Kampus Trisakti Minta Mahasiswa Tak Parkir Kendaraan di Trotoar Kyai Tapa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kampus
Universitas Trisakti
merespons motor mahasiswa yang parkir sembarangan di trotoar
Jalan Kyai Tapa
, Grogol Petamburan,
Jakarta
Barat
Kasub II Otorita Keamanan Universitas Trisakti, Sari Wulan mengimbau para mahasiswa untuk tidak parkir di area luar kampus, apalagi memakan fasilitas publik seperti trotoar.
Saat ini, Universitas Trisakti tidak memberikan sanksi apa pun terhadap mahasiswa yang memarkir kendaraannya secara liar lantaran area tersebut sudah di luar kewenangan kampus.
“Kalau kampus, enggak ada (sanksi) karena kan ini parkiran luar, sudah di luar kampus jadi dianggap ini adalah parkiran kayak liar. Tapi sebenarnya kita sudah ada fasilitas di dalam,” ungkap Sari kepada wartawan, Selasa (24/6/2025).
Sari mengatakan sebagian mahasiswa memarkirkan motor di trotoar tersebut karena kemungkinan belum memiliki kartu tanda mahasiswa.
Kartu tanda mahasiswa bisa digunakan mahasiswa untuk parkir di dalam kampus dengan biaya Rp 2.000.
“Kalau untuk parkiran di luar, mungkin juga anak-anak ada yang enggak punya KTM, padahal fasilitas kita sudah sediakan parkiran,” ungkap dia.
Alasan lainnya, menurut Sari, mahasiswa yang
parkir motor di trotoar
itu karena tergesa-gesa ada ujian semester.
“Posisi adalah mendadak, kayak dia ada ujian, jadi harus parkir sini,” ujar Sari.
Pada kesempatan yang sama, Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Barat melakukan operasi pengempisan ban puluhan motor milik mahasiswa Universitas Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Kepala Satuan Pelaksana Sudinhub Grogol Petamburan, Danu mengatakan ban motor yang dikempiskan karena parkir sembarangan di trotoar.
“Sanksi untuk hari ini, pengempisan dari pagi sampai siang ini, kurang lebih sudah 80 kendaraan roda dua,” kata Danu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: Universitas Trisakti
-
/data/photo/2025/06/23/68591a92d16aa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kampus Trisakti Minta Mahasiswa Tak Parkir Kendaraan di Trotoar Kyai Tapa Megapolitan 24 Juni 2025
-

Parkir liar, ban 80 motor mahasiswa Trisaksi dikempiskan
Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Barat mengempiskan ban 80 sepeda motor milik mahasiswa Universitas Trisakti karena parkir liar di trotoar Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
“Sanksi untuk hari ini, pengempisan dari pagi sampai siang ini, kurang lebih sudah 80 kendaraan roda dua,” ungkap Kepala Satuan Pelaksana Sudinhub Grogol Petamburan, Danu kepada wartawan di lokasi, Selasa.
Berdasarkan koordinasi dengan Universitas Trisakti, kata Danu, kampus ternyata telah menyediakan lahan parkir di dalam lingkungan kampus, namun sejumlah mahasiswa tetap memilih parkir liar di trotoar.
“Kampus sendiri sudah menyediakan flat. Dibayar flat seharga Rp2 ribu. Jadi, bukan alasan lagi kalau mahasiswa itu parkir di atas trotoar,” ujar Danu.
Pihaknya telah berkoordinasi dengan kampus untuk menindaklanjuti kebiasaan mahasiswa parkir liar di trotoar Kyai Tapa.
Selanjutnyaz kata Danu, selain melakukan penindakan, pihaknya bakal terus melakukan penertiban dan pengawasan.
“Larangan itu, nanti ditambah dengan berupa sepanduk larangan dilarang parkir di atas trotoar,” imbuh Danu.
Sebelumnya, parkiran liar di trotoar Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat dari arah Roxy menuju Daan Mogot kian meresahkan pejalan kaki.
Pantauan ANTARA di lokasi pada Jumat (20/6), sekira pukul 13.30 WIB, sepeda motor milik ojek daring parkir hampir sepanjang trotoar.
