Institusi: UNPAD

  • Produk Tembakau Alternatif Dinilai Lebih Aman

    Produk Tembakau Alternatif Dinilai Lebih Aman

    Jakarta

    Penelitian terbaru yang diterbitkan oleh Oxford University Press dalam jurnal Nicotine and Tobacco Research mengungkapkan bahwa perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, dapat mengurangi risiko kesehatan terkait sistem pernapasan.

    Penelitian ini menggunakan data dari studi Population Assessment of Tobacco and Health (PATH), sebuah survei longitudinal nasional yang dilakukan oleh National Institutes of Health di Amerika Serikat. Studi ini mengamati perokok dewasa antara tahun 2013 dan 2019 yang sudah mengalami batuk dan mengi/bengek pada awal penelitian.

    Hasilnya, kelompok yang sepenuhnya beralih ke rokok elektronik mengalami peningkatan moderat terhadap kesehatan sistem pernapasan dibandingkan kelompok yang terus merokok. Dari 5.210 subjek yang mengalami batuk, 3.363 orang (65%) tidak lagi merasakan gangguan yang sama. Sedangkan dari 5.367 subjek yang mengeluhkan mengi/bengek pada awal penelitian, 2.862 orang (53%) mengalami perbaikan.

    Jonathan B. Berlowitz, MD, salah satu peneliti dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Boston, mengatakan bahwa pengguna rokok yang beralih sepenuhnya ke rokok elektronik mungkin mengalami perbaikan gejala pernapasan. Namun, bagi mereka yang belum bisa mengurangi intensitas merokok, risiko morbiditas pernapasan masih bisa meningkat.

    Penelitian ini didukung oleh pendapat Dr. Indra Mustika, akademisi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, yang menyatakan bahwa hasil penelitian tersebut konsisten dengan temuan sebelumnya.

    Menurutnya, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik dan tembakau yang dipanaskan, memang memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.

    “Pembakaran tembakau pada rokok konvensional menghasilkan ribuan zat kimia berbahaya, seperti tar, karbon monoksida, dan karsinogen yang menjadi penyebab utama penyakit seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung,” jelas Indra, dikutip Jumat (7/3/2025).

    Dengan menghilangkan proses pembakaran dan menggantinya dengan pemanasan, produk tembakau alternatif dapat menurunkan jumlah zat berbahaya yang masuk ke tubuh, meskipun risiko tetap ada dibandingkan dengan berhenti merokok sepenuhnya.

    Indra berharap pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan pendekatan pengurangan risiko (harm reduction) dalam kebijakan pengendalian tembakau untuk menurunkan prevalensi merokok.

    Menurutnya, beberapa negara seperti Inggris dan Selandia Baru telah berhasil menurunkan angka perokok setelah mengadopsi strategi pengurangan risiko, termasuk memberikan informasi yang lebih jelas mengenai alternatif tembakau yang lebih rendah risikonya.

    “Temuan ini bisa menjadi dasar bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan strategi pengurangan dampak buruk dalam regulasi tembakau. Namun, regulasi tetap diperlukan untuk memastikan produk ini tidak menarik bagi non-perokok dan remaja serta memastikan kontrol kualitas produk agar penggunaannya aman,” tutup Indra.

    Lihat juga video: Tantangan dan Peluang Industri Tembakau dalam Kebijakan Baru

    (rrd/rir)

  • Pakar: TNI dalam jabatan sipil tetap merujuk Pasal 47 ayat (2) UU TNI

    Pakar: TNI dalam jabatan sipil tetap merujuk Pasal 47 ayat (2) UU TNI

    Untuk perluasan ini, saya cenderung memandang lebih banyak mudaratnya ketimbang positifnya buat tentara.

    Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan bahwa penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil tetap merujuk Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

    Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur prajurit TNI dapat menduduki jabatan sipil pada institusi yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, SAR nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.

    “Penempatan pada bidang-bidang lain, kalau enggak jelas, jadi akan mengancam. Ancaman itu bukan cuma ancaman militer terhadap sipil, melainkan mengancam militer jadi tidak profesional,” kata Profesor Muradi saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

    Prof. Muradi menyampaikan pernyataan tersebut ketika ditanya mengenai wacana perluasan penempatan prajurit pada jabatan sipil dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU TNI (RUU TNI).

    “Untuk perluasan ini, saya cenderung memandang lebih banyak mudaratnya ketimbang positifnya buat tentara karena mereka akhirnya nanti tidak fokus pada kerja-kerja pertahanan negara,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mengingatkan kepada prajurit TNI harus tetap profesional sehingga perluasan penempatan tidak diperlukan.

    “Mereka itu jadi tentara ya ‘kan bukan pengin jadi petani, bukan pengin jadi ahli perhubungan, justru mereka adalah untuk membela negara,” katanya.

    Sebelumnya, Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan melaksanakan rapat dengar pendapat Umum (RDPU) pada tanggal 3—4 Maret 2025 untuk mendengar masukan pakar dan lembaga swadaya masyarakat terhadap isu-isu terkait dengan RUU TNI.

    Salah satu masukan yang dibahas dalam RDPU tersebut adalah anggota TNI diperbolehkan mengisi jabatan sipil di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pakar sepakat usia pensiun TNI ditambah dan disinkronkan dengan Polri

    Pakar sepakat usia pensiun TNI ditambah dan disinkronkan dengan Polri

    Nonkombatan artinya gini, dia hanya bertugas di kesehatan militer, tetapi tidak mencakup soal pegang komando dan seterusnya.

    Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi sepakat usia pensiun prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) ditambah, tetapi harus disinkronkan dengan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

    “Kalau usia, saya kira untuk bintara dan tamtama 53 ke 58 tahun, untuk perwira 58 ke 60 tahun, saya kira oke. Akan tetapi, harus disinkronisasi dengan teman-teman di Polri,” kata Prof. Muradi saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

    Prof. Muradi menyampaikan pernyataan tersebut ketika ditanya soal wacana perpanjangan usia prajurit TNI dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI).

