Institusi: Universitas Paramadina

  • Koperasi Merah Putih Banjir Kritik, Akademisi: Jangan Sampai Hanya Jadi Instrumen Politis atau Proyek Sentralistik

    Koperasi Merah Putih Banjir Kritik, Akademisi: Jangan Sampai Hanya Jadi Instrumen Politis atau Proyek Sentralistik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — 12 Juli merupakan peringatan Hari Koperasi Nasional. Sekitar 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih telah terbentuk dan siap diresmikan, sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025. Ini merupakan langkah nyata pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Pembentukan Kopdes Merah Putih mencakup berbagai sektor, seperti pertanian, perikanan, dan bidang lainnya, dengan tujuan utama untuk menggerakkan ekonomi desa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Saat menyampaikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/03/2025), Presiden Prabowo menegaskan peran strategis Kopdes Merah Putih dalam mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Melalui program ini, Presiden berkomitmen untuk memberdayakan desa sebagai fondasi kemandirian ekonomi nasional.

    Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris, memberikan pandangan kritis terhadap target ambisius pemerintah membentuk 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP).

    Menurutnya, koperasi memang merupakan amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945, namun harus tetap menjunjung asas kemandirian dan kekeluargaan.

    “Jangan sampai koperasi hanya menjadi instrumen politis atau proyek sentralistik pemerintah pusat, seperti yang pernah terjadi pada KUD masa lalu. Terlebih, sumber pendanaan KMP berasal dari dana desa dan APBDes. Jika tidak dikelola dengan prinsip good governance, program ini berpotensi menjadi beban baru, bukan solusi,” tegas Handi pada diskusi publik bertajuk “Koperasi Merah Putih: Menghadapi Realita, Meretas Solusi” diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Jumat (11/7/2025),

  • Menaker Yassierli: Data Jumlah PHK Bikin Pesimisme di Masyarakat

    Menaker Yassierli: Data Jumlah PHK Bikin Pesimisme di Masyarakat

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menilai data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di awal Juli 2025 berisiko menimbulkan pesimisme di masyarakat.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan saat ini data PHK kini mengacu pada data BPJS Ketenagakerjaan. Sayangnya, dia enggan memberikan data PHK terbaru.

    “Datanya [terkait PHK mengacu BPJS Ketenagakerjaan] ada di kami. Tapi kan semangat di media bukan semangat PHK,” kata Yassierli saat ditemui di DPR, Jakarta, Senin (7/7/2025).

    Menurut Yassierli, dengan munculnya data PHK justru menimbulkan pesimisme di masyarakat. Padahal, dia menyebut pemerintah ingin membangun optimistime terhadap lapangan pekerjaan di Tanah Air.

    “Jangan [data] PHK terus. Nanti kasihan teman-teman nanti yang kita bangun itu [malah] adalah pesimis nanti terhadap bangsa ini. Makanya kami juga, kami nggak, oke tiap bulan kami keluarkan data PHK-PHK, [akhirnya] nanti yang kita bangun itu bukan optimisme. Bisa dipahami ya,” terangnya.

    Untuk itu, Yassierli menyampaikan pemerintah terus berkoordinasi dengan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Koperasi (Kemenkop) dalam hal penyiapan sertifikasi pengelola koperasi sebagai peluang untuk penciptaan lapangan kerja baru. Hal ini mengingat keberadaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih diproyeksikan bisa membuka 2 juta lapangan kerja baru di desa.

    Selain itu, Kemnaker juga berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membuka lapangan kerja baru. Begitu pula koordinasi yang dilakukan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian (Kementan), hingga Badan Gizi Nasional (BGN).

    Lebih lanjut, Yassierli menjelaskan validitas data PHK juga harus berdasarkan pada data yang valid, yakni mengacu data BPJS Ketenagakerjaan. Dengan begitu, Kemnaker akan  mengacu pada data PHK di BPJS Ketenagakerjaan, mengingat adanya jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

    Di samping BPJS Ketenagakerjaan, dia menyebut Kemnaker juga melihat pada laporan dinas Ketenagakerjaan perihal PHK.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kemnaker pernah melaporkan jumlah pekerja yang menjadi korban PHK mengalami peningkatan.

    Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, hingga pekan pertama Juni 2025, sekitar 30.000 pekerja terkena PHK.

    “Sekitar 30.000-an [pekerja ter-PHK] per akhir Mei sampai minggu pertama Juni [2025],” kata Indah ketika ditemui di Kantor Kemnaker, Selasa (24/6/2025).

    Namun, Indah tidak memerinci lebih jauh provinsi dengan kasus PHK tertinggi dalam rentang periode tersebut. Selain itu, dia juga tidak memerinci sektor mana yang paling banyak merumahkan pekerja sepanjang akhir Mei hingga Juni 2025.

    Dihubungi terpisah, Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menduga jumlah korban yang terkena PHK jauh lebih besar dari data yang dilaporkan.

    “Ada kecenderungan data yang dilaporkan understated, angka sesungguhnya bisa jadi jauh lebih tinggi. Misalnya, banyak PHK dinarasikan sebagai pengunduran diri,” kata Wijayanto, Senin (30/6/2025).

    Pasalnya, Wijayanto menyebut pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja di sektor informal, yakni mencapai sekitar 70% pekerja. “Kehilangan pekerjaan pada mereka [di sektor informal] tidak masuk kategori PHK,” ujarnya.

    Menurutnya, seluruh sektor perlu mendapat perhatian dari pemerintah. “… tetapi terutama industri manufaktur dan ritel, keduanya terdampak paling besar,” imbuhnya.

    Dia menilai pemerintah perlu memastikan kredit tersedia bagi dunia usaha. Selain itu, dia menyebut crowding out akibat surat berharga negara (SBN) perlu diakhiri.

    “Perbaiki iklim usaha melalui deregulasi yang tuntas, mengatur dan membatasi membanjirnya produk impor, dan menekan underground economy dan menghentikan penyelundupan,” pungkasnya.

  • KPPU-FDPU Paramadina Soroti Isu Hak Monopoli BUMN

    KPPU-FDPU Paramadina Soroti Isu Hak Monopoli BUMN

    Jakarta

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU) dan Universitas Paramadina menyoroti implikasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara yang merevisi UU No. 19 Tahun 2003, khususnya terkait pemberian hak monopoli melalui Pasal 86M.

    Adapun ketentuan tersebut memberikan kewenangan kepada presiden untuk menetapkan hak monopoli kepada BUMN atau anak usahanya melalui Peraturan Pemerintah (PP).

    Keduanya, membahas hal tersebut dengan menggelar Simposium Nasional pada Senin (30/6). Ketua KPPU, Fanshurullah Asa menegaskan pentingnya menyeimbangkan kepentingan negara melalui BUMN dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

    Ia mengungkapkan sejak tahun 2020, KPPU telah mengajukan enam saran kebijakan kepada Kementerian BUMN, termasuk mitigasi jabatan rangkap dan penguatan program kepatuhan persaingan.

    “Kami ingin memastikan bahwa BUMN dikelola secara profesional dan berdaya saing, tetapi tetap tunduk pada prinsip-prinsip persaingan yang sehat dan adil,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7/2025).

    Ia juga menekankan perlunya pelibatan aktif KPPU dalam penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang BUMN. Dengan begitu, kebijakan yang diambil tetap selaras dengan prinsip persaingan usaha.

    “Danantara sebaiknya proaktif berkonsultasi dan menggunakan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) milik KPPU dalam menyusun kebijakannya. Ini agar sejalan dengan pencapaian visi Presiden dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi dari aspek investasi dan pengeluaran pemerintah secara eksponensial menuju angka 8%”, jelasnya.

    Pada kesempatan ini, sejumlah pakar hukum dan ekonomi juga menyampaikan saran dan kritik terhadap potensi dampak yuridis, institusional, dan ekonomi dari beleid tersebut.

    Mereka juga sepakat l peran dan masukan KPPU l diperlukan dalam proses pembahasan regulasi dimaksud.

    Sebagai informasi, simposium turut dihadiri Di antaranya Guru Besar Hukum dari Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait; perwakilan Universitas Indonesia, T.M. Zakir S. Machmud, Ph.D.; serta Pelaksana Tugas Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan.

