Institusi: Universitas Trisakti

  • Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    Hak atau Beban Baru? Dilema Regulasi dan Dampaknya bagi Jutaan Mitra

    PIKIRAN RAKYAT – Tak terasa momen Lebaran Idulfitri 2025  sudah dekat. Bagi para karyawan, pegawai atau pekerja formal, momen lebaran identik dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang banyak ditunggu untuk memenuhi berbagai kebutuhan. 

    Lantas, bagaimana untuk pekerja lepas atau mitra kerja di era ekonomi gig atau sejenisnya?

    Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional. 

    Di Indonesia, mereka mencakup berbagai profesi, seperti mitra pengemudi dan kurir, pekerja lepas (desainer, penulis, programmer), penyedia jasa (teknisi, tukang, tenaga kecantikan), pekerja kreatif (influencer, content creator), instruktur dan konsultan online, serta pelaku bisnis di ekosistem marketplace.

    Penelitian terbaru yang dirilis oleh SBM ITB 2023 menunjukkan bahwa sektor ekonomi gig berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu sekitar Rp 382,62 triliun atau setara dengan 2% dari total PDB Indonesia tahun 2022. 

    Pekerjaan ini menawarkan fleksibilitas bagi pekerjanya. Pekerja gig dapat menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan komitmen lain, seperti pendidikan, pengasuhan anak, atau pekerjaan sampingan lainnya. Selain itu juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. 

    Polemik

    Namun, di balik itu semua, polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian THR kepada aplikator terus menjadi sorotan di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ekonomi digital, muncul perdebatan mengenai apakah mitra pengemudi seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan sebagaimana yang berlaku saat ini. 

    Pemerintah pun berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital. Rencana ini pun menuai pro dan kontra. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan. Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. 

    Jika biaya tambahan seperti THR diwajibkan, tentu akan menambah beban baru dan keberlangsungan jangka panjang perusahaan akan terkena dampaknya.

    Studi kasus

    Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, mengatakan, kebijakan yang pernah diberlakukan di Inggris malah merugikan pengemudi dan pengusaha. Saat itu, Uber diwajibkan membayar tunjangan tambahan bagi mitranya, sehingga harga layanan naik sebesar 10-20%. 

    Namun, kebijakan ini malah berdampak pada penurunan permintaan hingga 15%, yang merugikan pengemudi dan perusahaan. Jika kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ada potensi efek domino yang dapat menekan industri ini secara keseluruhan.

    Hal yang sama juga terjadi di Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap. Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%. Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan. 

    “Begitu pula yang terjadi di New York,” tambahnya. 

    Agung Yudha, menyoroti bahwa industri on-demand telah berupaya menjaga kesejahteraan mitra melalui berbagai program seperti bantuan modal usaha dan beasiswa. Menurut dia, kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan para mitra pengemudi kehilangan akses terhadap sumber pendapatan utama mereka.

    Tak penuhi unsur

    Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Prof. Dr. Aloysius Uwiyono menekankan bahwa mitra pengemudi tidak memenuhi unsur hubungan kerja berdasarkan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku, sehingga THR tidak bisa dipaksakan tanpa implikasi hukum. 

    Sebagai alternatif, ia menyarankan perlindungan sosial berbasis kontribusi bagi pekerja gig. Regulasi yang responsif dan inklusif menjadi kunci agar sektor ini tetap tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan mitra maupun keberlanjutan industri.

    Sejauh ini, kata dia, setiap platform ride-hailing memiliki pendekatan unik dalam mendukung mitra pengemudi mereka. Grab menawarkan berbagai keuntungan melalui GrabBenefits, termasuk diskon servis kendaraan, asuransi kesehatan dan kecelakaan, akses kredit, serta dana santunan bagi keluarga mitra dalam situasi darurat. 

    Selain itu, Grab menyediakan program GrabScholar untuk beasiswa anak mitra, skema insentif berbasis performa, vocer sembako murah, serta pelatihan dan pengembangan keterampilan untuk membuka peluang usaha. Grab juga mendorong Mitra mereka untuk bergabung dengan BPJamsostek. 

    Sementara Gojek, menitikberatkan pada perlindungan mitra dengan asuransi kecelakaan, posko aman, serta program loyalitas berbasis insentif. Mereka juga menawarkan bantuan finansial seperti sembako murah dan akses kredit, serta fasilitas tambahan seperti diskon merchant dan layanan GoPay. 