    Menurut dia, penambahan usia pensiun tersebut bukan menjadi masalah karena di beberapa negara memungkinkan hal tersebut.

    Apabila penambahan usia pensiun menjadi 65 tahun, menurut dia, hanya diperbolehkan untuk prajurit kedokteran dan nonkombatan.

    “Nonkombatan artinya gini, dia hanya bertugas di kesehatan militer, tetapi tidak mencakup soal pegang komando dan seterusnya. Itu yang paling penting, tetapi itu perlu diatur di PP (peraturan pemerintah),” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa PP turunan dari UU TNI hasil revisi nantinya perlu mengatur prajurit di lingkungan TNI yang dapat pensiun hingga 65 tahun.

    “Dosen di Unhan (Universitas Pertahanan) memungkinkan 65 tahun. 65 tahun ‘kan sama kayak di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) ya. Begitu pula kedokteran, dia memungkinkan juga,” jelasnya.

    Dikatakan bahwa hal tersebut perlu diatur karena saat ini terdapat sejumlah prajurit yang harus pensiun dini mengikuti UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Padahal, kata dia, mereka memegang jabatan fungsional.

    Berdasarkan Pasal 53 UU TNI saat ini, perwira dapat melaksanakan dinas keprajuritan hingga 58 tahun, kemudian 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

    Sebelumnya, Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan melaksanakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) selama 3—4 Maret 2025 untuk mendengar masukan pakar dan lembaga swadaya masyarakat terhadap isu-isu terkait RUU TNI.

    Salah satu masukan yang dibahas dalam RDPU tersebut adalah perpanjangan usia pensiun prajurit TNI.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Puasa Sambil Kerja? Begini Tips Tetap Produktif

    Puasa Sambil Kerja? Begini Tips Tetap Produktif

    Jakarta: Menjalani puasa sambil tetap produktif di tempat kerja bukan perkara mudah, apalagi saat tubuh kekurangan cairan.
     
    Sebab, dehidrasi ringan bisa bikin kamu susah fokus, lemas, dan wajah terlihat sayu. Kalau dibiarkan, dampaknya bisa lebih parah, bahkan mengganggu kesehatan secara keseluruhan.
     
    Melansir Antara, menurut dokter Nadia Alaydrus, Master of Anti-Aging and Aesthetic Medicine lulusan Universitas Padjadjaran, dehidrasi bisa menurunkan daya tahan tubuh.
     
    “Paling sering tuh bikin orang jadi sulit berkonsentrasi, lemas, ya kan? Terlihat sayu, biasanya tuh kayak begitu,” ujar Nadia saat menghadiri acara peluncuran produk air mineral di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu dilansir Antara.
     
    Lebih lanjut, Nadia menjelaskan bahwa dehidrasi yang semakin parah dapat menghambat respons imun tubuh.
     
    Salah satu tanda dehidrasi yang bisa kamu cek sendiri adalah dengan menekan kuku ibu jari hingga memutih. Jika warna normalnya butuh waktu lama untuk kembali, bisa jadi tubuhmu kekurangan cairan.
     

    Berikut tips tetap produktif saat bekerja dan tubuh terhidrasi

    1. Penuhi kebutuhan cairan

    Usahakan minum air mineral minimal 6-12 gelas sehari, dengan pola 2-4-2: dua gelas saat berbuka, empat gelas di malam hari, dan dua gelas saat sahur.

    2. Hindari minuman berkafein dan tinggi gula

    Kopi, teh, dan minuman bersoda bisa memicu dehidrasi karena bersifat diuretik. Sebaiknya, ganti dengan air putih atau infused water yang lebih sehat.

    3. Konsumsi makanan kaya air

    Buah seperti semangka, jeruk, dan mentimun bisa membantu menjaga hidrasi tubuh lebih lama.

    4. Jaga kualitas tidur

    Kurang tidur bisa membuat tubuh lebih cepat kehilangan cairan. Pastikan kamu istirahat cukup agar tetap bugar sepanjang hari.
     

    5. Kurangi aktivitas fisik berlebihan

    Jika harus bekerja di luar ruangan atau beraktivitas berat, usahakan untuk menghindari sinar matahari langsung dan kenakan pakaian yang nyaman.

    6. Kenali tanda-tanda dehidrasi

    Jika merasa pusing, lemas, mulut kering, atau urine berwarna pekat, segera tingkatkan asupan cairan setelah berbuka.
     
    Nadia juga menekankan bahwa kebutuhan cairan setiap orang berbeda-beda, tergantung aktivitas dan kondisi tubuh. Jadi, pastikan kamu minum cukup air agar tetap segar dan bisa menjalani puasa dengan maksimal!
     
    Jangan sampai dehidrasi menghambat produktivitasmu. Yuk, terapkan tips di atas agar puasa tetap lancar dan tubuh tetap fit sepanjang hari!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Berhenti Beroperasi, Petani Ikan Berharap Dapat Terus Memanfaatkan Teknologi eFishery – Halaman all

    Berhenti Beroperasi, Petani Ikan Berharap Dapat Terus Memanfaatkan Teknologi eFishery – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – eFishery, startup teknologi akuakultur yang tengah dalam pemeriksaan kasus fraud, kini telah berhenti beroperasi.

    Ekosistem eFishery sudah berjalan cukup lama. Dan kini, puluhan ribu petani ikan yang menjadi mitranya berharap dapat terus memanfaatkan program dan teknologi eFishery yang terbukti telah membantu mereka selama bertahun-tahun.

    Ketua Kelompok Petani Ikan di Tasik Jawa Barat Mujahid mengungkapkan teknologi eFishery telah membantu pihaknya mengurangi biaya operasional dan meningkatkan pendapatan.

    “Sebelum pakai eFisheryFeeder, kami sering boros pakan sehingga sulit bersaing karena biaya tinggi. Sekarang, kami bisa hemat dan hasil panen jadi lebih baik.” Kata Mujahid dalam keterangannya ke media, Senin (3/2/2025).

