ongkir dan promo berkala jadi nilai tambah5. Sistem Tracking Real-Time
    Kemudahan melacak posisi barang lewat aplikasi atau website jadi indikator layanan modern dan profesional. Tracking harus tersedia di website dan aplikasi, lengkap dengan status dan lokasi. Beberapa ekspedisi juga menyediakan fitur live map dan estimasi waktu tiba.6. Legalitas dan Kredibilitas Perusahaan
    Perusahaan ekspedisi yang legal dan kredibel biasanya punya izin resmi dari Kementerian Perhubungan dan Dirjen Bea Cukai. Kemudian, alamat kantor pusat dan cabang yang jelas dan bisa dikunjungi.7. Reputasi dan Kepuasan Pelanggan
    Indeks kepuasan pelanggan bisa jadi acuan objektif. Ulasan di media sosial juga bisa jadi indikator reputasi.

    Mau cari jasa ekspedisi terbaik? kliklogistics.co.id patut jadi acuan untuk Anda yang mencari jasa ekspedisi dengan layanan beragam, mulai dari pengiriman darat, laut termasuk sewa kontainer, truck hingga pengiriman kendaraan dan alat berat ke seluruh indonesia.

    Jadi, sebelum kirim barang, pastikan ekspedisi pilihanmu memenuhi indikator di atas. Jangan hanya tergiur harga murah, pastikan layanan, keamanan, dan reputasinya juga sepadan.

    “Layanan ekspedisi bukan hanya pengangkutan barang, tetapi bagian dari sistem logistik yang mengatur pemrosesan pesanan, transportasi, persediaan, dan komunikasi antar pelaku usaha,” kata Ariesy Tri Mauleny, peneliti logistik dari Universitas Padjadjaran.

  • Bamsoet Ingatkan Ancaman AI, Tirani Algoritma, dan Muslihat Disinformasi

    Bamsoet Ingatkan Ancaman AI, Tirani Algoritma, dan Muslihat Disinformasi

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Dosen Tetap Program Pascasarjana Doktor Hukum Universitas Borobudur,Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan ancaman terbesar bagi stabilitas sosial Indonesia di era digital. Menurutnya, hal ini tidak lagi hanya datang dari kerumunan massa di jalan, melainkan juga dari percikan yang meledak di ruang siber.

    Dia mengatakan disinformasi berupa unggahan singkat, komentar spontan, dan tagar populer yang dirancang dengan bantuan algoritma, kecerdasan buatan (AI) dan muslihat disinformasi kini terbukti mampu memanipulasi emosi publik dan menggerakkan ribuan orang. Bahkan memicu kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran.

    “Kalau dulu kerusuhan lahir dari demonstrasi fisik, sekarang cukup dari satu narasi palsu di dunia maya. Deepfake dan manipulasi visual membuat kebohongan tampak seolah fakta. Inilah wajah baru ancaman yang kita hadapi,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (14/9/2025).

    Hal tersebut disampaikannya saat menjadi penguji internal dalam ujian sidang terbuka disertasi mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Mayjen TNI AD Endro Satoto, dengan judul ‘Konstruksi Norma Dalam Upaya Perlindungan Korban Terhadap Siber Global Di Indonesia Yang Berkemanfaatan’, di Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (13/9).

    Ketua DPR RI ke-20 ini mencontohkan kasus tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tertabrak kendaraan aparat pada tanggal 28 Agustus lalu, menjadi bukti nyata. Video amatir yang direkam warga beredar luas hanya dalam hitungan menit.

    Reaksi publik mengalir deras, menciptakan gelombang simpati sekaligus amarah yang akhirnya menambah tensi dan menaikan eskalasi demonstrasi di lapangan. Data dari LAB 45 pimpinan Mantan Gubernur Lemhanas, Andi Widjajanto mencatat, sepanjang Oktober 2024 hingga 5 September 2025, terjadi 218 aksi massa, terdiri dari 156 demonstrasi, 49 amok, dan 13 aksi anarkis.

    Dari total itu, 121 aksi menargetkan instansi pemerintah dan fasilitas umum, termasuk perusakan kantor pemerintah, pembakaran hingga penjarahan. Kasus Affan membuktikan bahwa percikan di ruang digital bisa bertransformasi jadi amuk di dunia nyata. Kondisi ini diperparah dengan
    algoritma media sosial yang tidak netral.

    Konten yang provokatif diprioritaskan, sementara klarifikasi tenggelam. Ditambah dengan muslihat disinformasi dengan kecerdasan buatan yang mampu memproduksi konten palsu dalam jumlah masif, menjadikan ancaman yang bisa mengikis legitimasi negara dan memperdalam distrust masyarakat.

    “Hari ini kita hidup dalam era ketika realitas publik bukan lagi dibangun oleh fakta, melainkan oleh algoritma. Algoritma media sosial yang seharusnya membantu kita menemukan informasi, justru menjadi muslihat disinformasi dengan memprioritaskan konten yang provokatif karena paling banyak menghasilkan klik dan interaksi. Akibatnya, satu video bisa langsung memicu kemarahan massal sebelum kebenarannya sempat diverifikasi,” jelas Bamsoet.

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, laporan dari Global Disinformation Index (GDI) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap penyebaran hoaks politik. Data Kementerian Komunikasi dan Digital mencatat, sepanjang tahun 2024 terdapat lebih dari 11.000 konten hoaks yang berhasil diidentifikasi, dengan 32 persen diantaranya terkait isu politik dan pemilu. Bahkan, survei Katadata Insight Center pada awal 2025 mengungkap 7 dari 10 pengguna internet di Indonesia mengaku kesulitan membedakan mana berita asli dan palsu.

    Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di India, dalam beberapa tahun terakhir, puluhan kasus persekusi dan kekerasan massa dipicu oleh hoaks yang beredar di grup WhatsApp. Di Amerika Serikat, teknologi voice cloning bahkan sudah dipakai untuk menipu perusahaan, dimana suara CEO dipalsukan untuk memerintahkan transfer uang sehingga menimbulkan kerugian jutaan dolar. FBI melalui Internet Crime Complaint Center (IC3) mencatat kerugian akibat kejahatan siber, termasuk penipuan berbasis kecerdasan buatan, telah mencapai lebih dari USD 10 miliar pada tahun 2023 dan terus meningkat.

    “Bayangkan skala risikonya bila semua itu dikombinasikan dengan konteks politik atau isu identitas yang sensitif. Disinformasi berbasis kecerdasan buatan bisa menggerakkan emosi massa dalam sekejap. Yang lebih berbahaya lagi, masyarakat semakin sulit membedakan mana fakta, mana rekayasa. Kita menghadapi fenomena yang disebut ‘liar’s dividend’, ketika orang bisa saja mengklaim bukti nyata sebagai palsu hanya karena publik sudah terbiasa mendengar kata deepfake,” papar Bamsoet.

    Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Unpad (PADIH Unpad) ini juga menegaskan, krisis yang dipicu algoritma, kecerdasan buatan ataupun disinformasi, tidak bisa dihadapi dengan cara biasa. Pemerintah dan DPR harus menyiapkan langkah-langkah luar biasa. Diantaranya, pembuatan regulasi algoritma. Pemerintah harus mengatur kewajiban platform digital untuk membuka transparansi cara algoritma bekerja, terutama dalam mengatur konten politik dan keamanan publik. Platform harus diwajibkan memberi laporan transparansi berkala tentang bagaimana konten disebarkan dan apa dampaknya pada masyarakat.

    Kedua, pembuatan Undang-Undang Keamanan Digital dan Anti-Disinformasi. Undang-undang ini harus mengatur secara jelas penggunaan kecerdasan buatan dalam produksi konten digital. Konten yang dihasilkan kecerdasan buatan wajib diberi watermark dan metadata yang tidak bisa dihapus, sehingga masyarakat bisa menilai keaslian informasi.

    “Ketiga, penguatan literasi digital dan fact-checking nasional. Pemerintah harus menggandeng organisasi lokal serta komunitas kampus untuk membangun sistem verifikasi cepat terhadap berita hoaks. Literasi digital wajib dimasukkan ke kurikulum sekolah dan digalakkan lewat kampanye publik berskala nasional,” urai Bamsoet.

    Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, perlu dilakukan revisi UU ITE dan integrasi dengan regulasi kecerdasan buatan. Undang-undang yang ada perlu diperbaharui agar lebih tepat membedakan antara konten asli dengan konten manipulatif berbahaya. Regulasi kecerdasan buatan juga harus diintegrasikan agar ada payung hukum jelas tentang tanggung jawab produsen teknologi maupun pengguna.

    “Teknologi harus jadi alat pemberdayaan, bukan pemecah belah. Karenanya, kita wajib memastikan regulasi yang dibuat harus seimbang. Kita tidak boleh membiarkan disinformasi merusak demokrasi, tetapi kita juga tidak boleh menjadikan regulasi sebagai alat membungkam kritik rakyat. Yang kita perlukan adalah aturan yang adil, transparan, dan akuntabel,” pungkas Bamsoet.

    Sebagai informasi, turut hadir sebagai penguji antara lain Promotor Prof. Faisal Santiago; Ko-Promotor Dr. Sulhan; Penguji Internal Prof. Ade Saptomo dan Penguji Eksternal Prof. Ibnu Sina Chandranegara.

    (akd/akd)

