Institusi: UNPAD

  • Pakar usai ambang batas dihapus: Tim independen dapat minimalkan calon

    Pakar usai ambang batas dihapus: Tim independen dapat minimalkan calon

    Rakyat mau jadi ASN saja syaratnya ketat sekali, tetapi kok posisi sepenting presiden dan wakil presiden sebuah negara enggak bisa seketat itu.

    Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Sri Zul Chairiyah mengusulkan adanya tim independen untuk meminimalkan jumlah calon setelah penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

    Profesor Sri Zul Chairiyah menjelaskan bahwa negara dapat membentuk tim independen tersebut untuk melihat kesiapan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Tim independen ini dapat diisi oleh akademikus, ekonom, hingga praktisi hukum.

    “Akan tetapi, tidak ada orang partai di dalamnya,” kata Prof. Sri saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Menurut dia, secara teknis dapat dimulai dengan partai politik mengajukan nama pasangan calon presiden dan wakil presiden, kemudian tim independen menyeleksi kelayakannya, lalu partai politik mendeklarasikan pencalonannya.

    Selain itu, dia mengusulkan agar persyaratan pencalonan juga diperketat seperti berusia minimal 40 tahun dan maksimal 70 tahun serta minimal telah menempuh pendidikan S-2 untuk menunjukkan kualitas pendidikan dan pola pikirnya.

    Selanjutnya, tidak pernah terjerat kasus pidana atau perdata sebelumnya, serta telah menjadi anggota partai politik selama 3 atau 5 tahun dan mendalami visi maupun misi partainya.

    “Bukan karbitan atau jadi anggota partai karena ingin mencalonkan diri. Ini juga bisa sebagai bentuk penyaringan kualitas kader untuk menjadi pemimpin,” jelasnya.

    Ia menjelaskan bahwa pengetatan pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut agar rakyat dapat merasakan keadilan.

    “Rakyat mau jadi ASN (aparatur sipil negara) saja syaratnya ketat sekali, tetapi kok posisi sepenting presiden dan wakil presiden sebuah negara enggak bisa seketat dan seberkualitas itu yang tersaring?” katanya.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghapusan tersebut diatur dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pakar: Putusan MK 62/2024 perlu dikawal dengan revisi UU kepemiluan

    Pakar: Putusan MK 62/2024 perlu dikawal dengan revisi UU kepemiluan

    Tentunya masih harus dikawal dengan revisi UU kepemiluan sehingga pembenahan secara sistemis bisa dilakukan.

    Jakarta (ANTARA) – Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Caroline Paskarina memandang perlu mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang mengatur penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dengan merevisi undang-undang kepemiluan.

    “Tentunya masih harus dikawal dengan revisi UU kepemiluan sehingga pembenahan secara sistemis bisa dilakukan,” kata Caroline saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Menurut dia, pengawalan tersebut perlu karena putusan MK tersebut dinilai sebagai upaya untuk memperbaiki sistem kepemiluan, terutama yang berkaitan dengan pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Caroline berharap putusan MK tersebut dapat memperluas ruang kompetisi antarpartai politik sehingga figur-figur potensial dengan kinerja dan track record (rekam jejak) baik bisa punya peluang lebih besar untuk dicalonkan oleh partai politik.

    Selain itu, kata dia, partai politik juga bisa memanfaatkan putusan MK tersebut untuk membenahi mekanisme rekrutmen dan kandidasi.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pakar: Parpol harus bekerja dari sekarang setelah ambang batas dihapus

    Pakar: Parpol harus bekerja dari sekarang setelah ambang batas dihapus

    Jakarta (ANTARA) – Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yusa Djuyandi mengatakan bahwa partai politik (parpol) harus bekerja dari sekarang setelah ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dihapus.

    “Bekerja itu maksudnya parpol menyiapkan siapa saja kader yang akan mereka usung, atau melakukan penjaringan internal sejak dini,” kata Yusa saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Menurut dia, menyiapkan kader sejak dini perlu karena penghapusan presidential threshold akan memberikan kesempatan parpol-parpol di Tanah Air untuk menawarkan kader terbaiknya sebagai calon pemimpin negara.

    Yusa mengatakan bahwa menyiapkan kader sejak dini perlu karena masyarakat nantinya akan dihadapkan dengan banyaknya pilihan untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Ia mengusulkan agar terdapat syarat pengalaman bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk maju dalam pemilu sebagai respons penghapusan ambang batas tersebut.

    Syarat pengalaman yang dimaksud, kata dia, adalah sebagai pemimpin di pemerintahan atau dalam konteks perpolitikan.

    “Batas usia juga penting. Menurut saya, minimal 45 tahun untuk calon presiden maupun calon wakil presiden sebab pada usia itu mereka yang maju mungkin sudah punya pengalaman,” jelasnya.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghapusan tersebut diatur dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Respon Mahfud MD Terhadap Tudingan Romli Atmasasmita soal Pasal Fitnah dan UU ITE – Halaman all

    Respon Mahfud MD Terhadap Tudingan Romli Atmasasmita soal Pasal Fitnah dan UU ITE – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara yang juga mantan Menkopolhukam RI, Mahfud MD, merespon pernyataan Guru Besar Hukum Unpad, Romli Atmasasmita, yang menuding dirinya bisa dipidana pasal fitnah dan UU ITE.

    Hal ini terkait pandangannya yang menyebut tidak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor.

    “Prof. Romli menganggap saya salah karena tak bertanya dulu kepada ahlinya terkait pemberitaan maaf oleh Presiden kepada koruptor. Saya juga menganggap Prof. Romli salah karena tidak bertanya dulu kepada saya tentang apa yang saya katakan atau tidak mendengar sendiri apa yang saya katakan di Podcast Terus Terang Episode 34 tanggal 24 Desember 2024,” kata Mahfud melalui keterangan tertulis pada Rabu, (1/1/2025).