    Selain itu kata dia, eFishery telah membantu mereka mendapatkan akses pembiayaan yang sebelumnya sulit didapat. “Sebelum ada eFishery, kami susah cari modal. Sekarang, kami bisa pinjam uang dengan mudah dan bayarnya dicicil sesuai hasil panen,” ujar dia.

    Ia menjelaskan dengan program tersebut dirinya bisa mendapatkan margin sebesar Rp 3.000 per kilogram. “Saya berharap program dari eFishery bisa berjalan lagi. Karena ini menguntungkan petani ikan,” ucap dia.

    Mario, petani budidaya ikan di Ciseeng, Bogor, mengapresiasi peran eFishery. “Fasilitas kredit seperti KABAYAN (Kasih Bayar Nanti) sangat membantu kami dalam membeli pakan. Kredit ini memberikan kelonggaran dalam pembayaran, sehingga kami bisa fokus pada budidaya,” jelasnya.

    Melihat dari laporan FTI yg beredar, pencapaian bisnis eFishery sebenarnya bisa dikatakan cukup impresif. Per tahun, eFishery sempat mendapatkan tambahan revenue Rp2 triliun (50 persen growth) di 2023. Tentu ini tak lepas dari peran para investor.

    Berdasarkan data Tracxn, eFishery telah mendapatkan pendanaan total sebesar USD 294 juta dari investor kelas kakap baik nasional maupun internasional, seperti Northstar Group, Temasek, Softbank, Aqua Spark, dan lainnya. Perusahaan teknologi akuakultur ini sudah lolos dan menerima investasi berdasarkan verifikasi puluhan investor besar nasional dan global karena diakui memiliki teknologi dan bisnis yang potensial untuk berkembang dan berdampak.

    Meskipun dihantam skandal, berbagai pihak masih melihat eFishery sebagai bagian penting dalam transformasi industri akuakultur di Indonesia.

    Prof Dr Yudi Nurul Ihsan Pakar Perikanan dari Universitas Padjadjaran, menyebut eFishery sebagai pelopor dalam digitalisasi perikanan.

    “Keberadaan eFishery membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas petani. Namun, tantangan dalam manajemen keuangan menjadi pelajaran penting bagi startup di sektor agritech,” katanya. Sebab selain pendanaan, startup juga harus didampingi oleh pakar di bidangnya agar tetap berada pada jalur yang benar. (Kontan/tribunnews.com)
     
     
     
     

  • Amanat Research Institute gelar diskusi kebijakan bahas isu kelautan

    Amanat Research Institute gelar diskusi kebijakan bahas isu kelautan

    “Diskusi ini harus menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa diterapkan,”

    Jakarta (ANTARA) – Amanat Research Institute menggelar acara diskusi kebijakan bertemakan Meninjau Potensi Nilai Ekonomi dan Restorasi Lingkungan Hidup dalam Pengembangan Konektivitas Alur Laut Kepulauan Indonesia di Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat (28/2).

    Direktur Eksekutif Amanat Research Institute Bayu Satria Utomo menyampaikan acara tersebut merupakan wujud nyata dari implementasi ilmu pengetahuan yang sering dibahas di forum akademis.

    “Hasil dari diskusi ini akan kami teliti lebih lanjut dan kami sampaikan kepada Pak Zulkifli Hasan selaku Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan dan kementerian lainnya,” ujar Bayu dalam kesempatan tersebut, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Bayu berharap generasi muda dapat mengambil pelajaran dari diskusi tersebut dan menyampaikan aspirasi mereka kepada pembuat kebijakan untuk masa depan yang lebih baik.

    Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus (Stafsus) Menko Pangan Bidang Kebijakan Strategis Intan Fauzi memberikan pandangannya mengenai pentingnya partisipasi pemangku kepentingan dari berbagai sektor.

    Menurut dia, partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan agar kebijakan yang dihasilkan dapat lebih inklusif dan tepat sasaran.

    “Diskusi ini harus menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa diterapkan,” ucap Intan.

    Nantinya, kata dia, seluruh masukan yang disampaikan akan dikompilasi dan diserahkan langsung kepada Menko Zulkifli Hasan untuk dibahas lebih lanjut di tingkat kementerian terkait.

    Sementara itu, Project Manager diskusi kebijakan tersebut, Salman Al Fathan memaparkan potensi ekonomi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

    “Indonesia memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan internasional. Potensi ekonomi yang dapat diperoleh dari pengembangan konektivitas Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sangat besar, baik dari biaya pelabuhan, pajak, pemandu kapal, dan lainnya,” kata Salman.

    Ia menjelaskan bahwa tujuan dari diskusi, yakni untuk mengidentifikasi potensi ekonomi tersebut serta membangun strategi restorasi lingkungan, mitigasi, dan adaptasi masyarakat pesisir terhadap degradasi lingkungan.

    Kegiatan kali ini merupakan hasil kolaborasi antara Amanat Research Institute dan Forma SKSG UI, yang berhasil mengumpulkan beragam pemangku kepentingan untuk membahas isu penting agar menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih baik dan berdampak luas bagi lingkungan dan ekonomi Indonesia.

    Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar dan pejabat penting di bidang kelautan dan lingkungan, di antaranya Stafsus Menko Pangan Bidang Kebijakan Strategis Intan Fauzi, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dan Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Yonvitner, Manager for Ocean and Plastic Waste World Resources Institute Rocky Pairunan, serta Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yus Budiyono.

    Lalu, hadir pula Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjajaran (Unpad) Candra Wirawan Arief, Kepala Kantor Perwakilan Jakarta PT PAL Indonesia (Persero) Mujizat Alam, CEO Supply Chain Indonesia Setijadi, perwakilan dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Akhmad Solihin, perwakilan dari Kementerian Perhubungan Capt. Ari Wibowo, serta peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad.

