Institusi: Universitas Paramadina

  • Kredit Rp130 Triliun untuk Perumahan Siap Bergulir, Pakar Wanti-wanti soal Ini

    Kredit Rp130 Triliun untuk Perumahan Siap Bergulir, Pakar Wanti-wanti soal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta tetap waspada dan hati-hati dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor perumahan. Terlebih, nilai kredit sangat besar hingga Rp130 triliun.

    Nantinya, dukungan pembiayaan tersebut bakal disalurkan langsung oleh perbankan baik kepada masyarakat perorangan maupun kepada pengembang UMKM dalam rangka meningkatkan suplai perumahan mendukung program 3 Juta Rumah Presiden Prabowo Subianto.

    Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai peningkatan program perumahan pada dasarnya bakal berdampak baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

    Mengingat, sektor ini memiliki efek turunan atau multiplier effect yang tinggi pada berbagai sektor mulai dari industri semen, industri cat hingga industri furnitur.

    Akan tetapi, dia menyebut proses penyalurannya perlu dilakukan dengan analisis risiko yang tinggi. Dia khawatir langkah tersebut justru mengerek laju kredit macet atau non-performing loan (NPL) industri perbankan nasional tanpa kehati-hatian

    “Kita harus belajar dari Sub-Prime Mortgage di AS, dimana masyarakat dengan daya beli terbatas distimulus untuk membeli rumah lewat KPR. Saat kondisi ekonomi sedikit memburuk, daya beli masyarakat merosot, KPR berubah menjadi kredit macet, akibatnya supply rumah di pasar berlebih, property bubble meletus,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (27/7/2025).

    Sejalan dengan hal itu, Wijayanto berpandangan pemerintah perlu merumuskan payung hukum yang kuat mengenai penyaluran kredit tersebut. Hal itu dilakukan guna menekan potensi pembengkakan kredit pada sektor perumahan.

    Selain itu, penyaluran KUR Perumahan itu juga perlu dibarengi dengan implementasi kebijakan pembiayaan perumahaan seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga subsidi selisih bunga. Dengan demikian, pembiayaan program perumahan tidak dibebankan sepenuhnya pada KUR Perumahan.

    “Kita harus hati-hati, jangan sampai memberi stimulus berlebih bagi demand perumahan karena ini sangat berisiko menimbulkan property bubble, mayoritas krisis ekonomi besar disebabkan oleh property bubble,” tandasnya.

    Pemerintah Godok Permen Penyaluran KUR Perumahan

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara) mengaku saat ini tengah mengebut rumusan Peraturan Menteri (Permen) yang bakal mengatur penyaluran KUR Perumahan.

    Dalam penjelasannya, progres penyusunan Permen tersebut telah mencapai 90% rampung dan dipastikan siap diteken pada bulan ini.

    “Pembahasan terkait Permen PKP tentang KUR Perumahan progresnya semakin baik sudah mencapai 90%,” jelasnya usai Rapat Koordinasi Terbatas di Kemenko Perekonomian, Jumat (25/7/2025).

  • Kuburan Semakin Kecil, Bisnis Keluarga Hartono Semakin Besar

    Kuburan Semakin Kecil, Bisnis Keluarga Hartono Semakin Besar

    Jakarta

    Perjalanan keluarga konglomerat terkaya RI, Hartono, menyimpan kisah yang inspiratif. Salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia itu berangkat dari keluarga pebisnis yang sempat berkecimpung di industri minyak kacang tanah dan mercon.

    Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono, bercerita sudah beberapa generasi keluarganya menjalankan bisnis bersama. Sebelum menjajaki bisnis rokok, kakek moyangnya memulai bisnis dengan masuk ke industri minyak kacang tanah.

    “Kita peres kacangnya jadi minyak kacang dan nanti dipakai buat masak sayur, dan lain-lain. Ini di zaman yang belum ada minyak sawit. Begitu minyak sawit keluar, minyak kacang tanah kalah saingan, jadi berkurang,” kata Victor dalam acara Meet The Leaders by Universitas Paramadina di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Sabtu kemarin.

    Salah satu keunggulan sawit ialah waktu tanam dan panennya, yang bisa mencapai 12 kali dalam setahun, beda dengan kacang tanah hanya 2-3 kali. Menurutnya, hal ini menjadi tanda bahwa industri yang menjadi sumber nafkah belum tentu akan bertahan dalam jangka panjang.