    Kemudian, Lalamove mengutamakan bonus misi dan insentif bagi pengemudi berperforma tinggi, serta akses informasi pesanan untuk memaksimalkan penghasilan. Mereka juga bekerja sama dengan BPJamsostek untuk perlindungan sosial dan memiliki program referral yang memberikan insentif bagi mitra yang mengajak rekan bergabung.

    Perlu solusi

    “Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya. 

    Sementara, ekonom Wijayanto Samirin mengatakan, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    Dia menekankan, status mitra pengemudi bervariasi, sebagian menjadikannya pekerjaan utama, sedangkan lainnya sebagai pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, solusi yang diterapkan harus mempertimbangkan kebutuhan yang beragam. 

    Ia juga mengingatkan bahwa fleksibilitas merupakan daya tarik utama pekerjaan ini, dan jika mitra diperlakukan seperti pekerja konvensional, mereka berisiko kehilangan fleksibilitas tersebut, atau bahkan jutaan mitra dapat kehilangan pekerjaan. (*) 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Asas Dominus Litis di RUU KUHAP Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan

    Asas Dominus Litis di RUU KUHAP Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan

    loading…

    CMPRO menggelar FGD dengan tema Penguatan Penegak Hukum dalam KUHAP di Jakarta, Sabtu (22/2/2025). Sejumlah akademisi menyoroti penerapan asas dominus litis dalam draf RUU KUHAP. Foto/Dok. SINDOnews

    JAKARTA – Sejumlah akademisi menyoroti penerapan asas dominus litis dalam draf RUU KUHAP . Asas tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum di Indonesia.

    Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trunojoyo Prof Deni Setya Bagus Yuherawan menjelaskan apa itu asas dominus litis. Yakni, asas yang menempatkan lembaga tertentu sebagai pihak penentu, apakah suatu perkara layak dilanjutkan atau dihentikan dalam proses peradilan.

    “Pandangan kami, apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa tentu akan menimbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum, dan dapat menimbulkan carut-marut,” katanya saat FGD yang digelar Centrum Muda Proaktif (CMPRO) dengan tema Penguatan Penegak Hukum dalam KUHAP di Jakarta, Sabtu (22/2/2025).

    Deni menyebut fungsi kepolisian bakal bergeser jika dominus litis diterapkan. Menurut dia, jaksa cukup berperan sebagai penuntut dalam suatu perkara. Selebihnya RUU KUHAP lebih kepada penguatan fungsi penegak hukum.

    “Kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana. Kami mengingatkan bahwa kewenangan jaksa dalam sistem hukum Indonesia sudah ada. Sementara kepolisian memiliki peran dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Tinggal dikuatkan saja,” ungkapnya.

    Ketua Umum CMPRO Onky Fachrur Rozie menekankan agar RUU KUHAP bisa mengakomodir keseimbangan antar lembaga dan kepentingan masyarakat. Bukan kepentingan satu lembaga yang dapat menimbulkan praktik monopolistik dalam penegakan hukum.

    Ia menambahkan, jika RUU KUHAP disahkan, kewenangan jaksa dalam menghentikan atau melanjutkan perkara berpotensi membingungkan masyarakat dalam mencari kepastian hukum. Hal ini akan menimbulkan masalah baru dalam penegakan hukum.

    “Sehingga apabila jaksa diberi wewenang untuk menghentikan suatu perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian tentunya akan menimbulkan masalah baru. Jaksa bisa berpotensi menyalahgunakan wewenang atau abuse of power,” terangnya.

    Hadir dalam FGD yakni Onky Fachrur Rozie dan Deni Setya Bagus Yuherawan. Kemudian Ketua Harian CMPRO Rizki Abdul Rahman Wahid; Thabita Napitupulu Puteri Indonesia, Prof Ilyas Indra (Ketua Umum Persatuan Pengacara Syariah dan Hukum seluruh Indonesia DPP PPSHI), Azmi Syahputra (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti), dan Herman (Dekan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo, Kendari).

    (poe)

  • Diskusi di Usakti, IPA Beberkan Peran Migas dalam Transisi Energi – Halaman all

    Diskusi di Usakti, IPA Beberkan Peran Migas dalam Transisi Energi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesian Petroleum Association (IPA) menggelar diskusi bersama para mahasiswa dengan tema “Energizing the Future: The Evolution of Oil and Gas in Energy Transition Era” di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (21/2/2025). 