    Mahfud menjelaskan penilaian dirinya bahwa pelaku korupsi tak bisa dimaafkan, diawali oleh Presiden Prabowo Subianto yang mengatakan akan memberi kesempatan kepada koruptor untuk dimaafkan secara diam-diam, apabila bersedia mengembalikan hasil korupsinya.

    Pernyataan Presiden Prabowo tersebut disampaikan saat berpidato di hadapan mahasiswa di Al Azhar Conference Center, Universitas Al Azhar, Kairo, Rabu, 18 Desember 2024 lalu.

    “Saya bilang, pemberian maaf kepada koruptor tak bisa dilakukan. Kalau itu dilakukan, maka bertentangan dengan hukum. Tak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor,” ujar Mahfud.

    Setelah itu, ada Menko Kumham Impas, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut Presiden bisa memberi amnesti.

    Lalu, ada Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang menyebut soal mekanisme denda damai di UU Kejaksaan.

    Serta, ada Hotman Paris yang turut menuding Mahfud MD salah besar karena Presiden bisa memberi amnesti dengan mencontohkan amnesti pajak.

    “Tak apa, itu semua perbedaan pendapat. Saya tetap bilang, tetap tak boleh memaafkan koruptor secara diam-diam.”

    “Saya tahu betul bahwa Presiden bisa memberi amnesti, tapi tak bisa dilakukan secara diam-diam. Pemberian amnesti harus dibicarakan dengan DPR.”

    “Semua amnesti dilakukan terbuka, tak ada yang diberikan diam-diam. Amnesti Pajak juga disepakati DPR melalui perdebatan yang terbuka dan panas hingga dibuat dulu UU Tax Amnesty.”

    “Jadi, soalnya terletak pada memberi maaf dan mengembalikan uang korupsi secara diam-diam,” kata Mahfud.

    Mahfud mengingatkan, pemerintah sendiri sudah memberikan klarifikasi kalau denda damai yang dimaksud hanya bisa dilakukan dalam tindak-tindak pidana ekonomi, bukan tindak pidana korupsi.

    Antara lain sudah disampaikan Menteri Hukum maupun Kapuspenkum Kejaksaan Agung.

    Mahfud berpendapat, kalau pemerintah mengampuni koruptor secara diam-diam atau tanpa UU Pemaafan, bisa diartikan ikut melakukan korupsi.

    Sebab, itu berarti membuka jalan bebas yang memperkaya orang lain atau korporasi, secara melanggar hukum dan merugikan keuangan negara.

    “Itu tafsir ‘jika’ hal itu dilakukan, di mana unsur fitnah dan pencemaran nama baik atas pendapat tersebut? Saya bilang ‘jika’ itu dilakukan oleh Presiden, nyatanya tidak dilakukan. Jadi, tidak ada berita bohong dan fitnah di sini. Pernyataan Presiden tersebut nyata adanya dan rekamannya beredar luas berulang-ulang. Hanya saja, sekarang sudah dikoreksi oleh Pemerintah, termasuk oleh Presiden sendiri,” ujar mantan Ketua MKRI tersebut.

    Presiden Prabowo sendiri baru melakukan koreksi atas apa yang disampaikannya di hadapan mahasiswa Kairo tersebut pada Sabtu, pada tanggal 28 Desember 2024.

    Tepatnya, saat berpidato di Puncak Perayaan Natal Nasional 2024 yang diselenggarakan di Indonesia Arena, Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta.

  • Mahfud Sebut Prabowo Bisa Kena Pasal 55 KUHP karena Ampuni Koruptor, Prof Romli Beri Tanggapan – Halaman all

    Mahfud Sebut Prabowo Bisa Kena Pasal 55 KUHP karena Ampuni Koruptor, Prof Romli Beri Tanggapan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Romli Atmasasmita merespons pernyataan mantan Menko Polhukam, Mahfud MD yang menyebut memaafkan koruptor sama saja melanggar Pasal 55 KUHP.

    Prof Romli mengatakan, pernyataan Mahfud bisa disangkakan dengan pasal fitnah dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yakni Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP 1946 tentang Fitnah, serta Pasal 433 UU KUHP 1/2023 dan Pasal 45 Ayat (4) UU 1/2024 tentang pencemaran nama baik.

    “Kesalahan dia satu-satunya adalah tidak mau bertanya pada ahli sebelum menuduh presiden turut serta melakukan tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Bahkan pernyataan Mahfud bisa kena Pasal 45 UU ITE,” kata Prof Romli dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

    Prof Romli menerangkan, Pasal 55 KUHP tentang deelneming atau penyertaan yang disebut Mahfud bisa dikenakan kepada Presiden Prabowo, harus memenuhi dua syarat untuk bisa masuk dalam ranah tindak pidana.

    Pertama, ada kesadaran untuk sama-sama mempersiapkan tindak pidana korupsi.

    Kedua, secara sadar melakukannya bersama-bersama.

    Namun kedua syarat tersebut tidak ada pada Presiden Prabowo Subianto.

    “Kedua syarat tersebut tidak ada pada Prabowo selaku Presiden RI,” kata Prof Romli.

    Sebelumnya Mahfud MD mengkritik pernyataan Presiden Prabowo yang ingin memaafkan koruptor asal uang hasil korupsi dikembalikan ke negara.

    Menurut Mahfud kebijakan tersebut berpotensi melanggar hukum yakni Pasal 55 KUHP.

