Institusi: UNPAD

  • Langkah KemenPPPA Dampingi Korban Kekerasan Seks Dokter Residen RSHS

    Langkah KemenPPPA Dampingi Korban Kekerasan Seks Dokter Residen RSHS

    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turut mengawal kasus kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung yang dilakukan oleh dokter residen anestesi PPDS FK Unpad. Saat ini pihak KemenPPPA memberikan pendampingan konseling psikologis untuk korban tersebut.

  • Penghentian Sementara PPDS Anestesi di RSHS Dikritik: Masalahnya Personal, Bukan Institusi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 April 2025

    Penghentian Sementara PPDS Anestesi di RSHS Dikritik: Masalahnya Personal, Bukan Institusi Nasional 12 April 2025

    Penghentian Sementara PPDS Anestesi di RSHS Dikritik: Masalahnya Personal, Bukan Institusi
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengkritik penghentian sementara kegiatan program pendidikan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung oleh Kementerian Kesehatan.
    Menurut Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto, penghentian ini dikhawatirkan mengganggu proses pendidikan serta layanan pada pasien.
    ”Masalah ini personal. Jadi, hukumannya juga seharusnya personal,” kata Slamet, dikutip dari
    Kompas.id
    , Sabtu (12/4/2025).
    Ia menilai, keputusan menghentikan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di rumah sakit tersebut kurang bijak, karena yang terlibat dalam kasus itu bukan institusinya.
    ”Begitu PPDS dihilangkan di rumah sakit itu, yang terkena (dampak) masyarakat dan dunia Pendidikan,” ucap Slamet.
    Keputusan penghentian program PPDS bidang anestesiologi dan terapi intensif di RS Hasan Sadikin ini juga dinilai tidak tepat oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI).
    Ketua Umum AIPKI Budi Santoso menilai, Indonesia saat ini kekurangan dokter spesialis. Penutupan sementara PPDS dinilai dapat menghambat proses pendidikan serta mengganggu pelayanan.
    Budi mengatakan bahwa penghentian pendidikan PPDS di rumah sakit vertikal oleh Kementerian Kesehatan merupakan langkah reaktif yang sudah dilakukan sebanyak tiga kali.
    Sebelumnya, Kemenkes mengentikan PPDS Anestesi Universitas Diponegoro dan PPDS Ilmu Penyakit Dalam di Universitas Sam Ratulangi yang masih berlangsung.
    ”Kami berharap pemerintah dapat mengambil kebijakan yang lebih bijak, adil, dan mendukung keberlangsungan pendidikan kedokteran, serta mempertimbangkan dampak luas terhadap sistem pelayanan kesehatan nasional,” ujarnya.
    Dugaan kekerasan seksual oleh peserta PPDS FK Universitas Padjadjaran di RS Hasan Sadikin dinilai merupakan masalah kriminalitas yang dilakukan individu.
    Jadi, tindakan itu bukan kesalahan institusi pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, kasus ini sebaiknya disikapi secara obyektif dan proposional.
    Institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan diharapkan bisa mengevaluasi dan menyelesaikan masalah internal secara profesional.
    ”Jadi, bukan dengan menutup atau menghentikan proses pendidikan secara reaktif,” ucap Budi.
    Kemenkes menghentikan kegiatan residensi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Instruksi penghentian program tersebut imbas dari kasus Priguna Anugerah, dokter anestesi PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) yang memerkosa keluarga pasien di RSHS.
    Kemenkes juga sudah menginstruksikan kepada Dirut RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu, selama satu bulan.
    Kegiatan residensi PPDS dan Terapi Intensif dihentikan sementara waktu untuk dievaluasi bersama FK Unpad.
    Sementara itu, status Priguna sebagai mahasiswa dokter residen Unpad di RSHS Bandung juga telah dicabut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenkes Pastikan Penghentian PPDS Unpad Tak Ganggu Layanan Pendidikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 April 2025

    Kemenkes Pastikan Penghentian PPDS Unpad Tak Ganggu Layanan Pendidikan Nasional 12 April 2025