    Acara bertajuk IPA Goes to Campus ini bertujuan memperluas wawasan mahasiswa tentang peran industri migas dalam transisi energi. 

    Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, yang hadir pada acara ini menekankan pentingnya generasi muda dalam keberlanjutan energi. 

    “Mereka bukan hanya pengguna energi di masa depan, tetapi juga aktor penting dalam inovasi dan kebijakan energi berkelanjutan,” ujarnya.

    Hal senada disampaikan oleh Raihan Mahendra, VP Subsurface Asia Pacific bp Indonesia, yang menyoroti peran sektor migas dalam mendukung transisi energi. 

    “Industri ini memiliki sumber daya dan infrastruktur yang dapat menjadi katalisator adopsi energi terbarukan dan penangkapan karbon,” katanya.

    Sementara itu, Mulia Ginting, Wakil Dekan 3 Fakultas Teknik Kebumian dan Energi selaku perwakilan dari Universitas Trisakti, menyampaikan bahwa transisi energi merupakan tantangan global yang membutuhkan pemahaman dan partisipasi aktif berbagai sektor, termasuk migas. 

    “Sektor ini memiliki keahlian dan infrastruktur yang dapat mendukung percepatan adopsi energi hijau dan teknologi berkelanjutan,” ungkapnya.

    Sebagai organisasi yang menaungi para perusahaan dan praktisi hulu migas di Indonesia, IPA secara aktif berkomitmen mendukung peningkatan kapasitas generasi muda melalui berbagai inisiatif edukasi, termasuk IPA Goes to Campus ini. Acara tersebut merupakan bagian dari program “Youth@IPAConvex” yang akan berlangsung bersamaan dengan IPA Convex ke-49 di ICE BSD City, Tangerang, pada 20-22 Mei 2025. 

  • Pakar Hukum: Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Timbulkan Kontroversi terhadap Konstitusi – Halaman all

    Pakar Hukum: Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Timbulkan Kontroversi terhadap Konstitusi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho, memberikan pandangannya terkait wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Ali menyebutkan bahwa rencana tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi mengenai kesesuaian dengan konstitusi Indonesia.

    Menurut Ali, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah dugaan pengadopsian pasal-pasal dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disarankan dalam rancangan aturan tersebut. 

    Meskipun FCTC berfokus pada pengendalian konsumsi tembakau, ia menilai bahwa pasal-pasal dalam FCTC belum diratifikasi di Indonesia, sehingga penggunaan instrumen tersebut dalam pembentukan kebijakan domestik perlu dikaji lebih mendalam.

    “Menjadikan FCTC sebagai landasan atau kiblat dalam pembentukan regulasi merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Ali kepada wartawan, Kamis (20/2/2025).

    Ali menekankan bahwa Indonesia memiliki dasar hukum yang jelas, yakni Pancasila, UUD 1945, serta berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang seharusnya menjadi pedoman utama dalam merumuskan kebijakan, termasuk di bidang kesehatan.

    Dia mengusulkan agar peraturan yang disusun tetap berpijak pada prinsip-prinsip hukum yang sudah ada, daripada mengadopsi instrumen yang belum diakui secara sah di dalam negeri.

    Dia juga mengingatkan, kebijakan kesehatan harus sejalan dengan putusan MK yang menekankan perlunya pengaturan yang proporsional dan berkeadilan, termasuk dalam hal pengaturan produk tembakau, dan tidak hanya berfokus pada pelarangan yang terkesan berat sebelah.

    Pernyataan Ali juga mengangkat isu mengenai potensi intervensi asing dalam kebijakan Indonesia. 

    Dia menyinggung keputusan Amerika Serikat yang mundur dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang dianggap sebagai langkah untuk menjaga kedaulatan negara dari pengaruh luar. 

    Ali menyarankan agar Indonesia dapat mempertimbangkan kedaulatan nasional saat menyusun kebijakan kesehatan, mengingat potensi intervensi melalui regulasi asing.

    Ali berharap pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menjaga kedaulatan hukum dan regulasi, serta merancang kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan nasional.

    Dia pun mengimbau pemerintah melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam proses penyusunan kebijakan, guna menciptakan regulasi yang lebih transparan dan inklusif.