    Sebab berdasarkan hukum yang berlaku saat ini, tidak dibolehkan mengampuni koruptor karena sama seperti turut serta menyuburkan praktik korup.

    “Menurut hukum, menurut hukum yang berlaku sekarang itu tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena Pasal 55, berarti ikut menyuburkan korupsi, ikut serta, ya. Pasal 55 KUHP itu,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta Utara, Sabtu (21/12/2024).

    Mahfud menegaskan, jika ada pihak yang turut serta atau membiarkan praktik korupsi, maka sikap tersebut memiliki dampak terhadap penegakan hukum.

    Ia pun mengingatkan Presiden Prabowo agar berhati-hati dalam berucap agar tidak masuk dalam lubang kesalahan.

    “Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? Menghalangi penegakan hukum, ikut serta, atau membiarkan korupsi, padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu kerja sama.”

    “Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusak lah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah,” ucap Mahfud.

    “Pak Prabowo bisa mengatakan apa saja karena dia presiden yang terpilih, cuma kita juga harus mengingatkan agar tidak terlanjur salah, itu tugas kita,” lanjutnya.

  • Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        31 Desember 2024

    Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer Bandung 31 Desember 2024

    Tantangan Jabar 2025, Akademisi: Gubernur Harus Berani Tidak Populer
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur baru di Jawa Barat diminta membangun fondasi yang kuat. Berbagai keputusan atau pendekatan yang diambil sebisa mungkin menghindari proyek besar yang hanya bertujuan meningkatkan popularitas jangka pendek.
    Hal itu disampaikan Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran (
    Unpad
    ) sekaligus Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Profesor Arief Anshory Yusuf dalam diskusi “Outlook Ekonomi, Hukum, dan Politik Indonesia dan Jawa Barat 2025.
    “Fokus harus diarahkan pada kebijakan yang bersifat mendasar dan jangka panjang, meskipun hasilnya tidak langsung terlihat,” ucap Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Arief Anshory Yusuf dalam rilisnya, Selasa (31/12/2024).
    Arief mengingatkan, pemerintah yang sukses bukanlah yang mencari glorifikasi saat masa jabatannya, tetapi yang membangun dasar kokoh bagi masa depan.
    “Jadi harus berani untuk tidak populer, tetapi tetap berorientasi pada hasil yang substansial,” tegas Arief.
    Menurutnya, Jabar sangat dikenal sebagai hub-manufaktur di Indonesia. Di mana pemerintah, baik pusat maupun provinsi, masih sangat mengandalkan sektor manufaktur.
    “Ketergantungan dengan sektor manufaktur ini terlihat dari kebijakan hilirisasi yang menjadi langkah untuk menghidupkan kembali industrialisasi yang mengalami stagnasi,” tutur Arief.
    Langkah ini, dimotivasi fakta Indonesia, termasuk Jabar mengalami stagnasi industrialisasi. Namun, kontribusi sektor manufaktur Jabar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sudah tidak signifikan seperti dulu.
    “Manufaktur Jabar menghadapi tantangan berat, termasuk persaingan ketat dengan negara-negara seperti Vietnam dan Tiongkok. Bahkan upah minimum pekerja di Vietnam misalnya, itu hanya setengah dari Indonesia. Dan ini menjadikannya lebih kompetitif,” papar dia.
    Ini berakibat, manufaktur tidak lagi menjadi pendorong utama pertumbuhan di Jabar. Perubahan tersebut pun terkonfirmasi dari pertumbuhan ekonomi Jabar yang kini tak lagi di atas nasional.
    Stagnasi di sektor manufaktur mendorong terjadinya tersierisasi atau pergeseran ke sektor jasa yang lebih banyak. Namun, tersierisasi yang terjadi di Jabar cenderung ke arah jasa berkualitas rendah.
    “Selama ini kita seolah berasumsi re-industrialisasi akan berhasil atau hilirisasi akan sukses. Padahal ada rencana lain yang bisa dilakukan yakni memfasilitasi tersierlisasi. Misalnya mengembangkan sektor pariwisata dengan serius, atau pengembangan start-up agar kualitas pekerja meningkat,” ungkapnya.
    Untuk itu, peningkatan kualitas tenaga kerja menjadi tantangan besar bagi Jabar. Pendidikan rata-rata penduduk Jabar masih rendah, dengan angka lama sekolah yang berada di peringkat bawah secara nasional.
    Oleh karena itu, pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif, terutama untuk mendukung sektor startup dan pariwisata yang potensial.
    Lalu dalam lanskap politik Indonesia, Guru Besar dari Universitas Pendidikan Indonesia, Profesor Karim Suryadi mengatakan, dinamika kekuasaan memperlihatkan pola yang relatif stabil dan harmonis.
    Koalisi Indonesia Maju, sebagai koalisi politik dominan, terus menguasai berbagai lini pemerintahan dengan dukungan mayoritas partai politik di parlemen. Hal ini menciptakan suasana “bulan madu” politik yang diperkirakan akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
    Menurutnya, keberhasilan KIM dalam membangun soliditas diantara partai-partai anggotanya, menjadi fondasi utama stabilitas tersebut.
    “Dengan menguasai mayoritas kursi di DPR, koalisi ini memiliki kemampuan yang kuat untuk mengendalikan arah legislasi dan kebijakan nasional. Kesepakatan bersama dalam koalisi ini juga meminimalkan potensi friksi,” ungkap Karim.
    Namun, stabilitas ini bukan tanpa tantangan. Risiko terbesar dalam periode bulan madu politik adalah terjadinya stagnasi akibat kurangnya dinamika oposisi yang sehat.
    “Demokrasi membutuhkan checks and balances untuk memastikan bahwa kekuasaan dijalankan secara transparan dan akuntabel,” ucapnya.
    Disisi lain, lanjutnya, salah satu efek dari dominasi politik ini adalah semakin minimnya partisipasi masyarakat dalam proses politik.
    Sementara itu, paparan pada bidang hukum,
    akademisi
    Unpad, Mei Sunanto menilai, reformasi hukum di Indonesia belum ada perubahan besar yang terasa.
    Langkah yang diambil cenderung setengah hati dan tidak menyentuh tiga elemen utama sistem hukum, yakni substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
    “Banyak undang-undang yang dibuat belum benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Tidak sedikit langkah yang diambil tidak ada landasan hukumnya atau dengan kata lain hanya berbasis diskresi,” ungkap Mei.
    Selain itu, lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan peradilan masih menghadapi masalah besar, misalnya saat ini muncul tren penegakan hukum cenderung lebih cepat dilakukan jika kasusnya menjadi viral terlebih dahulu.
    “Kesadaran hukum masyarakat masih rendah. Banyak orang tidak memahami hak dan kewajiban mereka. Di sisi lain, aparat hukum sering kali masih bekerja dengan mentalitas transaksional, bukan pelayanan yang adil,” papar Mei.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Urgensi satgas pengadaan gabah petani

