Institusi: UNPAD

  • Soal Kasus Pelecehan Dokter Kandungan, Dinkes Garut: Pelaku Sudah Tak Miliki Izin Praktik di Garut – Halaman all

    Soal Kasus Pelecehan Dokter Kandungan, Dinkes Garut: Pelaku Sudah Tak Miliki Izin Praktik di Garut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut, Leli Yuliani menanggapi viralnya video dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan di sebuah klinik di Garut, Jawa Barat.

    Leli mengatakan bahwa kasus itu terjadi sekitar setahun yang lalu.

    Dokter kandungan tersebut memang sedang praktik di wilayah Garut.

    “Kalau tidak salah, itu sekitar satu tahun yang lalu ketika yang bersangkutan sedang praktik di Garut,” kata Leli dilansir Kompas.com, Selasa (15/4/2025).

    Lebih lanjut Leli menuturkan, sebelumnya telah ada laporan dugaan pelecehan seksual kepada pasien oleh seorang dokter kandungan.

    Laporan tersebut masuk ke Dinkes Garut pada tahun 2024 lalu.

    Kasus itu pun telah diselesaikan secara kekeluargaan dengan melibatkan aparat penegak hukum (APH).

    “Dulu ada yang laporan ke Dinkes dan itu sudah diselesaikan, kalau tidak salah waktu itu memang sudah melibatkan pihak APH,” terang Leli.

    Meski demikian, Leli masih belum bisa memastikan apakah kasus pelecehan yang tengah viral saat ini berkaitan dengan laporan yang masuk Dinkes Garut tahun lalu.

    Leli mengaku harus melihat datanya lagi terkait kasus dugaan pelecehan ini.

    “Saya harus lihat lagi datanya ya, memang waktu itu (2024) sempat ada laporan dan sempat diselesaikan,” imbuh Leli.

    Leli memastikan bahwa dokter yang dilaporkan bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). 

    Namun ia pernah berpraktik di berbagai fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, termasuk beberapa klinik di Kabupaten Garut.

    “Dokter tersebut bukan ASN. Namun, sebelumnya memang pernah praktik di rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit swasta, dan klinik swasta di Garut,” terang Leli.

    Leli juga memastikan bahwa pada akhir 2024 lalu, nama dokter tersebut sudah tidak tercatat dalam Sistem Informasi Sumber Daya Kesehatan (SISDMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Garut.

    Sehingga dokter tersebut t sudah tidak lagi memiliki izin praktik di seluruh wilayah Kabupaten Garut. 

    “Sudah tidak bisa lagi praktik di seluruh wilayah Kabupaten Garut,” tegasnya.

    Polisi Selidiki Dugaan Dokter Kandungan Lecehkan Pasien di Garut

    Polda Jabar (Jawa Barat) mengatakan belum ada laporan terkait dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan dokter kandungan di Garut.

    Walau demikian, Polda Jabar kini menyelidiki kasus tersebut.

    “Belum ada (laporan), sementara masih penyelidikan ke tempat yang diduga TKP dan mencari korbannya,” ujar Direktur Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, Selasa (15/4/2025).

    Sementara itu, Polres Garut mengatakan sedang menyelidiki kasus tersebut.

    “Iya lagi viral saya sedang koordinasi dengan Satreskrim,” kata Kasi Humas Polres Garut, AKP Susilo Adhi. 

    Seorang dokter kandungan di Garut viral diduga melakukan pelecehan seksual pada pasiennya. 

    Dalam rekaman video, dokter itu sedang mengecek kondisi kandungan pasien menggunakan alat USG di bagian perut.

    Tetapi, alat USG itu terus beralih ke bagian atas perut, dan tangan kiri dokter itu memegang bagian atas perut korban sampai diduga memegang bagian sensitif pasien itu.

    Kasi Humas Polres Garut, AKP Susilo Adhi membenarkan terdapat video viral tentang dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dokter kepada pasien. 

    Dia mengaku tengah berkoordinasi dengan Satreskrim Polres Garut untuk melakukan tindakan.

    Sosok Pelaku

    Menurut beberapa sumber, dokter kandungan yang diduga melecehkan pasiennya itu bernama M Syafril Firdaus.

    Semua akun media sosialnya sudah menghilang dan tidak bisa diakses setelah viral di media sosial.