    Kemenkes Pastikan Penghentian PPDS Unpad Tak Ganggu Layanan Pendidikan
    Editor
    JAKARTA,KOMPAS.com –
    Kementerian Kesehatan memastikan penghentian sementara PPDS Anestesiologi Universitas Padjadjaran di
    RS Hasan Sadikin
    tidak mengganggu pelayanan kesehatan spesialistik di sana.
    Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman menyatakan penghentian ini bersifat sementara.
    Penghentian perlu dilakukan untuk evaluasi serta perbaikan sistem pendidikan dokter spesialis, khususnya di Universitas Padjadjaran yang bekerja sama dengan RSHS.
    “Saat ini kami sedang berfokus untuk segera menuntaskan penanganan kasus tersebut bersama pihak Unpad dan kepolisian guna melakukan perbaikan ke depan sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi,” katanya, melansir dari
    Antara
    , Sabtu (12/4/2025)
    Adapun penghentian sementara tersebut menyusul kasus kekerasan seksual terhadap seorang keluarga pasien yang dilakukan oleh tersangka Priguna Anugerah P.
    Priguna merupakan seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
    Langkah itu, katanya, sudah atas hasil koordinasi dan didukung sepenuhnya oleh pihak Unpad sebagai institusi akademik penyelenggara pendidikan kedokteran.
    Dia menjelaskan, Kemenkes tidak ingin berpolemik dalam menanggapi kritikan yang dinilai cenderung defensif dari sejumlah pihak dalam penanganan kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter yang sedang mengikuti PPDS.
    “Bagaimana pun juga Kemenkes tetap terbuka terhadap masukan untuk penguatan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,” katanya.
    Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menghentikan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di lingkungan Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung selama satu bulan untuk evaluasi.
    Selain itu, Kemenkes juga bakal bekerja sama dengan kolegium-kolegium anestesi guna mengadakan tes The Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) guna mengecek kejiwaan para peserta.
    Kemudian pada Jumat (11/4/2025), Ketua Umum Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Budi Santoso juga berharap pemerintah mendukung keberlangsungan pendidikan kedokteran.
    Institusi itu menyebutkan bahwa ini adalah kali ketiganya Kemenkes menghentikan PPDS.
    Langkah tersebut dinilai kurang kurang tepat karena dapat menghambat proses pendidikan serta mengganggu pelayanan kesehatan, mengingat Indonesia sedang kekurangan dokter spesialis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hormati Pembekuan PPDS RSHS, Unpad: Demi Pendidikan Dokter Lebih Baik

    Hormati Pembekuan PPDS RSHS, Unpad: Demi Pendidikan Dokter Lebih Baik

    Bandung, Beritasatu.com – Universitas Padjadjaran (Unpad) menyatakan sikap mendukung penuh keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait pembekuan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Rektor Unpad Arief Sjamsulaksan Kartasasmita menegaskan langkah ini diambil demi perbaikan sistem pendidikan kedokteran yang lebih aman dan berkualitas.

    Dalam pernyataan resminya, Arief menjelaskan, kebijakan Kemenkes bukan berarti menghentikan proses pendidikan dokter spesialis di Unpad secara keseluruhan, melainkan hanya membekukan sementara RSHS sebagai lokasi praktik pendidikan untuk program anestesi.

    “Keputusan ini kami hormati karena memang ditujukan untuk evaluasi dan perbaikan. Pendidikan tidak berhenti, hanya tempatnya yang sementara dialihkan,” jelas rektor Unpad ini, Sabtu (12/4/2025).

    Arief memastikan para peserta program PPDS tetap melanjutkan pendidikan di rumah sakit jejaring lain yang telah berkolaborasi dengan Unpad. Rumah sakit lain tersebut tetap aktif menjadi bagian dari pelatihan dokter spesialis anestesi.

    Keputusan ini diambil setelah mencuatnya kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter PPDS, Priguna Anugerah, di lingkungan RSHS. Menanggapi kejadian tersebut, Menkes Budi Gunadi Sadikin langsung memerintahkan pembekuan program sebagai bentuk evaluasi dan upaya mencegah insiden serupa.

    “Langkah ini merupakan bagian dari tanggung jawab moral dan sistem yang perlu diperbaiki agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Menkes dalam keterangannya sebelumnya.