Belum lagi sepeda motor milik mahasiswa Universitas Trisaksi yang diparkir di kedua sisi trotoar sehingga hanya menyisakan sedikit ruang bagi pejalan kaki.
Selain itu, pedagang kaki lima juga berjejer di sepanjang trotoar tersebut. Sebagian dari pedagang itu juga menyediakan kursi bagi pembeli, yang ditempatkan pada badan trotoar.
Seorang pejalan kaki bernama Anjas (27) mengaku kerap terganggu dengan situasi trotoar Jalan Kyai Tapa.
“Soalnya banyak motor yang parkir sembarangan. Belum lagi kalau lagi jalan di trotoar, terus ketemu motor yang lewat. Jadi, kita (pejalan kaki) yang harus meminggir, bukannya pemotor,” kata Anjas.
Anjas yang tinggal di Tanjung Gedong dan bekerja di wilayah Palmerah menjadikannya pengguna tetap Transjakarta.
Dengan demikian, trotoar Jalan Kyai Tapa adalah jalurnya sehari-sehari ketika pergi dan pulang bekerja.
“Ya, pemandangan, situasi setiap hari begini. Dari awal saya kerja 2023, di sini tak pernah berubah,” kata Anjas.
Anjas berharap penertiban dari pihak berwajib dievaluasi karena penertiban parkiran liar di trotoar Jalan Kyai Tapa sudah kerap dilakukan, namun tidak berdampak.
“Mungkin penertibannya perlu dievaluasi. Jadi, ada solusi yang lebih permanen,” imbuh Anjas.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2803316/original/012810700_1557695413-IMG-20190511-021.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perlindungan Jamsostek Diperluas, Pekerja Rentan di Desa Jadi Prioritas – Page 3
Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai bahwa Indonesia telah memiliki instrumen kebijakan jaring pengaman sosial yang cukup baik, khususnya di sektor ketenagakerjaan untuk mendukung pekerja rentan. Namun, ia menilai pelaksanaannya di lapangan masih belum berjalan secara optimal. Trubus juga menyoroti bahwa perlindungan terhadap pekerja bukan penerima upah, termasuk mereka yang berstatus mitra seperti pengemudi daring (ojek online), serta pekerja di wilayah pedesaan, masih belum diberikan secara maksimal.
“Menurut saya yang perlu pembenahan tata kelolanya agar mereka bisa tertampung, karena persoalan selama ini memang pemerintah ini seringkali dihadapkan oleh kepentingan investor atau pelaku usaha dengan kepentingan pekerja,” jelasnya.
Untuk itu dia mendorong sinergi antara kementerian/lembaga yang lebih baik untuk memastikan jaring pengaman sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dapat mencapai seluruh lapisan pekerja, termasuk pekerja rentan yang berada di desa.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar sebelumnya juga sudah menyatakan bahwa sinergi lintas sektor antar kementerian/lembaga menjadi kunci dalam pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem. Hal itu sesuai dengan target kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen pada 2026, yang melibatkan 17 pimpinan kementerian/lembaga.
Muhaimin sendiri sebelumnya menyoroti bahwa pemerintah daerah hingga sampai ke tingkat desa memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan dan penganggaran terhadap pekerja rentan serta masyarakat yang masuk dalam kategori miskin ekstrem. Seperti yang direncanakan oleh Kemendes PDT, Muhaimin menyatakan perlindungan tersebut dapat didukung dengan penggunaan APBDes.
Hal itu, jelasnya, akan menjadi bukti nyata bahwa negara hadir melalui jaminan sosial ketenagakerjaan untuk melindungi masyarakat paling rentan.
“Ke depan, termasuk orang miskin di tingkat paling bawah di desa, setidaknya minimal dicicil 100 orang yang paling rentan miskin, miskin ekstrem juga pekerjaannya dilindungi. Sehingga mereka sebagai pekerja informal pun bisa mendapatkan perlindungan dengan baik,” demikian Muhaimin Iskandar.
-

Mahasiswa Trisaksi usul RUU KUHAP atur penjemputan paksa wajib izin PN
Jakarta (ANTARA) – Organisasi mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Trisaksi mengusulkan agar tindakan penjemputan paksa yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka atau saksi harus memperoleh izin dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat, untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen mengatakan hal itu perlu diatur agar melindungi hak-hak bagi warga negara. Karena pada praktiknya, dia menilai seseorang yang dijemput secara paksa itu belum tentu otomatis menjadi tersangka.