  • 7
                    
                        Waspadalah Ketika Gen Z Mulai Naik Darah
                        Nasional

    7 Waspadalah Ketika Gen Z Mulai Naik Darah Nasional

    Waspadalah Ketika Gen Z Mulai Naik Darah
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PERISTIWA
    mengejutkan yang terjadi di Nepal tentu disebabkan oleh banyak faktor, tak berbeda dengan demonstrasi besar-besaran di Indonesia tempo hari.
    Namun, biasanya faktor-faktor tersebut membutuhkan pemicu. Dan di Nepal pemicunya adalah kebijakan pemerintahnya yang memberlakukan larangan terhadap sekitar 26 platform media sosial besar, termasuk Facebook, X (Twitter), YouTube, Instagram, WhatsApp, dan lainnya, pada awal September 2025.
    Media sosial adalah separuh dari kehidupan dari Gen Z. Sehingga cukup bisa dipahami mengapa kebijakan tersebut mendadak menjadi pemicu pecahnya amarah “Gen Z” di Nepal, lalu membuat mereka turun ke jalan, dan berakhir dengan pertunjukan kemarahan atau amuk massa yang jauh lebih masif dibanding Indonesia.
    Sebenarnya, kebijakan pelarangan sebagian besar platform media sosial di Nepal bukan karena pemerintahannya benar-benar ingin melarang.
    Jika kita dalami, penyebab utamanya adalah kegagalan, boleh jadi disengaja atau hanya kebetulan, dari platform-platform tersebut untuk mendaftarkan diri pada pemerintahan Nepal, sebagaimana telah diminta sebelumnya.
    Pemerintah Nepal terpantau telah memberikan tenggat selama tujuh hari sejak 28 Agustus 2025, bagi perusahaan media sosial untuk mendaftar kepada pemerintah dan telah menetapkan kantor di mana pendaftaran harus dilakukan beserta pejabat pengaduan yang bisa dihubungi.
    Namun platform-platform besar itu gagal mematuhi tenggat waktu tersebut, sehingga membuat pemerintah Nepal terpaksa harus memutuskan untuk memblokir akses terhadap platform-platform tersebut pada 4 September 2025.
    Di satu sisi, pemerintah Nepal memang gagal memberikan narasi yang memuaskan atas kebijakan pelarangan tersebut.
    Di sisi lain, pemerintah Nepal justru menyampaikan bahwa tujuan larangan adalah untuk menangani penyebaran misinformasi,
    hate speech,
    dan kehadiran platform-platform tanpa ikatan regulasi yang jelas.
    Walhasil, banyak pengamat dan kelompok hak asasi manusia akhirnya melihat narasi tersebut sebagai bentuk sensor dan upaya pembungkaman atas kebebasan berekspresi (
    freedom of speech
    ).
    Menanggapi itu, pada 8 September 2025, aksi unjuk rasa besar terjadi di Kathmandu, khususnya di sekitar Gedung Parlemen dan area Maitighar Mandala.
    Ribuan pemuda yang tergabung dalam gerakan “Protes Gen Z” turun ke jalan, menuntut pencabutan larangan terhadap media sosial sambil menyoroti isu korupsi dan pengangguran.
    Demonstrasi yang semula damai kemudian berubah menjadi perlawanan yang diiringi oleh kekerasan.
    Di sisi lain, Kepolisian mulai menggunakan gas air mata, peluru karet, dan bahkan peluru tajam. Sehingga 19 orang setidaknya tercatat tewas dalam bentrokan tersebut, yang membuat perlawanan justru semakin menjadi-jadi.
    Larangan media sosial bukan hanya penyebab langsung demonstrasi, tetapi juga simbol atau semacam pemicu dari ketegangan, terutama antara generasi muda dan pemerintahan setempat.
    Ketegangan tersebut khususnya terkait masalah korupsi, kebebasan berpendapat, dan frustrasi terhadap masa depan para generasi muda, sebagaimana analisis saya terhadap perlawanan sosial di Indonesia tempo hari.
    Selama ini, platform-platform media sosial sudah lazim menjadi sarana utama bagi generasi muda Nepal untuk menyuarakan kritik, menyebarkan informasi, dan mengorganisir aksi.
    Ketika akses itu dicabut secara tiba-tiba, tidak pelak dianggap sebagai serangan langsung terhadap ruang digital yang mereka anggap milik bersama. Ekspresipun akhirnya berpindah ke dunia nyata.
    Dengan kata lain, demonstrasi yang berujung kerusuhan di Nepal mencerminkan akumulasi ketidakpuasan sosial-ekonomi yang sudah cukup dalam dan lama di satu sisi dan bersifat multidimensi di sisi lain.
    Krisis harga kebutuhan pokok, terutama bahan makanan dan energi, menjadi salah satu faktor utama yang mendorong masyarakat bak air bah berbondong-bondong turun ke jalan.
    Lonjakan inflasi yang tidak seimbang dengan pertumbuhan pendapatan rumah tangga membuat kelompok kelas menengah ke bawah dan masyarakat miskin semakin terdesak secara sosial dan ekonomi.
    Selain faktor ekonomi, ada dimensi struktural di dalam masyarakat Nepal yang memperburuk situasi.
    Sistem politik yang masih rapuh pasca-transformasi republik sering kali gagal memberikan respons cepat terhadap kebutuhan rakyat.
    Elite politik kerap terjebak dalam persaingan kekuasaan yang dangkal, sementara kebijakan publik yang pro-rakyat gagal dihadirkan.
    Ketidakpuasan publik terhadap korupsi, birokrasi yang lamban, dan kesenjangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan turut menambah rasa frustrasi generasi muda.
    Kombinasi ini melahirkan persepsi bahwa negara tidak hadir untuk melindungi dan bekerja demi rakyatnya di dalam masa krisis.
    Kerusuhan yang terjadi juga mengindikasikan adanya ketegangan antara generasi muda dengan struktur sosial lama.
    Anak muda Nepal yang sudah lama berhadapan dengan tingkat pengangguran tinggi merasa tidak memiliki masa depan yang pasti di dalam negeri mereka sendiri.
    Banyak dari generasi muda Nepal ini, terutama Gen Z, bermigrasi ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah atau India, untuk mencari penghidupan.
    Ketika peluang domestik semakin sempit dari hari ke hari, frustrasi mereka menjadi semakin mudah bertransformasi menjadi aksi-aksi massif yang frontal.
    Demonstrasi pun akhirnya menjadi wadah ekspresi politik sekaligus pelarian emosional atas kekecewaan yang sudah menumpuk bertahun-tahun.
    Masalah-masalah yang dirasakan oleh masyarakat Nepal tersebut berpadu dengan lemahnya kapasitas negara dalam mengelola demonstrasi.
    Aparat keamanan sering kali bertindak represif, mirip dengan di Indonesia, yang justru memperburuk ketegangan dan memicu eskalasi kerusuhan.
    Bukannya menjadi sarana mediasi, intervensi aparat malah memperlihatkan wajah negara yang cenderung mengutamakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri.
    Hal tersebut tak pelak memperkuat narasi oposisi bahwa pemerintah tidak berpihak pada rakyat, melainkan hanya menjaga status quo bagi elite politik dan ekonomi yang sudah sedari dulu hidup dalam kemewahan.
    Pun tak berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, sebagaimana sempat saya bahas dalam beberapa tulisan terdahulu, dari perspektif sosial-ekonomi, demonstrasi masif di Nepal merepresentasikan jurang ketidaksetaraan yang makin menganga.
