Institusi: UNPAD

  • Gandeng MSI, BI Bekali GenBI Jabar Sertifikasi BNSP – Page 3

    Gandeng MSI, BI Bekali GenBI Jabar Sertifikasi BNSP – Page 3

    Mahasiswa Generasi Baru Indonesia (GenBI) Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat yang mengikuti kegiatan ini berasal dari berbagai Perguruan Tinggi di Jawa Barat, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), Telkom University, dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati

    Selain itu juga mahasiswa dari Universitas Islam bandung (UNISBA) , Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Koperasi Indonesia (IKOPIN) dan Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA). 

    Mereka berasal dari beragam jurusan. Mulai, Manajemen, Akuntansi, Komunikasi, Teknologi Pascapanen, Hukum Tata Negara, Teknik Geofisika, Teknik Geologi, Teknik Perminyakan, Rekayasa Perangkat Lunak, Sejarah Peradaban Islam hingga jurusan Agribisnis.

    Aqila Syahira Riadi menilai rangkaian sertifikasi Public Speaking dari awal hingga akhir sangat mengesankan dan seru. Ia juga terkesan dengan materi pelatihan online yang sangat informatif dan interaktif. 

    “Terlebih kami juga bisa melihat langsung desa/UMKM binaan ketika site visit, serta ujian sertifikasi. Ini semua sangat bermanfaat bagi seluruh GenBi Jawa Barat,” kata mahasiswi ITB ini.

    Pujian senada diberikan Zefanya, dari Unpad. Menurutnya, pelatihan public speaking dari Magnet Solusi Integra sangat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri dan cara menyampaikan pesan dengan jelas. 

    “Materinya praktis dan mudah dipahami, serta fasilitatornya sangat profesional. Sangat membantu saya dalam sertifikasi BNSP. Terima kasih Bank Indonesia dan Magnet Solusi Integra,” kata Zefanya

  • Idovin Aquaculture International Apresiasi Penelitian Fikom Unpad

    Idovin Aquaculture International Apresiasi Penelitian Fikom Unpad

    Jakarta

    PT Idovin Aquaculture International mengapresiasi hasil penelitian Pusat Studi Komunikasi, Media, Budaya dan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) yang menyebutkan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) No 7 Tahun 2024 tidak hanya menjaga kelestarian ekosistem lobster, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi para nelayan lokal. PT Idovin Aquaculture International merupakan salah satu perusahaan joint venture Indonesia- Vietnam yang mendapatkan dari pemerintah.

    “Penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan yang diterapkan dengan pendekatan ilmiah dan partisipasi masyarakat mampu memberikan hasil nyata bagi keberlanjutan ekonomi dan lingkungan. Kami sangat mengapresiasi langkah ini sebagai fondasi untuk kemajuan perikanan Indonesia,” kata Juru Bicara PT Idovin Aquaculture International, Adinda Cresheilla dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11/2024).

    Adinda mengatakan PT Idovin Aquaqulture International berkomitmen pada pengelolaan budidaya lobster yang berkelanjutan. Untuk itu, lanjut Adinda, kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan komunitas nelayan menjadi sangat penting.

    “PT Idovin Aquaculture International akan terus berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan serta memajukan sektor perikanan Indonesia,” ujar Adinda.

    Penelitian yang dilakukan Fikom Unpad menyebutkan tiga manfaat utama dari kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) No 7 Tahun 2024 yang dirasakan oleh nelayan. Pertama, peningkatan pendapatan yang signifikan berkat akses yang lebih baik ke pasar dan regulasi harga yang adil. Kedua, kelestarian populasi lobster karena kebijakan ini memastikan keberlanjutan ekosistem laut Indonesia, menciptakan keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi. Terakhir, kemudahan akses benih, dimana regulasi yang mempermudah nelayan memperoleh benih lobster dengan harga terjangkau.

    “Dari cerita para nelayan yang kami temui, Permen KP No.7/ 2024 meningkatkan penghasilan mereka. Mereka tahu ada banyak benih lobster di lautan yang jika tidak dimanfaatkan menjadi sia-sia. Para nelayan pun menyadari bahwa mereka menangkap harus dengan bijaksana dan memperhatikan faktor kelestarian alam,” ujar Ketua Tim peneliti Fikom Unpad, Kunto Adi Wibowo.

    Tim Fikom Unpad melakukan penelitian di tiga sentra penangkapan BBL, yaitu Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melibatkan 400 responden. Penelitian dilakukan melalui wawancara tatap muka dalam rentang waktu antara 8-19 Oktober 2024 dan tingkat kesalahan atau margin of error sebesar 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%.