    Jakarta (ANTARA) – Sebagai operator pangan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, kehadiran dan keberadaan BUMN pangan yakni Perum Bulog, benar-benar sangat strategis.

    Perum Bulog diharapkan tampil selaku perusahaan parastatal yang dapat mengokohkan cadangan pangan Pemerintah melalui pengadaan gabah/beras setinggi-tingginya. Perum Bulog perlu motekar (kosakata dalam bahasa Sunda yang bermakna kreatif) dalam melahirkan terobosan cerdas dan inovatif.

    Itu sebabnya, wajar jika Pemerintah selalu mendorong Perum Bulog untuk meningkatkan serapan gabah/beras.

    Penyerapan gabah/beras itu perlu dioptimalkan, terutama pada saat panen raya berlangsung. Hal itu disampaikan Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui akun Instagramnya.

    Lebih jelasnya berbunyi, “Sobat Pangan, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong Perum Bulog untuk mengoptimalkan serapan gabah/beras petani pada saat panen raya”.

    Apa yang dilakukan Perum Bulog dalam menggeber penyerapan gabah petani mengingatkan penulis pada kejadian sekitar 44 tahun lalu.

    Saat itu, Bulog melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mempercepat penyerapan gabah petani.

    Kerja sama tersebut diwujudkan dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Pangan Dalam Negeri. Banyak mahasiswa yang dilibatkan sebagai operatornya di lapangan.

    Lebih dari 4 dekade lalu, sebagai mahasiswa jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB, penulis terlibat aktif dalam proses satgas tersebut.

    Selama sebulan penuh, para mahasiswa IPB bersama petugas Bulog turun ke sawah untuk membeli langsung gabah petani.

    Seiring dengan itu, dilakukan pula pencerahan soal Bulog. Digambarkan Bulog bukan tengkulak. Bulog adalah sahabat petani. Itu sebabnya, Bulog berkewajiban membantu petani untuk memperoleh harga wajar pada saat panen raya tiba.

    Pencerahan petugas Bulog bersama mahasiswa IPB kepada para petani ini betul-betul sangat efektif sehingga hasil pengadaan gabah/beras dalam negeri berhasil sesuai target yang ditetapkan.

    Satgas Pengadaan Pangan memang bukan sekadar mencari gabah/beras para petani, melainkan juga sebagai media untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan Pemerintah di bidang pangan, khususnya pergabahan dan perberasan.

    Satgas berkiprah juga sebagai penyuluh yang berkomunikasi dengan petani di lapangan.

    Pengalaman ini, tentu cukup penting disuarakan kembali saat ini. Langkah Perum Bulog jemput gabah/beras petani sebetulnya telah digarap Bulog bekerja sama dengan IPB sekitar 44 tahun lalu.

    Artinya, kalau 44 tahun lalu Bulog membentuk satgas, apa tidak mungkin, sekarang ini pun Perum Bulog bersama beberapa perguruan tinggi kembali membangun kerja sama untuk menerjunkan para mahasiswanya menjemput gabah/beras para petani.

    Perum Bulog, misalnya, bisa menugaskan Divre Jawa Barat untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti IPB, Universitas Padjadjaran, atau yang lain guna menggarap pengadaan di sentra-sentra produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Indramayu.

    Di Jawa Tengah, divisi regional (divre) bisa bekerja sama dengan UGM dan perguruan tinggi lainnya. Begitu pun di Jawa Timur, dapat dibuat kerja sama Divre Jawa Timur dengan Universitas Brawijaya, Universitas Jember, dan lain sebagainya. Hal yang sama, dapat ditempuh di sentra-sentra produksi padi lainnya.

    Kemitraan seperti ini perlu digarap agar Perum Bulog mendapat dukungan langsung dari kalangan akademisi untuk mengoptimalkan keberadaan Perum Bulog dalam menjalankan peran utamanya sebagai operator pangan.

    Yang harus dihindari adalah tampilnya Perum Bulog hanya sebagai pedagang yang akan membeli gabah/beras petani sematatanpa memosisikan BUMN ini sebagai lembaga pangan yang memiliki tanggung jawab sosial.

    Copyright © ANTARA 2024

  • Dr. Pepi Siti Paturohmah, S.S., M.Pd. – Halaman all

    Dr. Pepi Siti Paturohmah, S.S., M.Pd. – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dr. Pepi Siti Paturohmah, S.S., M.Pd. merupakan Sekretaris Prodi Tadris Bahasa Inggris Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, Jawa Barat.

