Institusi: Universitas Trisakti

  • Proyek PIK 2 Bisa Jadi Model Pertumbuhan Ekonomi

    Proyek PIK 2 Bisa Jadi Model Pertumbuhan Ekonomi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) yang sepenuhnya didanai swasta menjadi salah satu katalis utama pertumbuhan ekonomi, menciptakan peluang investasi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan daerah.

    Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menilai bahwa keterlibatan swasta dalam proyek ini memiliki dampak positif, terutama dalam mengurangi beban keuangan negara dan mendorong ekonomi lokal.

    “Tanpa menggunakan APBN, investasi swasta di PIK 2 memberikan manfaat besar, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga peningkatan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi,” ujar Trubus.

    Selain itu, proyek ini juga berpotensi menarik lebih banyak investor dan mempercepat perkembangan infrastruktur di sekitar kawasan. Dengan pengelolaan yang transparan dan regulasi yang jelas, PIK 2 dapat menjadi contoh sukses kemitraan antara swasta dan pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan.

    Trubus menekankan pentingnya regulasi yang lebih spesifik agar masyarakat lokal turut merasakan manfaatnya.

    Keterlibatan tenaga kerja setempat serta pengaturan proporsi pendapatan daerah dari proyek ini menjadi aspek yang perlu diperjelas agar dampak ekonomi bisa dirasakan lebih luas.

    “Pembangunan seperti ini harus memiliki dampak langsung bagi masyarakat sekitar. Regulasi yang baik akan memastikan bahwa proyek ini tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan warga lokal,” tambahnya.

    Dengan potensi besar yang dimilikinya, PIK 2 dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. Selama ada kepastian hukum dan tata kelola yang baik, proyek ini diharapkan mampu memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi nasional dan daerah. (*)

  • Riva Siahaan – Halaman all

    Riva Siahaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Riva Siahaan adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga yang menjadi tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Februari 2025.

    Riva Siahaan bersama 3 petinggi Pertamina lain dan 3 pengusaha minyak diduga mengoplos bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite Ron 90 menjadi Pertamax Ron 92.

    Kecurangan yang dilakukan selama periode 2018-2023 ini ditaksir membuat negara rugi keuangan hingga Rp193,7 triliun dalam kuru waktu satu tahun saja.

    Jika dihitung selama kurang lebih 5 tahun, perkiraan kerugian negara akibat dugaan korupsi ini mencapai Rp968,5 triliun, hampir mencapai Rp1 kuadriliun.

    Riva Siahaan sendiri sudah mengemban jabatan sebagai Dirut Pertamina Patra Niaga sejak tahun 2023.

    KORUPSI MINYAK MENTAH – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ketika ditemui di mall Senayan City, Jakarta Selatan, Sabtu (22/7/2023) (Endrapta Pramudhiaz)

    Ia berhasil memperoleh jabatan tersebut berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina pada 16 Juni 2023.

    Gaji Riva Siahaan sebagai Dirut Pertamina Patra Niaga disebut-sebut mencapai Rp1,8 miliar per bulan.

    Kehidupan pribadi

    Riva Siahaan memiliki seorang istri yang bernama Winda Wanayu.

    Riva dan Winda diketahui telah dikaruniai 2 orang anak.

    Pendidikan

    Riva Siahaan mengenyam studi S1 Manajemen Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta.

    Ia lulus dari Universitas Trisakti pada tahun 2002.

    Setelah lulus, Riva melanjutkan studi S2 jurusan Business Administration di Oklahoma City University, Amerika Serikat dan lulus pada 2002.

    Perjalanan karier

    Menilik akun LinkedIn pribadinya, Riva Siahaan memulai karier sebagai seorang account manager di Matari Advertising pada 2005 hingga 2007.

    Ia juga sempat menjadi assistant account director TBWA Indonesia pada 2007 hingga 2008.

    Riva Siahaan mulai menjajaki karier di Pertamina pada tahun 2008 dengan menjabat sebagai key account officer.

    Semenjak itu, kariernya di Pertamina terus meroket.

    Pada 2015, Riva Siahaan dipercaya menjadi Bunker Trader Pertamina Energy Services Pte. Ltd.

    Riva juga sempat menjabat sebagai Senior Officer Industrial Key Account di PT Pertamina.

    Tak sampai di situ, ia juga pernah menduduki jabatan penting di PT Pertamina International Shipping, di antaranya sebagai VP Crude & Gas Operation, VP Sales & Marketing, hingga Commercial Director pada 2021.

    Baru setelah itu Riva Siahaan diangkat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga pada 2021 hingga 2023.

    Pada Juni 2023, ia diamanahkan menjadi Dirut Pertamina Patra Niaga.

    Harta kekayaan

    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN yang dilaporkan pada 31 Maret 2024/Periodik – 2023, harta kekayaan Riva Siahaan ada di angka Rp. 18.993.000.000.

    Dalam LHKPN tersebut, Riva Siahaan memiliki total utang Rp. 2.650.000.000.

    Aset terbanyak yang dimiliki tersangka korupsi Pertamina Niaga ini ada di kas dan setara kas yangn nilainya mencapai Rp. 8.685.000.000.