    Hadir pula anggota KPPU Eugenia Mardanugraha, Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto, Anggota KPPU Periode 2018-2023 Chandra Setiawan, Guru Besar Universitas Pelita Harapan Prof. (jur) Udin Silalahi, serta Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina Dr. Handi Risza Idris hadir dalam simposium.

    Hadirnya diskusi ini diharapkan dapat memperkaya perspektif lintas disiplin dan memberikan landasan bagi penyusunan kebijakan lanjutan, yang tidak hanya berpihak pada kepentingan negara, tetapi menjamin iklim usaha yang sehat, adil, dan kompetitif.

    (prf/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Lippo Cikarang Gaet Universitas Paramadina, Siapkan Generasi Muda Bangun Kota Mandiri – Page 3

    Lippo Cikarang Gaet Universitas Paramadina, Siapkan Generasi Muda Bangun Kota Mandiri – Page 3

    Melalui diskusi interaktif, mahasiswa diajak memahami secara lebih mendalam konsep dan penerapan pembangunan kota mandiri modern. Lippo Cikarang memperkenalkan pendekatan berbasis lima pilar utama:

    Hunian
    Infrastruktur dan transportasi
    Ekonomi dan bisnis
    Fasilitas sosial
    Lingkungan hidup

    Para pembicara juga membagikan pengalaman nyata di lapangan mulai dari proses perencanaan kawasan, manajemen operasional, hingga solusi inovatif dalam menghadapi urbanisasi yang semakin kompleks.

    Bagian dari Komitmen ESG Lippo Group

    Kegiatan ini merupakan bagian dari program keberlanjutan “Lippo untuk Indonesia PASTI”, inisiatif Environmental, Social & Governance (ESG) dari Lippo Group. Dalam program ini, edukasi diposisikan sebagai salah satu fondasi penting dalam mendorong pembangunan berkelanjutan sekaligus memberdayakan generasi muda.

    Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk., Marlo Budiman, menegaskan pentingnya sinergi dunia industri dan pendidikan tinggi.

    “Melalui program ini, kami ingin berbagi wawasan dan praktik industri nyata kepada mahasiswa agar mereka memahami proses di balik pembangunan kota mandiri. Kami percaya generasi muda memiliki peran penting dalam merancang masa depan Indonesia,” katanya.

  • Mahfud MD: Negara Tak Akan Bertahan Tanpa Pondasi Hukum yang Kokoh dan Adil

    Mahfud MD: Negara Tak Akan Bertahan Tanpa Pondasi Hukum yang Kokoh dan Adil

    Tak hanya itu, Mahfud juga mengulas isi buku Paradox Indonesia karya Presiden Prabowo Subianto (2017), yang membahas dominasi oligarki serta paradoks kekayaan Indonesia: sumber daya alam yang melimpah namun disertai kemiskinan struktural, rendahnya indeks persepsi korupsi, tingginya ketimpangan ekonomi, dan lemahnya perlindungan terhadap lingkungan.

    Dengan nada serius, Mahfud menyampaikan data-data mencengangkan yang mencerminkan ketimpangan ekstrem di Indonesia:

    “Rp11.400 triliun dana pengusaha Indonesia disimpan di luar negeri, dan 1% penduduk menguasai lebih dari 50% kekayaan nasional serta 67% lahan negara. Lebih dari itu, menurut data IMF, 60,3% rakyat Indonesia atau 172 juta jiwa tergolong miskin jika menggunakan standar garis kemiskinan global USD 6,85/hari,” tegasnya.

    Menutup paparannya, Mahfud menekankan dua langkah krusial yang harus segera diambil untuk menyelamatkan masa depan bangsa: memperkuat penegakan hukum dan mengejar para koruptor tanpa kompromi.

    “Sejarah tidak pernah mencatat adanya negara yang bertahan lama tanpa pondasi hukum yang kokoh dan adil,” pungkasnya.

    Sebagai tambahan informasi forum tersebut menjadi refleksi mendalam bagi sivitas akademika Universitas Paramadina dan publik untuk terus mengawal nilai-nilai integritas, hukum, dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Dalam sambutannya, Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menegaskan pentingnya nilai-nilai hukum dan integritas dalam kepemimpinan.