    Victor mengatakan, bisnis minyak kacang tanah ini digarap oleh kakek buyutnya yang merupakan generasi keluarga ke-4. Lalu dari generasi ke generasi berikutnya, bisnis keluarganya terus terombang-ambing tanpa kejelasan. Uniknya, dia membandingkan kejayaan keluarganya dari ukuran makam kakek buyutnya.

    “Saya ini pengurus makam keluarga. Jadi saya tahu makam yang generasi keempat itu gede banget, yang pengusaha kacang. (Generasi) ke-5 makin kecil, ke-6 kok makin kecil ya. Ini nggak punya dana ini. Itu indikasi kenyataan. Real estatenya makin kecil,” kelakar Victor.

    Memasuki generasi ke-7, kakeknya Oei Wie Gwan memulai usaha mercon, hingga mampu mendirikan pabrik kembang api pada tahun 1927. Produk mercon tersebut dilabeli merek Cap Leo. Keluarganya memproyeksikan bisnis mercon punya prospek yang sangat baik, bahkan dalam sejarahnya di tempat lain sudah bertahan hingga ribuan tahun.

    Namun nasib berkata lain. Saat Jepang masuk ke Indonesia, Belanda melakukan antisipasi dengan melarang peredaran bubuk mesiu sehingga pabriknya harus tutup. Bahkan sampai hari ini, di Indonesia nggak ada perusahaan mercon legal yang boleh buka.

    Rentang tahun 1942 hingga 1951, keluarganya berusaha untuk bertahan dengan menggarap berbagai macam bisnis, termasuk sebagai kontraktor yang membangun landasan udara Ahmad Yani. Barulah pada tahun 1951, Oei Wie Gwan membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus.

    “Keluarga kita tuh bukan tipe yang nggak punya uang banget, terus tiba-tiba punya uang. Kita tuh pelan-pelan makin makmur. Dan saya lihat kuburannya abis-abisan juga. Saya ngurus dari generasi 1 sampe generasi 6, jadi saya bisa lihat dari kualitas kuburan. Ini pelan-pelan naik, sudah berapa generasi,” kata Victor.

    Victor sendiri merupakan generasi ke-9 dari silsilah besar keluarga yang ia paparkan. Sedangkan dari perhitungan keluarga kakeknya, ia masuk ke dalam generasi ke-3. Ia juga cukup beruntung di mana generasi kakeknya dalam kondisi ekonomi menengah.

    “Saya rasa semua orang tua mirip ya sama saya ya, yaitu keinginannya adalah generasi berikutnya lebih baik dari saya. Gitu aja kan? Manusiawinya begitu, generasi berikutnya lebih baik dari saya. So itu kejadian di keluarga saya, pelan-pelan naik,” ujar Victor.

    Kini, Djarum telah tumbuh menjadi salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia. Tidak hanya itu, Djarum Group juga merambah bisnis di berbagai lini, mulai dari perbankan, properti, elektronik, bahkan hingga kesehatan.

    (shc/fdl)

  • Pendapatan RI Bisa Tembus US$ 15 Ribu, Djarum Siap Panen di Negeri Sendiri

    Pendapatan RI Bisa Tembus US$ 15 Ribu, Djarum Siap Panen di Negeri Sendiri

    Jakarta

    PT Djarum berfokus untuk memasarkan produk rokoknya ke pasar dalam negeri. Hal ini didukung optimisme bahwa pendapatan per kapita RI bisa tembus hingga US$ 15.000 per tahun, dari yang sekarang baru sekitar US$ 4.960.

    Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono percaya bahwa Indonesia akan menjadi negara skala besar dengan jumlah penduduk bisa tembus hingga 320 juta orang. Seiring dengan hal itu, ia percaya pendapatan per kapita RI bisa terus naik, seperti China yang kini sekitar US$ 13.000 dan Korea US$ 36.000.

    “Jadi kemungkinannya Indonesia jadi ke US$ 10.000 ke US$ 15.000 itu mungkin. Artinya bisnis size-nya akan double atau triple. Meaning yang kerja di Djarum dan yang punya Djarum akan double and triple kan bisnisnya,” ujar Victor, dalam acara Meet The Leaders by Universitas Paramadina di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Sabtu (26/7/2025).

    Victor optimistis bahwa ekonomi Indonesia akan terus berkembang dan semakin besar. Oleh karena itu, pihaknya berfokus untuk menyasar investasi di dalam negeri sebagai pasar yang menurutnya paling potensial.

    Djarum sendiri tidak banyak melakukan aktivitas ekspor. Salah satu negara yang menjadi sasaran ekspornya ialah Amerika Serikat (AS) namun jumlahnya sakat kecil, hanya sekitar 1%.

