Institusi: UNPAD

  • Awal Mula Dokter PPDS Unpad Lakukan Pelecehan Seksual Menjelang Sahur – Halaman all

    Awal Mula Dokter PPDS Unpad Lakukan Pelecehan Seksual Menjelang Sahur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Awal mula kasus pelecehan seksual oleh dokter PPDS Unpad, PAP (31), terjadi menjelang Sahur pada bulan Ramadan 18 Maret 2025 lalu. 

    Lokasi kejadian berada di gedung MCHC RSHS Bandung.

    Dokter tersebut diduga melakukan pelecehan terhadap beberapa korban.

    Pelaku sudah menargetkan korban incaran.

    PAP melihat korban berinisial FH di ruang IGD RSHS Bandung.

    Setelah menargetkan korban, pelaku meminta korban dari ruang IGD ke Lantai 7 Gedung MCHC RSHS Bandung.

    Di waktu-waktu tiga sampai empat jam menjelang Sahur, pelaku melecehkan korban. 

    Hal itu diungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan.

    “Pelaku meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya,” ujar Kombes Hendra pada saat sesi jumpa pers di Ditreskrimum Polda Jawa Barat pada Rabu (9/4/2025).

    Di salah satu ruang kosong di Gedung MCHC RSHS Bandung, pelaku menodai korban.

    Pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali.

    Setelah itu, pelaku menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya. Beberapa menit kemudian, korban mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. 

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” kata dia.

    Korban Diduga Berjumlah Lebih dari Satu

    Jumlah korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter PPDS FK Unpad, Priguna Anugerah P alias PAP, terus bertambah.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa selain korban yang telah melapor, yaitu FH (21), ada dua korban lainnya yang juga diduga menjadi sasaran pelecehan pelaku.

    Meski demikian, kedua korban tersebut belum melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke pihak kepolisian.

    “Korban FH sudah kita tangani, sementara dua korban lainnya masih berada di rumah sakit dan belum menjalani pemeriksaan,” kata Surawan, Rabu (9/5/2025).

    Surawan memastikan bahwa kedua korban lainnya bukanlah keluarga pasien, seperti halnya FH, meskipun kejadiannya hampir serupa.

    Ia mendorong kedua korban tersebut untuk segera melapor agar proses penyelidikan dapat segera dilakukan.

    “Kami mendorong mereka untuk datang dan memberikan keterangan. Satu korban sudah berniat melapor sebelum Lebaran, tetapi terhambat waktu,” tambahnya.

    Pihak kepolisian masih menunggu kedatangan korban untuk memberikan kesaksian lebih lanjut, sementara investigasi terhadap kasus ini terus berlanjut.

    Berdasarkan data dari KTP, pelaku diketahui beralamat di Kota Pontianak namun saat ini tinggal di Kota Bandung. Sementara itu, korban merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” ujar Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” tegas Hendra.

    Seorang dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terancam sanksi berat setelah terungkap sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap pasien. 

    Dokter tersebut bisa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Hal itu diungkap Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan Aji Muhawarman.

    Sebagai langkah pertama, Kemenkes sudah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. 

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” tegas Aji saat dikonfirmasi, Rabu (9/4/2025). 

    Aji Muhawarman merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP sebagai peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung. 

    Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Universitas Padjajaran (Unpad) dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat.

    Kemudian, pihaknya juga sudah menginstruksikan kepada Dirut RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu atau selama 1 bulan, kegiatan residensi Program

    Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin, untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama FK Unpad. 

    Sementara itu, Universitas Padjadjaran (Unpad) tegas menyikapi pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Unpad mengeluarkan dokter terduga pelaku dari program PPDS.

    “Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” tulis keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Rabu (9/4/2025).

    Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

    Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menegaskan, bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.

    “Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Diketahui, terduga pelaku memanfaatkan ketidaktahuan korban pada prosedur medis. Pelaku memberikan obat penenang hingga korban tak sadarkan diri.

    Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.

  • Pelecehan Seksual oleh Dokter PPDS Unpad di Gedung MCHC RSHS Bandung – Halaman all

    Pelecehan Seksual oleh Dokter PPDS Unpad di Gedung MCHC RSHS Bandung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG.- PAP (31), seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, melakukan pelecehan seksual di gedung MCHC RSHS Bandung.

    Gedung MCHC RSHS Bandung itu berada di lantai 7 RSHS Bandung. Aksi pelecehan seksual terjadi pada 18 Maret 2025 pukul 0100 WIB.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Surawan, mengatakan PAP memperkosa FH (21), korban di salah satu ruangan baru yang belum digunakan di RSHS Bandung.

    “Korban diajak pelaku ke ruang baru (gedung MCHC RSHS Bandung,-red),” kata dia, di Bandung, Jawa Barat, pada (9/4/2025).

    Menurut dia, pelaku mengajak ke ruangan di gedung MCHC RSHS Bandung pada saat korban sedang mendampingi ayahnya yang sedang dalam kondisi kritis.

    Lalu, kata dia, pelaku meminta korban melakukan tranfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarga.

    “Korban tidak tahu masku pelaku,” kata dia. 

    Di ruang gedung MCHC RSHS Bandung itu terjadi pelecehan seksual.

    Polisi menemukan sisa sperma di tubuh korban serta alat kontrasepsi yang digunakan pelaku.

    Kini, sampel sperma itu sudah dibekukan dan akan diuji melalui tes DNA.

    Upaya itu dilakukan untuk memastikan kecocokan.

    Setelah lima hari pasca kejadian di MCHC RSHS Bandung itu, dokter PPDS Unpad ditangkap di sebuah apartemen di Bandung.

    Sebelum ditangkap, pelaku hendak melakukan bunuh diri dengan cara melukai pergelangan tangan.

    Pelaku pun sempat dirawat di rumah sakit akibat perbuatannya itu.

  • Dokter PPDS Pelaku Kekerasan Seksual di RSHS Bandung Dikeluarkan Unpad, Rektor: Pelanggaran Norma

    Dokter PPDS Pelaku Kekerasan Seksual di RSHS Bandung Dikeluarkan Unpad, Rektor: Pelanggaran Norma

    PIKIRAN RAKYAT – Universitas Padjadjaran mengeluarkan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, diduga pelaku kekerasan seksual pada keluarga pasien.

    Menurut Rektor Unpad Prof Arief S. Kartasasmita, keputusan pemutusan studi diambil sebagai bentuk ketegasan institusi menanggapi dugaan pelanggaran hukum dan norma yang dilakukannya.

    “Tentu Unpad dalam hal ini sangat prihatin terhadap kasus ini,” ucap Prof Arief di Bandung, Jawa Barat pada Rabu, 9 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Pemutusan Studi

    Menurutnya Unpad sudah memiliki cukup indikasi dan dasar menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi, meski proses hukum masih berlangsung dan belum ada putusan pengadilan.

    “Secara umum Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” lanjut Prof Arief. 

    Unpad memastikan Ia tak lagi memiliki status sebagai peserta didik dan tidak diperbolehkan menjalani kegiatan apapun di lingkungan kampus serta rumah sakit pendidikan.

    “Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan, yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” lanjut Arief.

    Ia akan memberi pendampingan pada korban dan sudah menjalin koordinasi dengan pihak RSHS serta kepolisian agar proses hukum bisa berjalan dengan adil dan transparan.

    “Kami turut prihatin dan menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa mendatang,” lanjutnya.

    Sistem Pengawasan

    Unpad akan memperkuat sistem pengawasan pada proses pendidikan di jenjang spesialis serta non-spesialis.

    “Tujuannya agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi, baik di lingkungan Unpad maupun di tempat-tempat lain yang menjadi bagian dari pendidikan Unpad, termasuk di masyarakat pendidikan,” lanjutnya.