    Pertumbuhan ekonomi Nepal memang lebih banyak dinikmati oleh kalangan terbatas di perkotaan. Sementara sebagian besar masyarakat kelas bawah dan pedesaan justru masih hidup dengan keterbatasan infrastruktur, layanan kesehatan, akses pendidikan bahkan pangan.
    Ketimpangan ini menciptakan persepsi dan rasa ketidakadilan sosial di tengah-tengah generasi muda Nepal, yang hanya membutuhkan satu trigger untuk berubah menjadi ledakan sosial berupa protes masal.
    Walhasil, kerusuhan pada akhirnya bukan lagi tentang harga barang atau kebijakan jangka pendek, tetapi berubah menjadi isu kegagalan sistemik dalam mendistribusikan kesejahteraan secara adil kepada masyarakat Nepal.
    Tak pula bisa dipungkiri ada
    effect domino
    dari gerakan demonstrasi masif yang terjadi di Indonesia jelang akhir Agustus lalu.
    Jika diperhatikan secara komparatif di media-media sosial, terutama di Asia dan Asia Tenggara,
    effect domino
    dari Indonesia memang terjadi, terutama di negara-negara seperti Filipina, Thailand, dan tentunya Nepal ini.
    Effect domino
    terjadi di negara-negara yang pemerintahannya dianggap cenderung korup, oligarkinya kuat, atau politik dinastinya menonjol, pun negara yang masih mempertahankan sistem tradisional seperti di Nepal, tapi kinerja penguasanya cenderung dianggap sangat tidak memuaskan.
    Namun, negara-negara yang memiliki sistem pemerintahan yang kuat, tingkat konsolidasi elitenya juga sangat tinggi, sekalipun tidak terlalu demokratis, tapi berkinerja baik, seperti Singapura, banyak sedikitnya juga Malaysia,
    effect domino-
    nya sangat mudah ternetralisasi oleh publik negara itu sendiri.
    Sementara negara-negara yang memang sudah didominasi oleh elite politik dan militer, hampir bisa dipastikan sulit untuk terimbas efek domino, karena ruang publiknya cenderung dikontrol secara ketat.
    Salah satu indikasi
    effect domino
    tersebut di Nepal adalah bendera
    One Piece
    yang juga digunakan di Nepal dan cukup masif beredar di media sosial Filipina dan Thailand.
    Di Nepal, memang banyak demonstran muda mengibarkan bendera hitam bergambar tengkorak dengan topi jerami alias ikon Straw Hat Pirates dari manga/anime
    One Piece
    yang digadang-gadang sebagai simbol perlawanan terhadap sensor dan korupsi pemerintah.
    Lantas pertanyaannya, mengapa Gen Z?
    Tentu tidak berbeda dengan Indonesia tempo hari. Gen Z di Nepal jumlahnya juga sangat besar. Di Indonesia, Gen Z menjadi generasi terbesar, sekitar 26 persen dari total penduduk berdasarkan data Pemilu 2024 lalu.
    Apalagi jika memakai kacamata sosiolog Hungaria Karl Mannheim, misalnya, generasi bukan hanya soal usia biologis, melainkan juga kesadaran kolektif yang terbentuk melalui pengalaman historis bersama.
    Gen Z dan Gen Milenial sudah sulit dipisahkan jika keduanya berada pada isu yang sama.
    Gen Z di Nepal tak berbeda dengan Gen Z di belahan dunia lainnya. Mereka tumbuh di era digitalisasi global, keterhubungan yang intens melalui media sosial, serta ekspektasi pada mobilitas sosial yang lebih baik.
    Namun, ketika harapan tersebut berbenturan dengan realitas struktural berupa pengangguran, ketimpangan, dan yang aktual kini sensor digital, misalnya, maka otomatis terbentuklah kesadaran kolektif untuk melawan.
    Demonstrasi pun menjadi ekspresi politis dari “unit generasional” yang merasa hak-hak fundamental mereka telah diabaikan. Dan ekspresi tersebut ternyata merepresentasikan perasaan publik secara umum. Klop sudah.
    Dari perspektif teori ruang publik Jürgen Habermas, misalnya, media sosial berfungsi sebagai arena deliberasi dan artikulasi kepentingan publik.
    Bagi Gen Z, tak terkecuali di Nepal, platform digital seperti Facebook, Instagram, dan X bukan sekadar alat komunikasi, tetapi ruang politik yang memungkinkan mereka membangun identitas, solidaritas, dan narasi tandingan terhadap negara.
    Sehingga larangan media sosial yang diberlakukan pemerintah akan serta-merta dilihat sebagai upaya menutup ruang publik digital, yang justru mempercepat mobilisasi berpindah ke jalanan.
    Dengan kata lain, ketika ruang komunikasi formal dibatasi, generasi muda akan mencari kanal ekspresi alternatif melalui aksi kolektif, yang berpotensi berujung kerusuhan jika keresahan sudah mencapai titik “kemuakan kelas dewa”.
    Laurie Rice dan Kenneth Moffett di dalam buku mereka, “The Political Voices of Generation Z”(2021), mengafirmasi mengapa Gen Z cenderung tidak sama dengan generasi sebelumnya di dalam berekspresi, karena mereka lebih progresif dan berani.
    Gen Z, kata Rice dan Moffett, memiliki orientasi politik yang cenderung lebih progresif dibandingkan generasi Milenial maupun generasi X.
    Dari sisi pandangan, gen Z lebih terbuka terhadap keberagaman, lebih peduli pada inklusivitas, dan lebih getol menuntut transparansi dari institusi politik.
    Bahkan kedua penulis ini menemukan bahwa tingkat kepercayaan Gen Z terhadap institusi tradisional, seperti partai politik dan lembaga pemerintah, cenderung rendah.
    Hal ini menimbulkan pola partisipasi yang lebih banyak bergerak di luar sistem formal, misalnya melalui gerakan sosial atau kampanye digital.
    Kendati demikian, dalam hemat saya, pola tersebut berlangsung dalam kondisi normal. Jika titik didihnya sudah tercapai, pemicunya tepat, maka pembakaran dan perlawanan masif akan menjadi model partisipasi yang masuk akal.
    Dengan kata lain, toh Gen Z memang sudah kurang percaya pada institusi elite dan pemerintahan.
    Lalu, saat institusi-institusi ini melakukan hal-hal di luar etika dan kewajaran, bahkan terkesan meremehkan masyarakat banyak, termasuk generasi muda, apalagi sampai membatasi ruang gerak generasi muda, maka hal-hal di luar nalar dan perkiraan pun akhirnya bisa masuk akal di mata para Gen Z.
    Singkat kata, sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin berpesan kepada pemerintah bahwa diakui atau tidak, pemerintahan hari ini di sini dimenangkan oleh Generasi Z. Bahkan suara generasi yang satu ini menjadi penentu pemilihan tempo hari.
    Di permukaan, Gen Z memang mudah terpukau populisme, bahkan hanya dengan tarian dan jogetan ala kadarnya.
    Namun, dalam hemat saya, hal itu baru sekedar gambaran preferensi dan kesukaan politik semata, belum menjadi gambaran kepercayaan penuh.
    Maka raihlah kepercayaan penuh dari generasi ini, dengan perbaikan yang berarti di segala lini sekaligus benar-benar menyentuh akar persoalan, jika tak ingin “grievances” dari Gen Z kita berubah menjadi “Revenge”.
    Gen Z memang mudah terpukau, tapi tidak berarti mereka tak kritis dan tak bernyali seperti yang terjadi di Nepal itu. Mohon dicatat!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bappenas: Ubi jalar layak didorong sebagai komoditas unggulan