    Berikut rincian harta kekayaan Riva Siahaan:

    I. DATA HARTA

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 7.750.000.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 120 m2/120 m2 di KAB / KOTA KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp. 2.000.000.000

    2. Tanah dan Bangunan Seluas 150 m2/150 m2 di KAB / KOTA KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI, LAINNYA, Rp. 2.500.000.000

    3. Tanah dan Bangunan Seluas 275 m2/80 m2 di KAB / KOTA KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI, LAINNYA, Rp. 3.250.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 2.900.000.000

    1. MOTOR, HONDA REVO Tahun 2011, HASIL SENDIRI Rp. 5.000.000

    2. MOTOR, PIAGGIO MP3 Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp. 175.000.000

    3. MOBIL, TOYOTA VELLFIRE Tahun 2018, HASIL SENDIRI Rp. 850.000.000

    4. MOTOR, HARLEY DAVIDSON ULTRA CLASSIC Tahun 2005, HASIL SENDIRI Rp. 320.000.000

    5. MOBIL, LEXUS RX350 Tahun 2023, HASIL SENDIRI, LAINNYA , Rp. 1.550.000.000

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 808.000.000

    D. SURAT BERHARGA Rp. 1.500.000.000

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 8.685.000.000

    F. HARTA LAINNYA Rp. —-

    Sub Total Rp. 21.643.000.000

    II. HUTANG Rp. 2.650.000.000

    III. TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-III) Rp. 18.993.000.000.

    (Tribunnews.com/Rakli)

  • Profil Yuddy Renaldi, Dirut yang Mengundurkan Diri dari Bank BJB, Kenapa?

    Profil Yuddy Renaldi, Dirut yang Mengundurkan Diri dari Bank BJB, Kenapa?

    Jakarta, Beritasatu.com – Keputusan Yuddy Renaldi untuk mundur dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) mengejutkan banyak pihak.

    Kabar pengunduran diri dirut Bank BJB tersebut dikonfirmasi oleh Corporate Secretary Bank BJB, Ayi Subarna, yang menyatakan bahwa pada Selasa (4/3/2025), perusahaan telah menerima surat pengunduran diri Yuddy.

    Lantas, siapa sebenarnya sosok Yuddy Renaldi ini? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut profil dan perjalanan kariernya.

    Profil Yuddy Renaldi

    Yuddy Renaldi adalah seorang bankir profesional asal Indonesia yang telah mengukir perjalanan karier cemerlang di dunia perbankan. Lahir di Bogor pada tahun 1964, Yuddy menempuh pendidikan sarjana di fakultas ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, dan berhasil meraih gelarnya pada tahun 1990. Tidak berhenti di situ, ia kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana dan memperoleh gelar magister manajemen dari STIE IPWI Jakarta pada tahun 2000.

    Awal Karier di Dunia Perbankan

    Perjalanan kariernya dimulai dengan bergabung di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), yang kemudian bertransformasi menjadi Bank Mandiri. Berkat dedikasi dan keahliannya, ia menempati berbagai posisi strategis, yang semakin mengokohkan reputasinya sebagai seorang bankir andal.

    Pengalaman Profesional

    Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Bank BJB pada tahun 2019, Yuddy memiliki pengalaman luas dalam industri perbankan. Ia pernah mengemban tanggung jawab sebagai group head subsidiaries management di Bank Mandiri dari tahun 2016 hingga 2017, di mana ia bertanggung jawab atas pengelolaan anak perusahaan. 

    Selanjutnya, ia bergabung dengan Bank BNI sebagai SEVP remedial & recovery dari tahun 2017 hingga 2019, dengan fokus utama pada pemulihan aset dan penanganan kredit bermasalah.

    Kepemimpinan di Bank BJB

    Pada tahun 2019, Yuddy dipercaya untuk memimpin Bank BJB sebagai direktur utama. Di bawah kepemimpinannya, Bank BJB mengalami pertumbuhan pesat dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu bank nasional yang kompetitif. Salah satu visi besar yang ia usung adalah menjadikan Bank BJB sebagai Bank BUKU IV, dengan modal inti lebih dari Rp 30 triliun. 

    Selain itu, ia juga menaruh perhatian besar pada pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jawa Barat, sejalan dengan visi pemerintah daerah.

    Kontribusi terhadap Pembangunan Infrastruktur

    Di samping itu, Bank BJB juga memainkan peran penting dalam pembiayaan proyek infrastruktur strategis di Jawa Barat, dengan dukungan penuh dari pemerintah provinsi. Langkah ini semakin mempertegas komitmen bank dalam mendorong pembangunan ekonomi daerah.

    Mengundurkan Diri, Kenapa?

    Pada 4 Maret 2024, Yuddy Renaldi secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan pribadi. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya di kalangan publik, mengingat perannya yang sangat penting dalam perkembangan Bank BJB. Terlepas dari alasan di balik pengunduran dirinya, warisan kepemimpinan dan visi strategis yang telah ia bangun di Bank BJB akan terus dikenang.

    Perjalanan karier Yuddy Renaldi sebagai seorang bankir ulung telah membuktikan dedikasi dan kepemimpinannya dalam dunia perbankan Indonesia. Dari awal kariernya di Bank Mandiri hingga menduduki posisi puncak sebagai direktur utama Bank BJB, ia berhasil membawa perubahan dan pertumbuhan yang signifikan bagi bank yang dipimpinnya.

  • Ojol Siap-Siap Dapat THR, Surat Edaran Menaker Terbit Sebentar Lagi – Page 3

    Ojol Siap-Siap Dapat THR, Surat Edaran Menaker Terbit Sebentar Lagi – Page 3

    Sebelumnya, polemik terkait status mitra pengemudi dan permintaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perusahaan aplikasi transportasi daring atau ojek online (ojol) masih menjadi sorotan di Indonesia.

    Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, mengatakan dalam era ekonomi digital yang semakin berkembang, muncul perdebatan tentang apakah mitra pengemudi harus dianggap sebagai pekerja tetap atau tetap berada dalam hubungan kemitraan yang ada saat ini.

    Aloysius, menjelaskan, perubahan regulasi yang berpotensi mengubah status mitra ini tidak hanya akan berdampak pada industri ride-hailing, namun juga pada ekosistem investasi, keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia, serta kesejahteraan jutaan mitra pengemudi beserta keluarga mereka.

    Lebih jauh lagi, perubahan ini bisa mempengaruhi sektor-sektor lain yang bergantung pada layanan ride-hailing, seperti UMKM, pariwisata, dan logistik, yang kesemuanya memiliki peran krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja,” kata Aloysius dalam catatannya, dikutip Liputan6.com, Selasa (25/2/2025).

    Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1), Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi adalah hubungan kemitraan.

    Sehingga, secara politis, kewenangan Kementerian Tenaga Kerja hanya terbatas pada hubungan pekerja dengan Perusahaan Swasta atau BUMN yang disebut hubungan kerja.

    Hubungan kemitraan ini berarti mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima atau menolak pesanan, serta bekerja untuk lebih dari satu platform.

    “Ini berbeda dengan hubungan kerja yang mensyaratkan adanya pekerjaan tetap, upah, dan perintah dari pemberi kerja, yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain,” ujarnya.

     

  • 9
                    
                        Selamat Jalan Elsa Laksono, Dokter Gigi Pendaki yang Berpulang di Carstensz
                        Megapolitan

    9 Selamat Jalan Elsa Laksono, Dokter Gigi Pendaki yang Berpulang di Carstensz Megapolitan

    Selamat Jalan Elsa Laksono, Dokter Gigi Pendaki yang Berpulang di Carstensz
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di sudut Rumah Duka Carolus, Jakarta Timur, Senin (3/3/2025) malam, aroma bunga segar bercampur suasana yang berkabung.
    Pintu masuk dipenuhi karangan bunga yang berjajar rapi, menyampaikan pesan perpisahan bagi
    Elsa Laksono
    .
    Elsa merupakan seorang pendaki senior yang tidak hanya mencintai gunung, tetapi juga mengabdikan hidupnya untuk menyembuhkan orang lain.
    “Turut berduka cita atas meninggalnya sahabat kami tercinta Drg Elsa Laksono,” begitu salah satu pesan tertulis di antara tumpukan bunga duka.
    Elsa, seorang dokter gigi yang juga petualang sejati, mengembuskan napas terakhirnya di ketinggian ribuan meter.
    Ia “pergi” dalam perjalanan pulang dari Puncak Carstensz, bukan karena menyerah, tetapi karena alam yang dicintai memanggilnya lebih dulu.
    Bersama tim ekspedisi beranggotakan sepuluh orang, Elsa berangkat menaklukkan Carstensz Pyramid, salah satu puncak tertinggi di Indonesia.
    Sejak Rabu (26/2/2025), Elsa dan rekan-rekannya bertolak dari Timika menuju Yellow Valley menggunakan helikopter.
    Perjalanan mendaki dimulai dua hari kemudian, melewati medan menantang, dari bebatuan curam hingga jembatan Tyrollean yang menggantung di ketinggian.
    Hari itu, Puncak Carstensz mereka taklukkan. Namun, di perjalanan turun, tubuh Elsa mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang luar biasa.
    Hipotermia merayap pelan, mengikis setiap tenaga yang tersisa.
    Bersama sahabatnya, Lilie Wijayanti Poegiono, Elsa terus berjuang melawan dingin yang menusuk hingga akhirnya, keduanya harus menyerah pada hukum alam.
    Di basecamp, pemandu pendakian Yustinus Sondegau bergerak cepat membawa pertolongan.
    Sleeping bag, fly sheet, air panas—semua dikerahkan untuk menyelamatkan mereka yang bertahan di ketinggian.
    Namun, Elsa dan Lilie telah pergi lebih dulu, meninggalkan jejak mereka di bebatuan Carstensz, saksi bisu keberanian yang tak pernah padam.
    Senin malam, di Ruang Petrus C, Rumah Duka Carolus, Jakarta, orang-orang yang mencintai Elsa berkumpul.
    Pelukan erat dan air mata menjadi bahasa duka yang tak perlu diucapkan.
    Buket bunga dari berbagai penjuru menghiasi ruangan, mulai dari Alumni Angkatan 84 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti hingga teman-teman sesama pendaki.
    Saat ambulans tiba membawa peti Elsa dari Bandara Soekarno-Hatta, sunyi menyelimuti seketika.
    Petugas rumah duka dengan hati-hati memindahkan peti yang masih dilapisi lakban cokelat itu.
    Ada sesuatu yang menggetarkan dari momen itu, seakan Elsa baru saja kembali dari perjalanan panjangnya, tetapi kali ini, tanpa ransel dan sepatu gunungnya.
    Elsa mungkin telah pergi, tetapi namanya akan tetap hidup di antara mereka yang mencintainya.
    Di antara para pendaki yang akan selalu mengenangnya dalam langkah-langkah mereka menapaki jalur berbatu.
    Elsa pergi di tempat yang ia cintai, di ketinggian yang selalu menjadi rumah bagi jiwanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Selamat Jalan Elsa Laksono, Dokter Gigi Pendaki yang Berpulang di Carstensz
                        Megapolitan