    Selain itu, ia juga merupakan dosen bahasa Inggris di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

    Pepi Siti Paturohmah menempuh pendidikan di SMA Negeri Cicalengka.

    Usai lulus, ia melanjutkan pendidikan jenjang Sarjana di Universitas Padjadjaran.

    Wanita berusia 49 tahun ini berhasil menyelesaikan studi S2 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada 2005.

    Di tahun 2024 ini, Pepi Siti Paturohmah bersama dua dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung lainnya lolos seleksi peserta program International Faculty Exchange Week (IFEX) di Universiti Utara Malaysia (UUM).

    Dengan minat penelitian di bidang Puisi, Sastra Inggris, dan Feminisme, ia terus aktif berkarya. Tak hanya di dunia akademik, ia juga membagikan kesehariannya sebagai dosen di Instagram.

    Namun, Dosen Tetap UIN Bandung itu meninggal dunia akibat kecelakaan di Ruas Jalan Tol Cipularang KM 86 B, tepatnya di wilayah Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Senin (23/12/2024) pagi.

    Kecelakaan maut ini melibatkan minibus Toyota Innova Zenix bernomor polisi B 1336 AKQ dan truk Hino bernomor polisi T 9331 BM.

    “Kejadian bermula sekitar pukul 06.00 WIB, saat minibus yang melaju dari arah Bandung menuju Jakarta, tiba-tiba menabrak bagian belakang truk Hino yang ada di depannya,” kata Kanit Laka Polres Purwakarta, Ipda Istiyaningrum Kemala Sari, kepada wartawan, Senin (23/12/2024).

    Setelah menerima laporan pada pukul 07.30 WIB, lanjut Arum, petugas langsung menuju lokasi kejadian untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengidentifikasi korban.

    Dalam kecelakaan ini, ia menyebutkan, satu orang penumpang dari minibus bernama Pepi Siti Paturamah dinyatakan meninggal dunia. 

    “Dua korban lainnya, yaitu pengemudi Ivan Sukma Prakasa (28 tahun) dan penumpang Dr. Hj. Ulfiah (55 tahun), mengalami luka-luka dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Abdul Rajak Purwakarta untuk mendapatkan perawatan,” ujarnya.

    Dilihat Tribunjabar.id, minibus yang ditumpangi Pepi mengalami kerusakan signifikan di bagian depan, dengan kaca depan hancur lebur. Sedangkan, truk hanya mengalami kerusakan ringan di bagian belakang.

    Sementara itu, Ketua PCNU Kabupaten Purwakarta, Ahmad Sahroni, menjelaskan korban tewas mengalami pendarahan parah di bagian kepala, sedangkan korban luka berhasil selamat meski alami lupa di kepala. 

    “Berangkat dari bandung tujuan Bogor, di mobil tiga orang sopir, Professor Ulfi kemudian doktor Pepi yang almarhum yang meninggal.”

    “Kondisi korban selamat sudah sadar di lantai 5 tentunya pendarahan di kepala, yang meninggal pendarahan di otak lebih parah sehingga langsung meninggal, Doktor Pepi dosen UIN Bandung,” lanjutnya.

    Ahmad Sahroni menuturkan, korban tewas sudah dibawa pulang oleh pengurus NU ke rumah duka di Bandung, sementara korban luka masih dalam perawatan tim medis di RS Abdul Radjak Purwakarta. 

    Korban luka:

    1. Ivan Sukma Prakasa (Pengemudi Minibus) – 28 Tahun, Laki-laki, swasta, alamat Jalan  Murni I Nomor 22 RT 05/03 Kecamatan Ciateul Regol, Kota Bandung (luka ringan)

    2. Dr. Hj. Ulfiah (Penumpang Minibus) – 55 Tahun, perempuan, PNS, beralamat di Bukit Permata Cinunuk Nomor 35 B RT 07/16 Kelurahan Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung (luka ringan).

    (Tribunnews.com/Falza/Hasanudin Aco) (Tribunjabar.id/Rheina, Deanza Falevi)

  • 2
                    
                        Pangkalan Militer AS, Papua Barat, dan Perkara “Sa bodo tapi Sa tau”
                        Nasional