    Bappenas: Ubi jalar layak didorong sebagai komoditas unggulan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mengatakan ubi jalar layak didorong sebagai komoditas unggulan.

    “Ubi jalar memiliki potensi nilai tambah yang tinggi sehingga layak didorong sebagai komoditas unggulan, tidak hanya untuk mendukung ketahanan pangan, tetapi memperkuat transformasi pangan nasional,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

    Saat meresmikan Padjadjaran Center of Sweet Potato Research and Innovation Excellence (PRAISE) di Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Rachmat Pambudy menyebutkan pengembangan ubi jalar menjadi langkah strategi tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029, khususnya prioritas pengembangan pangan lokal dan nabati.

    Data Badan Pangan Nasional menunjukkan konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih didominasi padi-padan. Pada tahun 2024, konsumsi ubi jalar hanya 3,1 kilogram (kg)/kapita/tahun, jauh di bawah konsumsi beras yang mencapai 92,1 kg/kapita/tahun.

    Padahal, ubi jalar disebut kaya serat, karbohidrat kompleks, dan memiliki indeks glikemik rendah yang baik bagi kesehatan.

    Di sisi lain, produksi ubi jalar nasional pada 2024 hanya sebesar 1,38 juta ton dan cenderung menurun berdasarkan data Kementerian Pertanian, sehingga perlu penguatan dari sisi produksi hingga konsumsi.

    Rachmat Pambudy menyampaikan bahwa ubi jalar menjadi salah satu sumber karbohidrat dengan potensi luar biasa. Adapun langkah yang dilakukan saat ini oleh pemerintah menjadi awal untuk membangun pusat ubi jalar nasional yang kelak dapat berkembang menjadi pusat ubi jalar internasional.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Budi Arie mengaku tak kaget diganti Prabowo sebagai menteri koperasi

    Budi Arie mengaku tak kaget diganti Prabowo sebagai menteri koperasi

    Jakarta (ANTARA) – Budi Arie Setiadi mengaku tak terkejut dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto yang merombak kabinet dan mengganti posisinya sebagai menteri koperasi.

    Jabatan tersebut kini diemban oleh Ferry Juliantono, yang sebelumnya menjabat wakil menteri koperasi.

    “Ya enggak ada yang perlu kaget, biasa saja,” kata Budi Arie usai acara serah terima jabatan di Jakarta, Selasa.

    Budi Arie mengaku baru mendapatkan kabar tersebut sekitar pukul 14.30 WIB Senin (8/9). Sebelum pelantikan para menteri baru di Istana Merdeka, Senin (8/9) sore, Budi Arie didampingi Ferry Juliantono sedang berada di ruangan Komisi VI DPR RI untuk mengikuti rapat kerja serta membahas rencana kerja dan anggaran pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB.

    Budi Arie mengatakan menghormati penuh keputusan Presiden dan menegaskan akan terus mendukung kepemimpinan Prabowo.

    Saat ditanya tentang rencana ke depan setelah tidak lagi jadi menteri, Budi Arie mengatakan bahwa ia akan tetap mengabdi kepada rakyat.

    “Pokoknya kami setia di garis rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat,” ujarnya.