    Dari diskusi tersebut, para narasumber pakar menyampaikan bahwa pengambilan kebijakan harus memiliki pendekatan multi-disiplin yang dapat menyeimbangkan perspektif pembangunan ekonomi dengan usaha restorasi dan perlindungan lingkungan hidup.

    Selain itu, pembangunan ALKI harus diselaraskan dengan agenda pemerataan pembangunan di daerah, yang diharapkan dapat menciptakan keterhubungan yang mendorong pembangunan ekonomi secara lebih merata.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani

    Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani

    Resep Menjadi Negara Adikuasa Regional dan Macan Asia yang Disegani
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    KEINGINAN
    Presiden
    Prabowo Subianto
    untuk menjadikan
    Indonesia
    sebagai negara kuat di banyak bidang agar disegani negara-negara lain cukup bisa dipahami.
    Toh nyatanya Indonesia secara umum dan simbolik memang besar, setidaknya untuk ukuran regional.
    Dari sisi demografis, sisi ekonomi, dan sisi karakteristik negara kepulauan yang melekat (archipelago), mengindikasikan bahwa Indonesia sebenarnya dan semestinya telah lama menjadi “regional great power”, setidaknya untuk level Asia Tenggara.
    Sehingga cukup bisa dimaklumi mengapa Prabowo sangat berambisi untuk menyesuaikan potensi besar tersebut dengan kenyataan di lapangan di dalam waktu yang diasumsikan relatif singkat, maksimum dua periode pemerintahan beliau.
    Memang selama ini, secara simbolik Indonesia ditahbiskan oleh publik global sebagai “negara senior” di kawasan Asia tenggara, khususnya di dalam Organisasi seperti
    ASEAN