    2 Pangkalan Militer AS, Papua Barat, dan Perkara “Sa bodo tapi Sa tau” Nasional

    Pangkalan Militer AS, Papua Barat, dan Perkara “Sa bodo tapi Sa tau”
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PADA
    pertengahan tahun lalu, tepatnya Juni 2023, draft kerja sama dari militer
    Amerika Serikat
    diajukan dan disepakati oleh Parlemen
    Papua
    Nugini.
    Di dalam perjanjian kerja sama militer tersebut dinyatakan bahwa Militer Amerika Serikat memiliki hak untuk mengembangkan kegiatan militer di satu sisi dan beroperasi dari pangkalan militer Amerika di
    Papua Nugini
    di sisi lain.
    Tentu sebagai konsesi, Papua Nugini, terutama militernya, akan mendapatkan berbagai jenis bantuan dari negara Paman Sam untuk mengembangkan militernya.
    Secara teknis, berdasarkan penjanjian tersebut, dengan persetujuan Papua Nugini, Amerika Serikat dapat menempatkan tentara dan kapal perangnya di enam pelabuhan dan bandar udara penting, termasuk Pangkalan Angkatan Laut Lombrum di Pulau Manus dan sejumlah fasilitas lain di ibu kota, Port Moresby.
    Dengan kata lain, Washington akan memiliki “akses tak terbatas” ke lokasi tersebut untuk “menempatkan peralatan, perlengkapan, dan material”, serta memiliki “hak penggunaan eksklusif” pada beberapa zona di mana dapat dilakukan pengembangan “aktivitas konstruksi” di zona-zona tersebut.
    Jika dilihat isi perjanjiannya, terlihat jelas bahwa Amerika Serikat memang cukup serius ingin bekerjasama dengan Papua Nugini, karena tingkat akses yang didapat cukup luas dan leluasa di satu sisi.
    Di sisi lain, kualitas keterkaitan yang ingin dibangun oleh kedua negara juga terbilang cukup lengket karena mencakup jenis aktifitas yang harus didukung oleh izin pembangunan “konstruksi” baru, sebagai gambaran bahwa jika diperlukan Amerika Serikat bisa membangun pangkalan militer yang lengkap dengan berbagai fasilitas pendukungnya di Papua Nugini.
    Ada apa gerangan? Mengapa tiba-tiba Amerika Serikat meningkatkan kerja sama militer dalam lingkup yang cukup luas dan kualitas kerja sama yang cukup “erat” dengan Papua Nugini?
    Padahal jika dilihat secara lebih detail ke dalam negara Papua Nugini sendiri, Amerika sebenarnya tak memiliki aset berharga untuk dilindungi, layaknya di negara-negara terdekat dari kawasan Indopasifik seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan negara-negara kepulauan di Pasifik, atau pula di negara-negara Timur Tengah.
    Bahkan jika dilihat dari sisi bisnis, terutama pertambangan, China jauh lebih banyak memiliki aset di Papua Nugini ketimbang Amerika Serikat.
    Sebagian besar analis menduga bahwa inisiasi strategis Amerika Serikat tersebut terkait erat dengan semakin tegangngya relasi geopolitis antara Amerika Serikat dan China di wilayah Asia Pasifik.
    Sehingga sebagai imbasnya, Amerika Serikat membangun sebanyak-banyaknya perjanjian kerja sama militer dengan negara-negara yang terkait dengan kawasan Indopasifik, termasuk salah satunya Papua Nugini.
    Jika dilihat secara geostrategis dan geografis, Papua Nugini memang berada pada garis “ketiga” dari tiga lapis garis pertahanan China di Asia Pasifik, meskipun berada pada titik terujung.
    Pun dari sisi Amerika Serikat, Papua Nugini juga tersentuh garis kedua dari tiga lapis garis pertahanan Amerika Serikat di Indopasifik, pun terletak di garis terujungnya.
    Sehingga, secara strategis sebenarnya posisi Papua Nugini kurang terlalu penting, meskipun bukan berarti tidak penting bagi Amerika Serikat.
    Namun, mari kita andaikan saja Papua Nugini cukup penting bagi keduanya, terutama bagi Amerika Serikat, untuk rencana pembendungan ekspansi China ke depannya.
    Lantas, apakah itu adalah “the one and only” motif dari rencana geopolitis-strategis Amerika Serikat di Papua Nugini yang pada masa lalu oleh Australia diberi sebutan “Territory of Papua” itu?
    Atas pertanyaan kedua tersebut, saya justru memiliki perspektif lain. Amerika Serikat, dalam hemat saya, juga melihat Papua dan isu Papua Barat sebagai target lainnya yang ingin dijaga dan dikawal, jika muncul kemungkinan-kemungkinan terjadinya
    referendum
    baru di Papua dengan model referendum yang lebih bebas-demokratis setelah gerakan-gerakan pendukung Papua Barat berhasil berdiplomasi di PBB, sehingga muncul kemungkinan lepasnya Papua Barat dari Indonesia setelah itu.
    Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pangkalan Militer Amerika Serikat di Papua Nugini mendadak menjadi urgen bagi Amerika Serikat tentunya.
    Andaikan jika itu terjadi, Amerika Serikat tentu bisa melakukan aksi gerak cepat untuk melindungi proses referendumnya di satu sisi dan melindungi Papua Barat sebagai kandidat negara baru di sisi lain, dari aksi “tidak terima Indonesia” atas kemungkinan yang bermula dari putusan PBB tersebut, yang berisiko membuat Indonesia kemudian mengambil langkah militer untuk menekan Papua Barat.
    Kemungkinan ini, dalam kacamata khusus, sebenarnya cukup masuk akal dan cukup bisa diterima logika, jika dilihat dari kacamata geopolitis di satu sisi dan dalam kacamata preseden sikap Amerika Serikat di sisi lain, terutama terkait dengan upayanya dalam melindungi proses referendum Papua Barat dan memproteksi calon negara baru di Tanah Papua.
    Karena jika lahir mandat PBB semacam itu dalam waktu-waktu mendatang, bagaimanapun jika itu linier dengan kepentingan Amerika Serikat, maka Amerika Serikat diminta ataupun tidak, akan dipastikan menjadi negara terdekat pertama yang akan memberikan perlindungan kepada Papua Barat, selain Australia tentunya.
    Apalagi, sebenarnya tidak ada yang benar-benar mengetahui sudah sejauh mana lobi-lobi para pihak yang terkait dengan kemerdekaan Papua Barat di level internasional di satu sisi dan di PBB di sisi lain.
    Dengan kata lain, keberhasilan TNI/Polri di lapangan dalam menekan pergerakan OPM dan jejaringnya di Papua, sama sekali bukanlah patokan utama dalam melihat kemungkinan apakah Papua Barat berpeluang lepas atau tidak dari Indonesia.
    Karena jika kita mau belajar dari sejarah, betapa Indonesia sangat tertekannya secara militer pasca-Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945. Namun, melalui jalur lain Indonesia akhirnya bisa menyempurnakan kemerdekaannya di Perjanjian Meja Bundar 1949.
    Bahkan Indonesia sama sekali tak berdaya ketika agresi militer Belanda pertama dan kedua dilancarkan. Ketika itu, Indonesia sebagai negara yang memiliki kekuatan militer, meskipun belum sempurna, sudah nyaris tidak bisa melawan lagi.