    Unpad menegaskan komitmennya untuk mendukung reformasi dalam dunia pendidikan kedokteran, khususnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan profesional. Dalam masa pembekuan ini, Unpad bersama Kemenkes akan melakukan evaluasi menyeluruh demi kualitas dan keamanan pendidikan kedokteran di Indonesia.

  • Berkaca dari Kasus Dokter Priguna, Dedi Mulyadi: Masuk Kedokteran Pintar Aja Tak Cukup
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        12 April 2025

    Berkaca dari Kasus Dokter Priguna, Dedi Mulyadi: Masuk Kedokteran Pintar Aja Tak Cukup Bandung 12 April 2025

    Berkaca dari Kasus Dokter Priguna, Dedi Mulyadi: Masuk Kedokteran Pintar Aja Tak Cukup
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com –
     Gubernur Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , mengingatkan Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk mengevaluasi kembali proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran.
    Menurut Dedi, langkah ini penting untuk mencegah terulangnya kasus
    pelecehan seksual
    yang melibatkan seorang mahasiswa kedokteran, seperti dilakukan Priguna Anugerah, tersangka pemerkosaan di
    Rumah Sakit Hasan Sadikin
    (RSHS) Bandung.
    Dedi menegaskan bahwa seleksi mahasiswa kedokteran tidak hanya harus mempertimbangkan kemampuan akademik, tetapi juga integritas moral yang harus dimiliki oleh setiap calon dokter.
    “Jangan sampai hal serupa kembali terjadi. Kemudian yang berikutnya adalah mengevaluasi rekrutmen dokter. Kita jujur deh, hari ini yang masuk kedokteran tuh yang punya duit, pintar aja nggak cukup,” ujar Dedi kepada awak media Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Sabtu (12/4/2025).
    Pernyataan ini muncul sebagai respons atas tindakan tak terpuji yang dilakukan oleh Priguna, yang kini menghadapi proses hukum setelah dilaporkan atas kasus pemerkosaan terhadap tiga wanita di RSHS.
     
    Dedi mengingatkan bahwa dunia kedokteran dan perguruan tinggi harus menjaga kepercayaan publik agar insiden serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
    Dedi juga memberikan apresiasi kepada Unpad yang telah bertindak tegas dengan memecat Priguna Anugerah dari statusnya sebagai mahasiswa.
    Langkah tersebut, menurut Dedi, merupakan tindakan yang tepat untuk mendukung proses hukum yang sedang berlangsung dan menjaga citra kedua institusi tersebut.
    “Jadi hukumannya harus tegas dan harus cepat diambil keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya. Karena apa? Karena itu kepercayaan,” kata Dedi.
    Lebih lanjut, Dedi menyatakan bahwa pelecehan seksual dalam dunia medis tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencoreng citra profesi kedokteran yang seharusnya memberikan rasa aman dan kepercayaan kepada masyarakat.
    Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas menjadi penting agar kepercayaan publik terhadap profesi ini tetap terjaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Pemerkosaan di RSHS, Unpad Evaluasi Sistem Pendidikan Dokter

    Kasus Pemerkosaan di RSHS, Unpad Evaluasi Sistem Pendidikan Dokter

    Bandung, Beritasatu.com – Universitas Padjadjaran (Unpad) memastikan akan melakukan evaluasi menyeluruh atas sistem pendidikan dokter. Kebijakan itu dilakukan buntut kasus pemerkosaan yang dilakukan calon dokter spesialis anastesi program PPDS Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Rektor Unpad Arief Sjamsulaksan Kartasasmita menegaskan pihak kampus tidak akan tinggal diam dan langsung menginstruksikan evaluasi sistem pendidikan, demi memastikan kejadian serupa tidak terulang.

    “Semua proses akan kita evaluasi. Jangan sampai program dihentikan di RSHS tanpa evaluasi mendalam. Kami pastikan proses evaluasi juga akan menyentuh tempat lain,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (12/4/2025).

    Arief menyebut, evaluasi ini menjadi langkah penting untuk menutup celah terjadinya pelanggaran hukum maupun etika di lingkungan pendidikan kedokteran. Bahkan, jika ditemukan kelemahan sistem, Unpad tidak akan ragu untuk menghentikan sementara program pendidikan terkait di berbagai bidang.