    4 Pelayat Mulai Berdatangan ke Rumah Duka Elsa Laksono Megapolitan

    Pelayat Mulai Berdatangan ke Rumah Duka Elsa Laksono
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pendaki senior
    Elsa Laksono
    (59) bakal disemayamkan di
    Rumah Duka Carolus
    , Paseban, Senen, Jakarta Pusat. Elsa meninggal dunia saat mendaki 
    Puncak Carstensz
    , Papua pada Minggu (2/3/2025).
    Pantauan Kompas.com pada Senin (3/3/2025) pukul 20.43 WIB, tempat persemayaman Elsa berada di Ruang Petrus C.
    Tepat di depannya, terdapat buket bunga dari sejumlah kerabat, salah satunya atas nama Alumni Angkatan 84 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
    Selain itu, terdapat buket bunga ucapan duka dari Eddy Widadi & keluarga serta Ronald Gumulya.
    Di dalam Ruang Petrus C, sejumlah meja dan kursi berlapis kain putih telah disusun rapi.
    Beberapa karangan bunga juga terlihat di sana. Sejauh ini, belum ada peti Elsa di tempat persemayaman.
    Sejumlah pelayat dan kerabat telah tiba di tempat persemayaman. Mereka tampak saling berpelukan satu sama lain dan menangis atas kepergian Elsa.
    Peti jenazah telah tiba di Rumah Duka Carolus sejak 18.59 WIB menggunakan ambulans setelah bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta.
    Dari kejauhan, peti jenazah Elsa masih terlihat dilapisi lakban cokelat.
    Petugas Rumah Duka Carolus segera membawa peti tersebut ke sebuah ruangan sebelum akhirnya ditempatkan di ruang persemayaman.
    Diberitakan sebelumnya, dua pendaki senior Lilie Wijayanti Poegiono alias Mamak Pendaki dan Elsa Laksono meninggal dunia dalam perjalanan pulang dari pendakian Puncak Carstensz, Tembagapura, Mimika, Papua.
    Kedua pendaki senior ini merupakan bagian dari
    tim ekspedisi
    yang berjumlah 10 orang.
    Mereka bertolak dari Bandara Timika menuju Yellow Valley menggunakan helikopter milik PT Komala Indonesia pada Rabu (26/2/2025) pukul 07.00 WIT.
    Perjalanan mendaki dimulai pada Jumat (28/2/2025) dengan menyeberangi jembatan Tyrollean.
    Setelah mencapai puncak, para pendaki mulai mengalami gejala hipotermia saat perjalanan turun.
    Salah satu pendaki, Nurhuda, tiba di basecamp lebih dahulu untuk meminta bantuan bagi rekan-rekannya yang mengalami kondisi darurat.
    Pemandu pendakian, Yustinus Sondegau, langsung melakukan upaya penyelamatan dengan membawa sleeping bag, fly sheet, air panas, dan radio komunikasi.
    Namun, upaya tersebut tidak dapat menyelamatkan Elsa dan Lilie yang sudah lebih dahulu mengalami penurunan kondisi kritis.
    “Nahasnya, pendaki Octries menginformasikan ke pendaki Deshir bahwa dua orang ibu-ibu (Lilie dan Elsa) yang berada di Teras Dua telah meninggal dunia,” kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Industri Tekstil RI Terpuruk, Pakar Desak Kebijakan Impor Diperketat

    Industri Tekstil RI Terpuruk, Pakar Desak Kebijakan Impor Diperketat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pakar ketenagakerjaan mendesak pemerintah membatasi impor produk tekstil seiring dengan banyaknya pabrik tekstil yang tumbang di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini.

    Terbaru, perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman (SRIL) alias Sritex melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap ribuan karyawannya usai diputus pailit.

    Untuk diketahui, Sritex dan tiga anak usahanya resmi tutup atau berhenti beroperasi pada 1 Maret 2025. Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, Jumat (28/2/2025), total sebanyak 9.604 pekerja Sritex terdampak PHK pada 26 Februari 2025.

    Secara terperinci, PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang, PT Primayuda Boyolali 956 orang, PT Sinar Panja Jaya Semarang 40 orang, dan PT Bitratex Semarang 104 orang.

    Menanggapi PHK massal yang terjadi di Sritex, Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti Aloysius Uwiyono menilai pemerintah harus membatasi kebijakan impor sehingga industri tekstil nasional tidak berakhir bangkrut.

    “Kebijakan impor tekstil harus dibatasi sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan industri tekstil menjadi pada gulung tikar,” kata Aloysius kepada Bisnis, Minggu (2/3/2025).

    Namun jika hendak mencegah terjadinya PHK pada Industri Tekstil, dia menilai pemerintah harus mengupayakan agar industri tekstil jangan sampai tersungkur alias pailit.

    Apalagi, Aloysius menyebut kejadian PHK massal di industri tekstil akan kembali terulang seperti Sritex jika pemerintah tidak menangani keran impor tekstil.

    “Kejadian di perusahaan Sritex akan terulang kembali jika pintu impor tekstil tidak ditangani secara serius,” tuturnya.

    Diberitakan sebelumnya, tim kurator mengumumkan bahwa telah terjadi PHK sejak 26 Februari 2025 lantaran perusahaan dalam keadaan pailit. Hal itu disampaikan melalui surat Nomor.299/PAILIT-SSBP/II/2025 tertanggal 26 Februari 2025.

    “…dengan ini memberitahukan kepada nama-nama karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Daftar Terlampir) sejak tanggal 26 Februari 2025 telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan perusahaan dalam keadaan pailit,” tulis kurator dalam surat yang diterima Bisnis, dikutip Jumat (28/2/2025).

    Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo Sumarno mengatakan bahwa karyawan Sritex dikenakan PHK per tanggal 26 Februari 2025, terakhir bekerja pada hari Jumat 28 Februari 2025. Adapun, Sritex berhenti beroperasi pada1 Maret 2025.

    Sumarno menyampaikan, terkait pesangon akan menjadi tanggung jawab kurator, sedangkan jaminan hari tua menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan.

    “Jumlah karyawan Sritex yang terkena PHK sebanyak 8.400 orang. Urusan pesangon menjadi tanggung jawab Kurator, sedangkan jaminan hari tua, menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.

    Revisi Permendag 8/2024

    Dalam catatan Bisnis, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) akan direvisi dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.

    Adapun, revisi Permendag ini ditargetkan akan meluncur pada Februari 2025. Namun, hingga awal Maret, revisi terkait Permendag 8/2024 tak kunjung meluncur.

    Perlu diketahui, Permendag 8/2024 mengatur tentang Perubahan Ketiga Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bahwa meluncurnya revisi Permendag 8/2024 akan sangat tergantung dari harmonisasi kementerian/lembaga terkait.

    Mendag Budi menuturkan bahwa hingga saat ini Permendag 8/2024 masih dalam proses. Namun, pakaian jadi menjadi salah satu komoditas yang sedang dalam pembahasan dan sudah dilakukan focus group discussion (FGD).

    Setelah pakaian jadi, Budi menyampaikan bahwa poin yang akan direvisi adalah kelompok komoditas singkong. Nantinya, singkong akan masuk ke dalam Permendag yang mengatur tentang kebijakan dan pengaturan impor.

    “Iya-iya, [Permendag 8/2024] direvisi, karena termasuk yang singkong itu. Cuman maksudnya gini, ini kan kita lagi ngomongin bagaimana pengaturan yang pas, tetap direvisi, tapi pasnya seperti apa,” kata Budi saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (5/2/2025).

    Lebih lanjut, Budi juga menekankan sejatinya dirinya sering mengungkap bahwa Permendag 8/2024 yang mengatur mengenai impor bisa dievaluasi setiap saat.

    “Namun cara mengevaluasinya itu kita mengundang perwakilan dari industri hulu, hilir konsumen melakukan FGD,” imbuhnya.

    Untuk itu, lanjut dia, masih belum dapat dipastikan akan seprti apa hasil dari revisi Permendag 8/2024. “Ini masih pembahasan, terutama untuk pakaian jadi, pakaian jadi masih dibahas,” sambungnya.

    Dengan adanya revisi Permendag 8/2024, Budi memastikan aturan anyar ini tidak akan melonggarkan pintu masuk produk impor ilegal ke Indonesia.

    “Jadi aturan semua harus benar, kalau ilegal itu jangan kita kalah ilegal. Aturan harus benar, ya ikut yang benar,” tandasnya.

  • Tarik Ulur THR Mitra Ride Hailing, Dilema Keadilan Sosial dan Keberlanjutan Industri – Halaman all

    Tarik Ulur THR Mitra Ride Hailing, Dilema Keadilan Sosial dan Keberlanjutan Industri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja. 

    Bekerja di sektor gig memungkinkan individu untuk memperoleh pengalaman baru dan meningkatkan keterampilan mereka, baik di bidang digital maupun keterampilan lain yang relevan dengan pekerjaan mereka.

    Hal ini penting bagi pekerja yang ingin beralih ke pekerjaan formal atau mengembangkan karir di masa depan.

    Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah pun mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentunya juga menuai pro dan kontra. 

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan.

    Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen.

    Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Agung Yudha, Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), asosiasi yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia, memahami semangat gotong royong dalam mendukung .itra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap mitra platform digital. 

    “Selama ini, pelaku industri on-demand di Indonesia juga telah menjalankan berbagai inisiatif, antara lain bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan bagi anak Mitra, serta pemberian paket bahan pokok dan perawatan kendaraan dengan harga khusus, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pendapatan Mitra.” Diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini, bisa berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra,” ujarnya dikutip Rabu (26/2/2025).

    Dia menjelaskan, saat ini sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini.

    Mengutip data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan telah berkontribusi pada 2 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2022. “Karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan, jangan sampai justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para mitra,” tambahnya.

    Ia juga mengutip Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6?kerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online. “Itu artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” tegasnya.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Jakarta, pernah melakukan kajian opini berdasarkan dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia terkait polemik ini dalam perspektif bertajuk “Membedah Status Kemitraan dan Polemik THR bagi Mitra Pengemudi di Indonesia” (tertanggal 25 Februari 2025).

    Menurutnya, regulasi yang mengarah pada pengubahan status ini bukan hanya berdampak pada industri ride-hailing, tetapi juga pada ekosistem investasi dan keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia.

    Menurut, Prof. Uwiyono (sapaannya), regulasi yang mengarah pada pengubahan status mitra ini bukan hanya berdampak pada industri ride-hailing, tetapi juga pada ekosistem investasi, keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia, serta peluang kerja dan kesejahteraan jutaan mitra pengemudi dan keluarga mereka. 

    Selain itu, dampaknya bisa merembet ke berbagai sektor lain yang bergantung pada layanan ride-hailing, termasuk UMKM, pariwisata, hingga logistik, yang semuanya berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

    Ia menambahkan, secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja. Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1),  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi adalah hubungan kemitraan. 

    Kemudian, muncul pertanyaan, apakah mitra platform digital ini memenuhi unsur ketenagakerjaan sehingga berhak akan THR?