“Mungkin dalam praktiknya sedikit kesulitan, karena mungkin terlalu lama dari segi administrasi tapi kami juga melihat dari segi hak kami atau hak warga negara,” kata Wildan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, dalam draf RUU yang ada, penjemputan paksa bisa dilakukan jika tersangka atau saksi yang dipanggil tidak datang dalam pemeriksaan. Selain itu, penyidik juga bisa menjemput paksa jika tersangka atau saksi menghindar dari pemeriksaan.
Namun, dia mengusulkan ada penambahan pasal pada draf RUU KUHAP di Pasal 30. Dari yang semula terdapat dua ayat, dia mengusulkan agar kewajiban izin dari Ketua PN itu dimasukkan menjadi ayat ketiga.
“Hal ini juga bertujuan untuk menjaga kontrol yudisial dan juga tindakan represif yang kerap kali dilakukan oleh pihak khususnya aparatur penegak hukum terhadap mahasiswa,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa usulan tersebut demi menjamin bahwa tindakan dari penyidik khususnya dalam proses penyidikan seperti penggeledahan, penyitaan, penjemputan paksa, harus mempertimbangkan prinsip perlindungan saksi dan korban.
“Penggeledahan, penyitaan atau upaya paksa berupa penjemputan yang kerap kali tidak sesuai dengan jam kerja,” katanya.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5244919/original/041076700_1749266813-def6a06e-7da6-45de-bc08-e99d25055059.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rentetan Kebakaran Jakarta, Alarm untuk Pencegahan dan Penanggulangan – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, Jakarta dibuat menyala. Bukan karena slogan Pramono-Rano saat berkampanye, namun menyala dalam arti insiden kebakaran di beberapa titik dalam waktu yang berdekatan.
Ratusan bangunan semi permanen di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara yang digunakan sebagai tempat tinggal hangus, dengan menyisakan ribuan penghuninya ke tenda pengungsian. Musibah tersebut terjadi pada 6 Juni 2025 saat siang hari. Hingga saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan terkait penyebabnya.
Berikutnya pada 9 Juni, sebuah wihara di Cilincing, Jakarta Utara juga mengalami nasib yang sama. Kejadiannya pada dini hari. Seorang saksi bernama Dimas, seorang penjaga wihara menceritakan musibah itu saat ia sedang tidur.
Awalnya, Dimas mengira ada bunyi hujan di atas plafon kamarnya. Namun nahas saat diperiksa, ternyata altar dari wihara milik Yayasan Budhi Prasadha tersebutlah yang terbakar. Tidak ada korban jiwa, namun kerugian ditaksir mencapai lebih dari Rp1 miliar.
Masih di hari yang sama, si Jago Merah kembali berkobar. Kali ini di Rawa Buaya, Jakarta Barat pada pukul 12.34 WIB. Sebuah lapak bangunan menjadi korban amukan api, tidak ada korban namun tim pemadam setempat menerjunkan 80 orang personelnya untuk menangani.
Peristiwa nahas in memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Jakarta? Mengapa insiden kebakaran terasa sangat sering terjadi di kota ini?
Menjawab hal itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna melihat ada sejumlah faktor penyebabnya. Salah satunya, dipengaruhi faktor cuaca yang saat ini memasuki musim kemarau.
Segala bahan yang mudah terbakar, bisa lebih cepat terpantik. Khususnya di permukiman padat penduduk.
Menurut Yayat, permukiman padat mempunyai potensi kebakaran lebih tinggi, sebab rumah-rumah yang dibangun tidak memenuhi standar keselamatan bangunan. Material digunakan mudah terbakar, dengan penghuni yang tinggal di satu tempat cukup banyak.
“Saat mereka menambah bangunan, itu terbuat dari bahan-bahan yang ringan dan menjadi bahan yang mudah terbakar misalnya papan, tripleks dan kayu karena mereka tidak bisa membuat rumah-rumah standar permanen di tengah kota. Akhirnya semakin hilang gang-gang yang menjadi jalur pemadam kebakaran. Jadi kalau terjadi kebakaran ya kita tahu, sulit sekali bagi tim pemadaman,” kata Yayat saat dihubungi melalui telepon oleh Tim Liputan6.com, Selasa (10/6/2025).