    Pihaknya juga terus berupaya untuk beradaptasi dengan dinamika pasar dan membandingkannya dengan yang telah terjadi di luar negeri. Ia percaya, apa yang sudah terjadi di industri-industri yang ada di negara maju kelak juga akan terjadi di Indonesia.

    Misalnya industri susu. Djarum sendiri masuk ke industri susu melalui merek MilkLife, di mana saat ini produk susu konsumsi susu di Indonesia terbilang masih sangat tinggi. Hal ini didukung dengan populasi anak-anak di Indonesia yang cukup tinggi.

    “Kenapa masuk susu saat ini? Masih panjang, karena saya tau kan statistiknya 2,4 children per family, dan saya bisa lihat anaknya Martin 3, saya 2. Emang kenyataannya gitu, kita masih banyak anaknya. Udah anaknya banyak, tapi terkonsentrasi dananya. Jadi bisa beli susu,” ujarnya.

    Namun kondisi berbeda terjadi di negara seperti Korea Selatan dengan sekitar 0,6 anak per keluarga, serta Jepang yang juga angka kelahirannya sangat rendah. Industri susu turun drastis.

    “Tolong liatin seluruh dunia. Contohnya susu, ini buat kita masuk bagus, tapi masa depan belum tentu. Begitulah, begitu cewek-cewek Indonesia pendidikannya sangat tinggi dan mau kerja, kemungkinan besar anaknya akan sedikit. Pada saat anaknya sedikit, bye-bye industri susu,” ujarnya lagi.

    Di samping itu, lini bisnis lain yang menurutnya saat ini cukup strategis ialah bisnis e-commerce. Adapun Djarum Group sendiri sudah merambah ke sektor platform belanja online dengan mendirikan PT Global Digital Niaga (BELI) atau Blibli.

    “Karena kita percaya kalau Indonesia ekonomi yang maju, bisnis e-commerce itu akan bagus. Tapi kalau bisa ke arah US$ 10.000 per kapita, jangan mandek US$ 5.000 gitu dong, mesti punya duit untuk belanja,” kata Victor.

    (shc/fdl)

  • Pendapatan RI Bisa Tembus US$ 15 Ribu, Djarum Siap Panen di Negeri Sendiri

    Langka! Bos Djarum Tampil di Publik, Curhat Ketakutan Bisnis Keluarga Ambruk

    Jakarta

    Mengembangkan bisnis keluarga hingga mampu diwariskan dari generasi ke generasi tidaklah mudah. Seperti Djarum Group yang telah berhasil bertumbuh hingga lebih dari 7 dekade, menjajaki berbagai lini usaha mulai dari ritel, perbankan, hingga properti.

    Direktur Utama PT Djarum, Victor Rachmat Hartono, pun berbicara di depan publik terkait bisnisnya. Ia mengatakan semua proses yang dijalani tidak mudah. Tak sedikit pula orang yang bertanya padanya alasan Djarum Group merambah lini bisnis lain di luar industri rokok. Hal ini tidak lain karena rasa ketidakpercayaan diri atau insecure.

    “Begitu ada kesempatan kita masuk ke bisnis-bisnis lain yang tidak ada hubungannya sama industri sebelumnya. Soalnya ketakutan kalau terlalu dekat hubungannya, mati sama-sama,” kata Victor, dalam acara Meet The Leaders by Universitas Paramadina di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Sabtu (26/7/2025).

    Victor mengatakan, pihaknya sengaja untuk merambah ke industri lain demi menjaga kelangsungan bisnis keluarga. Namun ia menekankan langkah ini memerlukan skill multitasking dan keluarga beserta timnya mampu melakukan itu. Ia mengaku keluarganya merasa insecure karena pernah mengalami hal buruk.

    “Jadi kalau sampai ada yang tanya, kok Djarum ekspansi kanan-kiri-kanan gitu maksudnya karena serakah kah? Kamu nggak ngerti betapa insecure-nya kita? Ini dasarnya karena ada insecure family tau nggak? Yang pernah ngalami industri-nya gone, either gone gara-gara kelapa sawit atau gone gara-gara Jepang. It’s just gone. You don’t know how insecure we are,” ujarnya, diiringi tawa hadirin.

    Djarum sendiri merupakan salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Djarum Group mulai mengembangkan sayap bisnisnya ke sektor lain. Salah satunya di sektor perbankan lewat kepemilikan 54,94% saham di PT Bank Central Asia Tbk atau BCA (BBCA). Djarum Group juga mengembangkan produk elektronik lewat PT Hartono Istana Teknologi atau Polytron.