    Menurutnya kasus ini berkaitan dengan aspek akademik, pengawasan, serta pembinaan peserta didik di rumah sakit pendidikan.

    “Yang bersangkutan berasal dari Program Studi Anestesiologi. Kami sudah berkoordinasi dengan Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Utama RSHS, serta Kementerian Kesehatan, agar penanganan kasus ini dilakukan secara komprehensif,” lanjutnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 5 Fakta Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien: Modus Bejat, Jadi Tersangka, hingga Kelainan Seksual – Halaman all

    5 Fakta Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien: Modus Bejat, Jadi Tersangka, hingga Kelainan Seksual – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut kronologi lengkap kasus dokter residen rudapaksa keluarga pasien di Bandung, Jawa Barat.

    Diketahui kasus rudapaksa ini melibatkan tersangka Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31), sedangkan korbannya seorang wanita berinisial FH (21).

    Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochmawan membeberkan, kasus rudapaksa mulai terungkap saat korban melaporkan tersangka pada 18 Maret 2025.

    Semua bermula saat FH mendampingi orang tuanya yang sedang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Priguna Anugerah mulai melancarkan aksi bejatnya dengan melakukan pengecekan darah.

    FH dibawa tersangka dari ruangan IGD ke Gedung Mother and Child Health Care (MCHC) Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin yang ada di lantai 7.

    “(Tersangka) membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 pada pukul 01.00 WIB,” kata Kombes Hendra, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Rabu (9/4/2025).

    Kombes Hendra melanjutkan, sebelum pergi, tersangka meminta FH agar tidak ditemani oleh siapapun, termasuk adiknya.

    Singkat cerita, tersangka membawa korban ke ruang nomor 711.

    “Tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau dan meminta korban untuk melepas baju dan celananya,” urai Kombes Hendra.

    Priguna Anugerah kemudian memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan tangan korban kurang lebih 15 kali percobaan.

    Kemudian tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus Setelah itu tersangka menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut.

    Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri.

    “Setelah tersadar, korban diminta untuk berganti pakaian kembali dan diantar sampai lantai 1 di gedung MCHC.”

    “Setelah sampai ruang IGD korban baru sadar bahwa pada saat itu sudah pukul
    04.00 WIB.”

    “Lalu korban bercerita kepada ibunya bahwa tersangka mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tidak sadarkan diri,” kata Kombes Hendra.

    FH baru sadar jadi korban rudapaksa saat merasakan sakit saat buang air kecil.

    Bagian intimnya merasa perih saat terkena air.

    Korban kemudian melaporkan kejadian yang menimpanya ke polisi.

    Kombes Hendra menyebut dalam perjalan kasus, ada 11 orang dimintai keterangan.

    “Ada FH sendiri sebagai korban, ada ibunya kemudian, ada beberapa perawat, ada kurang lebih tiga perawat, dan adik korban. Kemudian dari farmasi, dokter, dan pegawai rumah sakit Hasan Sadikin dan juga apoteker. Dan Dirkrimsus juga akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan,” jelas dia.

    Polda Jabar sudah menetapkan Priguna Anugerah sebagai tersangka atas kasus rudapaksa terhadap korban seorang perempuan berinisial FH.

    Ia kini terancam hukuman 12 tahun penjara.

    “Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual.”

    “Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” urai Kombes Hendra.

    Selain jadi tersangka, Priguna Anugerah juga akan ditahan selama 20 hari guna mempermudah pendalaman kasus lebih lanjut.

    PELAKU KEKERASAN SEKSUAL – Pelaku kekerasan seksual terhadap keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, dokter Priguna Anugerah (31) ditampilkan Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Saat ini pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. (Tribun Jabar/ Muhammad Nandri)

    Priguna Anugerah merupakan dokter mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Saat kejadian rudapaksa, ia sedang menempuh pendidikan spesialis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    “Tersangka PAP adalah dokter pelajar dari salah satu universitas di Kabupaten Sumedang yang sedang mengambil spesialis anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin,” katanya, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Rabu (9/4/2025).