    Hasilnya sebanyak 87,6% responden menyatakan dukungan atas kebijakan pengelolaan BBL. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga hal utama yang membuat para nelayan lobster mendukung kebijakan itu, yaitu adanya peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam dan kemudahan untuk mendapatkan benih.

    Sementara itu, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, Sri Padmoko mengatakan kebijakan budidaya lobster yang mengatur adanya kegiatan budidaya di dalam dan luar negeri sudah tepat. Menurut Padmoko, kebijakan ini juga memberikan keuntungan buat banyak pihak, seperti pedagang alat tangkap, pengelola warung makan, hingga pemerintah daerah.

    “Kekhawatiran tentang penangkapan BBL dapat merusak lingkungan bisa diantisipasi dengan kewajiban pelepasliaran 0,01 persen lobster hasil budidaya ke alam,” kata Padmoko.

    Tonton juga video: Ekoriparian Leuwi Padjadjaran, Obyek Wisata Alternatif Warga Bandung

    (prf/ega)

  • Aturan Tata Kelola Benih Lobster Dinilai Untungkan Nelayan

    Aturan Tata Kelola Benih Lobster Dinilai Untungkan Nelayan

    Jakarta

    Kebijakan pengelolaan lobster dalam Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 mendapat dukungan luas termasuk dari nelayan dan pembudidaya. Hasil penelitian Universitas Padjajaran (Unpad) baru-baru ini bahkan menyebutkan persepsi nelayan terhadap kebijakan itu dapat meningkatkan kesejahteraan dan menjaga keberlanjutan lobster.

    Ketua Koperasi Putra Lautan, Deni Triana Putra, menjelaskan sebagai ketua koperasi nelayan yang memiliki anggota lebih dari 400 orang, dirinya mendukung penuh kebijakan tata kelola lobster di Indonesia saat ini.

    “Dampaknya para nelayan bisa menangkap BBL (Benih Bening Lobster) dengan rasa aman dan nyaman karena tidak melanggar peraturan,” ujar Deni dalam keterangan tertulis, Rabu (27/11/2024).

    Menurutnya, penyelundupan BBL yang ilegal sangat merugikan nelayan karena dapat mengancam kelangsungan ekosistem lobster. Penangkapan yang tidak tercatat akan berdampak negatif pada populasi di alam, sehingga sulit untuk mencari BBL di masa yang akan datang.

    Deni menjelaskan untuk mengatasi penyelundupan, nelayan kini diwajibkan menjadi anggota koperasi. Koperasi tersebut akan membantu mereka dalam mengurus perizinan usaha dan mengajukan kuota tangkapan ke dinas perikanan provinsi melalui dinas kabupaten/kota.

    Dengan adanya prosedur ini, data tangkapan menjadi lebih akurat dan asal usul BBL yang diperdagangkan lebih jelas. Hasil tangkapan dicatat oleh dinas perikanan dan diberikan Surat Keterangan Asal sebagai syarat penjualan ke BLU.

    Sementara itu, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, Sri Padmoko mengatakan kebijakan budidaya lobster yang mengatur kegiatan budidaya di dalam dan luar negeri sudah tepat. Melegalkan penangkapan benih bening lobster dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

    “Nelayan tidak perlu takut lagi menangkap BBL karena sudah legal,” kata Padmoko.

    Padmoko juga mengakui legalisasi penangkapan benih bening lobster menguntungkan berbagai pihak, termasuk nelayan, pedagang peralatan, pengelola warung makan, dan pemerintah. Bagi pemerintah, kebijakan ini menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Menurutnya, pembudidaya lobster dalam negeri juga mendapat keuntungan. Banyak nelayan yang kini membesarkan sebagian benih bening lobster hasil tangkapan hingga mencapai ukuran 30 gram sebelum dijual kepada pembudidaya lokal.

    “Kekhawatiran tentang penangkapan BBL dapat merusak lingkungan bisa diantisipasi dengan pelepasliaran lobster hasil budidaya,” terangnya.

    Padmoko tekankan pentingnya transfer teknologi budidaya lobster modern karena metode konvensional masyarakat lokal menyebabkan tingginya tingkat kematian BBL dan membutuhkan modal besar.

    Ia mendukung pemberian insentif kepada pembudidaya lobster. Padmoko menjelaskan pembudidaya diizinkan menjual BBL untuk dibudidayakan di luar negeri, namun 0,01% dari BBL yang ditangkap harus dikembalikan ke alam sesuai dengan tingkat kelangsungan hidup BBL.

    “Jadi setiap penangkapan BBL 10.000 ekor wajib melepasliarkan satu ekor lobster siap bertelur. Kewajiban pelepasliaran ini yang harus diawasi dan dikendalikan, sehingga sumber daya lobster tetap terjaga,” ujarnya.