    Para pemimpin utama Indonesia telah dipenjarakan. Sehingga diplomasi di PBB di satu sisi dan suasana perang dingin di sisi lain yang mengharuskan Amerika Serikat untuk menekan Belanda agar segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di tahun 1949 di sisi lain, adalah dua hal yang sangat krusial dalam menopang diakuinya Indonesia sebagai negara bangsa merdeka alias tidak lagi dianggap sebagai negara jajahan.
    Dalam kajian buku-buku sejarah geopolitik yang membahas peta besar geopolitik jelang diakuinya Indonesia di dalam Konperensi Meja Bundar dengan gamblang menuliskan betapa dukungan dan tekanan dari Amerika Serikat kepada Belanda agar segera memberikan pengakuan kepada Indonesia menjadi faktor yang sangat penting.
    Selain muncul bukti bahwa Belanda ternyata menggunakan senjata dan perlengkapan tempur yang semula berasal dari program “lend lease” yang dikeluarkan Amerika Serikat dalam membantu sekutu melawan Jerman, tapi akhirnya juga dipakai oleh Belanda untuk melakukan agresi militer pertama dan kedua di Indonesia.
    Begitu pula dengan anggaran Marshall Plan untuk Belanda, yang juga berasal dari Amerika Serikat, dipakai untuk mencoba menundukkan kembali Indonesia pasca-1945 oleh Belanda.
    Kedua hal itu cukup membuat Amerika Serikat marah kepada Belanda. Namun, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya.
    Faktor lainnya yang membuat Amerika Serikat harus menekan Belanda, selain kedua faktor di atas, adalah dimulainya ketegangan geopolitis dengan Uni Soviet di Eropa, alias lahirnya “kawasan “iron Curtain” di Jerman.
    Amerika Serikat dan Eropa akhirnya membutuhkan tambahan pasukan dari kawasan lain untuk digeser dan ditumpuk di Eropa untuk mengimbangi jutaan tentara Stalin yang sudah terlanjur menumpuk di Jerman Timur dan Negara-Negara Eropa Timur pasca-Jerman tumbang.
    Nah, salah satunya adalah pasukan Belanda di Indonesia, yang bisa ditarik segera ke Eropa untuk mendukung kekuatan Sekutu menghadapi kemungkinan perang dengan Uni Soviet, jika Belanda bisa sesegera mungkin hengkang dari Indonesia.
    Kondisi geopolitis serupa nampaknya juga ada di hari ini, baik karena telah dimulainya perang dingin baru antara Amerika Serikat dan China (
    New Cold War
    ) di satu sisi dan karena kepentingan Amerika Serikat untuk membuat Indonesia tak condong ke China di sisi lain.
    Artinya, Papua Barat boleh jadi dijadikan oleh Amerika Serikat sebagai target untuk memberikan peringatan kepada Indonesia, jika Indonesia secara terbuka berani berada di sisi China.
    Karena itulah mengapa Indonesia harus mulai melihat upaya Amerika Serikat di Papua Nugini dalam kacamata kritis di satu sisi dan mulai memikirkan masalah Papua Barat benar-benar sebagai masalah strategis dan serius di sisi lain alias tidak sekadar urusan operasi militer di lapangan.
    Namun cukup disayangkan ketika Prabowo Subianto merumuskan masalah khusus yang harus segera ditangani sekaligus dengan utusan khusus presiden yang akan menyelesaikannya, masalah Papua Barat tidak termasuk di dalamnya.
    Padahal, masalah Papua sangatlah unik dan sudah menahun. Unik karena persoalan tak selesai sebab menggunakan formula penyelesaian yang didatangkan dari Jakarta, alias tak benar-benar lahir di Papua.
    Sehingga di lapangan, di tataran masyarakat Papua sendiri, apapun langkah yang diambil oleh pemerintah pusat untuk menyelesaian masalah Papua, sudah lebih dahulu dicurigai sebagai “rencana-rencana baru” untuk “menipu Papua”, terlepas sebenarnya belum tentu demikian niatan Jakarta.
    Kira-kira bunyi tanggapan masyarakat Papua yang sering saya dengar kala di sana adalah sebagai berikut, “Sa bodo tapi Sa tau”.
    Pernyataan pengakuan yang memiliki arti bahwa meskipun orang Papua Bodoh, tapi mereka mengetahui intensi “kurang baik” dari Indonesia yang hanya ingin menikmati tanah Papua sebagai menu santapan ekonominya.
    Dengan kata lain, rasa tidak percaya orang Papua kepada Indonesia sudah benar-benar berada pada titik nadir.
    Jika sampai terjadi referendum dengan sistem “one man one vote” di Bumi Papua atas isu Papua Barat, maka peluang Indonesia atau opsi pro-integrasi dengan Indonesia untuk menang sangatlah kecil.
    Ditambah lagi dengan hadirnya pangkalan baru Militer Amerika Serikat di Papua Nugini, yang sebenarnya dimaknai secara berbeda oleh orang Papua Barat, yakni sebagai simbol dukungan “hampir” penuh dari Amerika Serikat kepada Papua barat.
    Maka mau tak mau hal itu akan semakin memperburuk prospek Indonesia di tanah Papua jika ternyata suatu waktu terjadi referendum.
    Oleh karena itu, menurut hemat saya, pemerintah harus benar-benar mulai sangat serius dalam menangani masalah Papua Barat.
    Jika Badan Otonomi Khusus bertugas memastikan terealisasinya poin-poin penting di dalam status Otonomi Khusus yang telah diterima oleh Papua, semestinya ada utusan khusus yang selevel dengan menteri yang menangani urusan di luar urusan Otonomi Khusus tersebut.
    Utusan khusus tersebut fokus pada pencarian solusi-solusi strategis agar bisa semakin berdamai dan berdekatan dengan rakyat Papua dari segala tingkatan di satu sisi dan meningkatkan keterikatan emosial psikologis rakyat Papua dengan Indonesia di sisi lain, sembari menjauhkan kemungkinan-kemungkinan pengaruh asing di Papua.
    Pendeknya, dalam konteks yang telah saya jelaskan di atas, mengapa utusan khusus atau staf khusus percepatan penyelesaian masalah Papua, yang diduduki oleh tokoh atau figur yang memang benar-benar memahami dan punya hati untuk Papua di satu pihak dan benar-benar bisa diterima oleh rakyat Papua di pihak lain, menjadi sangat strategis dan krusial sifatnya saat ini.
    Tak menutup kemungkinan figur tersebut berasal dari militer, karena toh memang ada banyak figur militer yang pernah sangat lama bertugas di Bumi Cendrawasih dan memiliki hubungan baik dengan banyak tokoh Papua.
    Intinya, dalam hemat saya, memang diperlukan tim khusus untuk mempercepat proses penyelesaian masalah Papua, di luar Badan Otonomi Khusus, sebelum digoreng secara geopolitis oleh kekuatan-kekuatan besar dunia, salah satunya oleh Amerika Serikat.
    Semoga gagasan sederhana ini sampai kepada Presiden Republik Indonesia terpilih Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • IKA Sadaya FIB Unpad Gelar Reuni Akbar dan Mubes pada 2025