    Informasi tambahan, Priguna Anugerah kelahiran 14 Juli 1994, atau kini berusia 31 tahun.

    Kombes Hendra melanjutkan, pelaku bukanlah warga asli Bandung.

    Ia berasal dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

    “Beliau berasal dari kota di luar dari Jawa sesuai dengan (data) KTP,” imbuhnya.

    Priguna Anugerah juga diketahui sudah menikah dan memiliki seorang istri

    “Bersangkutan memang telah berkeluarga (berdasar) informasi yang kami dapatkan,” kata Kombes Hendra.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menambahkan, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.

    Fakta tersebut didapatkan polisi lewat pemeriksaan yang sudah dilakukan.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang ada kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” urainya.

    Oleh karena itu, Polda Jabar akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami kelainan seksual tersebut.

    Termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog.

    “Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli-ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan.”

    “Sehingga kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan dari perilaku seksual,” tegasnya.

    (Tribunnews.com/Endra)

  • Kemenkes Pastikan Izin Praktik Dokter Residen Pelaku Kekerasan Seks di RSHS Dicabut!

    Kemenkes Pastikan Izin Praktik Dokter Residen Pelaku Kekerasan Seks di RSHS Dicabut!

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI menyesalkan laporan kekerasan seksual peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran prodi anestesi. Pria berinisial PAP itu diduga melakukan pemerkosaan kepada korban, yang tengah mendampingi ayahnya menjalani pengobatan dan tengah dirawat di ICU.

    Peristiwa terjadi saat korban hendak menjalani menjalani crossmatch, yakni pemeriksaan penting yang dilakukan sebelum transfusi darah. Tes ini diperlukan korban sebelum donor untuk mengantisipasi adanya risiko reaksi penolakan oleh sistem imun. Korban melakukan tindakan tersebut tengah malam, nahas ia malah mendapatkan obat bius hingga baru tersadar di pagi hari, dan hasil visum menunjukkan adanya bekas sperma.

    Kementerian Kesehatan RI memastikan yang bersangkutan akan dikenakan sanksi tegas berupa larangan praktik seumur hidup dengan dicabutnya surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP).

    Hal ini akan diusulkan kepada Konsil Kesehatan Indonesia (KKI).

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” tegas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman, saat dikonfirmasi detikcom Rabu (9/5/2025).

    Instruksi tersebut sebagai tindak tegas Kemenkes RI untuk benar-benar memastikan lingkup RS pemerintah bersih dari pelaku kekerasan seksual.

    “Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung.”

    “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” lanjut Aji.

    (naf/up)

  • Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad Nasional 9 April 2025

    Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien Sudah Diberhentikan dari Unpad
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Priguna Anugerah, dokter anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) yang memerkosa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, telah diberhentikan sebagai mahasiswa.
    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
    Kemenkes RI
    , Aji Muhawarman, menyampaikan bahwa status Priguna sebagai mahasiswa dokter residen Unpad di
    RSHS Bandung
    juga telah dicabut.
    “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” ujar Aji dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (9/4/2025) malam.
    Aji menuturkan bahwa Kemenkes turut prihatin sekaligus menyesalkan apa yang telah menimpa keluarga pasien RSHS.
    “Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan
    kekerasan seksual
    yang dilakukan oleh dr PAP,” ujarnya.
    Kemenkes telah meminta kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter Priguna.
    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” ucap Aji.
    Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, memastikan bahwa PAP sudah ditahan di Polda Jabar sejak 23 Maret 2025.
    “Pelaku berinisial PAP dan berusia 31 tahun. Kami telah menahannya sejak 23 Maret,” kata Surawan, dikutip dari
    Kompas.id
    .
    Sejumlah barang bukti dalam kasus ini juga telah dikumpulkan oleh penyidik.
    Adapun kasus ini bermula dari lini masa media sosial
    X
    yang ramai membahas dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter anestesi PPDS Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Kasus dugaan kekerasan seksual ini diunggah salah satunya oleh akun @txtdarijasputih yang membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp kepada seorang dokter.
    Pesan tersebut berisi laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan dua dokter residen di RSHS kepada keluarga pasien.