    Sebagai informasi, tim Penelitian Fikom Unpad yang dipimpin oleh Kunto Adi Wibowo melakukan penelitian di tiga sentra penangkapan BBL yaitu Kabupaten Pesisir Barat Lampung, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.

    Penelitian ini melibatkan 400 responden dengan margin of error 4,9% dan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan 87,6% responden mendukung kebijakan pengelolaan BBL karena peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam, dan kemudahan memperoleh benih.

    (akd/akd)

  • Urgensi Akal Sehat dan Kewarasan Politik pada Pilkada Serentak 2024
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 November 2024

    Urgensi Akal Sehat dan Kewarasan Politik pada Pilkada Serentak 2024 Nasional 27 November 2024

    Urgensi Akal Sehat dan Kewarasan Politik pada Pilkada Serentak 2024
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEBENARNYA
    perkara
    Pilkada serentak
    sangat fundamental sifatnya bagi demokrasi kita di Indonesia. Oleh karena itu, Pilkada semestinya dijalankan dengan sangat baik dan benar-benar berdasar asas-asas demokrasi yang substantif.
    Mengapa urusan implementasi Pilkada yang substantif ini penting? Karena, sebagaimana dikatakan oleh Robert W. Flack bahwa “Local government is the foundation of democracy, if it fails, democracy will fail”.
    Jadi pemimpin pemerintahan daerah yang akan dipilih adalah pemimpin dari institusi pemerintahan yang menjadi fondasi dari demokrasi, karena pemerintahan daerah adalah “tubuh politik” dari pemerintahan yang langsung berhadapan dengan masyarakat.
    Jika pembentukan kepemimpinan pemerintahan daerah via Pilkada tidak murni lagi berdasarkan asas-asas demokratis dan tidak lagi berdasarkan aspirasi “murni serta original” dari daerah, maka rontok pula tatanan pemerintahan demokratis secara nasional.
    Pasalnya, meskipun di tingkat nasional pemerintahan boleh jadi berjalan relatif demokratis, tapi jika di tingkat daerah pemerintahan daerahnya justru ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan “lain” yang bukan berdasarkan kepentingan masyarakat di daerah, maka mau tidak mau yang terjadi kemudian adalah pembajakan demokrasi di daerah, yang membuat tatanan demokrasi secara nasional juga akan ikut rusak dan keropos.
    Katakanlah, misalnya, jika seorang kandidat terlalu mengagung-agungkan narasi sebagai “orang pusat” di daerah atau orang yang ditunjuk oleh penguasa di pusat untuk daerah, maka pertama, otomatis kedaulatan rakyat daerah dan kepentingan masyarakat daerah akan tersubordinasi di bawah kepentingan penguasa di pusat atau kepentingan tokoh-tokoh kuat di pusat, yang selama ini acapkali tak sama dengan kepentingan rakyat daerah itu sendiri.
    Kedua, dengan terlalu mencantelkan diri secara politik kepada “orang pusat”, artinya sang kandidat sebenarnya tak punya upaya dan inisiatif untuk menampilkan visi misi originalnya sebagai calon kepala daerah di hadapan publik di daerah.
    Jika itu terjadi, maka itu adalah pertanda paling jelas bahwa sang kandidat sebenarnya tidak memahami daerahnya.
    Salah satu indikasi paling sederhana dalam menilai apakah seorang calon kepala daerah benar-benar memahami daerah dan masyarakat daerahnya adalah bahwa sang kandidat tersebut memiliki visi misi mandiri yang biasanya tidak sama dengan penguasa di pusat, karena faktanya setiap daerah memiliki masalah dan keunikan masing-masing, yang khas daerah masing-masing pula.
    Persoalan tersebut hanya dipahami oleh kandidat yang benar-benar memahami daerahnya secara detail dan komprehensif, bukan sekadar memahami persoalan daerah dari dokumen-dokumen formal yang ada atau dari bisikan-bisikan intelektual pelat merah di daerah.
    Jika mayoritas para kepala daerah memahami secara mendalam daerahnya, lalu berhasil membangun daerahnya masing-masing, maka secara matematis maupun kuantitatif Indonesia juga akan terbangun.
    Berbeda dengan, misalnya, jika pemerintah pusat berhasil meraih berbagai prestasi ini dan itu, belum tentu daerah-daerah ikut menikmati prestasi tersebut.
    Oleh karena itulah mengapa kepemimpinan daerah yang lahir dari proses Pilkada yang demokratis sangat krusial untuk demokrasi di satu sisi dan untuk Indonesia sebagai negara bangsa di sisi lain.
    Bahkan, dalam arena politik di Amerika Serikat, sudah biasa dikenal adigium berbunyi “All politics is local”.
    Dalam dokumen keterangan konstitusi Amerika Serikat disebutkan bahwa “America is built on local government. The future of our nation depends on local communities remaining at the core of representative democracy”.
    Dari pernyataan tersebut bisa dirasakan bahwa begitu pentingnya pemerintahan daerah di Amerika Serikat, sehingga harus disebutkan di dalam penjelasan konstitusinya tentang urgensi dan signifikansi pemerintahan daerah terkait dengan eksistensi Amerika sebagai negara demokratis.
    Selain perkara teoritis dan filosofis Pilkada di atas, Pilkada serentak kali ini juga menjadi cukup kritis sekaligus krusial sifatnya bagi Indonesia, karena kibasan dan pengaruh dari Pilpres tempo hari yang masih sangat kentara terasa.
    Banyak kandidat yang hanya bisa menjual-jual nama penguasa di tingkat nasional, hanya karena merasa didukung oleh partai-partai politik yang memang menjadi koalisi pendukung pemerintahan baru di Jakarta.
    Padahal, daerah membutuhkan pemimpin yang benar-benar memahami daerahnya secara mendalam di mana pemahaman tersebut kemudian dijadikan bahan dasar untuk meramu berbagai kebijakan ke depannya, bukan sekadar kemampuan membangun narasi “kedekatan” dengan presiden terpilih atau tokoh-tokoh kuat lainnya di pusat