    Namun secara faktual, nyatanya “gelar simbolik” tersebut belum didukung oleh fakta yang ada, karena itulah ditahbiskan hanya secara simbolik.
    Dari sisi militer, boleh jadi jumlah dan kekuatan pertahanan Indonesia terbilang besar. Namun dari sisi kecanggihan teknologi pertahanan, misalnya, dibanding Singapura, tentu Indonesia harus rela berada di bawahnya.
    Dari sisi demografis pun demikian, jumlah penduduk Indonesia terbesar di Asia Tenggara. Namun lagi-lagi dari sisi kualitas SDM, Indonesia masih jauh di bawah Malaysia atau Vietnam, bahkan Filipina, alih-alih Singapura.
    Pun secara geopolitis, di level Asia Tenggara saja, Indonesia bukanlah negara dan kekuatan yang benar-benar bisa dikategorikan “leader”.
    Tidak ada negara anggota ASEAN yang benar-benar bergantung kepada Indonesia secara geopolitis di satu sisi dan tak ada negara di ASEAN yang benar-benar berada di bawah “sphere of influence” Indonesia di sisi lain.
    Sebut saja, misalnya, ketika kudeta terjadi di Myanmar beberapa tahun lalu. Terbukti Indonesia sebagai “pemimpin simbolik” ASEAN tidak bisa berbuat apa-apa untuk memengaruhinya.
    Bahkan, China yang dianggap berada di belakang kudeta tersebut tak berkomunikasi sedikitpun dengan Indonesia.
    Mengapa bisa demikian? Karena memang Myanmar, sekalipun secara kategoris dari berbagai sisi terbilang berada di bawah Indonesia, tidak berada di dalam “ruang lingkup pengaruh” Indonesia di satu sisi dan karena Indonesia secara faktual memang dianggap bukan “Regional Great Power” di sisi lain.
    Apalagi dari sisi
    soft power
    , secara ekonomi, budaya, pendidikan,
    governance
    , dan SDM, misalnya, Indonesia boleh jadi masih setara atau bahkan berada di bawah Filipina.
    Di level ASEAN, secara agregate memang ekonomi Indonesia paling besar, sama dengan aspek demografi. Namun, secara ekonomi, finansial Singapura sangat jelas memiliki “soft power” ketimbang Indonesia.
    Singapura memiliki layanan finansial berkelas dunia, sistem perdagangan yang juga tak kalah mendunianya, pun sistem pendidikan berkualitas global, tata kelola pemerintahan yang diakui semua pihak, budaya disiplin plus budaya antikorupsi kelas wahid, dan SDM-SDM yang memiliki
    skill
    yang setara dengan di negara-negara maju.
    Semua itu membuat negeri Singa itu menjadi “role model” di banyak bidang, bukan saja untuk negara-negara Asia Tenggara, tapi juga dunia.
    Ambil contoh lain, misalnya, tentang pengaruh
    soft power
    negara lain terhadap generasi muda Indonesia.
    Secara faktual budaya K-Pop terbukti lebih berhasil menjadi kiblat gaya hidup anak muda di Indonesia hari ini, setelah generasi sebelumnya juga sangat dipengaruhi oleh budaya “Hollywood” dari Paman Sam dan “Bollywood” dari India, plus budaya “anime” dari Jepang.
    Hanya sinteron yang sangat dramatis-artifisial yang mampu memengaruhi “emak-emak” Indonesia, itupun dalam konotasi negatif.
    Bahkan dalam perkembangan mutakhirnya, dengan viralnya tagar “Kabur Saja Dulu”, semakin memperjelas fakta orientasi psikologis dan kultural generasi muda kita yang sudah jauh berada di luar sana, tidak lagi ada di sini di negerinya sendiri, Indonesia.
    Jadi kembali kepada ambisi Prabowo Subianto untuk menempatkan Indonesia di tengah-tengah radar internasional sebagai “regional great power”, ambisi tersebut tentu sangat bisa dipahami dan semestinya juga didukung semua pihak di Indonesia.
    Selama dilakukan dengan cara dan jalan yang bisa diterima oleh semua pihak, bukan dengan jalan melemahkan demokrasi atau dengan jalan menciptakan oligarki-oligarki baru yang berada di bawah lindungan pemimpin baru, sekaligus menikmati berbagai fasilitas serta kemudahan dari pemerintah, misalnya.
    Karena dengan cara dan strategi yang tidak tepat, Indonesia berpotensi stagnan alias tak bergerak ke atas dalam konteks dan hierarki status geopolitik internasional.
    Misalnya, semakin bersemi korupsi dan nepotisme di Indonesia, maka serta merta akan mendegradasi Indonesia secara geopolitik di tingkat global dan stempel sebagai kepala negara koruptor akan melekat di jidat para pimpinannya sekaligus.
    Oleh karena itu, ambisi regional Prabowo tersebut cukup sejalan dengan semangat antikorupsi yang memang sudah sejak dulu beliau suarakan.
    Namun, apakah sudah didukung oleh fakta yang ada setelah selama beberapa bulan beliau menjadi presiden?
    Nampaknya masih jauh “panggang dari api”. Semoga beberapa kasus korupsi yang mulai diproses belakangan bukanlah bagian dari perang politik, tapi murni proses penegakan “law enforcement”. Sehingga masih tersisa harapan baik untuk waktu mendatang.
    Selain masalah korupsi, masalah demokrasi juga semestinya bisa menjadi “nilai unggul” Indonesia di tataran regional.
    Indonesia adalah negara yang paling demokratis di Asia Tenggara, dengan tatanan dinasti politik (
    dynastic politics
    ) yang lebih rendah dibanding Filipina, yakni negara demokratis lainnya di Asia Tenggara.
    Untuk menjadi kiblat budaya politik demokratis di kawasan Asia Tenggara, sangat jelas sekali Indonesia berpotensi besar.
    Selama Prabowo mewujudkan ambisi antikorupsinya di satu sisi dan melestarikan demokrasi yang substansial di sisi lain, maka Indonesia akan menjadi negara yang memiliki
    soft power
    politik di tingkat Asia Tenggara.
    Penduduk dari negara-negara yang setengah hati menjalankan demokrasi di Asia Tenggara tentu akan menjadikan Indonesia sebagai patokan demokrasi yang ingin mereka dapatkan.
    Namun, jika Indonesia justru mengesampingkan “political comparative advantage” tersebut, risikonya Indonesia justru akan menjadi “follower” di Asia dan Asia Tenggara, karena menganggap bahwa
    political comparative advantage
    dari status negara paling demokratis di Asia Tenggara bukanlah sebagai “soft power” dan justru dikesampingkan.
    Yang terjadi kemudian adalah bahwa Indonesia akan ditertawakan di pentas internasional karena mencatumkan demokrasi di dalam konstitusinya, tapi yang dijalankan justru bentuk politik yang sama sekali tidak demokratis.
    Lalu secara geopolitik, langkah yang dituju oleh Prabowo untuk mencoba bersanding dengan para pemimpin dari negara “Regional Great Power” lainnya, seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, Recep Tayyip Erdo?an, Narendra Modi, dan memasukkan Indonesia ke dalam BRICS, pun segera akan memasuki OECD, sejatinya baru setengah jalan.
    Karena setengah jalan lagi ada di kawasan di mana Indonesia berada, yakni Asia Tenggara.
    Rusia berusaha terus mempertahankan pengaruhnya di negara-negara bekas bagian Uni Soviet dulu, sebagai infrastruktur geopolitik Rusia menjadi
    Great Power
    .
    China pun sama, hampir semua negara saat ini sangat bergantung kepada China dalam satu dan lain hal, terutama Asia dan Afrika.
    India pun tak berbeda, negara-negara yang dianggap satu rumpun budaya dan religius dengan India masih sangat bergantung kepada India secara geopolitis, seperti Bangladesh dan Sri Langka, misalnya.
    Pun apa yang dilakukan Erdogan di Suriah baru-baru ini serta peran Turkiye di Libya juga adalah bagian dari upaya geopolitik Turkiye untuk menunjukkan ototnya (