    Penting untuk memastikan bahwa proses penyusunan kebijakan tidak terburu-buru dan mempertimbangkan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak.

    Ali menyarankan agar Rancangan Permenkes ini direvisi agar sejalan dengan prinsip-prinsip kerakyatan dan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat, guna memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan nasional.

    “Atas hal tersebut, sebenarnya cukup merumuskan ulang atau rekonstruksi materi muatan dalam Rancangan Permenkes agar sejalan dengan falsafah kerakyatan,” pungkasnya.

  • Bisnis BWA Pernah Gagal, Komdigi Didesak Kaji Ulang Frekuensi 1,4 GHz

    Bisnis BWA Pernah Gagal, Komdigi Didesak Kaji Ulang Frekuensi 1,4 GHz

    Jakarta

    Layanan broadband wireless access (BWA) berbasis regional bukan hal baru di Indonesia dan itu terbukti gagal sebelumnya. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan kembali menghidupkan bisnis BWA tersebut dengan cara yang sama.

    Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengatakan rencana lelang frekuensi 1,4 GHz yang menggunakan pendekatan serupa seperti sebelumnya perlu dikaji ulang agar kebijakan serupa di masa lalau tidak terulang.

    “Faktanya, hingga kini banyak wilayah yang masih minim akses, meskipun kebijakan BWA berbasis regional telah diterapkan. Jika pemerintah tidak berhati-hati, skema serupa berisiko hanya menguntungkan segelintir pihak tanpa memberikan dampak nyata bagi pemerataan akses internet di Indonesia,” ujar Trubus dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/2/2025).

    Menurut Trubus, frekuensi dan jangkauan layanannya merupakan barang publik dan layak jual. Harusnya Komdigi dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya agar publik dapat memberikan masukan terhadap regulasi yang nantinya dibuat. Menurutnya, Komdigi di era Presiden Prabowo Subianto harus transparan dan dapat melibatkan dan menerima masukan dari pemangku kepentingan.

    Hal yang menarik adalah informasi tentang 1,4 GHz belum pernah dikomunikasikan oleh Komdigi dalam beberapa tahun terakhir, sedangkan belanja modal untuk implementasi 1,4 GHz pasti membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ini menimbulkan persepsi jika ada kecenderungan permainan dalam proses konsultasi publik yang sangat tiba-tiba.

    Trubus berharap jangan sampai konsultasi publik terkait spektrum tersebut itu setengah hati dan menimbulkan kecurigaan banyak pihak terhadap lelang frekuensi. Menurut Trubus, wajar saja masyarakat curiga dengan waktu konsultasi publik yang singkat tersebut.

    Lebih lanjut Trubus, sering kali Komdigi tak melibatkan partisipasi publik yang benar dalam membuat kebijakan. Ia berharap ke depannya Komdigi dapat membuat kebijakan yang melibatkan partisipasi publik dengan benar.

    “Selama ini dalam lelang frekuensi selalu ada kaitannya dengan kekuasaan dan keuntungan jangka pendek. Jangan sampai Komdigi membuat kebijakan yang lemah partisipasi publiknya,” kata Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) ini.

    Jika ada intervensi, Trubus menduga ada potensi lelang ini akan dimenangkan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dengan kekuasaan atau kroni. Atau bisa jadi harga lelang frekuensi ini jadi lebih murah sehingga potensi negara untuk mendapatkan pendapatan dari lelang tersebut menjadi tidak optimal.

    Trubus juga meminta Komdigi dapat mengeluarkan kajian dan menjelaskan kepada publik mengenai alasan mereka melelang frekuensi 1,4Ghz untuk layanan BWA dengan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched. Ia mengkritisi, jangan sampai ide Komdigi yang ingin adanya BWA lokal dan menyediakan internet murah bagi masyarakat hanya sekadar gimik semata.

    “Agar publik tak buruk sangka kepada Komdigi, kajian mengenai BWA lokal 1,4 Ghz harus dibuka ke publik. Sehingga publik dapat melihat manfaatnya dan dapat memberikan masukan ketika ada kekurangan. Indonesia pernah melalukan lelang frekuensi lokal. Dan itu gagal. Jangan sampai Komdigi mengulangi kesalahan serupa. Sebab frekuensi sebagai sumber daya terbatas harus bisa memberikan manfaat besar bagi publik,” kata Trubus.