    kekuasaan
    .
    Celakanya lagi, klaim dan narasi kedekatan dengan pemerintah pusat juga dijadikan oleh beberapa kandidat, terutama calon gubernur, untuk menyelamatkan “jejaring” politik oligarkis yang telah mereka bangun selama sepuluh tahun terakhir, baik di daerahnya sendiri maupun di pusat kekuasaan nasional yang telah menikmati berbagai keuntungan ekonomi politik di daerah dalam beberapa tahun terakhir.
    Sehingga, kemenangan paslon jenis ini justru akan semakin menguatkan tatanan oligarkis-aristokratis lama di daerah yang secara faktual sebenarnya tidak melakukan apa-apa di daerahnya, kecuali memperkaya dan memperkuat dirinya sendiri.
    Pada konteks inilah sebenarnya Pilkada serentak kali ini saya katakan kritis dan krusial. Karena jika publik di daerah tak menyadari adanya kepentingan elitis-oligarkis yang sedang “mencatut” nama penguasa baru sebagai pemenang Pilpres tempo hari, maka daerah, disadari atau tidak disadari, akan terjebak ke dalam permainan “ekonomi politik” yang itu-itu saja.
    Daerah akan dijadikan “pelayan” kepentingan jejaring ekonomi politik (lokal dan nasional) yang hanya ingin mendapatkan “cuan” dalam berbagai bentuk di daerah, tanpa memikirkan masa depan daerah itu sendiri, terutama masa depan masyarakat pemilih di daerah yang telah terlanjur “tertipu” oleh “narasi-narasi” kandidat yang menggambarkan dirinya sebagai “orangnya orang pusat”.
    Padahal, sebagaimana kita ketahui, penguasa baru di pusat pemerintahan tentu sangat menginginkan daerah memiliki pemimpin terpilih yang benar-benar mengakar di daerahnya di satu sisi alias tidak sekadar mengandalkan kedekatannya dengan orang-orang dekat penguasa pusat atau tokoh-tokoh kuat di pusat.
    Di sisi lain, memiliki visi ekonomi politik sekuat yang dimiliki oleh penguasa baru di tingkat nasional alias tidak sekadar mencatut dan menjual-jual program pusat di daerah sebagai kamuflase untuk menutupi diri sebagai kandidat yang sebenarnya tak memiliki visi misi yang jelas.
    Namun, karena Indonesia begitu luas dan begitu banyaknya kepala daerah yang mencari dukungan dari pusat atau dari mesin-mesin politik pendukung penguasa baru di pusat pemerintahan, tentu penguasa baru tak memiliki waktu yang cukup untuk menyeleksi kandidat-kandidat tersebut.
    Pada celah inilah sebenarnya beberapa oknum yang mengaku sebagai “orang dekat” pemenang Pilpres tempo hari atau orang dekat tokoh-tokoh kuat nasional menggunakan kesempatan untuk menawarkan dukungan politik kepada para paslon yang ada di daerah, hanya berbasiskan pada kesepakatan “saling menguntungkan” di antara sesama mereka, tanpa memasukkan kepentingan rakyat daerah ke dalam rumus kesepakatan tersebut.
    Sehingga simbiosis mutualisme dangkal semacam itu akan ikut mendangkalkan tujuan awal dan substantif dari Pilkada, yang semestinya untuk kepentingan rakyat daerah, bukan untuk pihak-pihak yang menyamar sebagai malaikat di daerah.
    Jadi secara ideal, jika kita kembali kepada cerita politik lokal di Amerika di atas, di Indonesia pun sebenarnya tak terlalu jauh berbeda dengan itu.
    Namun dalam perkembangannya, bahkan setelah diberlakukan otonomi daerah sekalipun, yang terjadi justru sebaliknya. Kepala daerah malah semakin identik dengan raja-raja kecil di daerah yang seringkali menggunakan segala cara untuk memenangkan kontestasi di daerah, bukan sebagai pemimpin-pemimpin demokratis yang melegitimasi kekuasannya di daerah atas pengabdian nyatanya kepada masyarakat daerah dan keberhasilannya di dalam memajukan daerahnya.
    Untuk itu, dalam menghadapi Pilkada serentak kali ini dan seterusnya, secara pelan-pelan masyarakat daerah mau tak mau harus terus belajar untuk mengikis keyakinan bahwa kepala daerah adalah raja kecil daerah di satu sisi.
    Di sisi lain, harus pula belajar mengikis keyakinan bahwa kepala daerah harus berstatus sebagai “orangnya orang pusat” dan sebagai “orang titipan pusat”.
    Masyarakat daerah harus mulai mencantelkan kehadiran seorang kandidat dengan kepentingan pribadi pemilih daerah, dengan kepentingan komunitas di mana pemilih daerah berada, dan kepentingan masyarakat daerah secara luas di mana pemilih adalah salah satu di antaranya.
    Jika seorang kandidat hanya “menjual-jual” narasi kedekatan dengan tokoh-tokoh di pusat, tapi menutup mata dan telinganya atas berbagai persoalan yang dihadapi orang daerah dan masyarakat daerah, maka sebaiknya para pemilih di daerah harus belajar untuk menghilangkan rasa takut untuk tidak memilih mereka.
    Takut untuk tidak mencoblos salah satu kandidat yang mengaku-ngaku didukung oleh pusat atau tokoh-tokoh kuat di pusat karena satu dan lain alasan, apalagi karena alasan intimidasi ini dan itu, tak ada artinya dibanding dengan nasib daerah dan nasib masyarakat daerah untuk lima tahun ke depan.
    Sudah tak terhitung jumlah daerah yang gagal mengalami perkembangan dan kemajuan, hanya karena tergoda untuk mencoblos kandidat yang “berusaha” melinierkan dirinya dengan tokoh kuat di pusat, tapi secara substantif tidak bisa berbuat apa-apa untuk daerahnya setelah terpilih.
    Semoga pemilih di daerah semakin memahami kepentingannya dan semakin terang perihal mana kandidat yang paling cocok untuk mewujudkannya. Semoga demikian.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peneliti Unpad: Kebijakan tata kelola lobster dapat dukungan positif