    “Pemimpin masa depan harus memahami bahwa hukum dan integritas adalah pilar peradaban. Tanpa itu, negara hanya tinggal nama,” tegasnya.

  • Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Indef Peringatkan Lonjakan Biaya Logistik Hingga Asuransi Imbas Konflik Iran-Israel

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti bengkaknya biaya logistik hingga premi asuransi, imbas ketegangan geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah antara Iran—Israel.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengkhawatirkan konflik Iran—Israel bisa memicu biaya logistik dan premi asuransi menjadi lebih mahal dari biasanya.

    “Perlu kita ingat bahwa harga atau ongkos logistik itu juga semakin meningkat, biaya asuransi juga semakin meningkat, sehingga biaya transportasi secara keseluruhan untuk distribusi barang atau arus barang ini juga pasti akan semakin mahal,” kata Andry kepada Bisnis, dikutip pada Sabtu (28/6/2025).

    Selain itu, dia juga mengkhawatirkan peningkatan biaya logistik yang sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia bakal menggerus pendapatan perdagangan Indonesia.

    Di sisi lain, konflik ini juga dapat berpengaruh pada kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara yang merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia.

    Kenaikan harga batu bara dan CPO diharapkan sejalan dengan peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA). Dengan begitu, penerimaan negara diharapkan akan terkerek dari CPO dan batu bara.

    “Tapi perlu diingat bahwa hal tersebut tidak long lasting, artinya kita tidak bisa mengandalkan harga komoditas atau kenaikan dari harga komoditas saja,” terangnya.

    Untuk itu, menurut Andry, pemerintah perlu mendorong keberlanjutan perdagangan darj dua komoditas ini, terutama melalui hiliriasasi. Sebab, ungkap dia, menjual komoditas mentah tidak akan membawa keberlanjutan dibandingkan produk jadi.

    Dalam kesempatan yang berbeda, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin sebelumnya memproyeksi komoditas batu bara dan CPO akan mengalami defisit perdagangan di tengah ketegangan geopolitik Iran—Israel.

    “Keduanya [batu bara dan CPO] merupakan ekspor terbesar kita. Pasti trade deficit akan makin lebar dan current account makin mengaga,” ujar Wijayanto kepada Bisnis.

    Defisit itu diperkirakan terjadi mengingat Indonesia sangat bergantung pada ekspor batu bara dan CPO. Apalagi, Wijayanto mengungkap ekspor batu bara dan CPO mewakili sekitar 20–25% total ekspor Indonesia.

    Menurutnya, pemerintah perlu bersiap mencari pasar baru, mendiversifikasi usaha, melakukan efisiensi operasional, dan menghindari keputusan-keputusan yang berisiko seperti utang berlebih. Serta, mendorong energi baru terbarukan (EBT) untuk menekan impor energi.

    Pemerintah, lanjut dia, juga perlu mempercepat hilirisasi yang berpegang pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.

    “Lalu, mendorong percepatan industrialisasi dengan memperbaiki iklim investasi agar kita tidak terjebak sebagai eksportir komoditas yang rentan terhadap siklus komoditas global,” tambahnya.

    Menurutnya, ketegangan geopolitik di Timur Tengah akan mendorong banyak negara memperkuat kemandirian energi dan pangan.

    “Jika perang terus berkecamuk, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, akhirnya demand terhadap komoditas juga ikut melambat walaupun taraf perlambatan demand masing-masing komoditas berbeda, tergantung elastisitas permintaan,” pungkasnya.

  • Indonesia Butuh Lebih Banyak Kerja Sama dan Relokasi Industri untuk Pacu Ekspor

    Indonesia Butuh Lebih Banyak Kerja Sama dan Relokasi Industri untuk Pacu Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menyebut pemerintah perlu melakukan lebih banyak kerja sama dengan negara lain untuk meningkatkan kinerja ekspor ke depan.

    Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah perlu segera meratifikasi perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA).