    Regulasi yang menjadi dasar dalam menentukan apakah suatu hubungan antara perusahaan dan individu termasuk dalam kategori hubungan kerja formal atau bukan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (perubahan dari UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020). 

    Secara spesifik, definisi hubungan kerja dan unsur-unsurnya dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (15) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan: “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah, dan upah.”

    Kemudian, menilik dari dasar hukum ketenagakerjaan Indonesia di atas, sebuah hubungan kerja harus memenuhi tiga unsur utama, yaitu:

    Pekerjaan: Mitra pengemudi memang melakukan pekerjaan berupa transportasi penumpang atau barang, tetapi ini dilakukan secara mandiri tanpa paksaan.

    Perintah: Tidak ada perintah kerja dari perusahaan aplikasi, melainkan perintah kerja yang diberikan oleh konsumen dengan melakukan pemesanan melalui aplikasi. Mitra pengemudi memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kapan dan bagaimana mereka bekerja.

    Upah: Tidak ada upah tetap dari perusahaan aplikasi, melainkan mitra pengemudi membayarkan sejumlah uang kepada perusahaan aplikasi sebagai biaya sewa aplikasi dan mendapatkan bagi hasil dari tarif yang dibayarkan oleh konsumen berdasarkan perjanjian bagi hasil.

    “Karena unsur-unsur ketenagakerjaan ini tidak terpenuhi (pekerjaan, perintah, dan upah), maka mitra pengemudi secara yuridis bukan merupakan pekerja yang berhak atas tunjangan dan perlindungan seperti Tunjangan Hari Raya yang dimiliki pekerja tetap sebagai hak sebagaimana diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan,” jelas Prof. Uwiyono (25/02/2025).

    Tunjangan Hari Raya (THR) sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, yang mensyaratkan bahwa THR diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja formal dengan perusahaan. Jika kebijakan ini dipaksakan pada hubungan antara mitra pengemudi dengan perusahaan aplikasi, maka dapat memunculkan permasalahan hukum, karena mitra pengemudi tersebut bukanlah pekerja tetap, sehingga penetapan THR bagi mitra pengemudi ini bertentangan dengan hukum yang berlaku. 

    Sejalan dengan pendapat Prof. Uwiyono, pendapat serupa juga diutarakan oleh ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Dia mengatakan, salah satu faktor utama yang memungkinkan industri transportasi online berkembang begitu pesat adalah fleksibilitasnya. Jika sektor ini dipaksa menerapkan model bisnis konvensional, maka ada risiko besar pertumbuhan industri akan terhambat, bahkan berpotensi mengalami kemunduran.

    Karena itu, solusi yang diambil harus bersifat win-win, tanpa menghambat keberlanjutan sektor ini. “Sebab, jika industri ini terganggu, yang paling terkena dampaknya adalah para mitra aplikator itu sendiri serta masyarakat luas yang mengandalkan layanan ini untuk mobilitas sehari-hari,” ujarnya.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya.

    “Saat ini, mayoritas pengemudi menghargai fleksibilitas yang mereka miliki. Jika mereka diperlakukan seperti pekerja konvensional, ada kemungkinan mereka kehilangan fleksibilitas tersebut—yang justru menjadi daya tarik utama pekerjaan ini.”

    “Yang terpenting adalah mencari solusi bersama yang berkelanjutan, sehingga kesejahteraan pengemudi tetap terjamin tanpa mengorbankan pertumbuhan industri secara keseluruhan,” saran Wijayanto Samirin.

     

  • Tarik ulur THR mitra, antara keadilan sosial dan keberlanjutan industri

    Tarik ulur THR mitra, antara keadilan sosial dan keberlanjutan industri

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Tarik ulur THR mitra, antara keadilan sosial dan keberlanjutan industri
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 25 Februari 2025 – 20:08 WIB

    Elshinta.com – Ekonomi gig adalah sistem ekonomi di mana individu bekerja secara fleksibel berdasarkan proyek, tugas, atau permintaan tertentu, tanpa adanya kontrak kerja tetap seperti dalam pekerjaan konvensional.

    Pekerja dalam ekonomi gig—adalah individu yang bekerja dalam sistem ekonomi gig, di mana mereka mendapatkan penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu tanpa adanya hubungan kerja tetap.

    Di Indonesia, kategori pekerja gig mencakup, (1) mitra pengemudi dan kurir seperti pengemudi ojek online serta kurir layanan pengantaran makanan dan barang; (2) pekerja lepas seperti desainer grafis, penulis, fotografer, penerjemah, editor, hingga programmer; (3) pekerja di platform jasa, termasuk teknisi, tukang, penyedia layanan kecantikan, dan kesehatan; (4) pekerja kreatif seperti influencer, YouTuber, dan content creator; (5) instruktur dan konsultan online, misalnya guru les privat, tutor, dan pelatih kebugaran; (6) serta pekerja di ekosistem marketplace seperti dropshipper, reseller, serta admin media sosial atau customer service lepas juga termasuk dalam kategori pekerja gig.  

    Selain memberikan fleksibilitas, ekonomi gig juga berkontribusi dalam pengembangan keterampilan pekerja.

    Bekerja di sektor gig memungkinkan individu untuk memperoleh pengalaman baru dan meningkatkan keterampilan mereka, baik di bidang digital maupun keterampilan lain yang relevan dengan pekerjaan mereka.