    Peneliti Unpad: Kebijakan tata kelola lobster dapat dukungan positif

    Jakarta (ANTARA) – Pusat Studi Komunikasi, Media, Budaya dan Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) mengungkapkan hasil penelitian kebijakan tata kelola benih bening lobster (BBL) dalam Permen KP Nomor 7/2024 serta Kepmen KP no 24 tahun 2024 tentang patokan harga BBL.

    Pimpinan peneliti Fikom Unpad Kunto Adi Wibowo dalam keterangannya di Jakarta, Senin mengungkapkan, para nelayan lobster mendukung Kebijakan BBL pemerintah. Dua kebijakan itu secara khusus mengatur penangkapan dan budidaya lobster, penggunaan alat tangkap serta pelepasan kembali lobster hasil tangkapan sebesar 2 persen serta penetapan harga BBL.

    “Tercatat sebanyak 87,6 persen responden menyatakan dukungan mereka atas kebijakan pengelolaan BBL. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga hal utama yang membuat para nelayan lobster mendukung kebijakan itu, yaitu adanya peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam dan kemudahan untuk mendapatkan benih,” ujarnya.

    “Sebanyak 65 persen responden sangat setuju bahwa kebijakan BBL saat ini berimbas positif pada kelestarian lobster di alam. Oleh sebab itu mereka menyadari kewajiban untuk mematuhi peraturan pemerintah dengan cara mengembalikan 2 persen tangkapan mereka ke alam, melaporkan hasil tangkapan, serta menggunakan alat tangkap yang pasif dan ramah lingkungan”, ujar Kunto yang juga Ketua Pusat Studi Komunikasi, Media, Budaya, dan Sistem Informasi Fikom-Unpad.