    Selamat malam dok. Maaf mengganggu. Dok, saya dapat informasi ada 2 residen anestesi Unpad melakukan pemerkosaan ke penunggu pasien (menggunakan obat bius, ada bukti CCTV lengkap)….
    ,” bunyi pesan dalam tangkapan layar tersebut, Selasa (7/4/2025).
    Korban merupakan salah satu keluarga pasien di RSHS.
    Aksi itu dilakukan dengan modus pemeriksaan darah pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenkes Minta Surat Tanda Registrasi Dokter PPDS Unpad Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut – Halaman all

    Kemenkes Minta Surat Tanda Registrasi Dokter PPDS Unpad Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut – Halaman all

    Kemenkes Minta STR Dokter PPDS Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan keprihatinan dan penyesalan atas kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).

    Dokter berinisial PAP tersebut tercatat sebagai peserta Program Studi Anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

    “Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjadjaran Program Studi Anestesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

    Saat ini, dr PAP telah diproses secara hukum oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat. 

    Kemenkes pun menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang tengah berjalan.

    Sebagai langkah tegas awal, Kemenkes telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik dr PAP.

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) dr PAP,” kata Aji.

    Seperti diketahui, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anggota keluarga pasien.

    Modusnya, pelaku memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri.

    Kejadian itu berlangsung di area Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa pelaku telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

    “Jadi, tidak benar bila tersangka tidak kami tahan. Kasus ini ada laporan pada 18 Maret 2025, dengan lokasi kejadian di Gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung,” ungkap Hendra, Rabu (9/4/2025).

    Menurut Hendra, pelaku merupakan seorang dokter pelajar dari Universitas Padjadjaran (Unpad) yang tengah menjalani pendidikan spesialis anestesi di RSHS Bandung.

    Pelaku menggunakan modus pengecekan darah terhadap korban berinisial FH (21), anak dari salah satu pasien yang tengah dirawat di rumah sakit tersebut.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang sempat disuntikan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Hendra.

    Kronologi Kejadian

    Kombes Hendra menjelaskan bahwa kejadian berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

    Saat itu, pelaku meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7. 

    Pelaku bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” jelas Hendra.

    Setelah itu, pelaku menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya. 

    Beberapa menit kemudian, korban mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” lanjutnya.

    Tersangka dan Barang Bukti

    Berdasarkan data dari KTP, pelaku diketahui beralamat di Kota Pontianak namun saat ini tinggal di Kota Bandung. 

    Sementara itu, korban merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” ujar Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, termasuk dua buah infus fullset, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” tegas Hendra.

  • Dokter PPDS Unpad Diduga Lakukan Pelecehan Seksual di RSHS Bandung, Korban Diberi Obat Bius – Halaman all

    Dokter PPDS Unpad Diduga Lakukan Pelecehan Seksual di RSHS Bandung, Korban Diberi Obat Bius – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anggota keluarga pasien.

    Modusnya, pelaku memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri.

    Kejadian itu berlangsung di area Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Diceritakan dalam unggahan yang viral di media sosial bahwa korban yang sedang menunggu pasien di RS tersebut, diarahkan oleh pelaku untuk melakukan sebuah prosedur medis.

    Memanfaatkan ketidaktahuan korban, pelaku memberikan obat berupa midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Pasca diberikan obat itu atau 4 – 5 jam, korban sadar dan merasakan sakit pada area kemaluan.

    Korban pun meminta visum ke dokter SPOG dan hasilnya didapati ada bekas sperma yang menempel.