-
.webp?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Budi Arie Tak Kunjung Diperiksa, Hakim Diminta Bersikap
GELORA.CO – Kejaksaan didorong segera memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus judi online (judol).
Menurut Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, fakta-fakta yang terungkap di persidangan sudah cukup menjadi dasar untuk menghadirkan Budi Arie dalam proses hukum.
“Kalau melihat fakta persidangan, sebenarnya tidak ada alasan bagi Kejaksaan untuk tidak menghadirkan Budi Arie dalam perkara judi online,” kata Azmi dalam kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Selasa, 3 Juni 2025.
Ia menyoroti lemahnya koordinasi dalam sistem peradilan pidana, yang melibatkan polisi, jaksa, dan hakim. Azmi menyayangkan sikap pasif dari lembaga peradilan, terutama hakim, yang seharusnya memegang peran tertinggi dalam sistem tersebut.
“Harusnya hakim sebagai subsistem daripada sistem peradilan tadi harus berani mengkoreksi. Sayangnya hakim kita nggak mau masuk di situ. Padahal, hakim punya kewenangan membuat penetapan dan putusan,” jelasnya.
Azmi mengkritik praktik penegakan hukum yang dinilainya masih tebang pilih. Ia menggunakan istilah “tarik bambu” di mana hanya pihak-pihak yang lemah yang disasar aparat penegak hukum.
Dia menegaskan, kalau jaksa tidak mau mengembangkan kasus, harusnya hakim ambil alih untuk buat penetapan. Atau bisa juga KPK dan Kejaksaan Agung berani memperdalam perkara ini secara independen.
Azmi lantas menyinggung soal penyebutan Budi Arie yang disebut menerima 50 persen aliran dana dari aktivitas judi online. Ia mendesak agar hal itu diusut lebih lanjut.
“Harus didalami, dari mana uang itu, ke mana alirannya,” pungkasnya.
-
/data/photo/2025/05/22/682efadb1d446.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penahanan 16 Mahasiswa Trisakti Kasus Demo Ricuh Ditangguhkan, Ini Pertimbangannya Megapolitan 31 Mei 2025
Penahanan 16 Mahasiswa Trisakti Kasus Demo Ricuh Ditangguhkan, Ini Pertimbangannya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penahanan 16
mahasiswa Universitas Trisakti
yang terlibat kasus kericuhan
demo peringatan reformasi
di depan Balai Kota Jakarta ditangguhkan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan, pertimbangan penangguhan penahanan ke-16 mahasiswa itu karena status mereka masih aktif dalam kegiatan belajar di lingkungan kampus.
“Kawan-kawan ini masih dalam kegiatan aktif belajar mengajar,” kata Usman saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (30/5/2025).
Usman menyebut, banyak pihak yang ikut membantu mengupayakan penangguhan penahanan ini, baik dari kampus, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH), dan lainnya.
Sedari awal para mahasiswa ditangkap, kata Usman, pihak Universitas Trisakti juga mengajukan
restorative justice
(RJ).
“Dari pihak kampus, dari pihak rektorat, dan juga banyak pihak yang ikut membantu sehingga penangguhan penahanan ini dimungkinkan,” ujar dia.
Usman pun berharap penangguhan penahanan ini menjadi penyelesaian terbaik untuk seluruh pihak.
“Jadi, mudah-mudahan bisa ada penyelidikan yang terbaiklah buat semua,” tegas dia.
Sebelumnya diberitakan, demo peringatan reformasi yang digelar di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (21/5/2025) berujung ricuh.
Polisi menangkap 93 orang dan menyatakan tiga di antaranya positif narkoba. Selain itu, tujuh anggota polisi mengalami luka-luka diduga akibat kekerasan oleh massa.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, aksi semula direncanakan digelar di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian mendobrak pintu dan memaksa masuk ke area dalam kantor.
Ade Ary menyebut, beberapa peserta aksi berusaha menerobos masuk menggunakan sepeda motor.