    Hal ini penting bagi pekerja yang ingin beralih ke pekerjaan formal atau mengembangkan karir di masa depan. Dalam beberapa kasus, keterampilan yang diperoleh di sektor gig bahkan dapat membuka peluang bagi mereka untuk memulai usaha sendiri.

    Polemik mengenai status mitra dan tuntutan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada aplikator terus menjadi sorotan di berbagai media massa di Indonesia.

    Terhadap tuntutan THR ini, Pemerintah pun mulai terlibat dengan menciptakan beberapa inisiatif hingga berencana mewajibkan pemberian THR bagi mitra platform digital yang tentunya juga menuai pro dan kontra.

    Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak pemerintah agar menetapkan regulasi yang mewajibkan perusahaan ride-hailing memberikan THR dalam bentuk tunai, bukan insentif. 

    Namun, kebijakan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan dan berisiko menghambat pertumbuhan industri ini ke depan. Apalagi saat ini, perusahaan berbasis platform digital masih menghadapi tantangan keuangan, meskipun beberapa sudah mencapai profitabilitas. Bisa saja perusahaan memilih untuk menaikkan harga tarif layanan yang pada akhirnya berdampak pada konsumen. Perusahaan juga bisa melakukan penghapusan program-program benefit untuk Mitra yang selama ini telah diberikan, atau bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja secara massal untuk mengurangi biaya operasional.

    Beberapa kota dan negara telah mengalami dampak negatif akibat reklasifikasi pekerja gig yang terlalu kaku. Contoh  Spanyol, setelah pemerintah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang mewajibkan pengemudi menjadi karyawan tetap, beberapa platform ride-hailing utama seperti Uber dan Deliveroo mengurangi jumlah pengemudi hingga 50%. Akibatnya, banyak pekerja gig kehilangan pekerjaan dan fleksibilitas yang mereka andalkan untuk mencari penghasilan tambahan.

    Agung Yudha, Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) – asosiasi yang menaungi pelaku industri mobilitas dan pengantaran berbasis platform digital di Indonesia, memahami semangat gotong royong dalam mendukung Mitra di Hari Raya serta menghargai perhatian pemerintah terhadap Mitra platform digital. 

    “Selama ini, pelaku industri on-demand di Indonesia juga telah menjalankan berbagai inisiatif, antara lain bantuan modal usaha, beasiswa pendidikan bagi anak Mitra, serta pemberian paket bahan pokok dan perawatan kendaraan dengan harga khusus, sebagai bagian dari upaya untuk menjaga pendapatan Mitra. Diberlakukannya kebijakan baru terkait Bantuan Hari Raya (BHR) ini, bisa berpotensi membuat pelaku industri harus melakukan berbagai penyesuaian bisnis yang dapat berdampak pada pengurangan program kesejahteraan jangka panjang yang selama ini telah diberikan untuk Mitra,” ujarnya pada pernyataan pers (20/02/2025).

    Lebih lanjut dikatakan, saat ini, sektor platform digital (aplikator) telah memberikan akses bagi jutaan individu untuk memperoleh penghasilan alternatif dengan fleksibilitas tinggi, sebuah karakteristik utama yang menjadi daya tarik industri ini. Berdasarkan data ITB (2023), model kerja fleksibel ini bahkan telah berkontribusi pada 2% dari PDB Indonesia pada tahun 2022. “Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterbitkan, jangan sampai justru menghambat pertumbuhan atau bahkan membatasi manfaat yang telah diberikan kepada para Mitra,” tambahnya.

    Ia juga mengutip Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS, Indonesia memiliki 84,2 juta pekerja informal, dengan 41,6 juta di antaranya sebagai pekerja gig. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta atau 4,6% bekerja di layanan ride-hailing seperti ojek dan taksi online. “Itu artinya, regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” tegasnya.

    Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, S.H., M.H. (Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, sebelumnya Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia tahun 2002-2022) juga telah melakukan kajian opini berdasarkan dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia terkait polemik ini dalam perspektif bertajuk “Membedah Status Kemitraan dan Polemik THR bagi Mitra Pengemudi di Indonesia” (tertanggal 25 Februari 2025). Menurutnya, regulasi yang mengarah pada pengubahan status ini bukan hanya berdampak pada industri ride-hailing, tetapi juga pada ekosistem investasi dan keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia.

    Menurut, Prof. Uwiyono (sapaannya), regulasi yang mengarah pada pengubahan status mitra ini bukan hanya berdampak pada industri ride-hailing, tetapi juga pada ekosistem investasi, keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia, serta peluang kerja dan kesejahteraan jutaan mitra pengemudi dan keluarga mereka. Selain itu, dampaknya bisa merembet ke berbagai sektor lain yang bergantung pada layanan ride-hailing, termasuk UMKM, pariwisata, hingga logistik, yang semuanya berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

    Ia juga menambahkan bahwa secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja. Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1),  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi adalah hubungan kemitraan. 

    Kemudian, muncul pertanyaan, apakah mitra platform digital ini memenuhi unsur ketenagakerjaan sehingga berhak akan THR?

    Regulasi yang menjadi dasar dalam menentukan apakah suatu hubungan antara perusahaan dan individu termasuk dalam kategori hubungan kerja formal atau bukan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (perubahan dari UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020). 

    Secara spesifik, definisi hubungan kerja dan unsur-unsurnya dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (15) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan: “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah, dan upah.”

    Kemudian, menilik dari dasar hukum ketenagakerjaan Indonesia di atas, sebuah hubungan kerja harus memenuhi tiga unsur utama, yaitu:

    Pekerjaan: Mitra pengemudi memang melakukan pekerjaan berupa transportasi penumpang atau barang, tetapi ini dilakukan secara mandiri tanpa paksaan.