    Mengenai kemungkinan mendapatkan jabatan baru, Budi Arie enggan berspekulasi, sebab itu adalah hak prerogatif presiden. Ia juga merasa tidak perlu menitipkan pesan khusus kepada Ferry, karena ia yakin penggantinya tersebut sudah sangat memahami seluk-beluk dunia koperasi.

    Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi yang baru dalam Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (8/9).

    Ferry memiliki rekam jejak di berbagai organisasi, terutama di sektor koperasi.

    Sejak 2019, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Sekretaris Dewan Pengurus Induk Koperasi Unit Desa (INDUK KUD) sejak 2018.

    Ia juga aktif sebagai Ketua Dewan Pengawas Induk Koperasi Pondok Pesantren (INKOPONTREN), Ketua Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran, dan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Syarikat Islam. Saat ini, Ferry juga merupakan komisaris PT Pertamina Patra Niaga.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Top 3: Profil Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Pengganti Sri Mulyani – Page 3

    Top 3: Profil Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa Pengganti Sri Mulyani – Page 3

    Presiden Prabowo Subianto melantik Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi menggantikan Budi Arie Setiadi dalam reshuffle Kabinet Merah Putih. Sebelumnya, Ferry Juliantonoakan menjabat sebagai Wakil Menteri Koperasi.

    Ferry Juliantono merupakan seorang Politisi Gerindra yang lahir di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1967.

    Dikutip dari berbagai sumber, pada 1993, Ferry Juliantono menempuh pendidikan S1 di Universitas Padjajaran Bandung (Unpad) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi.

    Lalu, Ia melanjutkan studi di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2006 Program Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Studi Hubungan Internasional Kekhususan Ekonomi Politik Internasional.

    Selain menjadi Politisi Gerindra, Selama ini Ferry lebih dikenal sebagai aktivis yang banyak menyuarakan kepentingan rakyat melalui aksi demonstrasi.

    Baca artikel selengkapnya di sini

  • Profil Ferry Julianto Menkop Baru Pengganti Budi Arie, Pernah jadi Waketum DPP Gerindra

    Profil Ferry Julianto Menkop Baru Pengganti Budi Arie, Pernah jadi Waketum DPP Gerindra

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto melantik Ferry Julianto sebagai Menteri Koperasi menggantikan Budi Arie Setiadi pada hari ini, Senin, 8 September.

    Sebelum menjabat sebagai menteri, Ferry menjabat sebagai Wakil Menteri Koperasi sejak dilantik Prabowo pada Oktober 2024 silam.

    Ferry merupakan politisi Partai Gerindra dan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra.

    Pria kelahiran 27 Juli 1967 ini pernah mengenyam pendidikan sarjana di Universitas Padjajaran (Unpad) dengan jurusan Akuntansi.

    Ferry kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang magister dengan mengambil jurusan Studi Hubungan Internasional Kekhususan Ekonomi Politik Internasional di Universitas Indonesia pada tahun 2006.

    Ferry juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Wilayah DKI Jakarta dan tercatat pernah menjawab Sekretaris Dewan Pembina Induk Koperasi Unit Desa (KUD), Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), serta Wakil Direktur Pelaksana Induk Koperasi Tani Nelayan (Inkoptan).

    Selain sebagai politikus, Ferry juga terkenal sebai aktivis dan pernah ditahan pada tahun 2008 setelah memimpin aksi demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

  • Profil Ferry Juliantono, menteri koperasi yang gantikan Budi Arie

    Profil Ferry Juliantono, menteri koperasi yang gantikan Budi Arie

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Ferry Juliantono sebagai menteri koperasi yang baru dalam Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Senin.

    Ferry, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Koperasi, kini menggantikan Budi Arie Setiadi.

    Ferry memiliki rekam jejak di berbagai organisasi, terutama di sektor koperasi.

    Sejak tahun 2019, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Sekretaris Dewan Pengurus Induk Koperasi Unit Desa (INDUK KUD) sejak 2018.

    Ia juga aktif sebagai Ketua Dewan Pengawas Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkopontren), Ketua Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran, dan Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Syarikat Islam. Saat ini, Ferry juga merupakan komisaris PT Pertamina Patra Niaga.

    Sebelumnya, ia pernah menjadi Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) pada 2019-2022, Ketua Induk Koperasi Pedagang Pasar (INKOPPAS) 2019-2022, dan Ketua Asosiasi Pemasok Batubara Indonesia (Aspebindo) 2010-2022.

    Ferry Juliantono memiliki latar belakang pendidikan di bidang ekonomi dan sosiologi. Ia lulus dari pendidikan S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran pada 1993.

    Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di program pascasarjana studi Ekonomi Politik Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) dan lulus pada 2006. Ia juga resmi meraih gelar Doktor Sosiologi dari UI pada 2015.

    Sementara karier politiknya dimulai saat ia bergabung dengan Partai Demokrat pada 2010. Ia kemudian menjadi kader Partai Gerindra dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Massa DPP Partai Gerindra.

    Ia telah menerbitkan tiga publikasi, yakni Jalan Baru Ekonomi Diadili (2009), Pertanian Indonesia di bawah Rezim WTO (2007), dan Tanah Untuk Rakyat (2000).

    Beberapa penghargaan yang ia terima antara lain Wakil Serikat Pekerja Indonesia untuk Konferensi International Labour Organizatiaon (ILO) di Jenewa, Swiss pada 2001, dan Penghargaan “100 Tokoh Koperasi Indonesia” karya Irsyad Muchtar.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DKI kemarin, uji coba halte Transjakarta hingga aksi 17+8

    DKI kemarin, uji coba halte Transjakarta hingga aksi 17+8

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita seputar Kota Jakarta pada Jumat (5/9) masih layak untuk disimak hari ini, mulai dari Transjakarta uji coba fungsional Halte Bundaran Senayan pascademo hingga Ratusan mahasiswa lanjutkan unjuk rasa di DPR, desak tuntutan 17+8.