    Trubus menyayangkan langkah Komdigi yang melakukan konsultasi publik tersebut di waktu yang sangat pendek. Sebab pada saat long weekend tak banyak orang yang memperhatikan informasi yang dikeluarkan oleh Komdigi. Menurutnya ini memperlihatkan political will Komdigi dalam melibatkan partisipasi publik dalam membuat regulasi rendah.

    Jika nantinya kajian tersebut dibuka dan publik dapat memberikan masukan, Trubus berharap agar Komdigi juga dapat menjaga persaingan usaha industri telekomunikasi nasional. Sebab jika persaingan usaha tak dijaga dengan baik, maka publik juga yang akan dirugikan.

    “Namanya kebijakan publik yang punya kebijakan adalah negara. Kemudian negara mempertimbangkan beberapa aspek dalam mengeluarkan kebijakannya. Negara melalui Komdigi dapat mengeluarkan instrument agar publik tidak dirugikan. Tujuannya agar publik mendapatkan manfaat dari kebijakan yang dibuat Komdigi. Selain itu dengan Komdigi melibatkan berbagai kementerian dan lembaga lain dalam lelang frekuensi ini diharapkan dapat mengurangi potensi pengusaha yang hanya mencari keuntungan sesaat,” tutup Trubus.

    (agt/fay)

  • Efisiensi turunkan kontribusi BUMN karya dan naikkan inflasi

    Efisiensi turunkan kontribusi BUMN karya dan naikkan inflasi

    Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto (ANTARA/ Foto: Feru Lantara)

    Pengamat: Efisiensi turunkan kontribusi BUMN karya dan naikkan inflasi
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 17 Februari 2025 – 09:10 WIB

    Elshinta.com – Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai efisiensi yang dilakukan kementerian/lembaga akan secara langsung menurunkan kontribusi BUMN karya, khususnya dalam serapan tenaga kerja sekaligus berpotensi memicu naiknya inflasi.

    Ia mengatakan hal tersebut terjadi mengingat selama ini sektor infrastruktur menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, serta menjadi salah satu faktor berkurangnya biaya distribusi yang menahan inflasi.

    “Tidak bisa dipungkiri bahwa kalau bisnis development karyanya berkurang, otomatis di industri pendukung maupun penyerapan tenaga kerja juga pasti akan terpengaruh. Artinya bahwa kemudian jumlah pihak yang nanti kemudian harus mengalami pemutusan hubungan kerja juga pasti akan meningkat,” kata Toto dalam pernyataan di Jakarta, Senin.

    Dikatakan dia, efisiensi yang dilakukan juga berpotensi menaikkan inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi karena pemeliharaan jalan yang selama ini dilakukan oleh BUMN karya banyak berkurang, dan masyarakat yang bekerja di sektor infrastruktur akan turun daya belinya.

    Hal ini karena share market dari perusahaan plat merah yang bergerak di bidang infrastuktur, 80 persen pendapatannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Kaitannya dengan soal penurunan aktivitas ekonomi, kaitannya dengan soal pengurangan berapa jumlah tenaga kerja yang kemudian akan kehilangan pekerjaan dan spill over-nya ke bawah nanti akan jadi kayak seperti apa. Karena kalau kehilangan daya beli itu kemudian terjadi, ekonomi juga jadi tidak tumbuh,” ujarnya.

    Hal senada disampaikan oleh Pengamat Infrastruktur dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna yang menilai bahwa efisiensi yang dilakukan di sektor infrastruktur bisa mengurangi penyerapan tenaga kerja dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Ia meyakini dengan anggaran yang dipangkas, banyak proyek infrastruktur di Indonesia menjadi tidak terpelihara dengan baik, serta membuat serapan angkatan kerja baru dari bidang perencanaan, serta konstruksi berkurang.

    “Itu berarti potensi pasar lapangan kerja di bidang desain dan perencanaan itu juga akan mengalami efisiensi. Sementara di bidang konstruksi juga akan mengalami pengurangan lapangan kerja,” tuturnya.

    Untuk menyiasati hal tersebut, Yayat meminta pemerintah untuk mengkaji dampak kebijakan ini supaya tidak terlalu memengaruhi perekonomian, atau memberikan skema khusus bagi BUMN karya sehingga tidak menurunkan kontribusinya.