Sekitar pukul 16.40 WIB, saat petugas berusaha mencegah massa, terjadi insiden pengadangan terhadap kendaraan pejabat negara. Tak hanya itu, pejabat tersebut juga dipaksa turun dari mobil.
Pada momen itu, massa aksi disebut memukul polisi.
“Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka-luka (luka sobek, lecet) akibat pemukulan, menggigit aparat, tendangan secara bersamaan kepada aparat,” ujar Ade Ary.
Terpisah, Usman Hamid mengatakan, unjuk rasa ini berkaitan dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga kini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.
“Memang pada awalnya ada aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk untuk bertemu dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik),” ujar Usman di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Penyampaian pendapat dan keinginan bertemu Kesbangpol itu menjadi bagian dari harapan lama mahasiswa dan keluarga korban agar negara mengakui dan bertanggung jawab atas gugurnya mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.
“Memang sudah lama sebagian dari aktivitas akademik Trisakti berharap ada semacam pengakuan negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998,” kata Usman Hamid.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/22/682efd1af3647.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mahasiswa Trisakti Sebut Tak Bermaksud Ricuh Saat Gelar Aksi di Balai Kota Megapolitan 31 Mei 2025
Mahasiswa Trisakti Sebut Tak Bermaksud Ricuh Saat Gelar Aksi di Balai Kota
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Mahasiswa Universitas Trisakti
, Ananta Aulia Althaaf (24), mengatakan, ia dan rekan-rekannya tak bermaksud membuat kericuhan saat menggelar demo peringatan reformasi di depan Balai Kota Jakarta, Rabu (21/5/2025).
“Kami mewakili teman-teman yang hadir di aksi tersebut tentunya tidak ada sedikit pun niat kami untuk terjadinya kericuhan,” kata Ananta saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat (30/5/2025).
Ananta bilang, para mahasiswa juga tak ingin kasus ini justru berujung ke ranah hukum.
Oleh karenanya, dia berjanji akan melakukan evaluasi untuk menggelar aksi-aksi berikutnya agar tak terjadi keributan.
“Bahwasanya kami akan terus mengevaluasi dari apa yang sudah terjadi. Kiranya hal ini menjadi pembelajaran,” ujar dia.
Ananta semdiri merupakan satu dari 16
mahasiswa Universitas Trisakti
yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus kericuhan tersebut, namun penahanannya ditangguhkan.
Dia meyakini, pengalamannya dan teman-teman ditahan oleh Polda Metro Jaya akan menjadi pembelajaran berharga untuk lebih bijak dalam menyampaikan aspirasi.
“Baik itu aspirasi dari masyarakat dan warga sipil yang kurang mampu menyampaikan aspirasinya atas keresahannya terhadap kondisi nasional hari ini,” ujar Ananta.
Ananta juga menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan ini.
“Saya juga mengucapkan banyak terima kasih dan permohonan maaf kepada masyarakat bilamana hal ini menjadi gambaran buruk dalam pergerakan,” tambah dia.
Sebelumnya diberitakan, demo peringatan reformasi yang digelar di depan Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (21/5/2025) berujung ricuh.
Polisi menangkap 93 orang dan menyatakan tiga di antaranya positif narkoba. Selain itu, tujuh anggota polisi mengalami luka-luka diduga akibat kekerasan oleh massa.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, aksi semula direncanakan digelar di depan pintu masuk Balai Kota. Namun, massa kemudian mendobrak pintu dan memaksa masuk ke area dalam kantor.
Ade Ary menyebut, beberapa peserta aksi berusaha menerobos masuk menggunakan sepeda motor.
Sekitar pukul 16.40 WIB, saat petugas berusaha mencegah massa, terjadi insiden pengadangan terhadap kendaraan pejabat negara. Tak hanya itu, pejabat tersebut juga dipaksa turun dari mobil.
Pada momen itu, massa aksi disebut memukul polisi.
“Akibatnya, tujuh personel Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya mengalami luka-luka (luka sobek, lecet) akibat pemukulan, menggigit aparat, tendangan secara bersamaan kepada aparat,” ujar Ade Ary.
Terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, unjuk rasa ini berkaitan dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998, yang hingga kini masih menyisakan tuntutan moral dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika Trisakti.