    sphere of influence
    ) sebagai negara regional
    great power
    di kawasan Asia Minor, persis seperti apa yang dilakukan Iran di Suriah dan Lebanon, misalnya, karena Iran juga mencandra dirinya sebagai regional
    Great Power.
    Tak terkecuali dengan Arab Saudi yang terus menunjukkan pengaruhnya di Afghanistan dan Yaman, misalnya, sebagai simbol dari upaya Arab Saudi dalam mempertahankan statusnya sebagai salah satu
    the great power
    di wilayah Timur Tengah dalam rangka menyaingi Iran.
    Dengan kata lain, berusaha menyejajarkan diri dengan pemimpin-pemimpin negara regional
    great power
    lain adalah salah satu strategi penting, tapi menentukan kawasan yang menjadi domain di mana pengaruh sebuah “regional great power” direalisasikan adalah hal penting lainnya.
    Karena itu, sangat penting bagi pemerintahan yang baru di sini untuk merangkul negara-negara Asia Tenggara lainnya secara halus (secara geopolitik), menebar dan memperlihatkan otot yang ada (
    sphere of influence
    ), dan mendapatkan pengakuan dari mereka atas status Indonesia sebagai
    great power
    di Asia Tenggara, adalah langkah strategis lanjutan yang harus diambil oleh Presiden Prabowo Subianto.
    Namun, masalahnya tentu tak semudah membalik telapak tangan. Secara ekonomi, misalnya, perekonomian Indonesia harus benar-benar bisa tumbuh tinggi sekaligus progresif alias membesar secara signifikan, di mana perekonomian negara-negara Asia Tenggara lainnya menjadi sangat terpengaruh dengan apapun perkembangan yang terjadi di Indonesia.
    Celakanya, faktanya hari ini ekonomi Indonesia bergerak cukup positif, tapi negara-negara lain di Asia Tenggara tidak terlalu bergantung kepada Indonesia.
    Mitra dagang utama Indonesia secara regional bukanlah ASEAN, tapi negara lain, seperti China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
    Bandingkan dengan Amerika Serikat, misalnya, meskipun defisitnya sangat besar dengan China, tapi mitra dagang utamanya tetap Kanada dan Meksiko, sebagai dua negara besar yang dianggap berada di bawah “sphere of influence” negeri Paman Sam.
    Ketegasan Presiden Donald Trump kepada dua negara ini sejak terpilih kembali menjadi presiden adalah bagian dari pertunjukan taring Amerika Serikat sebagai negara
    Great Power.
    Lebih dari itu, secara geopolitik, Indonesia harus bisa bertindak bahwa Indonesia adalah protektor Asia Tenggara dalam segala urusan.
    Sehingga apapun yang ingin dilakukan oleh negara besar dan
    great power/super power
    lain di Asia Tenggara, seharusnya menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang akan diajak untuk berbicara.
    Sayangnya hal itu pun masih jauh dari harapan. Bung Karno mengampanyekan “ganyang Malaysia” pada awalnya adalah karena ketersinggungan beliau terhadap rencana Inggris yang ingin memerdekakan Malaysia (termasuk Singapura kala itu), tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Indonesia yang di mata Bung Karno kala itu adalah “Regional Great Power” di Asia Tenggara.
    Hari ini, Presiden Prabowo Subianto yang kerap mereferensikan dirinya kepada kepemimpinan nasionalistik Sukarno tentu harus belajar banyak dari kegagalan-kegagalan di masa lalu bahwa untuk menjadi negara besar dan “great power regional” tidak bisa sekadar didukung oleh narasi-narasi perlawanan terhadap negara adikuasa, tapi juga harus membangun Indonesia dari dalam di satu sisi dan membangun “ruang pengaruh/sphere of influence” tersendiri di kawasan Asia tenggara di sisi lain, agar Indonesia benar-benar secara defacto dianggap sebagai
    great power
    di tingkat regional.
    Faktanya, karena Indonesia belum mampu bertindak sebagai “great power” di Asia Tenggara, maka hampir semua anggota ASEAN justru berada dalam pengaruh dua kekuatan besar dunia, yakni Amerika Serikat dan China.
    Apalagi, ketika Prabowo bertemu dengan Xi Jinping tempo hari dan memberikan pernyataan bahwa penyelesaian masalah Laut China Selatan di Laut Natuna antara Indonesia dengan China bisa diselesaikan dengan jalur bilateral, serta merta membuat negara-negara anggota ASEAN justru mencurigai Indonesia dan semakin pesimistis bahwa Indonesia layak dianggap sebagai
    Great Power
    kawasan Asia Tenggara.
    Pasalnya, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo melenceng dari “soliditas keserumpunan ASEAN” yang selama ini telah dibangun di satu sisi dan melenceng dari komitmen awal ASEAN untuk penyelesaian masalah Laut China Selatan dengan China harus melalui jalur multilateral dan jalur ASEAN.
    Dengan kata lain, yang disampaikan Prabowo justru membuat Indonesia berpotensi dikucilkan di Asia Tenggara, alih-alih dianggap sebagai “senior” di Asia Tenggara.
    Jadi secara geopolitik di Asia Tenggara, Indonesia harus mulai bersuara lantang dan menggandeng negara-negara yang bisa mengambil keuntungan ekonomi dan politik dari Indonesia, dalam makna positif tentunya, di mana Indonesia melebarkan sayap-sayap ekonominya ke negara-negara seperti Timor Leste, Brunei Darussalam, Myanmar, Filipina, dan bahkan Malaysia, sebelum Indonesia bisa menggandeng Singapura dan Vietnam, misalnya, yang dalam banyak hal tercandra lebih progresif dari Indonesia.
    Bahkan catatan khusus harus diberikan untuk Timor Leste, misalnya. Sekalipun pernah lepas dari Indonesia, tapi karena langsung bersebelahan dengan Indonesia, Indonesia semestinya harus bisa merebut kembali Timor Leste dalam makna geopolitis.
    Jangan biarkan pihak lain “cawe-cawe” di negara kecil yang berbatasan langsung dengan Indonesia itu.
    Bahkan Indonesia harus mendorong BUMN dan para oligar-oligar dalam negeri untuk mencari peluang investasi dan berekspansi ke negara tetangga, termasuk Timor Leste, agar tidak hanya menjadi raja kandang yang terus-menerus disusui oleh ibu pertiwi.
    Hal ini sangat strategis dan urgen dilakukan, mengingat dari berbagai sisi, Indonesia bisa menjadi mitra strategis bagi negara-negara tersebut di satu sisi dan bisa memberikan “sesuatu”, baik secara ekonomi maupun geopolitik dan pertahanan, di sisi lain.
    Gunanya tentu untuk menapaki jalan dalam mendapatkan pengakuan dari negara-negara tetangga terdekat sebagai negara regional
    great power.
    Pun langkah tersebut bisa dijadikan bagian dari bidak catur geopolitik Indonesia untuk mengunci pengakuan dari negara-negara terdekat atas kedaulatan teritorial Indonesia, terutama di daerah-daerah yang sedang berkonflik dengan pemerintahan pusat, seperti Papua.
    Tujuan teknisnya tentu seperti yang dilakukan China di lembaga-lembaga internasional di mana mayoritas negara di dunia tak lagi mempersoalkan kebijakan-kebijakan China di Xinjiang dan Tibet, misalnya, karena mayoritas negara di dunia kini sudah semakin bergantung kepada China, terutama dari sisi ekonomi, teknologi, dan militer.
    Dan tentu saja langkah-langkah strategis yang “outward looking” ini harus dijalankan bersamaan dengan pembenahan dan penguatan kapasitas internal Indonesia dari segala sisi secara “superserius” dan “superfokus”, terutama dari sisi ekonomi, pertahanan, SDM, dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mustahil Jika Hanya Melibatkan Manajemen