    Kasus pelecehan seksual ini terjadi di gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung.

    RSHS Buka Suara

    Dalam rilis resmi yang diterima, Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

    Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung (Tribun Jabar)

    Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik.

    “Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” tulis keterangan itu diterima pada Rabu (9/4/2025).

    Unpad dan RSHS menanggapi dengan serius hal ini dan telah mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

    1.       Memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). 

    Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar.

    2.       Berkomitmen melindungi privasi korban dan keluarga.

    3.       Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS.

     

  • Sosok Priguna Anugerah Pratama, Dokter Residen Rudapaksa Keluarga Pasien, Punya Kelainan Seksual – Halaman all

    Sosok Priguna Anugerah Pratama, Dokter Residen Rudapaksa Keluarga Pasien, Punya Kelainan Seksual – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut sosok Priguna Anugerah Pratama alias PAP, dokter residen anestesi rudapaksa keluarga pasien.

    Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochmawan menungkap, Priguna Anugerah merupakan dokter mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Saat kejadian rudapaksa, ia sedang menempuh pendidikan spesialis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    “Tersangka PAP adalah dokter pelajar dari salah satu universitas di Kabupaten Sumedang yang sedang mengambil spesialis anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin,” katanya, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Rabu (9/4/2025).

    Informasi tambahan, Priguna Anugerah kelahiran 14 Juli 1994, atau kini berusia 31 tahun.

    Kombes Hendra melanjutkan, pelaku bukanlah warga asli Bandung.

    Ia berasal dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

    “Beliau berasal dari kota di luar dari Jawa sesuai dengan (data) KTP,” imbuhnya.

    Priguna Anugerah juga diketahui sudah menikah dan memiliki seorang istri

    “Bersangkutan memang telah berkeluarga (berdasar) informasi yang kami dapatkan,” kata Kombes Hendra.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menambahkan, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.

    Fakta tersebut didapatkan polisi lewat pemeriksaan yang sudah dilakukan.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang ada kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” urainya.

    Oleh karena itu, Polda Jabar akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami kelainan seksual tersebut.

    Termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog.

    “Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli-ahli psikologi, maupun psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan.”

    “Sehingga kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan dari perilaku seksual,” tegasnya.

    PELAKU PENCABULAN – Pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) di salah satu universitas di Sumedang, Jabar, ditetapkan sebagai tersangka. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)

    Polda Jabar sudah menetapkan Priguna Anugerah sebagai tersangka atas kasus rudapaksa terhadap korban seorang perempuan berinisial FH.

    Ia kini terancam hukuman 12 tahun penjara.

    “Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual.”

    “Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” urai Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochmawan.

    Selain jadi tersangka, Priguna Anugerah juga akan ditahan selama 20 hari guna mempermudah pendalaman kasus lebih lanjut.

    Informasi tambahan, kasus rudapaksa ini dilaporkan ke Polda Jabar tanggal 8 Maret 18 Maret 2025 dengan nomor laporan polisi LPB/124/III/2025/ SPKT Polda Jabar.

    Sedangkan lokasi kejadian berada di Gedung Mother and Child Health Care (MCHC) Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin, Bandung.

    (Tribunnews.com/Endra)

  • Pelecehan Seksual oleh Dokter PPDS Unpad di Gedung MCHC RSHS Bandung – Halaman all

    Unpad Keluarkan Dokter Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung dari Program PPDS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Universitas Padjadjaran (Unpad) tegas menyikapi pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Unpad mengeluarkan dokter terduga pelaku dari program PPDS.

    Sebelumnya, informasi pelecehan seksual itu ramai di media sosial.

    “Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” tulis keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Rabu (9/4/2025).

    Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

    Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menegaskan, bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.

    “Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Diketahui, terduga pelaku memanfaatkan ketidaktahuan korban pada prosedur medis. Pelaku memberikan obat penenang hingga korban tak sadarkan diri.

    Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.