“Memang pada awalnya ada aspirasi dari mahasiswa Trisakti, termasuk untuk bertemu dengan Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik),” ujar Usman di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Penyampaian pendapat dan keinginan bertemu Kesbangpol itu menjadi bagian dari harapan lama mahasiswa dan keluarga korban agar negara mengakui dan bertanggung jawab atas gugurnya mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.
“Memang sudah lama sebagian dari aktivitas akademik Trisakti berharap ada semacam pengakuan negara atas gugurnya para mahasiswa di tahun 1998,” kata Usman Hamid.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/21/682db4db38dbd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Akhir Kasus Demo Ricuh Balai Kota: Penahanan 16 Mahasiswa Trisakti Ditangguhkan Megapolitan 31 Mei 2025
Akhir Kasus Demo Ricuh Balai Kota: Penahanan 16 Mahasiswa Trisakti Ditangguhkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polda Metro Jaya menangguhkan penahanan 16
mahasiswa Universitas Trisakti
yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka terkait demo peringatan reformasi berujung ricuh di depan Balai Kota Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Saat unjuk rasa, para mahasiswa diduga menghasut hingga mengeroyok polisi dan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) yang berjaga di depan Balai Kota Jakarta.
Dalam pengeroyokan ini, para tersangka disebut mendorong, menggencet, memukul, menendang, membanting, dan menggigit petugas Pamdal.
Muhammad Ammar (21) merupakan mahasiswa Universitas Trisakti terakhir yang masa penangguhan penahanannya diterima oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (30/5/2025).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan, pertimbangan masa penahanan ke-16 mahasiswa Universitas Trisakti ditangguhkan karena masih dalam kegiatan belajar di lingkungan kampus.
“Kawan-kawan ini masih dalam kegiatan aktif belajar mengajar dan juga dari pihak kampus dari pihak rektorat LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) dan juga banyak pihak yang ikut membantu,” kata Usman saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jumat.
Terlepas dari hal tersebut, Usman menyampaikan, sedari awal para mahasiswa ditangkap, pihak Universitas Trisakti mengajukan
restorative justice
(RJ).
“Jadi, mudah-mudahan bisa ada penyelidikan yang terbaiklah buat semua,” tegas dia.
Usai penahanannya ditangguhkan, Ammar pun meminta maaf.
“Di sini, sebelumnya saya dan juga teman-teman kemarin ingin meminta maaf atas kegaduhan yang telah terjadi di Balai Kota atas unjuk rasa yang telah kami lakukan,” kata Ammar.
Ammar juga menyampaikan terima kasih kepada alumni Universitas Trisakti yang telah memberikan bantuan atas penangguhan penahanannya.
“Dari kampus juga yang telah memberikan support, baik moral maupun morel selama kami di dalam,” ujar dia.
Ammar mengimbau kepada mahasiswa yang ingin berdemonstrasi agar menjalankan aksi dengan kondusif dan damai.
Kendati sempat ditahan, Ammar mengatakan, ia bersama teman-temannya akan tetap turun ke jalan untuk menyuarakan berbagai aspirasi.
“Pasti itu. Selama yang kita perjuangkan jelas dan demi kepentingan bersama, kita tetap turun ke jalan,” kata Ammar.
Sementara, mahasiswa Universitas Trisakti lainnya yang penahanannya juga ditangguhkan, Ananta Aulia Althaaf (24), menyatakan bahwa ia dan rekan-rekannya tidak berniat ricuh saat berdemo di depan Balai Kota Jakarta.
“Bahwasanya kami akan terus mengevaluasi dari apa yang sudah terjadi. Kiranya hal ini menjadi pembelajaran,” ujar Ananta dalam kesempatan yang sama.
Ananta meyakini, pengalamannya dan teman-teman ditahan oleh Polda Metro Jaya akan menjadi pembelajaran berharga untuk lebih bijak dalam menyampaikan aspirasi.
“Baik itu aspirasi dari masyarakat dan warga sipil yang kurang mampu menyampaikan aspirasinya atas keresahannya terhadap kondisi nasional hari ini,” ujar Ananta.
“Saya juga mengucapkan banyak terima kasih dan permohonan maaf kepada masyarakat bilamana hal ini menjadi gambaran buruk dalam pergerakan,” tambah dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