    Sementara menurut Toto, BUMN karya harus membiasakan diri untuk melakukan diversifikasi pasar supaya tidak terlalu bertumpu pada anggaran dari pemerintah.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025, yang merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

    Dalam inpres tersebut, Presiden RI Prabowo Subianto meminta penghematan anggaran hingga Rp306,69 triliun. Sementara, untuk belanja kementerian/lembaga (K/L), Presiden Prabowo memerintahkan efisiensi sebesar Rp256,1 triliun

    Lebih lanjut, surat tersebut juga melampirkan sebanyak 16 aspek yang sekurang-kurangnya perlu dipangkas anggarannya per K/L.

    Hal itu pun membuat setiap K/L harus segera merevisi anggarannya sesuai dengan persentase pemangkasan yang telah ditentukan di surat nomor S-37/MK.02/2025 tersebut.

    Setelah itu, usulan revisi anggaran setiap K/L itu diserahkan ke DPR untuk disetujui, dan nantinya akan diserahkan kembali ke Kementerian Keuangan setidaknya paling lambat pada 14 Februari 2025.

    Sumber : Antara

  • Mungkinkah Pengemudi Ojol Dapat THR? Ini Kata Pemerintah dan Pengamat Ungkap Caranya agar Cair – Halaman all

    Mungkinkah Pengemudi Ojol Dapat THR? Ini Kata Pemerintah dan Pengamat Ungkap Caranya agar Cair – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Para pengemudi ojek online (ojol) menyampaikan aspirasinya ke pemerintah agar mendapatkan tunjungan hari raya (THR) dari aplikator.

    Hal tersebut disampaikan para pengemudi ojol dengan melakukan aksi di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

    Mereka menyampaikan sejumlah aspirasi yang tertulis di kardus-kardus.

    Kardus-kardus itu bertuliskan di antaranya “THR: Hak Ojol, Taksi, Kurir Online”.

    Selain itu ada juga kardus yang tertulis “Lindungi driver online perempuan!!! Berikan hak-hak khusus kepada Lady Ojol dalam bekerja”, “Hak cuti driver perempuan”, “Ojol= Pekerja, Bukan Mitra”, “Hapuskan potongan aplikator”, “Kemitraan Biang Kerok”, dan “Jam kerja 8 jam”.

    Terlihat juga kardus bertuliskan “Tolak suspend putus mitra”, “Cuti haid driver perempuan”, dan Hapus double order”.

    Kata Pemerintah

    Saat menemui pengemudi ojol yang beraksi di depan kantornya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengaku setuju terhadap tuntutan pemberian THR kepada pengemudi ojol.

    Dirinya mengatakan pemberian THR merupakan budaya yang ada di Indonesia.

    “Khusus THR, Bu Dirjen, Pak Wamen sudah beberapa kali menerima perwakilan teman-teman (driver ojol), saya juga sudah menerima beberapa kali perwakilan dari pengusaha. Saya ingin katakan pertama, saya setuju tadi, THR itu adalah budaya kita,” ujar Yassierli.

    Yassierli mengaku dapat merasakan kesedihan para pengemudi ojol yang tidakmendapatkan THR pada hari raya keagamaan.

    Menurutnya, para ojol membutuhkan THR untuk menghadapi hari raya.

    “Saya bisa membayangkan ketika di akhir Ramadan kemudian tadi ada yang menyampaikan ya, anaknya nanya THR bapak mana gitu ya, ya itu kita rasakan,” tuturnya.

    Dia sendiri menilai para ojol harus diperhatikan karena sangat membantu masyarakat beraktivitas.

    Bahkan, sebelum menjadi Menteri, dia juga menjadi salah satu pelanggan ojol karena kendaraan tersebut sangat praktis digunakan.

    “Saya sebelum jadi menteri juga salah seorang pelanggan yang baik aplikasi online karena menurut saya itu lebih praktis,” ungkapnya.

    Cara Pencairan THR

    Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menyampaikan THR kepada pengemudi ojol memungkinkan diterapkan. Perlu political will Pemerintah untuk dapat terealisasi.

    Trubus menyampaikan, kebijakan perusahaan transportasi online untuk memberikan THR kepada pengemudi ojol tergantung pada keberpihakan pemerintah. 

    Di antaranya dengan merevisi Peraturan Menaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Sebab, dalam aturan tersebut tidak berlaku bagi ojol.