    Perintah: Tidak ada perintah kerja dari perusahaan aplikasi, melainkan perintah kerja yang diberikan oleh konsumen dengan melakukan pemesanan melalui aplikasi. Mitra pengemudi memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kapan dan bagaimana mereka bekerja.

    Upah: Tidak ada upah tetap dari perusahaan aplikasi, melainkan mitra pengemudi membayarkan sejumlah uang kepada perusahaan aplikasi sebagai biaya sewa aplikasi dan mendapatkan bagi hasil dari tarif yang dibayarkan oleh konsumen berdasarkan perjanjian bagi hasil.

    “Karena unsur-unsur ketenagakerjaan ini tidak terpenuhi (pekerjaan, perintah, dan upah), maka mitra pengemudi secara yuridis bukan merupakan pekerja yang berhak atas tunjangan dan perlindungan seperti Tunjangan Hari Raya yang dimiliki pekerja tetap sebagai hak sebagaimana diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan,” jelas Prof. Uwiyono (25/02/2025).

    Tunjangan Hari Raya (THR) sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, yang mensyaratkan bahwa THR diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja formal dengan perusahaan. Jika kebijakan ini dipaksakan pada hubungan antara mitra pengemudi dengan perusahaan aplikasi, maka dapat memunculkan permasalahan hukum, karena mitra pengemudi tersebut bukanlah pekerja tetap, sehingga penetapan THR bagi mitra pengemudi ini bertentangan dengan hukum yang berlaku. 

    Sejalan dengan pendapat Prof. Uwiyono, pendapat serupa juga diutarakan oleh ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin saat wawancara langsung 18/02/2025, yang mengatakan bahwa, “Salah satu faktor utama yang memungkinkan industri transportasi online berkembang begitu pesat adalah fleksibilitasnya.

    Jika sektor ini dipaksa menerapkan model bisnis konvensional, maka ada risiko besar pertumbuhan industri akan terhambat, bahkan berpotensi mengalami kemunduran.

    Oleh karena itu, solusi yang diambil harus bersifat win-win, tanpa menghambat keberlanjutan sektor ini. Sebab, jika industri ini terganggu, yang paling terkena dampaknya adalah para mitra aplikator itu sendiri serta masyarakat luas yang mengandalkan layanan ini untuk mobilitas sehari-hari.”

    Dialog yang terbuka tentang solusi menjadi hal yang tak terelakkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terlebih pada momen penting seperti Hari Raya Lebaran.

    Menurut Prof Dr. Aloysius Uwiyono, dinamika pasar sebaiknya dibiarkan berkembang secara alami agar menciptakan ekosistem kemitraan yang kompetitif dan berkelanjutan. Hal ini menjadi faktor utama dalam menarik minat pelaku usaha serta investor dalam jangka panjang. 

    “Dalam konteks ini, peran pemerintah idealnya berfokus pada pengawasan untuk memastikan keseimbangan dan kepastian hukum tanpa melakukan intervensi langsung dalam hubungan privat kemitraan,” ujarnya memberikan saran.

    “Saat ini, mayoritas pengemudi menghargai fleksibilitas yang mereka miliki. Jika mereka diperlakukan seperti pekerja konvensional, ada kemungkinan mereka kehilangan fleksibilitas tersebut—yang justru menjadi daya tarik utama pekerjaan ini. 

    Yang terpenting adalah mencari solusi bersama yang berkelanjutan, sehingga kesejahteraan pengemudi tetap terjamin tanpa mengorbankan pertumbuhan industri secara keseluruhan,” imbuh Wijayanto Samirin menyarankan.

    Sumber : Sumber Lain

  • Apakah Ojol Berhak Dapat THR Lebaran? Simak Penjelasannya – Page 3

    Apakah Ojol Berhak Dapat THR Lebaran? Simak Penjelasannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Polemik terkait status mitra pengemudi dan permintaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada perusahaan aplikasi transportasi daring atau ojek online (ojol) masih menjadi sorotan di Indonesia.

    Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, mengatakan dalam era ekonomi digital yang semakin berkembang, muncul perdebatan tentang apakah mitra pengemudi harus dianggap sebagai pekerja tetap atau tetap berada dalam hubungan kemitraan yang ada saat ini.

    Aloysius, menjelaskan, perubahan regulasi yang berpotensi mengubah status mitra ini tidak hanya akan berdampak pada industri ride-hailing, namun juga pada ekosistem investasi, keberlanjutan ekonomi digital di Indonesia, serta kesejahteraan jutaan mitra pengemudi beserta keluarga mereka.

    Lebih jauh lagi, perubahan ini bisa mempengaruhi sektor-sektor lain yang bergantung pada layanan ride-hailing, seperti UMKM, pariwisata, dan logistik, yang kesemuanya memiliki peran krusial dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja,” kata Aloysius dalam catatannya, dikutip Liputan6.com, Selasa (25/2/2025).

    Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1), Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi adalah hubungan kemitraan.

    Sehingga, secara politis, kewenangan Kementerian Tenaga Kerja hanya terbatas pada hubungan pekerja dengan Perusahaan Swasta atau BUMN yang disebut hubungan kerja.

    Hubungan kemitraan ini berarti mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima atau menolak pesanan, serta bekerja untuk lebih dari satu platform.

    “Ini berbeda dengan hubungan kerja yang mensyaratkan adanya pekerjaan tetap, upah, dan perintah dari pemberi kerja, yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain,” ujarnya.