    Mustahil Jika Hanya Melibatkan Manajemen

    PIKIRAN RAKYAT – Kasus dugaan fraud eFishery dinilai tidak hanya kesalahan manajemen saja, tetapi juga menjadi masalah banyak pihak. Hal itu sekaligus mencerminkan celah dalam pengawasan dan tata kelola investasi di sektor startup.

    Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Telkom University, Ali Riza Fahlevi, menilai dugaan fraud eFishery merupakan skandal akuntansi yang hampir mustahil hanya melibatkan manajemen.

    “Jika kita melihat skandal keuangan besar dunia, seperti kasus Enron 2002 yang melibatkan firma akuntansi Arthur Andersen, kejadian ini menunjukkan bahwa fraud bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga kantor akuntan publik, bursa, dan konsultan,” kata Ali dalam keterangannya pada Jumat, 28 Februari 2025.

    Ia menambahkan, investor akan melakukan due diligence sebelum menanamkan modal, terlebih dengan nilai investasi yang fantastis. “Jadi, mustahil jika skandal ini hanya melibatkan manajemen tanpa keterlibatan atau setidaknya kelalaian dari pihak lain yang memiliki peran dalam tata kelola perusahaan,” kata Ali.

    Ali menuturkan, startup di Indonesia, meskipun menjanjikan, sering kali menghadapi kendala besar dalam pendanaan dan kontrol operasional. “Di berbagai negara, 80 persen startup gagal. Di Indonesia, angka kegagalannya bahkan bisa mencapai 90 persen karena kesulitan dalam pendanaan dan lemahnya kontrol dari berbagai pihak,” ujarnya.

    Menurutnya, peran kontrol tidak hanya berada di tangan investor, tetapi juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah. Ia menilai perlu adanya badan atau regulasi yang mengawasi pertumbuhan startup secara berkelanjutan, tidak hanya memberikan dukungan di tahap awal tetapi juga mengawal perkembangan bisnisnya dalam jangka panjang.

    “Pemerintah bisa ikut berperan melalui kementerian terkait, seperti Kementerian Investasi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, khususnya dalam kasus eFishery. Bahkan, bisa dipertimbangkan pembentukan badan otonom yang mengawal startup agar tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang,” katanya.

    Ali menekankan bahwa standar akuntansi yang baik dan transparansi dalam laporan keuangan harus dijaga. “Jika kita abai pada prinsip keterbukaan, maka perusahaan bisa kehilangan kepercayaan investor dan berujung pada kehancuran,” kata Ali.

    Ia menegaskan bahwa setiap startup, terlepas dari seberapa inovatif idenya, tetap membutuhkan pengawalan dan kontrol yang kuat. Selain pendanaan, startup juga harus didampingi oleh pakar di bidangnya agar tetap berada pada jalur yang benar.

    Dengan evaluasi yang tepat dan restrukturisasi yang lebih baik, eFishery memiliki peluang untuk bangkit kembali dan terus memberikan manfaat bagi sektor perikanan Indonesia.

    Dari perspektif pengamat dan akademisi, eFishery dipandang sebagai inovasi yang merevolusi industri akuakultur di Indonesia. Teknologi pakan otomatis dan akses pembiayaan yang ditawarkan menjadi solusi atas permasalahan klasik di sektor ini.

    Yudi Nurul Ihsan, Pakar Perikanan dari Universitas Padjadjaran, menyebut eFishery sebagai pelopor dalam digitalisasi perikanan. Keberadaan eFishery membantu meningkatkan efisiensi dan produktivitas petani.

    “Namun, tantangan dalam manajemen keuangan menjadi pelajaran penting bagi startup di sektor agritech,” katanya.

    Menurutnya, eFishery memiliki peluang untuk kembali dengan model bisnis yang lebih transparan dan akuntabel. “Jika evaluasi menyeluruh dilakukan dan kepercayaan petani serta investor dapat dipulihkan, eFishery masih bisa menjadi pemain utama di industri akuakultur,” katanya.

    Kasus dugaan fraud yang menimpa eFishery telah membawa dampak luas, terutama bagi para karyawan, petani budi daya ikan, dan pelajaran mendalam dalam dunia akademik. Meski dihantam skandal yang menyebabkan penghentian operasional sejak Desember 2024, beberapa pihak melihat eFishery sebagai inovasi penting dalam transformasi industri akuakultur di Indonesia.

    Terlepas dari laporan keuangan eksternal, jika ditelisik lebih dalam dari laporan FTI yang beredar, pencapaian bisnis eFishery sebenarnya bisa dikatakan cukup impresif. Per tahun, eFishery sempat mendapatkan tambahan revenue Rp2 triliun (50 persen growth) pada 2023, skala ini salah satu yang terbesar dalam dunia perikanan.

    Profitabilitasnya pun, meskipun mencatat net loss, tetapi jauh lebih kecil dibandingkan perusahaan teknologi lain yang pada saat IPO masih mencatatkan kerugian lebih dari Rp1 triliun, bahkan ada yang hingga Rp3 triliun per tahun. Sementara eFishery pada tahun terakhirnya bisa menumbuhkan profitabilitas hingga 42 persen. Secara bisnis, harusnya sangat bisa dilanjutkan.

    Para petani ikan yang menjadi mitra eFishery turut merasakan dampak kasus ini. Mario, petani ikan di Ciseeng, Bogor, mengatakan, fasilitas kredit, seperti Kabayan (Kasih Bayar Nanti), telah membantunya membeli pakan.

    “Kredit ini memberikan kelonggaran dalam pembayaran, sehingga kami bisa fokus pada budi daya,” katanya.

    Selain aspek pemberian pakan, Mario mengatakan, eFishery juga sempat meluncurkan program pemasaran sejak tahun 2023. “Kami berharap eFishery bisa bangkit, kembali mendukung dan menjadi sahabat petani dengan memberikan kepastian pasar tanpa menekan harga,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Harta Kekayaan LHKPN Sani Dinar Direktur PT Kilang Pertamina International: Rp 15 M Tiada Utang

    Harta Kekayaan LHKPN Sani Dinar Direktur PT Kilang Pertamina International: Rp 15 M Tiada Utang

    Harta Kekayaan LHKPN Sani Dinar Direktur PT Kilang Pertamina International: Rp 15 M Tiada Utang

    TRIBUNJATENG.COM – Berikut rincian harta kekayaan LHKPN Sani Dinar Saifuddin Direktur Feedstock And Product Optimization PT Kilang Pertamina International tersangka korupsi.