    Berikut ulasan selengkapnya:

    1. Transjakarta uji coba fungsional Halte Bundaran Senayan pascademo

    PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) melakukan uji coba fungsional Halte Bundaran Senayan setelah melakukan perbaikan pascademonstrasi pada akhir Agustus lalu.

    Baca di sini

    2. Progres pembangunan LRT Jakarta Velodrome-Manggarai 67,12 persen

    PT Waskita Karya (Persero) Tbk menyatakan progres pengerjaan moda transportasi Light Rail Transit (LRT) Jakarta Fase 1B rute Velodrome-Manggarai saat ini mencapai 67,122 persen.

    Baca di sini

    3. Andovi ajak massa tak pilih caleg DPR 2029 tidak pro tuntutan 17+8

    Kreator konten sekaligus pemengaruh (influencer) Andovi da Lopez mendesak massa aliansi masyarakat sipil dan elemen mahasiswa yang berunjuk rasa di DPR/MPR untuk tidak memilih caleg DPR pada Pemilu 2029 yang tidak memenuhi tuntutan rakyat 17+8.

    Baca di sini

    4. BEM Unpad serukan pemenuhan tuntutan 17+8

    Ratusan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad) bersama koalisi masyarakat sipil menggelar aksi di halaman depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jumat, menyerukan pemenuhan 17 tuntutan rakyat dan 8 agenda reformasi nasional (17+8).

    Baca di sini

    5. Ratusan mahasiswa lanjutkan unjuk rasa di DPR, desak tuntutan 17+8

    Ratusan mahasiswa dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Jumat (5/9), berunjuk rasa di depan Kompleks DPR/MPR Senayan, Jakarta, untuk mendesak pemerintah agar memenuhi tenggat waktu tuntutan 17+8 yang diajukan segenap rakyat Indonesia.

    Baca di sini

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 September 2025

    Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi? Megapolitan 6 September 2025

    Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Deadline
    penyelesaian daftar desakan masyarakat yang terangkum dalam 17+8 Tuntutan Rakyat sudah melewati batas waktu, yakni Jumat (5/9/2025).
    Ketua BEM Kema Universitas Padjajaran Vincent Thomas menegaskan, masyarakat akan terus bergerak apabila 17+8 Tuntutan Rakyat tidak dipenuhi pemerintah.
    Unpad yang merupakan bagian dari Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah akan segera mengkaji langkah lanjutan.
    “Yang jelas, langkah berikutnya, kami akan memastikan akan ada eskalasi tuntutan,” kata Vincent kepada wartawan, Jumat.
    Namun, dia menyebut eskalasi utamanya bukanlah dalam konteks unjuk rasa, melainkan eskalasi tuntutan.
    “Selain dari tuntutan yang sekarang itu, masih banyak lagi masalah lainnya,” kata dia.
    Menurut dia, seluruh elemen masyarakat sipil membutuhkan waktu untuk melakukan konsolidasi kembali.
    Meski begitu, Vincent menyebut masyarakat telah mendapat kemenangan kecil dari gelombang aksi yang terjadi.
    “Kita lihat kan gerakan ini juga bisa berdampak. Kemarin Puan akhirnya mencabut tunjangan rumah DPR, anggota DPR tidak ada kunjungan kerja luar negeri,” kata dia.
    Menurut dia, hal-hal itu dapat menjadi bensin bagi semangat pergerakan rakyat ke depan untuk menagih tuntutan-tuntutan lain yang belum dipenuhi pemerintah.
    Senada, Tiyo Ardianto, Ketua BEM KM UGM juga memastikan bahwa masyarakat dan mahasiswa di daerah luar Jakarta siap untuk menggelar aksi berskala nasional.
    “Kami di daerah itu tidak tinggal diam. Kalau memang dibutuhkan, masih belum ada tanggapan serius atas tuntutan dari pemerintah, itu bisa terjadi (eskalasi skala nasional),” kata Tiyo.
    Pihak-pihak yang dituju dalam 17+8 Tuntutan Rakyat meliputi Presiden Prabowo Subianto, DPR, partai politik, Polri, TNI, dan kementerian sektor ekonomi.
    Lantas, bagaimana progresnya memenuhi tuntutan tersebut?
    Bijak Memantau yang merupakan platform independen pemantau pemerintah juga menyajikan kanal untuk memantau progres pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    hingga Sabtu (6/9/2025) pukul 06.40 WIB, situs Bijak Memantau menyatakan 10 tuntutan berstatus “Baru mulai”, 4 tuntutan “Malah mundur”, 8 tuntutan “Belum digubris”, dan 3 tuntutan “Udah dipenuhi”. Anda dapat memantaunya di tautan berikut:
    https://bijakmemantau.id/tuntutan-178
    Presiden Prabowo Subianto belum secara langsung menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat, tetapi sejumlah pejabatnya sudah merespons.
    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memastikan aspirasi tersebut akan ditangani dengan bijaksana, terbuka, dan sesuai hukum.
    “Seperti yang telah disampaikan Bapak Presiden, suara rakyat adalah bagian dari demokrasi yang harus kita dengarkan dengan hati yang jernih dan penuh rasa hormat,” kata Budi Gunawan dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).
    Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, mengatakan Prabowo mendengar semua tuntutan para demonstran meski tidak semua dari 17+8 itu akan dipenuhi dalam waktu sekejap mata.
    “Tentunya tidak serentak ya semua dipenuhi, kalau semua permintaan dipenuhi kan juga repot ya,” kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
    “Tentu kita serahkan saja kepada Presiden yang saya tahu beliau sangat memperhatikan, sangat mendengarkan dan responsif ya terhadap apa yang diharapkan rakyat,” imbuh dia.
    Sementara itu, DPR merespons 17+8 Tuntutan Rakyat secara khusus lewat konferensi pers di Gedung DPR pada Jumat malam.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membacakan enam poin keputusan hasil rapat konsultasi DPR pada sehari sebelumnya. Berikut adalah enam poin itu:
    1. DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR RI terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2025.
    2. DPR RI melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri DPR RI terhitung sejak tanggal 1 September 2025, kecuali menghadiri undangan kenegaraan.
    3. DPR RI akan memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR, setelah evaluasi meliputi biaya langganan; a. daya listrik dan b. jasa telpon, kemudian biaya komunikasi intensif dan biaya tunjangan transportasi.
    4. Anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya tidak dibayarkan hak-hak keuangannya.
    5. Pimpinan DPR menindaklanjuti penonaktifan beberapa anggota DPR RI yang telah dilakukan oleh partai politik melalui mahkamah partai politik masing-masing dengan meminta Mahkamah Kehormatan DPR RI untuk berkoordinasi dengan mahkamah partai politik masing-masing yang telah memulai pemeriksaan terhadap anggota DPR RI dimaksud.
    6. DPR RI akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi dan kebijakan lainnya.
    Beberapa partai politik juga telah menerima dan menyikapi 17+8 Tuntutan Rakyat.
    Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengatakan partainya akan mempelajarinya.
    “Secara saksama dan akan melakukan respons proaktif yang terukur,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
    Golkar juga telah menonaktifkan Wakil Ketua DPR dari fraksinya yakni Adies Kadir yang menyampaikan hal kontroversial.
    Ketua Fraksi PAN DPR, Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan partainya menghentikan gaji dan tunjangan untuk dua kadernya yang dinonaktifkan dari DPR yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
    PAN juga menonaktifkan anggotanya dari DPR yakni Eko Patrio dan Uya Kuya. Ketua Fraksi PAN Putri Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa gaji, tunjangan, dan fasilitas untuk Eko dan Uya dihentikan.
    “Ini merupakan bentuk tanggung jawab Fraksi PAN dalam menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik,” ujar Putri Zulkifli Hasan dalam siaran pers, Rabu (3/9/2025).
    PAN juga membuka kanal laporan masyarakat untuk mengawasi kinerja anggota DPR-nya via akun Instagram @lapor.pan dan call center 081298123333.
    Sementara itu, Polri dituntut untuk membebaskan seluruh demonstran, menghentikan kekerasan, dan menangkap anggota dan komandan yang melakukan kekerasan.
    Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Polri tidak anti kritik atas masukan masyarakat.
    “Namun, konteks untuk hal ini kami menyerahkan dalam tuntutan tersebut dan pada prinsipnya Kapolri juga menyampaikan tidak antikritik,” kata Trunoyudo.
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Marinir) Freddy Adrianzah juga menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat yang meminta tentara kembali ke barak dan menarik diri dari urusan pengamanan sipil.
    “TNI sangat mengapresiasi beberapa tuntutan maupun masukan 17+8 yang tiga untuk TNI,” kata Freddy dalam konferensi pers, Jumat (5/9/2025).
    Freddy mengatakan, tuntutan yang diminta dalam waktu tertentu itu akan dihormati TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    Di sisi lain, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi sejumlah poin dalam 17+8 Tuntutan Rakyat yang berkaitan dengan isu ketenagakerjaan.
    Salah satunya adalah poin 16 yang tuntutannya meminta pemerintah mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
    Pemerintah Indonesia, kata Airlangga, akan terus mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan.
    “Tadi kami sampaikan kalau deregulasi dilanjutkan di beberapa industri di Jawa, itu akan bisa meningkatkan 100.000 lebih tenaga kerja ini sedang kita siapkan,” ucap Airlangga.
    Belakangan, media sosial diramaikan oleh template unggahan berjudul 17+8 Tuntutan Rakyat, menyusul masifnya gelombang aksi massa selama beberapa hari.
    Hari ini, Jumat (5/9/2025), merupakan hari terakhir dari tenggat waktu yang diberikan masyarakat kepada pemerintah untuk memenuhi 17+8 tuntutan tersebut.
    Tuntutan itu dihimpun oleh Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah atas tuntutan-tuntutan yang telah disampaikan oleh kelompok buruh, mahasiswa, hingga masyarakat sipil di media sosial.
    Berikut rincian tuntutan yang disusun berjudul “17+8 Tuntutan Rakyat:
    1. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat lainnya selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.
    2. Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.
    3. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
    4. Tangkap, adili, dan proses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan dan melakukan tindakan kekerasan.
    5. Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
    6. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru.
    7. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR) secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.
    8. Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK.
    9. Dorong Badan Kehormatan DPR untuk periksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
    10. Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
    11. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
    12. Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil guna meningkatkan partisipasi bermakna.
    13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
    14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
    15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).
    16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
    17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.
    1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran.
    2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif
    3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil
    4. Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, Penguatan Independensi KPK, dan Penguatan UU Tipikor
    5. Reformasi Kepolisian agar Profesional dan Humanis
    6. TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian
    7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen
    8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.