    “Pemerintah perlu melakukan lebih banyak kerja sama dengan negara lain, perjanjian seperti EU-CEPA perlu segera diratifikasi,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).

    Selain itu, Wijayanto menyebut pemerintah harus melakukan relokasi industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi.

    “Pemerintah juga perlu bekerja ekstra keras untuk menampung relokasi industri manufaktur dari negara lain, khususnya China, terutama yang berorientasi ekspor. Konsekuensinya, iklim investasi perlu diperbaiki,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso optimistis ekspor perdagangan Indonesia tak akan terganggu di tengah konflik Iran—Israel yang semakin memanas.

    Optimistis itu sejalan dengan adanya perjanjian perdagangan yang dimiliki Indonesia dengan beberapa negara, mulai dari IEU—CEPA hingga Indonesia—Eurasian Economic Union Free Trade Area (I—EAEU FTA).

    “Kita optimis saja ya, karena misalnya perjanjian dagang kita dengan IEU-CEPA, dengan I-EAEU juga sudah oke, walaupun belum bisa diimplementasikan itu kan sebenarnya tanda-tanda semakin dekat kan hubungan dagangnya. Jadi itu kan sebenarnya secara psikologis itu sudah membantu peningkatan ekspor,” kata Budi saat ditemui Bisnis di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, seusai melakukan pelepasan Tim Jelajah Ekspor 2025, Rabu (25/6/2025).

    Terlebih, Budi mengungkap data Mei sementara menunjukkan ekspor perdagangan Indonesia yang mengalami kenaikan dibandingkan April 2025.

    Menengok data Mei sementara, Budi melihat konflik Iran—Israel hingga saat ini belum mempengaruhi laju ekspor perdagangan Indonesia.

    “Data ekspor kita sampai April naik 6,65% [Januari—April 2025]. Terus ini data sementara yang Mei, karena kalau kemarin kan April turun dibanding Maret [secara bulanan]. Nah sekarang sudah naik lagi yang Mei [sementara] dibanding April. Berarti sementara nggak ada pengaruh,” ujarnya.

    Untuk itu, Budi menyatakan hingga saat ini belum ada sektor maupun komoditas yang terdampak imbas konflik Iran—Israel.

    “Sementara sih kalau dari sektor produk sih nggak ada spesifik yang ini ya [terdampak], karena secara umum nggak ada masalah sampai sekarang,” lanjutnya.

    Budi memperkirakan surplus neraca perdagangan akan tetap tumbuh dan berharap konflik Iran—Israel bisa segera selesai.

    “Sampai sekarang terbukti masih naik [surplus], ya harapan kita sih nggak ada masalah, ya mudah-mudahan konfliknya juga selesai, cepat selesai,” pungkasnya. 

  • Bayang-bayang Penurunan Ekspor CPO – Batu Bara di Tengah Konflik Iran – Israel

    Bayang-bayang Penurunan Ekspor CPO – Batu Bara di Tengah Konflik Iran – Israel

    Bisnis.com, JAKARTA — Konflik Iran—Israel yang makin memanas berpotensi mengancam permintaan ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan dua komoditas unggulan Indonesia menjadi melemah.

    Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengkhawatirkan ketegangan geopolitik yang membara di kawasan Timur Tengah, terutama konflik yang melibatkan Iran dan negara-negara barat, akan berpotensi pada penurunan permintaan CPO Indonesia.

    Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan potensi penurunan permintaan CPO bakal terjadi jika konflik Iran—Israel terus berlanjut.

    “Kalau perang berkepanjangan dan terjadi krisis ekonomi global ini akan berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit Indonesia, potensi penurunan sangat besar,” kata Eddy kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Eddy menilai, jika penurunan permintaan ini terjadi akibat dari krisis ekonomi global maka akan cukup sulit mengatasinya. Hal ini lantaran masing-masing negara importir akan sibuk menyelesaikan masalah ekonomi.

    Eddy memperkirakan harga CPO ke depan akan berkisar di rentang US$900-1.000 per metric ton di tengah konflik Iran—Israel yang semakin memanas.

    Dihubungi terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kusuma Dewi mengatakan pihaknya masih melihat situasi, mengingat kondisinya yang saat masih terus berubah.

