Institusi: UNPAD

  • AIPKI Kritik Kemenkes Terlalu Reaktif di Kasus Dokter PPDS Cabul

    AIPKI Kritik Kemenkes Terlalu Reaktif di Kasus Dokter PPDS Cabul

    Bisnis.com, JAKARTA– Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) mengkritisi sikap Kementerian Kesehatan atau Kemenkes dalam kasus dugaan pencabulan yang dilakukan oleh salah satu dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

    Kemenkes dinilai terlalu reaktif atas kasus asusila yang dilakukan oleh residen anestesi dari PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Priguna Anugerah Pratama.

    Pasalnya, Kemenkes langsung bertindak dengan cara menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran selama satu bulan.

    “AIPKI mencermati bahwa ini adalah kali ketiga Kementerian Kesehatan mengambil langkah reaktif dengan menghentikan pendidikan PPDS di rumah sakit vertikal, termasuk yang masih berlangsung seperti PPDS Anestesi UNDIP dan PPDS Ilmu Penyakit Dalam di USRAT,” tutur Ketua Umum AIPKI, Budi Santoso di Jakarta, Jumat (11/4).

    Budi berharap pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat, adil dan melihat dunia kedokteran serta memperhatikan dampak dari kebijakan tersebut.

    “Kami berharap pemerintah mengambil kebijakan yang bijak, adil, dan mendukung keberlangsungan pendidikan kedokteran, serta mempertimbangkan dampak luas terhadap sistem pelayanan kesehatan nasional,” katanya.

    Dia berpandangan bahwa Indonesia masih kekurangan dokter spesialis, sementara dari pihak pemerintah seringkali mengeluarkan kebijakan yang tidak tepat dan merugikan dunia dokter spesialis di Indonesia 

    “Oleh karena itu, pilihan untuk penutupan sementara program studi ketika ada tindakan pidana yang dilakukan oleh oknum peserta didik dari salah satu program studi tidak bijak dan dapat menghambat proses pendidikan serta menganggu pelayanan,” ujarnya.

    Penghentian Sementara 

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS) menghentikan sementara kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di lingkungan RSHS selama satu bulan.

    Langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi.

    “Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes pada Kamis (10/04). 

    Kemenkes juga meminta pihak RSHS agar bekerjasama dengan FK Unpad untuk upaya-upaya perbaikan yang diperlukan sehingga insiden serupa atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika kedokteran tidak terulang kembali. 

    Selain itu, Kemenkes juga akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan. Tes ini diperlukan untuk menghindari manipulasi tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. 

    Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga integritas profesi, Kemenkes sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) atas nama dr. PAP. Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.

  • DPR siap panggil Kemenkes hingga RSHS terkait kasus dokter PPDS

    DPR siap panggil Kemenkes hingga RSHS terkait kasus dokter PPDS

    Situasi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)

    DPR siap panggil Kemenkes hingga RSHS terkait kasus dokter PPDS
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 11 April 2025 – 11:34 WIB

    Elshinta.com – Komisi IX DPR RI siap memanggil sejumlah pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dekan FK Unpad, RSHS Bandung, Konsil Kedokteran Indonesia, hingga Kemendiktisaintek untuk membahas kasus pemerkosaan oleh calon dokter spesialis anastesi di RSHS.

    “Langkah ini diambil untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh dalam keterangan kepada wartawan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Ia juga menegaskan Komisi IX DPR mengecam kasus pemerkosaan itu.

    Menurutnya, kasus tersebut mencerminkan kegagalan sistem pengawasan hingga perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit.

    Dia juga mengatakan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dokter residen PPDS anestesi Unpad di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung itu harus segera ditanggapi dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh dan sistemik.

    “Kami meminta Kementerian Kesehatan RI dan Konsil Kedokteran Indonesia untuk melakukan evaluasi dan tindakan disipliner terhadap tenaga medis yang terlibat,” ucapnya.

    Menurut dia, Universitas Padjadjaran (Unpad) dan RSHS Bandung harus memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis.