    Momentum Revisi Kurikulum Kedokteran

    Tak hanya mengevaluasi, Unpad juga memanfaatkan momen ini untuk merevisi kurikulum Fakultas Kedokteran. Arief menekankan pentingnya revisi guna mengantisipasi perundungan, kekerasan seksual, dan bentuk kekerasan lain yang bisa terjadi dalam dunia pendidikan.

    “Ini momen untuk memastikan sistem pendidikan kita mampu mencegah bullying, kekerasan seksual, maupun tindakan tidak pantas lainnya,” tambah rektor Unpad itu.

    Program PPDS Anestesi Dibekukan, Izin Praktik Pelaku Dicabut

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mengambil langkah tegas. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Unpad dan RSHS dibekukan selama satu bulan untuk proses evaluasi menyeluruh.

    “Kita freeze dahulu anestesi di Unpad dan RSHS selama sebulan, supaya kita tahu apa yang perlu diperbaiki,” ujar Budi seusai bertemu Presiden Jokowi di Solo.

    Tak hanya itu, Budi juga memastikan surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) milik pelaku akan dicabut. Hal itu dilakukan, sebagai bentuk hukuman tegas dan efek jera bagi tenaga kesehatan yang melanggar hukum.

    “Ini harus ada efek jeranya. Kita pastikan STR dan SIP dicabut supaya tidak bisa praktik lagi,” tegas Menkes.

    Kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS di RSHS Bandung ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan kedokteran di Indonesia. Evaluasi sistem hingga revisi kurikulum di Unpad diharapkan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, profesional, dan berintegritas.

  • Menkes Sesalkan Kasus Pemerkosaan Dokter Residen RSHS, Upayakan Pembenahan

    Menkes Sesalkan Kasus Pemerkosaan Dokter Residen RSHS, Upayakan Pembenahan

    Jakarta

    Kasus pemerkosaan oleh seorang dokter residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat. Kejadian tersebut bisa membuat masyarakat khawatir menghadapi risiko serupa saat berobat, utamanya di RS vertikal.

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyesalkan lolosnya pengawasan dalam lingkup RS vertikal. Pihaknya akan melakukan langkah-langkah perbaikan dalam sebulan ke depan.

    “Kita yang pertama, nggak usah mengelak. Kita harus mengakui ada kekurangan. Jangan pernah bilang bahwa kekurangan itu tidak ada, masyarakat akan merasa sangat sakit hati,” beber Menkes pasca ditemui di acara pelantikan kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Sabtu (12/4/2025).

    “Kalau kita tidak mengakui ada kekurangan atau kesalahan.”

    Sayangnya, menurut Menkes, tidak semua pihak bisa mengaku kekurangan yang terjadi di lapangan. Meski begitu, perbaikan akan terus diupayakan dalam pelayanan kesehatan di RSHS maupun proses pendidikan di FK Unpad.

    “Karena ini kan melibatkan dua institusi, nah ini harus diperbaiki.”

    Hal itu yang menurutnya menjadi alasan proses PPDS Unpad di RSHS diberhentikan sementara waktu. Investigasi lebih lanjut termasuk proses dari akses obat yang bisa didapatkan pelaku pemerkosaan akan didalami.

    Adapun pemberhentian PPDS FK Unpad prodi anestesi di RSHS disebutnya tidak akan mengganggu berjalannya pendidikan. Sama seperti yang terjadi pada pemberhentian sementara PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) di RSUP Kariadi Semarang, residen masih bisa melanjutkan pendidikan di rumah sakit lain.

    “Sekali lagi tidak menghentikan prodi. Tidak menghentikan proses belajar, dia tetap bisa belajar di rumah sakit lain. Selama ini juga belajarnya nggak di satu rumah sakit, belajarnya di beberapa rumah sakit. Tapi yang di RS Hasan Sadikin, karena ini terjadinya di sana, saya mau perbaiki dulu,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • TKP Lokasi 3 Korban Rudapaksa Priguna, Cara Dokter Residen PPDS Unpad Beraksi di RSHS – Halaman all

    TKP Lokasi 3 Korban Rudapaksa Priguna, Cara Dokter Residen PPDS Unpad Beraksi di RSHS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepolisian mendapat petunjuk atas pengembangan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residen PPDS Universitas Padjajaran (Unpad), Priguna Anugerah (31).