    Terbaru, Djarum Group baru saja masuk ke industri kesehatan dengan memborong 559,185 juta lembar saham Rumah Sakit (RS) Hermina, PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Perusahaan juga memborong saham emiten properti PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) sebanyak 62,9 juta saham senilai Rp 169 Miliar, hingga kepemilikannya saat ini mencapai 7,36%.

    Saat ditanya lebih lanjut Alasan Djarum Group memborong saham kedua emiten tersebut, Victor menjawab bahwa pihaknya melihat kedua industri tersebut memiliki masa depan yang cerah.

    “Itu termasuk yang kita lihat masa depannya masih cerah, dan ya kan kenapa ekspansi tadi saya udah jelasin, karena ketakutan. Karena ketakutan bisnis sendiri kapan-kapan bisa hilang. Terus ya kita mesti cari yang kayaknya di masa depan masih cerah,” kata dia, ditemui usai acara.

    (shc/fdl)

  • Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Tarif Impor AS untuk Indonesia Lebih Rendah 1% dari Vietnam, Ekonom: Sangat Tipis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengenaan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 19% dinilai berpotensi menguntungkan kedua negara.

    Kendati demikian, ekonom menilai besaran tarif impor yang dipatok Trump terhadap barang-barang asal Indonesia turun menjadi 19% dari sebelumnya 32%, terbilang tipis dibandingkan dengan Vietnam.

    Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asean seperti Vietnam, pengenaan tarif impor barang Indonesia ke AS hanya beda tipis, yakni 1%.

    “Sangat tipis perbedaannya [tarif impor Indonesia dengan Vietnam ke AS], bisa dikatakan sama. Daya saing tetap sangat ditentukan oleh daya saing produk kita,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

    Kendati demikian, dia menyebut bahwa pengenaan tarif impor yang lebih rendah dari sebelumnya akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke AS.

    Menurut dia, pengenaan tarif dari AS ini juga menjadi momentum Indonesia mengambil peluang dari pasar Negara Paman Sam. “Ini perkembangan bagus, tentunya dampak bagi ekspor Indonesia ke AS,” ujarnya.

    Namun, Wijayanto menuturkan bahwa kesepakatan ini berpotensi menguntungkan bagi kedua belah pihak. Menurut dia, produk AS tidak akan berkompetisi dengan produk Indonesia, melainkan akan berkompetisi dengan produk dari negara lain, termasuk China, Korea, dan Jepang.

    “Justru konsumen kita berpotensi mendapatkan produk dengan harga yang lebih kompetitif,” tuturnya.

    Di sisi lain, Wijayanto memperkirakan kesepakatan Indonesia—AS ini akan sedikit berpengaruh terhadap kinerja ekspor, lantaran harga barang menjadi mahal sehingga konsumsi AS akan turun.

    “Ini berdampak ke seluruh eksportir ke AS. Bagi Indonesia, tidak terlalu signifikan,” ujarnya.

    Adapun, Wijayanto menyebut Uni Eropa bisa menjadi pasar potensial bagi Indonesia. Dia berharap nilai perdagangan Indonesia ke AS dan Uni Eropa akan meningkat.

    “Sehingga surplus neraca perdagangan juga akan naik karena kita mengalami surplus dari kedua kawasan tersebut,” tuturnya.

  • Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana

    Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 14 Juli 2025 – 21:23 WIB

    Elshinta.com – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin berpendapat peralihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara membantu pencatatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi lebih sederhana.

    “Justru keberadaan Danantara membuat pencatatan APBN lebih sederhana, sehingga lebih terbatas peluang melakukan financial engineering untuk membuat APBN nampak lebih cantik,” kata Wijayanto saat dihubungi, di Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan, financial engineering yang dimaksud yaitu ketika pemerintah memberikan banyak penyertaan modal negara (PMN) dengan sumber dana dari utang, lalu BUMN memberikan dividen yang besar.

    Strategi itu dianggap membuat defisit APBN nampak lebih rendah, sementara utang pemerintah justru bertambah.

    “Hal ini terjadi dalam puluhan tahun terakhir, mengapa defisit APBN selalu di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), tetapi rasio utang terhadap PDB melejit terus,” katanya pula.

    Menurutnya, meski pemerintah kehilangan sumber penerimaan akibat peralihan dividen ke Danantara, tetapi tanggung jawab pemerintah terkait PMN juga turut dialihkan. Artinya, ada pengurangan penerimaan (cash in flow), tetapi juga ada pengurangan tanggung jawab PMN (cash out flow).