    Selain itu, Kementerian Kesehatan perlu memberikan pendampingan psikologis, hukum, dan kesehatan kepada korban sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban, sesuai amanat Pasal 55 dan 64 Undang-Undang Kesehatan.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Polisi juga mengungkapkan adanya indikasi kelainan perilaku seksual pada pelaku, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS terduga pelaku pemerkosaan berinisial PAP (31).

    Sumber : Antara

  • Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    Komnas HAM Soroti Kekerasan Seksual oleh Dokter PPDS, Dosen UGM, dan Kapolres Ngada: Sanksi Diperberat

    PIKIRANR AKYAT – Komnas HAM menanggapi pelaku kekerasan seksual dokter PPDS Unpad Priguna Anugerah Pratama, dosen UGM Edi Meiyanto hingga mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    Menurut Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah, posisi mereka di Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai pihak yang seharusnya memberi perlindungan dan pelayanan.

    Anis menilai hukuman pelaku dari kalangan mereka harus diperberat karena seharusnya melindungi masyarakat, bukan yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual.

    “Posisi mereka itu, kalau di dalam Undang-Undang TPKS disebut sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan, yaitu dokter, guru besar, kemudian ini kepolisian,” ucap Anis di Jakarta pada Kamis, 10 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Kawal Kasus Kekerasan Seksual

    Anis mengatakannya usai menerima audiensi dari Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur, dengan agenda pembahasan seputar kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar.

    “Jadi mereka mesti diberikan pemberatan hukuman karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat,” lanjutnya.

    Ia mengajak semua pihak mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter, dosen hingga aparat agar penegak hukum benar-benar memperberat hukuman bagi mereka.

    “Kita berkepentingan untuk mengawal agar nantinya aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya,” lanjut Anis.

    Update Kasus Dokter PPDS dan Dosen UGM

    Polda Jawa Barat (Jabar) sudah menahan Priguna Anugerah Pratama, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Ia diduga sebagai pelaku kekerasan seksual pada anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Sedangkan pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menjatuhkan sanksi pemecatan Edi Meiyanto, seorang guru besar di Fakultas Farmasi usao terbukti melakukan kekerasan seksual pada belasan mahasiswa.

    Dugaan kekerasan seksual ini terjadi sepanjang 2023 sampai 2024. Kasus itu terungkap usai muncul laporan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS Nasional 11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi meminta dokter residen anestesi PPDS FK Unpad, Priguana Anugerah, yang diduga melakukan
    kekerasan seksual
    dihukum sesuai aturan yang berlaku.
    Menurut Arifah, pelaku dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta.
    “Kami berharap tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar memberikan efek jera,” ujar Arifah, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (11/4/2025).
    Arifah menilai, Priguana telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai dokter residen anestesi untuk melakukan aksi bejatnya terhadap korban.
    “Terlebih kekerasan seksual yang dialami oleh korban dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya,” ujar dia.
    Ia mengatakan, ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa.
    “Ini mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian,” tutur Arifah.
    Akibat adanya kasus tersebut, Arifah mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani berbicara dan melapor ke lembaga-lembaga terkait.
    Lembaga tersebut di antaranya UPTD PPA, UPTD di bidang sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, atau pihak kepolisian untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak.
    Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui
    hotline
    Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
    Adapun, kasus ini bermula dari lini masa media sosial X yang ramai membahas dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh
    dokter anestesi
    Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) di
    Rumah Sakit Hasan Sadikin
    (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Kasus dugaan kekerasan seksual ini diunggah salah satunya oleh akun @txtdari yang membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp kepada seorang dokter.
    Pesan tersebut berisi laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan dua dokter residen di RSHS kepada keluarga pasien.
    “Selamat malam dok. Maaf mengganggu. Dok, saya dapat informasi ada 2 residen anestesi Unpad melakukan pemerkosaan ke penunggu pasien (menggunakan obat bius, ada bukti CCTV lengkap)….,” bunyi pesan dalam tangkapan layar tersebut, Selasa (7/4/2025).
    Korban merupakan salah satu keluarga pasien di RSHS.
    Aksi itu dilakukan dengan modus pemeriksaan darah pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS, Polisi Selidiki TKP RSHS

    Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS, Polisi Selidiki TKP RSHS

    Bandung, Beritasatu.com – Ditreskrimum Polda Jabar bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pusdokkes) melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Unpad, Jumat (11/4/2025) sore.