    “Karena ojol sifatnya kemitraan, aturan Permenaker harus memuat terkait kemitraan. Sehingga memberi ruang para ojol untuk memperoleh THR,” ujar Trubus.

    Trubus menerangkan, Pemerintah tidak perlu membuat aturan baru. Namun, bisa dengan menyisipkan pasal soal THR bagi ojol dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. 

    Dengan begitu, payung hukum bagi pengemudi ojol pun jelas aturannya.

    “Di sisipkan pasal terkait pemenuhan THR bagi ojol. Amandemen disisipkan saja pasalnya,” tambah Trubus.

    Dia menambahkan, Pemerintah, Perusahaan Transportasi Online, dan Asosiasi Ojol, bisa duduk bersama untuk mendiskusikan secara rinci soal aturan THR bagi Ojol. Misalnya, hak dan kewajiban perusahaan dan driver ojol, sehingga mereka bisa menerima THR.

    “Misal dia harus aktif supaya perusahaan tahu. Jadi diaturan harus tegas, kalau ada perusahaan nakal ada sanksi dari Pemerintah. Sehingga ada hak dan kewajiban dari perusahaan dan mitra,” terang Trubus.

    Selain itu, kata Trubus, besaran THR juga bisa menyesuaikan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Sedangkan, untuk rincian aturan tersebut, dia mencontohkan, driver ojol harus memenuhi keaktifan sekian persen untuk dapat memperoleh THR.

    “Makanya harus duduk bertiga antara Pemerintah, Pengusaha, dan Asosiasi Ojol mereka merundingkan agar ada win win solution jadi jangan merugikan,” imbuh Trubus.

  • Lelang Frekuensi 1,4 GHz, Pengamat Minta Komdigi Buka Kajian Lebih Luas demi Kepentingan Publik – Page 3

    Lelang Frekuensi 1,4 GHz, Pengamat Minta Komdigi Buka Kajian Lebih Luas demi Kepentingan Publik – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Rencana lelang frekuensi 1,4 GHz oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menghadirkan internet murah dan cepat berbasis broadband wireless access (BWA), menjadi sorotan sejumlah pengamat.

    Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap wacara ini karena implementasi teknologi BWA berpotensi gagal di masa lalu.

    Trubus menyoroti kegagalan skema BWA sebelumnya dalam mendorong penetrasi internet yang merata, terutama di wilayah yang menjadi sasaran pengembangan.

    Ia mencontohkan kasus Berca di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bukti bahwa spektrum yang dimenangkan dalam lelang tidak selalu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk membangun infrastruktur internet.

    “Faktanya, hingga kini banyak wilayah yang masih minim akses, meskipun kebijakan BWA berbasis regional telah diterapkan,” ujar Trubus melalui keteranganya, Senin (17/2/2025).

    “Jika pemerintah tidak berhati-hati, skema serupa berisiko hanya menguntungkan segelintir pihak tanpa memberikan dampak nyata bagi pemerataan akses internet di Indonesia,” ia menambahkan.

    Trubus juga menyoroti kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan di Komdigi. Ia menilai bahwa konsultasi publik yang dilakukan terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara optimal.

    “Konsultasi publik kali ini patut diduga adanya intervensi dari penguasa. Jangan sampai Komdigi mengakomodasi perusahaan yang terafiliasi dengan kekuasaan atau kroni penguasa,” ujar Trubus.

    Lebih lanjut, Trubus meminta Komdigi untuk membuka kajian yang lebih luas terkait rencana lelang frekuensi 1,4 GHz. Ia menekankan pentingnya bagi publik untuk memahami alasan di balik kebijakan ini dan memastikan bahwa frekuensi sebagai sumber daya terbatas dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

    “Agar publik tak buruk sangka kepada Komdigi, kajian mengenai BWA lokal 1,4 GHz harus dibuka ke publik, sehingga publik dapat melihat manfaatnya dan dapat memberikan masukan ketika ada kekurangan,” Trubus menyarankan.

    Trubus berharap Komdigi dapat lebih transparan dan melibatkan partisipasi publik secara menyeluruh dalam membuat kebijakan. Ia juga mengingatkan akan pentingnya menjaga persaingan usaha industri telekomunikasi nasional agar publik tidak dirugikan.