    Total korban yang kini berjumlah tiga orang telah dimintai keterangan.

    Lokasi kejadian atau Tempat Kejadian Perkara (TKP) tak berbeda dari yang dilakukan terhadap korban FH (21), anak pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan menyebut, TKP yang menimpa dua korban lainnya yakni korban usia 21 tahun dan 31 tahun terjadi di Gedung MCHC lantai 7.

    Ruangan tersebut merupakan ruangan kosong alias belum digunakan sebagai ruangan praktik.

    Ia menjelaskan, aksi keji Priguna terhadap dua korban lainnya dilakukan pada 10 Maret 2025 dan 16 Maret 2025.

    Sementara, korban FH yang pertama melaporkan kasus ini mendapat pelecehan pada 18 Maret 2025.

    Modus tersangka juga tak jauh beda dengan yang dilancarkan kepada FH, yakni dengan dalih analisa anestesi dan uji alergi terhadap obat bius.

    “Tapi, untuk yang dua korban tambahan ini merupakan pasien RSHS,” jelas perwira berpangkat tiga melati di pundak, dikutip dari TribunJabar.

    Kombes Pol Surawan, menjelaskan kronologi tindak asusila Priguna terhadap dua korban tambahan, baru diperiksa oleh pihak kepolisian.

    Dua korban tambahan itu diketahui merupakan pasien RSHS Bandung.

    “Jadi, kejadian untuk dua korban tambahan ini, awalnya si pelaku berjaga bersama dokter lain. Kemudian, pelaku menghubungi pasiennya dengan alasan akan melakukan uji anestesi dan pasien dipanggil dan dibawa ke ruangan MCHC lantai 7,” kata Surawan di Mapolda Jabar, Jumat (11/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “Sedangkan korban satu lagi, dalihnya untuk uji alergi obat bius. Ketika pelayanan pasien itu sama-sama dengan dokter lain, tapi saat melakukan aksinya dia menghubungi sendiri pasiennya dan beraksi sendiri,” sambungnya.

    Menurut Surawan, Priguna bisa diterapkan pasal perbuatan berulang, yakni Pasal 64 KUHP dengan hukuman tambahan pemberatan. 

    “Dua korban tambahan ini usianya 21 tahun dan 31 tahun. Kejadiannya pada 10 Maret dan 16 Maret 2025. Kami pun nanti akan lakukan tes kejiwaan dari pelaku (psikologi forensik),” jelas Surawan.

    Kronologi Kasus Priguna Rudapaksa FH

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.

    Peristiwa rudapaksa ini terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Priguna yang saat itu memang sedang bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” ujar Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025).

    Untuk melancarkan aksinya, Priguna membius korbannya terlebih dahulu.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” ungkap Hendra.

    Priguna lalu menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Di saat itulah, korban dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” jelas Hendra.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” lanjutnya.

    Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.

    Polisi kemudian berhasil menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus rudapaksa.

    Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat Pasal 6 C Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan Pasal 6 C UU No 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” paparnya.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Dokter PPDS Cabul di RSHS Bisa Dikenakan Pasal Tambahan, 2 Korban Barunya Ternyata Pasien

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Nina Yuniar)(TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Ada Kasus Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien, Bagaimana Layanan Kesehatan di RSHS Bandung? – Halaman all

    Ada Kasus Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien, Bagaimana Layanan Kesehatan di RSHS Bandung? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memastikan, kasus dokter PAP tidak berdampak pada layanan kesehatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    “Kemenkes dan RSHS menjamin penghentian sementara PPDS pada prodi anestesiologi tersebut tidak mengganggu pelayanan kesehatan spesialistik di RS Hasan Sadikin,” dalam keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (12/4/2025).

    Penghentian residensi prodi anestesiologi di RSHS bersifat sementara.

    Penghentian sementara ini harus segera dilakukan dengan tujuan agar dilakukan evaluasi menyeluruh dan perbaikan dalam sistem pendidikan dokter spesialis khususnya yang diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran di lingkungan RSHS.