    Olah TKP dilakukan di ruangan 717 lantai 7 Pusat Pelayanan Ibu dan Anak Terpadu RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Pantauan Beritasatu.com, petugas kepolisian tiba di RSUP Hasan Sadikin sekitar pukul 15.43 WIB.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Surawan mengatakan, pihaknya akan melakukan olah TKP pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama terhadap pendamping keluarga pasien.

    “Mau lihat TKP dahulu,” ujar Surawan memasuki ruangan di RSUP Hasan Sadikin.

    Olah TKP ini dilakukan guna melengkapi berkas perkara terkait pemerkosaan oleh dokter PPDS terhadap pendamping pasien.

    Sebelumnya, Direktur Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan, setelah dilakukan penyelidikan terungkap adanya dua korban baru, yakni pasien berusia 21 dan 31 tahun.

    Korban diperkosa dengan modus yang sama, oleh dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama (31) pada 10 dan 16 Maret 2025.

  • DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    Polda Jabar saat menghadirkan tersangka berinisial PAP atas kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada keluarga pasien di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 11 April 2025 – 11:49 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta seluruh rumah sakit (RS) memperketat seleksi tenaga medis dan residen untuk mencegah berulangnya kasus seperti pemerkosaan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran.

    “Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi rumah sakit agar menerapkan manajemen seleksi dan pengawasan yang lebih ketat untuk mengantisipasi kejadian serupa,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Pimpinan DPR di bidang kesejahteraan rakyat (kesra) itu pun meminta agar pelaku pemerkosaan itu dihukum seberat-beratnya.

    Menurut Cucun, tidak ada toleransi terhadap tindakan pemerkosaan, terlebih jika dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat.

    “Lebih-lebih tempatnya di rumah sakit yang berkewajiban untuk memastikan keamanan bagi masyarakat,” kata dia.

    Ia mengingatkan pelaku harus tetap diproses secara hukum, walaupun telah di-blacklist Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan menyampaikan permintaan maaf.

    “Tindakan pelaku tetap harus diproses hukum untuk mendapatkan sanksi. Hal ini sebagai upaya penegakan keadilan dan edukasi publik,” ucapnya.

    Ia juga mendorong adanya kerja sama yang erat antara pihak manajemen RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Universitas Padjadjaran dalam pemulihan korban.

    Dia menekankan pentingnya pendampingan psikologis dan sosial secara optimal agar korban bisa bangkit dari trauma.

    “Hal ini untuk memastikan bahwa pendampingan terhadap korban dan proses pemulihan benar-benar optimal sehingga dampak psikologis dan sosial dapat diatasi,” kata dia.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

    Polisi juga mengungkapkan adanya indikasi kelainan perilaku seksual pada pelaku, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS terduga pelaku pemerkosaan berinisial PAP (31).

    Sumber : Antara

  • Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA–Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan permintaan maaf tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama tidak bisa menghapuskan pidana penjara.

    Peneliti ICJR, Audrey Kartisha M mengakui bahwa oknum residen anestesi dari PPDS FK UNPAD, Priguna Anugerah Pratama telah berdamai dengan korbannya dan menyesali semua perbuatan asusila yang dilakukan ke korban.

    Namun, menurutnya, proses perdamaian itu tidak bisa membebaskan tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama dari tindakan asusilanya karena dikhawatirkan tersangka bakal mengulangi perbuatannya.