    IKA Sadaya FIB Unpad Gelar Reuni Akbar dan Mubes pada 2025

    Bandung, Beritasatu.com – Musyawarah IKA Sadaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (FIB Unpad) yang berlangsung 2024, di Bale Rumawat Kampus Unpad Dipatiukur pada Minggu, 8 Desember 2024 menghasilkan sejumlah keputusan penting yang sangat dinantikan oleh komunitas FIB. Salah satunya adalah reuni akbar dan Musyawarah Besar (Mubes) IKA Sadaya

    Dalam pertemuan ini, dihadiri oleh perwakilan Dekanat, seluruh kepala program studi (Kaprodi), alumni dari berbagai jurusan, serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB, diputuskan bahwa reuni akbar dan Mubes IKA Sadaya akan diadakan pada 15 Februari 2025 di Kampus FIB Unpad, Jatinangor.

    Wakil Dekan I FIB Unpad, Dr Lina Meilinawati Rahayu, SS M Hum, menekankan pentingnya peran alumni dalam pengembangan fakultas, terutama untuk mendukung mahasiswa yang sedang membangun karier. 

    Kemudian, ia menyampaikan tiga program utama yang diharapkan dapat terwujud melalui kerja sama dengan alumni:

    Pertama, program magang mahasiswa di tempat kerja alumni yang bertujuan memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa dalam dunia profesional.

    Kedua, penelitian di tempat kerja alumni, mahasiswa atau dosen dapat melakukan penelitian yang relevan dengan industri dan kebutuhan dunia kerja.

    Ketiga, program alumni mengajar, yang memungkinkan alumni untuk berbagi pengalaman dan wawasan profesionalnya, sehingga mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas.

    “Dengan kolaborasi yang solid, kami yakin Fakultas Ilmu Budaya dapat menjadi ekosistem akademik yang tidak hanya unggul dalam pengajaran, tetapi juga mampu menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan di masa depan,” kata Dr Lina.

    Selanjutnya, care taker IKA Sadaya Yuszak M Yahya  menegaskan, reuni akbar ini tidak hanya sekadar pertemuan nostalgia, tetapi juga menjadi langkah awal untuk merancang program-program konkret demi kemajuan fakultas, alumni, dan mahasiswa.

    “Kami berharap acara ini dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dan program-program yang bermanfaat. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk alumni, dekanat, komunitas, mahasiswa, dan pihak eksternal, kita dapat memperkuat fondasi Fakultas Ilmu Budaya untuk mencapai kejayaan lebih lanjut,” ujarnya dalam reuni akbar dan Mubes IKA Sadaya.

    Panitia yang menyelenggarakan reuni akbar dan Mubes IKA Sadaya terdiri dari gabungan alumni, dekanat, program studi, komunitas, BEM, mahasiswa, serta pihak universitas. 

    Selain itu, pihak eksternal yang dapat memberikan manfaat strategis juga turut dilibatkan untuk mendukung kelancaran acara.

    “Masukan, ide, dan pengalaman dari berbagai pihak sangat penting untuk memastikan suksesnya acara ini dan mencapai tujuan yang telah disepakati bersama,” tambah Yuszak.

    Tujuan dari reuni akbar dan Mubes IKA Sadaya adalah untuk mempererat hubungan antaralumni dari berbagai angkatan, mengembangkan database alumni yang dapat digunakan untuk berbagai program strategis.

    Kemudian, reuni akbar dan Mubes IKA Sadaya ini juga bertujuan untuk merancang inisiatif kolaboratif yang memberikan manfaat bagi mahasiswa, termasuk peluang magang, penelitian, dan pembelajaran langsung dari alumni, serta membangun program-program yang mendukung perkembangan karier alumni dan memberikan kontribusi nyata bagi Fakultas Ilmu Budaya Unpad.