    Syafril merupakan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi atau dikenal juga Obgyn atau kandungan yang berfokus dalam menangani kehamilan dan proses persalinan serta permasalahan pada sistem reproduksi wanita.

    dr. M Syafril Firdaus praktek di Klinik Sekar Kusuma, Jalan Beko No.1 Kampung Asem Kulon, Desa Keresek, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut.

    Ia praktek setiap hari Senin-Jumat pukul 15.00-15.30 WIB dan Sabtu 08.00-11.00 WIB.

    Pada akun media sosialnya sebelum dihapus, M Syafril Firdaus diketahui sudah memiliki istri dan dua anak.

    “Suami & Ayah Terbahagia,” tulisnya di bio Instagram.

    Ia melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Padjadjaran jurusan Magister Manajemen pada tahun 2022.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Erik S)(Kompas.com/Wahyu Wachid Anshory)

  • Tim Hukum Jabar Istimewa Dampingi Korban Pemerkosaan PPDS di RSHS

    Tim Hukum Jabar Istimewa Dampingi Korban Pemerkosaan PPDS di RSHS

    Bandung, Beritasatu.com – Kasus dugaan pemerkosaan di RSHS Bandung yang melibatkan seorang dokter PPDS Anestesi Unpad terus menjadi sorotan publik. Kini, korban tidak lagi sendiri. Tim Hukum Jabar Istimewa resmi ditunjuk untuk mendampingi korban dalam proses hukum yang tengah berjalan.

    Ketua Tim Hukum Jabar Istimewa, Jutek Bongso, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat kuasa langsung dari keluarga korban, setelah sebelumnya dilakukan pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan.

    “Keluarga korban telah mencabut kuasa dari kuasa hukum sebelumnya dan secara resmi menunjuk kami. Ini juga atas permintaan dari Gubernur Jabar,” ungkap Jutek kepada media, Senin (15/4/2025).

    Pendampingan Hukum dan Pemulihan Psikologis

    Kasus ini akan ditangani menyeluruh, baik dari sisi pidana maupun perdata, demi memastikan pelaku mendapat hukuman yang sepadan dengan perbuatannya. Jutek menambahkan, proses pergantian kuasa hukum dilakukan dengan tetap menjaga etika profesi.

    “Kami akan mengawal penuh proses hukum ini. Korban saat ini masih trauma berat, sehingga segala urusan hukum akan kami tangani sambil mendukung proses pemulihannya,” ujarnya.

    Ketua Dewan Penasihat Tim Hukum Jabar Istimewa Dr Ruli Panggabean juga turut terlibat dalam pendampingan kasus ini.

    RSHS Diminta Berikan Perlindungan Maksimal

    Tim hukum telah mengajukan permintaan kepada pihak RSUP Hasan Sadikin (RSHS) untuk memberikan perhatian serius terhadap kondisi korban. RSHS pun telah menyatakan kesiapannya membantu proses pemulihan kesehatan korban, termasuk kebutuhan lain yang dibutuhkan selama masa trauma.

    “Kami juga telah meminta adanya koreksi dan langkah preventif dari rumah sakit agar kejadian seperti ini tidak kembali terjadi,” tegas Jutek.

    Tak Hanya Satu, Korban Lain Mulai Muncul

    Meski baru satu korban yang secara resmi memberikan kuasa, Tim Hukum Jabar Istimewa mengungkapkan, mereka telah membuka komunikasi dengan dua korban dugaan pemerkosaan lainnya di lingkungan RSHS.

    “Kami sudah menjalin komunikasi dengan dua korban tambahan. Dalam waktu dekat, kami akan mendampingi mereka secara resmi juga,” ucap Jutek.

    Kasus ini pun mengungkap dugaan bahwa peristiwa serupa bukan kali pertama terjadi di rumah sakit tersebut, membuka peluang lebih luas bagi penyelidikan mendalam.

    Kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS di RSHS ini telah menggugah keprihatinan publik. Dengan pendampingan dari Tim Hukum Jabar Istimewa, harapannya keadilan bagi korban dapat benar-benar ditegakkan. Lebih dari itu, sistem pengawasan dan perlindungan di lingkungan rumah sakit diharapkan bisa diperbaiki agar kejadian serupa tak terulang.