    Namun demikian, ia mengingatkan perlunya peningkatan pengetahuan nelayan lobster terhadap kebijakan BBL salah satunya lewat penyuluhan secara tatap muka, serta menggandeng kepala nelayan untuk sosialisasi, ini menjadi pilihan utama untuk penyampaian informasi kepada para nelayan, karena lokasi-lokasi para nelayan lobster seringkali jauh dari akses transportasi dan telekomunikasi.

    Pewarta: Sinta Ambarwati
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • Profil Paslon Pilgub Sumatera Selatan 2024, Berikut Partai Pengusungnya

    Profil Paslon Pilgub Sumatera Selatan 2024, Berikut Partai Pengusungnya

    Melansir dari KPU berikut profil singkat paslon nomor urut kedua Eddy Santana Putra dan Riezky Aprilia:

    Profil Eddy Santana Putra

    Eddy Santana Putra merupakan pria kelahiran 20 Januari 1957 di Pangkal Pinang dan dikenal sebagai Wali Kota Palembang selama dua periode yaitu tahun 2003 hingga 2013. Kemudian sempat maju dalam Pilgub Sumsel 2013 namun gagal.

    Ia lulus dari SD YKPP Pusri (1969), SMP YSPP (1972), dan SMA Xaverius I (1975). Kemudian menempuh pendidikan Sarjana di Universitas Sriwijaya (1984) dan Pascasarjana di PU The Delft Belanda/Biwopered (1991).

    Melansir dari KPU dia juga lulus dari Pascasarjana dan Doktor di Universitas Sriwijaya pada tahun 2004 dan 2024. Selain itu, Eddy juga pernah terpilih menjadi anggota DPR RI 2019-2024 dan duduk di Komisi VII.

    Profil Riezky Aprilia

    Riezky Aprilia merupakan perempuan kelahiran 18 April 1982 di Palembang dan memulai kariernya sebagai FInansial Konsultan ketika masih berkuliah. Riezky juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPD KNPI Jawa barat dan Wakil Ketua BMI Sumatera Selatan.

    Perempuan berusia 42 tahun itu juga pernah menempuh pendidikan di SD Kartika Candra 2 (1993), SMP Xaverius Maria (1996), dan SMAN 2 Palembang (1999). Kemudian menempuh pendidikan Sarjana di Sekolah Tinggi Hukum (2007).

    Riezky juga menempuh pendidikan Pascasarjana dan Doktor di Universitas Padjadjaran. Diketahui Riezky berhasil menyelesaikan pendidikannya dari Pascasarjana tahun 2012 dan  Doktor tahun 2023.

    Selain berkarier di dunia politik, Riezky juga memiliki bisnis di sejumlah sektor mulai dari properti hingga pusat kebugaran. Dia memulai karier politiknya sejak 2019 sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.

  • UNS dan UMS Masuk Peringkat Terbaik THE Interdisciplinary Science Rankings 2025 – Espos.id

    UNS dan UMS Masuk Peringkat Terbaik THE Interdisciplinary Science Rankings 2025 – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Pintu gerbang masuk kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Foto diambil belum lama ini. (Istimewa)

    Epsosin, SOLO — Dua perguruan tinggi ternama di Soloraya yakni Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) masuk universitas terbaik versi Times Higher Education (THE) Interdisciplinary Science Rankings 2025.

    Mengutip laman www.timeshighereducation.com, THE Interdisciplinary Science Rankings memberikan penilaian khusus pada perguruan tinggi yang memiliki kekuatan dalam bidang ilmu interdisipliner. Sebanyak 749 universitas dari 92 negara turut berpartisipasi dalam edisi pertama ini.

    Promosi
    BRI Sabet Penghargaan Global Berkat Transformasi Digital melalui BRIAPI

    Pemeringkatan ini mencakup 11 indikator penilaian yang dibagi menjadi tiga yakni input (pendanaan), proses (ukuran keberhasilan, fasilitas, dukungan administratif dan promosi), dan output (publikasi, kualitas penelitian, reputasi).

    Dalam THE Interdisciplinary Science Rankings 2025, UNS masuk rentang peringkat ke-201 hingga 250 dunia dan menduduki peringkat ke-6 di Indonesia. UNS meraih total skor 42,–45,4, dengan skor per indikator yakni input 92,4, proses 33,3 dan output 34,1. 

    Sedangkan UMS masuk peringkat ke-601+ dan menduduki peringkat ke-8 di Indonesia. UMS meraih total skor 9,2-25,3, dengan skor per indikator yakni input 28,8, proses 50, dan output 17,8.

    Terdapat universitas ternama di Indonesia lain yang masih dalam THE Interdisciplinary Science Rankings 2025, yakni IPB University yang berhasil meraih peringkat ke-60 dunia sekaligus menjadi peringkat pertama di Indonesia.