    Namun pada dasarnya, lanjut Dewi, Kemendag prihatin dengan eskalasi konflik dan berharap konflik Iran—Israel bisa segera usai.

    Petani sedang memanen kelapa sawit

    Di sisi lain, Dewi menuturkan Kemendag tetap berupaya mencari alternatif pasar di tengah konflik Iran—Israel melalui perjanjian dagang, seperti Indonesia—Tunisia yang selangkah lagi menunggu penandatangan.

    “Demikian pula halnya dengan Indonesia-Eurasia yang juga telah selesai. Pembukaan pasar itu tentu merupakan peluang yang ada untuk meningkatkan ekspor Indonesia,” ujar Dewi kepada Bisnis.

    Ekspor CPO dan Batu Bara

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan rata-rata harga komoditas nonenergi, terutama nonminyak dan gas (nonmigas), justru mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang semakin menekan sisi permintaan.

    Dia melihat efek tarif Trump berdampak pada penurunan harga batu bara dan sawit di pasar internasional sejak kuartal III/2024 sampai sekarang.

    “Konflik Timur Tengah ini memang mengubah tingkat harga, tetapi lebih di harga minyak dan gas. Harga minyak memang kembali naik setelah turun, kemudian naik. Gas mulai naik, tetapi tidak terlalu signifikan dibandingkan sebelumnya,” kata Faisal kepada Bisnis.

    Sementara itu, lanjut dia, batu bara dan CPO masih relatif tetap rendah meski sudah mulai terlihat mengalami peningkatan harga. Namun, dia melihat peningakatannya tidak terlalu besar dalam beberapa waktu terakhir sejak konflik.

    Dengan kata lain, Faisal menyebut tingkat elastisitas kenaikan harga komoditas nonenergi atau nonminyak masih relatif rendah meski ada kecenderungan meningkat.

    “Kalau lihat kondisi seperti ini terhadap neraca perdagangan kita, justru harga komoditas ekspor andalan kita seperti sawit dan batu bara harganya masih relatif rendah, karena ditambah lagi dengan kebijakan tarif yang menekan dari sisi permintaan,” ungkapnya.

    Menurutnya, jika harga CPO dan batu bara rendah, artinya prospek nilai ekspor juga tidak meningkat secara signifikan. Selain itu, volume perdagangan dua komoditas ini juga diperkirakan melemah lantaran faktor pelemahan permintaan di global.

    Di sisi lain, Faisal menilai konflik yang terjadi di Timur Tengah justru mengerek impor minyak, mengingat Indonesia merupakan net importir minyak. Alhasil, Faisal mewanti-wanti ekspor tidak meningkat signifikan, sedangkan keran impor meningkat.

    “Artinya potensi terhadap rasa perdagangan memang makin lama surplusnya makin tipis menurut saya dalam kondisi seperti sekarang, pasca perang dagang terutama dan juga ditambah lagi dengan konflik yang mendorong kenaikan harga minyak,” tuturnya.

    Sementara itu, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memproyeksi komoditas batu bara dan CPO akan mengalami defisit di tengah konflik Iran—Israel yang kian memanas.

    “Keduanya [batu bara dan CPO] merupakan ekspor terbesar kita. Pasti trade deficit akan makin lebar dan current accountmakin mengaga,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Terlebih, Wijayanto menyebut Indonesia sangat bergantung pada ekspor batu bara dan CPO. Bahkan, kata dia, ekspor batu bara dan CPO mewakili sekitar 20–25% total ekspor Indonesia.

    Untuk itu, Wijayanto menyarankan agar pemerintah perlu bersiap mencari pasar baru, mendiversifikasi usaha, melakukan efisiensi operasional, dan menghindari keputusan-keputusan yang berisiko, termasuk melakukan utang berlebih.

    Selain itu, dia mengimbau agar pemerintah harus mendorong energi baru terbarukan (EBT) untuk menekan impor energi.

    Di samping itu, pemerintah juga perlu mempercepat hilirisasi yang berpegang pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.

    “Lalu, mendorong percepatan industrialisasi dengan memperbaiki iklim investasi agar kita tidak terjebak sebagai eksportir komoditas yang rentan terhadap siklus komoditas global,” ujarnya.