    Sani Dinar Saifuddin ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina Niaga hingga membuat negara rugi Rp193,7 triliun.

    Peran Sani Dinar Saifuddin dalam tindak korupsi adalah sebagai berikut:

    1. Bersama AP dan RS, SDS memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

    2. Bersama RS dan AP mengondisikan dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN yang dilaporkan pada 18 Maret 2024, berikut rincian LHKPN Sani Dinar Saifuddin:

    DATA HARTA

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 8.010.000.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 350 m2/180 m2 di KAB / KOTA  BANDUNG, HASIL SENDIRI Rp. 3.200.000.000

    2. Bangunan Seluas 50 m2 di KAB / KOTA BANDUNG, HASIL SENDIRI Rp. 360.000.000

    3. Bangunan Seluas 74 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp. 720.000.000

    4. Tanah Seluas 192 m2 di KAB / KOTA BANDUNG, HASIL SENDIRI Rp. 400.000.000

    5. Bangunan Seluas 33 m2 di KAB / KOTA BANDUNG, HASIL SENDIRI Rp. 230.000.000

    6. Tanah dan Bangunan Seluas 332 m2/80 m2 di KAB / KOTA BANDUNG, HASIL SENDIRI Rp. 1.900.000.000

    7. Tanah Seluas 1200 m2 di KAB / KOTA SUMEDANG, Rp. 1.200.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 827.500.000

    1. MOBIL, TOYOTA VOXY Tahun 2017, HASIL SENDIRI Rp. 325.000.000

    2. MOTOR, HONDA VARIO Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp. 6.500.000

    3. MOBIL, MAZDA CX 5 ELITE Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 300.000.000

    4. MOTOR, VESPA GTS150 Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp. 86.000.000

    5. MOTOR, ROYAL ENFIELD HUNTER 350 Tahun 2022, HASIL SENDIRI Rp. 110.000.000

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 180.000.000

    D. SURAT BERHARGA Rp. 2.487.117.253

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 3.908.296.689

    F. HARTA LAINNYA Rp. 310.000.000

    Sub Total Rp. 15.722.913.942

    III. HUTANG Rp. —-

    IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 15.722.913.942

    Sosok Sani Dinar Saifuddin

    Dikutip dari kpi.pertamina.com, Sani Dinar Saifuddin saat ini telah berusia 47 tahun.

    Ia pernah mengenyam pendidikan di Universitas Padjadjaran Bandung dan berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi tahun 2001.

    Sani pun melanjutkan pendidikannya di Binus University untuk mengambil program Magister Management dari Fakultas Binus Business School Master Program.

    Sani memulai karier di PT Pertamina (Persero) pada 2004 di bidang Oil Products & Crude Oil Trader.

    Pada Januari 2010, ia dimutasi ke Pertamina Energy Services sebagai Trader hingga Juli 2011. 

    Setelah itu, Sani dipercaya menjadi Business Development di Pertamina Energy Services.

    Pengalaman kerja Sani juga mencakup Supply Chain, Market Analysis, dan Crude Trading di Pertamina. Pada 2022, ia diangkat menjadi Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

    9 Tersangka Korupsi Pertamina Patra Niaga

    1. Sani Dinar Saifuddin (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

    2. Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Feedstock And Product Optimization PT Kilang Pertamina International

    3. Agus Purwono (AP), Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International

    4. Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina International

    5. Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa

    6. Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim

    7. Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

    8. Maya Kusmaya (MK), Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga

    9. Edward Corne (EC), VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga. (*)

  • Koma Sebulan, Nanang Sugandi Korban Tabrakan Beruntun di Jatinangor Sumedang Meninggal Dunia – Halaman all

    Koma Sebulan, Nanang Sugandi Korban Tabrakan Beruntun di Jatinangor Sumedang Meninggal Dunia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Sumedang – Kecelakaan beruntun yang terjadi di depan Kantor BRI Jatinangor, Jalan Raya Sumedang-Bandung, Desa Cikeruh, Kabupaten Sumedang, telah menambah jumlah korban jiwa.

    Nanang Sugandi (44) meninggal dunia setelah hampir sebulan dalam keadaan koma akibat kecelakaan tersebut.

    Kematian Nanang menambah daftar korban, yang kini berjumlah dua orang, setelah sebelumnya Ade Supriatna (67) juga meninggal.

    Kecelakaan maut ini terjadi pada Senin, 27 Januari 2025, pagi hari.

    Dalam insiden tersebut, lima kendaraan terlibat, terdiri dari dua mobil dan tiga sepeda motor.

    Kendaraan yang terlibat antara lain, 2 kendaraan mobil dan 3 kendaraan sepeda motor.

    Menurut keterangan Agus Arafat, tetangga Nanang, korban dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung sebelum akhirnya meninggal dunia pada Rabu, 26 Januari 2025, malam.

    “Hampir sebulan korban koma di RSHS. Jenazahnya dimakamkan di Kuningan,” ungkap Agus.

    Penetapan Tersangka

    Kepolisian Resor Sumedang telah menetapkan sopir mobil sedan, yang berinisial PA (22), sebagai tersangka dalam kecelakaan ini.

    PA, seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Padjadjaran, diduga mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi sebelum menabrak empat kendaraan dan tiga orang warga.

    PA kini dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang mengancam hukuman penjara hingga enam tahun.

    Kecelakaan ini menjadi perhatian serius, mengingat banyaknya korban jiwa dan dampak yang ditimbulkan bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

    (TribunCirebon.com/Kiki Andriana)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).