    Universitas Indonesia (UI) peringkat ke-65 dunia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) peringkat ke-77 dunia, Institut Teknologi Bandung (ITB) peringkat ke-108 dunia, Universitas Padjadjaran (Unpad) peringkat ke-181 dunia, kemudian Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Andalas peringkat 201-250 dunia.

    Rektor UNS Solo, Hartono, mengatakan peringkat tersebut menunjukan perguruan tinggi berhasil menyelaraskan berbagai disiplin ilmu dalam proses pembelajaran dan penelitian. 

    “Pencapaian UNS dalam peringkat ini menunjukkan universitas telah berhasil mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dalam proses pembelajaran dan penelitian,” kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima Espos, Jumat (22/11/2024).

    Dia berharap melalui peringkat tersebut, kampusnya mampu meningkatkan kualitas penelitian serta pengajaran lintas disiplin ilmu. “Kami berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas penelitian dan pendidikan sains lintas disiplin,” kata dia.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Bayar Shopee Pay Later Lewat BRILink Biayanya Terjangkau Bisa Dimana Saja

    Bayar Shopee Pay Later Lewat BRILink Biayanya Terjangkau Bisa Dimana Saja

    JABAR EKSPRES – Adanya agen Brilink mamang sangat memudahkan semua masyarakat yang melakukan pinjaman online. Pasalnya mereka yang melakukan pinjaman bisa langsung membayar tanpa takut kena denda.

    Mira mengungkapkan, dirinya selalu melakukan pembayaran Shopee Pay Later melalui Agen Brilink dalam sebulan tagihan Rp1250.000 karena banyak macamnya ada tagihan tiga bulan, enam bulan ada yang satu tahun.

    Jadi digabung totalnya Rp1250.000 biaya pengiriman melalui Agen Brilink hanya Rp5000. Pembayaran cepat anti gangguan jaringan.

    BACA JUGA: Terus Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Telah Salurkan KUR Rp158,6 Triliun

    Apalagi Agen Brilink ada dimana-mana sehingga, sangat mudah sekali kalau ingin melakukan pembayaran meski sudah diatas pukul 21.00 WIB masih bisa dibayarkan.

    Makanya ia selalu memilih Agen Brilink untuk melakukan pembayaran tagihan Shopee Pay Later yang sering sekali menjadi pilihannya untuk membeli barang dengan pembayaran dicicil.

    Pemilik Agen Brilink do Desa Serigeni Kecamatan Kayuagung juga ramah apalagi susah lama cukup mengenal. Jadi mereka sudah paham sebulan sekali datang pasti akan melakukan pembayaran pinjaman online.

    BACA JUGA: Dugaan Politisasi dengan Progam PKH Mencuat di Kota Bandung, Pengamat Politik UNPAD: Jika Benar ini Pelanggaran Serius!

    Diera dengan teknologi yang canggih saat ini masyarakat memang sangat dimanjakan oleh layanan dari BRI. Mau apapun bisa dilakukan dimanapun tidak ada masalah meski berada di pelosok.

    Inilah yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat agar bisa dengan mudah bertransaksi dalam kondisi apapun.

    Semoga kedepan semakin banyak layanan yang bisa mempermudah dari BRI.(Nisa)

  • Profil Agus Joko Pramono, Mantan Pimpinan BPK yang Berhasil Merebut Kursi Wakil Ketua KPK

    Profil Agus Joko Pramono, Mantan Pimpinan BPK yang Berhasil Merebut Kursi Wakil Ketua KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Agus Joko Pramono berhasil terpilih sebagai wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Melalui pemungutan suara, Agus Joko Pramono memperoleh 39 suara dari semua anggota Komisi III DPR yang hadir pada rapat pleno hari ini di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

    Agus Joko Pramono dipilih setelah melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang disusul dengan pemungutan suara pimpinan KPK periode 2024-2029 tersebut.

    Tidak hanya Agus Joko Pramono, terdapat empat pimpinan KPK yang juga terpilih, di antaranya Setyo Budianto, Fitroh Rohcayanto, Ibnu Basuki Widodo, dan Johanis Tanak.

    Sebelumnya, nama Agus Joko Pramono telah dikenal sebagai wakil ketua BPK periode 2019-2023. Berikut ini profil Agus Joko Pramono dan perjalanan kariernya.

    Profil Agus Joko Pramono
    Agus Joko Pramono lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1971. Ia memiliki latar belakang pendidikan kuat, yang menjadi fondasi utama dalam perjalanan kariernya.

    Agus menyelesaikan pendidikan S-1 di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), yang memberinya keahlian mendalam di bidang ekonomi, akuntansi, dan pengelolaan keuangan negara.

    Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan S-2 ekonomi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan meraih gelar master of business administration (MBA) dari Monash University, Australia.