    Pasalnya, menurut dia, ketegangan di Timur Tengah akan mendorong banyak negara memperkuat kemandirian energi dan pangan. Adapun dalam hal energi, transisi ke energi hijau akan semakin cepat.

    Meski demikian, Wijayanto menilai lonjakan harga kedua komoditas ini hanya dampak sesaat.

    “Jika perang terus berkecamuk, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, akhirnya demand terhadap komoditas juga ikut melambat walaupun taraf perlambatan demand masing-masing komoditas berbeda, tergantung elastisitas permintaan,” terangnya.

    Orang berjalan di tengah tumpukan batu bara

    Dalam catatan Bisnis, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor komoditas unggulan, yakni CPO dan turunannya mengalami kenaikan hingga 20% secara kumulatif sepanjang Januari—April 2025.

    Berdasarkan data BPS, nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US$7,05 miliar pada Januari—April 2025. Angkanya naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$5,87 miliar.

    Tercatat, total volume ekspor CPO dan turunannya mencapai 6,41 juta ton pada Januari—April 2025, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu di level 6,78 juta ton.

    Dari sisi harga, CPO dan turunannya di tingkat global pada Januari—April 2025 berada di level US$1.099,82 per ton. Nilainya naik 26,54% dari Januari—April 2024 yang hanya mencapai US$869,16 per ton.

    Di sisi lain, nilai ekspor batu bara justru turun 9,89% secara kumulatif, yakni dari US$10,18 miliar pada Januari—April 2024 menjadi US$8,17 miliar pada Januari—April 2025. Sedangkan untuk share pada komoditas ini adalah 9,89%.

    Dari sisi volume, komoditas ini turun 5,79% dari 130 juta ton pada Januari—April 2024 menjadi 122,76 juta ton pada Januari—April 2025. Untuk rata-rata nilainya juga turun 14,92% dari US$78,2 per ton menjadi US$66,53 per ton.

  • Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan geopolitik antar Iran dengan Israel semakin memanas. Pada Jumat (20/6) pekan lalu, Tel Aviv memulai serangan udara ke wilayah Negeri Para Mullah itu untuk melumpuhkan sejumlah fasilitas nuklir yang diduga digunakan untuk pengembangan senjata berbahaya.

    Sejumlah ekonom menilai konflik berkepanjangan di Timur Tengah dapat memengaruhi krisis ekonomi di Indonesia.

    Hal tersebut disebabkan oleh kemungkinan ditutupnya Selat Hormuz oleh Iran. Melalui data Badan Informasi Energi tahun 2024, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati rute ini.

    Perlu diketahui harga minyak melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

    Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menjelaskan skenario tersebut akan sangat merugikan Indonesia. Karena akan memicu lonjakan harga minyak secara ekstrem.

    “Kalau itu diambil maka akan berpotensi mencekik suplai minyak dunia sekitar 20%. Atau mungkin bisa jadi 30% tergantung sentimen investor. Dan ini akan sangat destruktif terhadap perekonomian Indonesia,” ujar Ronny kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/6/2025).

    Kenaikan harga minyak ini, menurut Ronny akan mendorong inflasi dalam negeri karena biaya impor dan transportasi juga melonjak.

    Di sisi lain, rupiah diperkirakan dapat melemah akibat ketidakpastian global dan peralihan dana investasi ke aset-aset safe haven seperti dolar dan emas. Hal ini akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai tukar.

    “Akhirnya investor surat hutang tidak keluar karena suku bunga naik jadi mereka mendapat yield, mendapat rayuan yield yang lebih tinggi sehingga mereka bertahan di Indonesia. Kalau mereka keluar, maka rupiah akan semakin tebal, bisa sampai Rp 17 ribu lagi dan mungkin bisa lebih, dan ini akan sangat buruk terhadap perekonomian,” ujarnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah menjadi perang dunia ke-3 sangat kecil. Kendati demikian, Indonesia perlu menyatakan sikap tegas, menolak aksi unilateral AS-Israel.