    “Sampai saat ini saja, korban pemerkosaan oleh tersangka bertambah lagi menjadi tiga orang. Perlu dicatat bahwa perdamaian antara pihak pelaku dan pihak korban tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku atas perbuatan yang sudah dilakukan,” tutur Audrey di Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Dia menegaskan bahwa proses pidana ke tersangka Priguna Anugerah Pratama harus tetap berjalan dan tersangka dijerat sesuai hukuman yang berlaku. Audrey juga menyayangkan adanya upaya perdamaian yang dikemukakan di dalam kasus kekerasan seksual tersebut. 

    “Padahal, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah secara tegas menyatakan bahwa perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali, terhadap pelaku anak,” katanya.

  • Kasus Dokter PPDS Unpad, Menkes Gencarkan Tes Mental Calon Mahasiswa

    Kasus Dokter PPDS Unpad, Menkes Gencarkan Tes Mental Calon Mahasiswa

    Solo, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mewajibkan para dokter peserta PPDS untuk cek kesehatan mental. Hal ini merespons kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Padjajaran (Unpad) terhadap penunggu pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. 

    Menurut Menkes Budi Gunawan, dokter PPDS bekerja dengan tekanan yang tinggi sehingga ketika ada potensi masalah akan diketahui lebih dini dan dilakukan perbaikan. 

    ”Ini kan masalah kejiwaan, masalah mental, Kemenkes akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu,” ujar menkes saat bersilaturahmi di kediaman Jokowi di Sumber, Banjarsari, Solo, Jumat (11/4/2025).

    Sebelumnya, langkah pertama yang dilakukan Kemenkes dalam kasus ini adalah membekukan program PPDS di Unpad dan RSHS Bandung. 

    ”Jadi yang pertama kita sangat menyesalkan hal itu terjadi. Nomor dua, saya juga mengucapkan turut sedih pada keluarga dari korban, yang ketiga harus ada perbaikan. Perbaikan pertama kita membekukan dahulu anestesi di Unpad dan RSHS untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki,” ujar Budi Gunadi.

    Pembekuan ini akan diberlakukan selama satu bulan. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi setelah adanya kasus pemerkosaan yang terjadi di RSHS Bandung tersebut. 

    Menurutnya langkah pembekuan ini penting dilakukan untuk melihat mana yang harus dilakukan perbaikan. ”Kalau kita perbaiki sambil jalan kan susah, ini sudah satu bulan,” ujarnya. 

    Selain itu dengan adanya sanksi tersebut akan memberikan efek jera. Apalagi menurut Budi, pelanggaran-pelanggaran tersebut juga terjadi di universitas lain. Namun tidak pernah ada efek jera. 

    ”Ini (pelanggaran) kan sering terjadi, di Undip (Universitas Diponegoro) kan juga terjadi,” katanya. 

    Langkah selanjutnya, Budi juga akan mencabut izin surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktek (SIP) dari pelaku. Apalagi saat ini kewenangan izin tersebut  berada di Kementerian Kesehatan sesuai dengan undang-undang yang baru.

     ”Jadi dia (dokter PPDS pelaku pemerkosaan) enggak bisa praktek lagi,” ujarnya. 
     

  • Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    loading…

    Tersangka Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta PPDS Unpad saat diperlihatkan di Polda Jabar, beberapa waktu lalu. Tersangka memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengecam tindak pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Gilang mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini. Dia meminta polisi memberikan hukuman maksimal terhadal tersangka. Desakan didasari lantatan kasus ini tak hanya merusak citra dunia kedokteran, tapi juga kejahatan serius yang melukai nilai kemanusiaan.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena apa yang dilakukannya sungguh amat biadab,” ujar Gilang, Jumat (11/4/2025).

    Menurut dia, tindak kekerasan seksual dalam lingkungan fasilitas kesehatan merupakan kejahatan berat dan tidak hanya mencederai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga mengoyak kepercayaan publik terhadap institusi medis.

    “Nggak boleh ada ruang kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika terjadi di institusi publik yang seharusnya melindungi rakyat,” tegasnya.

    Komisi III DPR akan memantau proses penegakan hukum yang tengah dilakukan Polda Jawa Barat. Dia juga mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan seluruh instrumen hukum yang ada untuk memberikan keadilan bagi korban.