  • 2 Pasien Lain Diduga Jadi Korban Pemerkosaan di RSHS, Menkes Temui FK Unpad

    2 Pasien Lain Diduga Jadi Korban Pemerkosaan di RSHS, Menkes Temui FK Unpad

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjajaran terkait kasus Priguna Anugrah Pratama (PAP) yang sempat menjadi dokter residen anestesi di kampusnya. PAP ditetapkan sebagai tersangka pelaku pemerkosaan keluarga yang mendampingi pasien, dengan modus memasukkan obat bius saat transfusi darah.

    Korban pemerkosaan belakangan terkonfirmasi bertambah dua orang, dijebak dengan modus yang sama. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Surawan pada Jumat (11/4/2025), mengungkap korban berusia 21 tahun dan 31 tahun, diperiksa polisi pada Kamis (9/4).

    “Jadi kita sama Unpad koordinasi bagus sekali, kemarin pembahasannya fokus perbaikan ke depan apa, ada kekurangan yang terjadi, baik proses di Unpad, maupun RSHS. Ini kombinasi kan, ada pendidikan dan pelayanan, nah dua-duanya kan overlap, yang satu melayani pasien, yang satu mendidik PPDS, kelihatan ada kekurangan di sini kan karena masing-masing prosedurnya, SOP-nya jalan sendiri-sendiri,” terang Menkes Budi kepada wartawan, Senin (14/4/2025).

    Penghentian sementara PPDS FK Unpad di RSHS selama satu bulan penuh disebutnya bertujuan untuk mengkaji bersama SOP yang jelas antara kampus maupun pihak RS. Menkes menilai banyak hal yang perlu diubah, utamanya dalam pengawasan.

    Hasil dari kajian tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi pilot project untuk sejumlah PPDS di banyak RS lain.

    “Itu yang sekarang kita setuju oh perbaikannya kemana, nah ada beberapa yang masih blm jelas, saya kasih waktu 1 bulan untuk duduk bersama, rektor Unpad dan RSHS mensinergikan SOP pendidikan dan layanan,” tandas dia.

    “Ini kan ada dua kementerian berbeda, ini harus disinergikan sehingga tidak mungkin kita melihat kesalahan-kesalahan sebelumnya, dan nggak jelas siapa yang tanggung jawab dalam satu bulan kita harapkan selesai sehingga itu bisa jadi pilot project ke RS-RS lainnya.”

    (naf/naf)

  • Kasus Pemerkosaan Dokter PPDS, DPR Panggil RSHS dan Unpad

    Kasus Pemerkosaan Dokter PPDS, DPR Panggil RSHS dan Unpad

    Bandung, Beritasatu.com – Komisi X DPR bergerak cepat menyikapi kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terhadap pendamping pasien. RSHS dan Universitas Padjadjaran (Unpad) akan dipanggil ke Senayan untuk dimintai klarifikasi.

    Anggota Komisi X DPR Melly Goeslaw mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pertemuan langsung dengan manajemen RSHS dan Unpad pada Senin (14/4/2025) malam di Bandung. Setelah pertemuan itu, DPR akan memanggil kedua institusi ke Jakarta dalam waktu dekat.

    “Habis ini saya akan sampaikan ke pimpinan Komisi IX untuk mengundang semua pihak ke DPR, untuk membicarakan terkait Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan perbaikan regulasi,” tegasnya.

    Melly menekankan, pemanggilan RSHS Bandung dan Unpad tidak hanya fokus membahas kasus pemerkosaan dokter PPDS terhadap pendamping pasien, melainkan pada penguatan sistem perlindungan pasien, pengawasan lembaga pendidikan kedokteran, dan mencegah kasus serupa terulang pada masa depan.

    “Semua pihak tidak ingin peristiwa seperti ini terjadi lagi. Ini jadi pembelajaran untuk universitas, rumah sakit, hingga masyarakat,” ujarnya.

    Melly juga menambahkan, RSHS dan Unpad nantinya tidak hanya akan berhadapan dengan Komisi X, melainkan juga akan dipanggil oleh Komisi IX DPR.

    “Kita ingin prosesnya cepat, saya akan langsung koordinasi dengan pimpinan untuk segera memanggil,” pungkas Melly terkait pemanggilan RSHS Bandung dan Unpad atas kasus pemerkosaan dokter PPDS terhadap pendamping pasien.

  • Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        14 April 2025

    Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual Bandung 14 April 2025

    Kemen PPPA Minta RSHS dan Unpad Benahi Sistem Pengawasan Usai Kasus Pelecehan Seksual
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta Rumah Sakit Hasan Sadikin (
    RSHS
    ) Bandung dan Universitas Padjadjaran (Unpad) segera membenahi sistem pengawasan usai terungkapnya kasus pelecehan seksual terhadap keluarga pasien oleh oknum dokter residen.
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, mengatakan bahwa kasus yang melibatkan Priguna Anugerah Pratama, mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS), menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, termasuk rumah sakit dan institusi pendidikan.
    “Tentu itu akan menjadi pembelajaran semua pihak. Dari tadi juga hadir dari universitas, juga dari rumah sakit. Ini sebuah pembelajaran ya, maksudnya kita bagaimana membuat sebuah sistem yang lebih baik,” ujar Veronica usai meninjau
    RSHS Bandung
    , Senin (14/4/2025).
    Veronica menyebut sistem pengawasan di lokasi kejadian masih lemah dan perlu segera dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang. Salah satu yang disorot adalah kurangnya pemantauan melalui kamera pengawas.
    “Tentu di pihak-pihak lain seperti CCTV yang kita lihat itu menjadi modal juga yang harus diperbaiki,” katanya.
    Ia juga menyoroti kondisi ruangan tempat kejadian yang dinilai masih belum tertata dengan baik. Menurutnya, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku.
    “Tadi ketika kita mendatangi itu adalah ruangan yang masih dalam proses perbaikan. Jadi itu ruangan di lantai yang belum dioperasikan, jadi memang ada ruangan-ruangan yang sudah menjadi perencanaan daripada si oknum itu,” ucapnya.
    Selain pembenahan internal, Veronica mendorong masyarakat untuk berani melapor jika menjadi korban tindak pelecehan seksual. Kemen PPPA, kata dia, telah menjalin kerja sama dengan aparat kepolisian untuk menjamin perlindungan dan kerahasiaan korban.
    “Korban-korban dari perempuan ya tentu ini, kita harus melindungi setiap kita membuka. Karena dari Kementerian PPPA kita juga sudah ada kerja sama dengan Direktorat Kepolisian TPPO. Sebulan yang lalu kita juga mengajak semua perempuan untuk berani rise up, speak up,” tuturnya.
    Veronica menambahkan bahwa Kemen PPPA saat ini tengah membangun sistem layanan aduan yang lebih responsif untuk menangani kasus kekerasan seksual.
    “Tentu sistem lagi dibangun. Jadi kita ada call center Sapa 129 yang sedang dibangun SDM-nya supaya bisa melakukan pelayanan dengan baik,” pungkasnya.
    Sebelumnya diberitakan, Polda Jabar menetapkan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen peserta PPDS, sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap FH (21), keluarga pasien di RSHS Bandung. Ia dijerat Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata Rektor Unpad soal Penghentian PPDS di RSHS Bandung Imbas Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien – Halaman all

    Kata Rektor Unpad soal Penghentian PPDS di RSHS Bandung Imbas Dokter Residen Rudapaksa Anak Pasien – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta agar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar), dihentikan untuk sementara.

    Keputusan Kemenkes itu muncul setelah salah seorang dokter PPDS Anestesi Unpad yakni Priguna Anugerah Pratama (31), menjadi tersangka dalam kasus rudapaksa terhadap anak pasien RSHS Bandung.

    Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad), Arief S Kartasasmita, menjelaskan keputusan Kemenkes itu bukan menghentikan pendidikan, melainkan menghentikan rumah sakit sebagai tempat pelayanan pendidikan.

    “Sebetulnya kalau menghentikan pendidikan harus dilakukan oleh universitas. Jadi, Kemenkes tentu akan menghentikan RSHS sebagai tempat pendidikan spesialis anestesi FK Unpad untuk sementara,” kata Arief, Minggu (13/4/2025), dilansir dari TribunJabar.id.

    Menurut Arief, dengan adanya pembekuan itu bukan berarti pendidikan anestesi berhenti.

    Unpad tetap menjalankan pendidikan spesialis, tetapi tak dilaksanakan di RSHS.

    Beberapa rumah sakit yang telah bekerja sama dengan Unpad akan menjadi tujuannya.

    “Selain RSHS, kami menggunakan RS lain untuk pendidikan. Jadi, yang dihentikan tempat pendidikannya di RSHS,” sebutnya.