    “Karena melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara dan piagam PBB,” ujar Wijayanto kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Pelemahan rupiah dan potensi penambahan subsidi energi akan menambah beban APBN. Maka dari itu, pemerintah harus memastikan program-program kerja yang efektif.

    “Sesuai kebutuhan dan hemat APBN, orientasikan pada program yang menciptakan lapangan kerja dan daya beli,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Wijayanto pun menekankan bahwa manajemen utang pemerintah harus lebih disiplin serta mengedepankan keamanan energi.

    “Melalui deal dengan produsen minyak bumi melalui kontrak jangka panjang,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Konflik Iran-Israel, Ekonom Wanti-wanti Rupiah Bisa Makin Tertekan

    Konflik Iran-Israel, Ekonom Wanti-wanti Rupiah Bisa Makin Tertekan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mewanti-wanti konflik Iran-Israel berpotensi memicu nilai tukar rupiah kian tertekan. Tak hanya itu, konflik tersebut juga memicu ekonomi Indonesia menjadi melambat.

    Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut bahwa jika Selat Hormuz mengalami gangguan, maka pasokan energi menjadi terganggu. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia akan melambat.

    “Tergantung eskalasi, jika selat Hormuz terganggu, suplai energi dunia terganggu, harga naik, ekonomi dunia dan Indonesia melambat,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Minggu (22/6/2025).

    Wijayanto menambahkan, konflik Iran-Israel ini juga berpotensi mengganggu arus modal (capital flow) dan nilai tukar rupiah melemah.

    “Selain itu, risiko dunia meningkat, capital flow terganggu, bunga meningkat dan rupiah berpotensi tertekan,” ujarnya.

    Adapun, rupiah ditutup pada level (bid) Rp16.390 per dolar AS pada akhir perdagangan Kamis (19/6/2025), dan dibuka pada level (bid) Rp16.355 per dolar AS keesokan harinya. Namun pada akhir perdagangan, rupiah tercatat menuju level Rp16.399 per dolar AS (JISDOR 20 Juni 2025).

    Di sisi lain, Wijayanto memperkirakan dampak langsung dari konflik Iran-Israel ke neraca perdagangan Indonesia tidak terlalu signifikan.

    “Yang signifikan adalah dampak tidak langsung yang mempengaruhi Indonesia dari aspek keuangan dan energi,” tuturnya.

    Kendati demikian, menurut Wijayanto, Iran tidak akan memblokir Selat Hormuz lantaran jalur ini akan mempengaruhi China sebagai importir energi besar dari Timur Tengah.

    Mengutip dari Reuters, setelah berhari-hari musyawarah, keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk bergabung dengan kampanye militer Israel melawan saingan utamanya Iran merupakan eskalasi besar konflik.

    Teranyar, pasukan militer AS telah menyerang tiga situs nuklir Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan, pada Sabtu (21/6/2025) malam.

    Trump mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan serangan yang sangat sukses. Kini, seluruh awak pesawat yang membawa bom ke Iran telah berhasil keluar.

    Tak sampai di sana, Kepala Negara AS itu juga mengancam akan melakukan serangan yang jauh lebih besar kepada Iran jika tak bersedia melakukan perdamaian.

    “Tetapi sekarang saatnya berdamai. Jika mereka tidak melakukannya, serangan di masa depan akan jauh lebih besar dan jauh lebih mudah,” kata Trump dalam pidato yang disiarkan di akun X The White House, Sabtu (21/6/2025) waktu setempat.

    Trump mengatakan tujuan dari serangan ini untuk menghancurkan kapasitas nuklir dan instrumen Iran serta menghentikan ancaman nuklir. Dia juga telah memutuskan untuk tidak akan membiarkan hal ini kembali terjadi.

    Dia kembali memberikan ultimatum bahwa Iran harus memilih antara menerima perdamaian atau menghadapi serangan yang jauh lebih parah dari apa yang telah terjadi dalam delapan hari terakhir.

    “Tetapi jika perdamaian tidak segera datang, kami akan mengejar target lainnya dengan kecepatan dan keterampilan presisi. Sebagian besar dari mereka dapat disingkirkan dalam hitungan menit,” ujarnya.