    “Tujuannya agar publik mendapatkan manfaat dari kebijakan yang dibuat Komdigi. Selain itu, dengan Komdigi melibatkan berbagai kementerian dan lembaga lain dalam lelang frekuensi ini, diharapkan dapat mengurangi potensi pengusaha yang hanya mencari keuntungan sesaat,” ia memungkaskan.

  • Fakta-Fakta Menarik Jake ENHYPEN, Idol Asal Korea Kunjungi Universitas Trisakti

    Fakta-Fakta Menarik Jake ENHYPEN, Idol Asal Korea Kunjungi Universitas Trisakti

    Berdasarkan informasi yang dirangkum dari beberapa sumber, berikut ini fakta-fakta menarik dari Jake ENHYPEN:

    1. Jake lahir di Seoul, Korea Selatan tetapi pindah sejak usia sembilan tahun ke Australia dan tumbuh besar di negara tersebut.

    2. Jake mempunyai seorang kakak laki-laki yang diketahui lahir pada tahun 2000.

    3. Sebelum debut bersama ENHYPEN, Jake telah menjadi siswa pelatihan selama sembilan bulan.

    4. Jake mengikuti acara survival I-LAND dan berhasil meraih peringkat ketiga di final dengan total 1.179.633 suara.

    5. Penggemar yang menyukai Jake memiliki sebutan “Jakeys”.

    6. Jake tidak hanya mahir dalam menyanyi dan menari tetapi juga pandai dalam bermain sepak bola, tenis meja, memancing, hingga biola.

    7. Ketika di sekolah, Jake dikenal sebagai murid yang pintar terutama dalam bidang matematika.

    8. Menurut mantan teman sekelasnya, Jake berasal dari keluarga yang kaya di Australia.

    9. Jake berteman dengan idol populer lain yaitu Bang Chan dan Felix dari Stray Kids.

    10. Jake resmi debut sebagai salah satu personel ENHYPEN pada 30 November 2020.

  • Profil Jake ENHYPEN yang Kunjungi Universitas Trisakti

    Profil Jake ENHYPEN yang Kunjungi Universitas Trisakti

    Liputan6.com, Yogyakarta – Salah satu member grup Kpop ENHYPEN, Jake, menjadi bintang tamu acara Samyang Buldak Spices the Campus yang digelar di Universitas Trisakti, Rabu (12/2/2025). Kehadiran Jake ke Indonesia langsung menghebohkan para penggemar Kpop, terutama penggemar ENHYPEN yang dijuluki ENGENE.

    Kedatangan Jake ke Indonesia pun langsung menjadi trending topic di media sosial. Beberapa fotonya saat berada di Universitas Trisakti mulai menghiasi lini masa beberapa media sosial.

    Jake Sim dikenal dengan nama panggung Jake. Ia merupakan anggota boygrup Kpop ENHYPEN yang menempati posisi sebagai rapper dan vokalis.

    Ia lahir di Korea Selatan pada 15 November 2002. Ia kemudian pindah ke Australia, sehingga saat ini ia merupakan idol Kpop berkebangsaan Korea Selatan-Australia.

    Sebelum debut bersama ENHYPEN, Jake telah melalui masa trainee selama sembilan bulan. Selanjutnya, ia mengikuti survival show I-LAND.

    I-LAND merupakan proyek pertama BELIF+, yang merupakan kerja sama antara CJ E&M dan Big Hit Entertainment. Ia menempati posisi ketiga pada final I-LAND.

    Jake kemudian debut sebagai member ENHYPEN pada 30 November 2020 di bawah naungan Belift Lab, anak perusahaan HYBE. Grup ini beranggotakan tujuh orang, yakni Jungwon, Heeseung, Jay, Jake, Sunghoon, Sunoo, dan Ni-ki.

    ENHYPEN debut dengan merilis mini album berjudul BORDER: DAY ONE. Pada 6 Juni 2021, mereka memulai debut Jepangnya.

    Memasuki tahun kelima, ENHYPEN memiliki basis penggemar yang cukup besar. ENGENE tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tak heran, jika kedatangan Jake ke Indonesia menjadi perbincangan publik hingga menjadi trending topic.

    Selain menjadi bintang tamu, dalam acara tersebut Jake ENHYPEN juga memasak resep carbonara risotto dengan pemenang spesial. Sebelumnya, resep buldak risotto yang ia buat sempat viral hingga dijadikan challenge di media sosial.

    Penulis: Resla