    Arief memastikan, meski Prodi Spesialis Anestesi tetap berjalan di tempat lain, Unpad akan terus melakukan evaluasi untuk menghindari kejadian serupa.

    Selain itu, Arief mengungkapkan pihaknya telah berkirim surat ke fakultas yang menggelar program spesialis dan profesi di lingkungan Unpad untuk melakukan evaluasi menyeluruh.

    Kronologi

    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyebut modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.

    Priguna adalah peserta didik FK Unpad yang menjalani PPDS anestesi di RSHS Bandung.

    Pria yang telah berkeluarga itu merudapaksa wanita inisial FH (21), anak dari pasien pria yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Peristiwa rudapaksa ini terjadi pada sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Priguna yang saat itu memang tengah bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” ujar Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Guna melancarkan aksinya, Priguna membius korbannya terlebih dahulu.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” ungkap Hendra.

    Priguna kemudian menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Setelah beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Di saat itulah, korban dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” beber Hendra.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” sambungnya.

    Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.

    Polisi lalu berhasil menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus rudapaksa.

    Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan Pasal 6 C UU No 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ucap Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Muncul 2 Korban Lain

    Ternyata, FH bukanlah satu-satunya korban aksi bejat Priguna. Terdapat dua orang lagi di RSHS Bandung yang juga menjadi korban.

    Dirkrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menjelaskan kronologi tindak asusila Priguna terhadap dua korban tambahan, baru diperiksa oleh pihak kepolisian.

    Dua korban tambahan itu diketahui merupakan pasien RSHS Bandung.

    “Jadi, kejadian untuk dua korban tambahan ini, awalnya si pelaku berjaga bersama dokter lain. Kemudian, pelaku menghubungi pasiennya dengan alasan akan melakukan uji anestesi dan pasien dipanggil dan dibawa ke ruangan MCHC lantai 7,” jelas Surawan di Mapolda Jabar, Jumat (11/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “Sedangkan korban satu lagi, dalihnya untuk uji alergi obat bius. Ketika pelayanan pasien itu sama-sama dengan dokter lain, tapi saat melakukan aksinya dia menghubungi sendiri pasiennya dan beraksi sendiri,” lanjutnya.

    Menurut Surawan, Priguna bisa diterapkan pasal perbuatan berulang, yakni Pasal 64 KUHP dengan hukuman tambahan pemberatan. 

    “Dua korban tambahan ini usianya 21 tahun dan 31 tahun. Kejadiannya pada 10 Maret dan 16 Maret 2025. Kami pun nanti akan lakukan tes kejiwaan dari pelaku (psikologi forensik),” terangnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul RESPONS Unpad soal Keputusan Kemenkes Setelah Dokter Residen Lakukan Pemerkosaan di RSHS Bandung

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Tarif Impor Trump, Prabowo Diminta Cerdas Mainkan Diplomasi

    Tarif Impor Trump, Prabowo Diminta Cerdas Mainkan Diplomasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menghadapi ancaman kebijakan tarif impor Trump, Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu menyiapkan strategi diplomasi yang matang, cerdas, dan berbasis transaksi. Hal ini disampaikan oleh pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, yang menekankan pentingnya memahami gaya negosiasi Donald Trump yang berbeda dari pemimpin pada umumnya.

    Menurut Rezasyah, latar belakang Trump sebagai pengusaha membuat pendekatannya dalam hubungan internasional sangat pragmatis dan berorientasi pada keuntungan langsung.

    “Trump terbiasa berpikir seperti pebisnis. Semua kerja sama harus memberikan manfaat konkret sejak awal. Ini yang harus dipahami pemerintah Indonesia,” ujar Rezasyah kepada Beritasatu.com, Senin (14/4/2025).

    Ia menambahkan, Trump juga dikenal perfeksionis dan menuntut tingkat profesionalisme tinggi dari para mitranya. Oleh karena itu, strategi yang tepat adalah dengan menyiapkan diplomasi berbasis data dan laporan perdagangan yang solid.

    Rezasyah menilai, Prabowo memiliki peluang besar untuk membangun hubungan positif dengan Trump, apalagi setelah komunikasi telepon antara keduanya beberapa bulan lalu yang disebut berlangsung baik.

    “Ada sinyal positif dari perbincangan mereka. Ini bisa menjadi modal awal yang bagus bagi Indonesia,” katanya.