    Langkah yang dilakukan ini merupakan hasil koordinasi dan didukung sepenuhnya oleh pihak UNPAD sebagai institusi akademik penyelenggara pendidikan kedokteran. 

    “Saat ini kami sedang fokus untuk segera menuntaskan penanganan kasus tersebut bersama pihak UNPAD dan kepolisian guna melakukan perbaikan ke depan sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi,” lanjut keterangan itu.

    Menanggapi kritik Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Kemenkes tidak ingin berpolemik dalam menanggapi kritikan yang tidak substansial, cenderung defensif dan tidak konstruktif dari sejumlah pihak dalam penanganan kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter yang sedang mengikuti PPDS.

    Bagaimanapun juga Kemenkes tetap terbuka terhadap masukan untuk penguatan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.

    Namun di sisi lain juga mempertanyakan motif pihak-pihak yang reaktif dan terkesan tidak setuju dengan adanya pembenahan sistem dan pengawasan tersebut, yang salah satunya melalui penghentian sementara prodi anestesiologi.

    Sebelumnya AIPKI mencermati bahwa sudah kali ketiga Kementerian Kesehatan mengambil langkah reaktif dengan menghentikan pendidikan PPDS di rumah sakit vertikal, termasuk yang masih berlangsung seperi PPDS Anestesi UNDIP dan PPDS limu Penyakit Dalam di USRAT.

    AIPKI berharap pemerintah dapat mengambil kebijakan yang lebih bijak, adil, dan mendukung
    kcberlangsungan pendidikan kedokteran, serta mempertimbangkan danmpak luas terhadap sistem pelayanan kesehatan nasional.

     

  • Menkes Respons Kasus Pemerkosaan di RSHS, Soroti Obat Bius Bebas Dipakai

    Menkes Respons Kasus Pemerkosaan di RSHS, Soroti Obat Bius Bebas Dipakai

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka suara soal kasus kekerasan seksual yang dilakukan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Ia menyesalkan kejadian tersebut dan tengah melakukan evaluasi pelayanan di rumah sakit vertikal, dengan penghentian sementara program PPDS Unpad di RSHS.

    Dirinya juga dalam waktu dekat akan melakukan audiensi dengan rektor Unpad untuk melihat permasalahan kasus kekerasan seks lebih lanjut. Salah satu pertanyaan yang muncul di balik gaduhnya pemerkosaan di RSHS adalah nihilnya pengawasan pelayanan, juga penggunaan obat-obatan.

    Dalam hal ini, obat bius yang terkesan digunakan secara bebas.

    Menkes juga mengaku heran dengan ‘lolosnya’ penggunaan obat tanpa pengawasan. Mengingat, menurutnya, yang hanya boleh mengambil obat adalah konsulen, pendamping atau pembimbing calon dokter spesialis.

    “Itu yang hanya boleh ngambil obat, itu adalah konsulennya. Harusnya ngambil obat itu bukan si muridnya,” jelas Menkes saat ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (12/4/2025).

    “Nah jadi kenapa bisa turun? Nah itu kita yang mau lihat. Itu aturannya sudah jelas semua. Bahwa itu harus disimpan di tempat tertentu. Yang boleh ngambil siapa? Yang boleh ngambil itu harusnya bukan anak didik. Kok ini bisa sampai ke anak didik? Nah itu kan mesti dicek kan? Di mana lepasnya? Kalau sekarang saya belum bisa jawab,” lanjutnya.

    Menkes menyebut akan mengkaji ulang tata kelola proses pelayanan dan pendidikan PPDS. Butuh waktu sebulan menurutnya untuk benar-benar memahami akar masalah dan melakukan perbaikan atau pengetatan di penjaringan PPDS.

    “Kesimpulannya ini belum ada, jadi kita juga nggak tahu. Belum tahu lah, bolongnya di mana,” beber dia.

    “Itu yang saya bilang, minta waktu sebulan untuk direview dulu. Karena kalau ini nanti terus jalan, kan kita nggak bisa memperbaiki dan menganalisa dengan benar ini di mana. Tidak menghentikan prodi anestesi FK Unpad sepenuhnya, kan dia masih ada praktik di RS lain,” pungkasnya.

    (naf/kna)