    Gilang meminta polisi segera mengusut tuntas kasus ini agar ada keadilan bagi korban, terlebih pihak kepolisian telah menyatakan adanya dua korban lain atas tindakan kekerasan seksual pelaku.

    Menurut dia, perbuatan dokter PPDS terhadap korban yang tengah menunggu orang tuanya di rumah sakit termasuk perbuatan sangat keji dan tidak bisa ditolerir.

    “Simpati yang mendalam bagi korban yang tak hanya menjadi korban kekerasan seksual dari pihak yang seharusnya memberikan perlindungan, tapi juga harus menanggung tambahan kesedihan karena sang ayah meninggal,” ucapnya.

    Diketahui, dokter PPDS anestesi dari Unpad bernama Priguna Anugerah Pratama memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Korban merupakan perempuan berusia 21 tahun.

    Modus pelaku dengan berpura-pura meminta donor darah korban untuk ayahnya yang sedang kritis. Korban dibawa ke lantai gedung RSHS baru yang belum dioperasikan lalu dibius, kemudian diperkosa.

    Priguna sudah ditetapkan tersangka dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Tak hanya itu, Unpad juga telah memberhentikan pelaku dari program PPDS dan izin praktik dokter Priguna dicabut. Kasus ini juga menyebabkan PPDS Anestasiologi dan Terapi Intensif di RSHS Bandung diberhentikan sementara.

    (jon)

  • Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dokter Anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad, Priguna Anugrah Pratama (PAP) terancam pidana maksimal 12 tahun jika diputus bersalah dalam kasus dugaan kekerasan seksual. 

    PAP saat ini telah berstatus sebagai tersangka. Di dijerat dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak pasien yang tengah dirawat di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Atas perbuatannya itu, Polda Jawa Barat telah mengenakan pasal Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Adapun, ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan kepada wartawan, dikutip Jumat (11/4/2025).

    Kronologi Kasus

    Diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban FA (21) melaporkan peristiwa dugaan kekerasan seksual dialaminya di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat. Kemudian, PAP menghampiri korban dan memintanya untuk melakukan transfusi darah.

    Dalam pelaksanaannya, PAP diduga telah menyuntikkan cairan yang membuat korban tak sadarkan diri.

    Singkatnya, usai peristiwa itu, korban mengalami kesakitan di area saluran kencing. Di samping itu, menemukan sisa sperma yang diduga milik PAP di tubuh korban.

    3 Korban

    Di lain sisi, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan menyatakan bahwa korban kekerasan seksual PAP menjadi tiga orang.

    Perinciannya, dua tambahan korban itu berasal dari laporan yang menghubungi layanan hotline Polda Jawa Barat.

    “Ada dua korban [baru], [menghubungi polisi] melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Surawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya, modus tersangka dalam menjalankan aksi bejatnya serupa dengan korban pertama, yakni dengan mengambil sampel darah dan korban dibius. 

    “Rata-rata modusnya sampai dalih [yaitu] mengambil sampel darah, DNA, dan dibius pemerkosaan pada korban,” tambahnya.

    Motif Seksual 

    Sementara itu, Surawan mengatakan motif dari dokter PPDS Unpad melakukan kekerasan tersebut karena berkaitan dengan fantasi seksual.

    Dia menjelaskan bahwa tersangka PAP diduga memiliki fantasi seksual untuk berhubungan dengan orang yang pingsan.

    Namun demikian, Surawan menekankan bahwa hal tersebut masih perlu dilakukan pendalaman oleh pihak-pihak terkait.

     “[Motifnya] punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin [korbannya] pingsan gitu ya,” tutur Surawan.

    Mau Bunuh Diri

    Surawan juga mengungkap bahwa pelaku sempat melakukan upaya percobaan bunuh diri sebelum ditangkap di apartemen yang berlokasi di Kota Bandung pada (23/3/2025).

    “Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi. Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” pungkasnya.