    Namun, peluang itu harus diperkuat dengan pendekatan yang profesional. Delegasi Indonesia perlu membawa data yang detail terkait neraca perdagangan, tidak hanya dengan Amerika Serikat, tetapi juga dengan China—menggambarkan posisi Indonesia secara realistis di tengah rivalitas dua kekuatan ekonomi dunia.

    “Delegasi harus hadir dengan data rinci, transparan, dan mudah dicerna. Ini menunjukkan bahwa Indonesia serius dan siap bekerja sama secara profesional,” tegasnya.

    Dalam konteks geopolitik saat ini, Teuku juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan antara Indonesia, AS, dan Tiongkok. Diplomasi yang cerdas dan berpijak pada kepentingan nasional diyakini menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik dalam menghadapi tekanan kebijakan tarif impor Trump.

  • Tarif Impor Trump Ancam Ekspor RI, Pakar: Diplomasi Harus Luwes

    Tarif Impor Trump Ancam Ekspor RI, Pakar: Diplomasi Harus Luwes

    Jakarta, Beritasatu.com – Rencana penerapan tarif impor Trump oleh Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia mendapat sorotan tajam dari pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah. Menurutnya, Indonesia harus menerapkan strategi diplomasi yang cermat dan fleksibel dalam menghadapi situasi ini.

    “Dalam perundingan dagang dengan AS, Indonesia harus memperjuangkan agar produk-produk berbasis tenaga kerja—seperti tekstil dan alas kaki—tidak dikenakan tarif tinggi saat masuk ke pasar Amerika,” ujar Rezasyah kepada Beritasatu.com, Senin (14/4/2025).

    Sebelumnya, Pemerintah AS mengumumkan rencana pemberlakuan tarif impor Trump sebesar 32% terhadap sejumlah komoditas ekspor asal Indonesia. Meski pelaksanaannya ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025, kebijakan ini telah memicu kekhawatiran luas karena dapat menghantam sektor industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja di tanah air.

    Teuku menilai, sekalipun Indonesia selama ini menikmati surplus perdagangan dengan AS, pemerintah tetap harus bersikap realistis dan terbuka untuk negosiasi. Salah satu kompromi yang bisa dijajaki adalah memberikan akses terbatas bagi produk-produk AS masuk ke pasar Indonesia, tentunya dalam kerangka yang saling menguntungkan.

    “Indonesia harus pandai menyeimbangkan kepentingan nasional dengan tuntutan mitra dagang besar seperti AS. Membuka ruang untuk produk mereka bisa menjadi kartu tawar,” katanya.

    Namun, ia mengingatkan, pemerintah tidak boleh gegabah. Masuknya produk-produk asal AS ke pasar domestik berisiko menambah persaingan dengan barang-barang dari Tiongkok yang sudah lebih dulu mendominasi.

    “Pemerintah harus tetap menjunjung prinsip keadilan dan profesionalisme. Jangan sampai produk AS dimanjakan tanpa perhitungan matang,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Teuku menekankan pentingnya upaya diplomasi bilateral yang intens, di samping pendekatan regional bersama negara-negara ASEAN. Meskipun ASEAN memiliki posisi kolektif dalam menghadapi tekanan dagang global, Indonesia tetap perlu menempuh jalur perundingan langsung dengan Washington.

    “Perundingan bilateral dengan AS adalah langkah yang tidak bisa dihindari. Itu kunci menjaga kepentingan jangka panjang kita,” ujarnya.

    Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan delegasi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Delegasi ini direncanakan akan melakukan negosiasi langsung dengan sejumlah pejabat senior AS, termasuk dari Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, hingga Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), guna membahas lebih lanjut soal tarif impor Trump.

  • Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 April 2025

    Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum Nasional 14 April 2025

    Keluarga Dokter Priguna Minta Maaf, Pelaku Tetap Harus Dihukum
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pihak
    Priguna Anugerah Pratama
    (31) yang merupakan pelaku kasus
    pemerkosaan
    keluarga pasien mengaku telah meminta maaf kepada keluarga korban, FH (21).
    Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menegaskan, Priguna yang adalah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) harus dihukum. Meskipun pihak pelaku sudah menyatakan permohonan maafnya.
    “Pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas Kurniasih lewat keterangan tertulisnya.
    Priguna sebagai
    dokter PPDS
    telah menyalahgunakan prosedur medis yang seharusnya digunakan untuk menyembuhkan pasien..
    “Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi medis dan merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Kami mengutuk keras
    kekerasan seksual
    terhadap pasien dalam bentuk apapun,” ujar Kurniasih.
    Di samping itu, ia menekankan kembali pentingnya perlindungan terhadap pasien selama proses perawatan medis.
    Kepercayaan pasien terhadap tenaga medis adalah amanah yang sangat besar dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
    “Pasien harus merasa aman saat berada di ruang perawatan. Rumah sakit bukan tempat yang membahayakan, tetapi tempat untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi,” ujar Kurniasih.
    Sebelumnya, keluarga dokter Priguna, pelaku pemerkosaan terhadap FH (21), telah bertemu keluarga korban.
    Dalam pertemuan itu, keluarga Priguna meminta maaf kepada keluarga FH atas perbuatan dokter
    PPDS Unpad
    itu, Keluarga korban menerima permintaan maaf, tetapi menegaskan bahwa proses hukum harus terus berjalan.
    Di sisi lain, penasihat hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya menjelaskan bahwa keluarga pelaku telah meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban.
    Ferdy menyatakan bahwa Priguna menyesali perbuatannya dan menitipkan pesan untuk meminta maaf kepada korban, keluarganya, serta seluruh masyarakat Indonesia terkait kasus pelecehan seksual tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewajibkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjalani tes kesehtan mental. Langkah tersebut guna mengantisipasi terjadinya kasus kejahatan yang dipicu masalah kejiwaan yang melibatkan peserta PPDS.

    “Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan. Sekarang Kementerian Kesehatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun,” ujar Menkes Budi Gunadi di Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April, dilansir Antara.

    Langkah tersebut juga dilakukan sebagai imbas dari kasus dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan perkosaan terhadap anak pasien rawat inap di RS Hasan Sadikin Bandung.

    Hal tersebut dilakukan, kata Budi, karena tekanan mental yang dialami peserta PPDS cukup besar.

    “Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki,” ucap Budi.

    Adapun terkait kasus yang melibatkan dokter PPDS Unpad, Menkes mengatakan perlu adanya perbaikan.

    “Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki,” jelasnya.

    Menkes Budi menjelaskan mengapa diberlakukan pembekuan karena perbaikan akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara. “Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa,” ujar Menkes.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga angkat bicara agar hukum ditegakkan secara tegas dalam kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat, demi membangun kepercayaan.

    “Saya dengar ada aspek-aspek yang bersifat perdamaian, tapi intinya bukan itu. Intinya adalah kita harus membangun kembali kepercayaan atau trust yang tinggi terhadap perguruan tinggi dan dunia kedokteran. Sehingga hukumannya harus tegas,” kata Dedi seperti dilansir Antara.

    Dia menyampaikan hal tersebut terkait dengan pernyataan kuasa hukum pelaku yang menyebut telah ada perjanjian damai dengan pihak korban, Menurut Dedi, seharusnya kasus ini dipahami bukan hanya soal perdamaian, melainkan soal penciptaan kondisi agar hal serupa tidak terulang.

    “Dalam kasus ini, bukan damai yang jadi inti persoalan. Intinya, kita harus memberikan hukuman tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi universitas dan rumah sakit harus dipulihkan,” ujar Dedi.

    Dedi menyebut dampak dari kasus tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap universitas tempat bernaung pelaku dan rumah sakit tempat praktiknya.

    Menurutnya, saat ini kepercayaan terhadap kedua institusi itu sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada tindakan tegas dan keputusan cepat.

    “Jadi hukumannya harus tegas dan keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya harus segera diambil. Karena apa? Karena itu soal kepercayaan,” ucap Dedi.

    Selain itu, ia menyoroti pentingnya evaluasi dalam proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran. Ia secara terbuka mengkritisi sistem seleksi yang selama ini berjalan.

    “Jujur saja, hari ini yang masuk kedokteran itu yang punya uang. Pintar saja tidak cukup,” kata Dedi.

    Berikut sederet 5 Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien dihimpun Tim News Liputan6.com:

    Polda Jabar ungkap adanya korban baru dalam kasus pelecehan yang dilakukan dokter residen PPDS Unpad di RSHS Bandung. Namun sejauh ini belum ada laporan resmi dari para korban.