    Untuk memperdalam keahliannya, Agus juga menyelesaikan program doktoral di Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan fokus pada akuntansi dan keuangan.

    Dalam bidang akuntansi, Agus memperoleh sertifikasi bergengsi, yaitu Certified Public Accountant (CPA) dan Certified Fraud Examiner (CFE), yang semakin memperkuat kompetensinya di sektor ini.

    Karier Agus dimulai sebagai auditor di lingkungan pemerintahan sebelum akhirnya bergabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 1996. Sejak bergabung dengan BPK, dia menempati berbagai posisi penting, termasuk anggota III BPK, hingga akhirnya menjabat sebagai wakil ketua BPK pada 2019.

    Dengan latar belakang pendidikan yang mumpuni dan pengalaman kerja yang panjang, Agus Joko Pramono dikenal sebagai tokoh yang kompeten dalam pengelolaan keuangan negara dan pemberantasan kecurangan. Tak ayal, Agus Joko Pramono berhasil menduduki kursi wakil ketua KPK periode 2024-2029.

  • Profil Effendi Simbolon, Kader PDIP yang Membelot Dukung RK di Pilkada Jakarta 2024

    Profil Effendi Simbolon, Kader PDIP yang Membelot Dukung RK di Pilkada Jakarta 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Nama Effendi Simbolon kembali mencuat ke publik lantaran dirinya menghadiri acara pertemuan antara Presiden RI ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dengan Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1 Ridwan Kamil atau RK, di Kawasan Cempaka Putih, Jakarta, pada Senin (18/11/2024) malam.

    Dalam pertemuan tersebut, Effendi mengenakan kemeja hitam dan duduk berhadap-hadapan dengan RK. Kemudian, dia juga berjabat tangan dengan RK saat namanya disebut oleh Ketua Timses RIDO Ahmad Riza Patria, bahwa Effendi Simbolon adalah kader PDIP yang mendukung Ridwan Kamil.

    Lantas siapa sebenarnay sosok Effendi Simbolon?

    Profil Effendi Simbolon

    Dr. Effendi Muara Sakti Simbolon, M.I.Pol lahir pada 1 Desember 1964 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia merupakan sosok yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI selama emoat periode sejak 2004.

    Saat itu, Politikus PDIP ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII yang berfokus pada bidang permasalahan Energi Sumber Daya Mineral, Riset, Teknologi dan Lingkungan Hidup hingga 2013. Adapun, sejak 2019, dia merupakan anggota Komisi I DPR RI. 

    Di internal partai PDIP, Effendi pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Sumber Daya dan Dana PDIP, bahkan dia juga sempat diusung sebagai bakal calon sekretaris jenderal PDIP untuk periode tahun 2010 hingga 2015.

    Menilik ke belakang, pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini merupakan putra bungsu dari St. MM Simbolon dan Martha br. Tobing. Dia mengenyam pendidikan di SD Negeri Cendrawasih Banjarbaru (1969–1975), kemudian berpindah ke Jakarta. 

    Di Jakarta, dirinya bersekolah di SMP Negeri 41 Jakarta (1975–1979) dan SMA Negeri 3 Jakarta (1979–1982). Dalam bangku pendidikannya, Effendi pernah ditunjuk menjadi Ketua Alumni SMA Negeri 3 Jakarta dengan anggota sekitar 600 orang yang terdiri dari berbagai kalangan.

    Selepas lulus SMA, Effendi mengemban studi S-1 Manajemen Perusahaan di Universitas Jayabaya dan meraih gelar Doktorandus pada 1988. Sambil berkursi di DPR, pada 2011 dia masih haus mengejar ilmu dengan menempuh studi S-2 Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Magister Ilmu Politik pada 2013. Bahkan, dia langsung melanjutkan studi S-3 Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran dan meraih gelar Doktor pada 2015.

    Tak hanya mengenyam pendidikan, ternyata dia juga dipercaya dalam sejumlah bidang organisasi, salah satunya untuk menjabat sebagai Ketua Umum PB Lembaga Karate-Do Indonesia (PB Lemkari) hingga tahun 2012 menggantikan ketua lama periode 2004-2008, Doddy Susanto. Tak hanya itu, Effendi juga merupakan salah satu penggagas terbentuknya Pusat Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (PSBI), sebuah perkumpulan bagi marga Simbolon.

    Kemudian, Effendi juga sempat ikut berpartisipasi sebagai calon gubernur pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013 dan berpasangan dengan Jumiran Abdi. Dalam pemilihan ini, pasangan Effendi-Jumiran meraih posisi ke-2 dengan 24,34 persen suara, sementara posisi pertama diraih pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi dengan 33,00 persen suara.