    “Jadi dari sisi cash flow tidak terlalu berdampak, bahkan mengingat kebutuhan dana untuk restrukturisasi BUMN yang akan sangat besar di tahun-tahun mendatang (BUMN Karya, Farmasi dan Garuda), sesungguhnya Pemerintah diuntungkan dari sisi cash flow,” ujarnya lagi.

    Hanya saja, kata dia lagi, dividen tercatat sebagai penerimaan, sedangkan PMN tidak tercatat sebagai bagian dari pengeluaran dalam APBN, karena merupakan investasi.

    “Sehingga dengan adanya Danantara, maka APBN terkesan nampak lebih buruk walau sesungguhnya tidak berdampak,” ujar dia.

    Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus mengupayakan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari berbagai sektor di luar setoran dividen BUMN.

    PNBP diproyeksikan hanya mencapai Rp477,2 triliun atau 92,9 persen dari dari target Rp513,6 triliun.

    Namun, pemerintah memitigasi agar dampak negatif dari perpindahan dana tersebut tidak sepenuhnya terjadi. Sri Mulyani menyampaikan bahwa pihaknya berupaya menekan potensi kehilangan pendapatan hingga hanya separuhnya, dengan menambal sisanya melalui penerimaan baru.

    “Dengan beberapa measure kita akan kurangi mitigasi, sehingga perbedaannya mungkin hanya sekitar Rp40 triliun. Artinya PNBP mencari tambahan penerimaan baru sebesar Rp40 triliun, sehingga koreksi Rp80 triliun tidak seluruhnya muncul di sana,” katanya pula. 

    Sumber : Antara

  • Rasio Pajak Indonesia Kian Tertekan, Pengamat Soroti Kerumitan Sistem

    Rasio Pajak Indonesia Kian Tertekan, Pengamat Soroti Kerumitan Sistem

    Bisnis.com, JAKARTA — Rasio pajak Indonesia yang terus menurun dinilai menjadi tantangan serius bagi upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat kapasitas fiskal.

    Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa rasio pajak Indonesia saat ini baru mencapai 10 persen. Angka ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam yang sudah mencapai 18 persen, serta Malaysia, Filipina, dan Singapura yang berada di kisaran 12%–14%.

    Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, kesenjangannya semakin lebar. Negara-negara Eropa, misalnya, memiliki rasio pajak rata-rata hingga 41%.

    “Dengan penerimaan negara yang terbatas, yang bisa dilakukan oleh negara juga sangat terbatas. Sehingga dalam banyak kesempatan, karena penerimaannya sedikit, pengeluaran negara banyak, negara harus berutang,” ujarnya dalam program Broadcast di kanal YouTube Bisniscom, dikutip Senin (14/7/2025).

    Lebih lanjut, Wijayanto menambahkan bahwa persoalan bukan hanya rendahnya rasio pajak, tetapi juga lamanya durasi waktu untuk membayar pajak. Hal ini menurutnya mencerminkan kerumitan sistem perpajakan di Indonesia.

    Untuk perusahaan kecil dan menengah, survei menunjukkan bahwa butuh waktu sekitar 190 jam per tahun untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Singapura (64 jam), Malaysia (180 jam), dan Vietnam (150 jam).

    “Sebenarnya kalau kita lacak ke belakang, Indonesia dari tahun ke tahun ada perbaikan dari sisi durasi itu, walaupun kemudian akhir-akhir ini stagnan. Vietnam melakukan transformasi sistem perpajakan sehingga dalam waktu singkat bisa turun dari 280 jam ke 150 jam,” tambahnya.

    Menurutnya, pemerintah telah berupaya melakukan pembaruan sistem, salah satunya melalui penerapan core tax system atau Cortex. Namun, implementasi sistem ini belum berjalan sesuai harapan. Di masa transisi, justru muncul kompleksitas baru.

    “Kadang-kadang orang mencoba dua cara harusnya, cara lama dan cara yang baru. Jadi duplikasi pekerjaan, walaupun nanti kalau ini sudah berjalan dengan baik, masyarakat akan terbantu,” tuturnya.

    Ia menjelaskan, Cortex masih menemui banyak kendala karena pada dasarnya sistem perpajakan di Indonesia tergolong paling rumit—bukan hanya dari aspek regulasi, tetapi juga karena banyaknya diskresi yang bersifat kasuistis dan ad hoc.

    “Kebetulan Cortex ini, desain awalnya adalah ketika Pak JK [Jusuf Kalla] masih wapres. Saya staf khusus bidang ekonomi. Memang konsultan dari World Bank waktu itu sempat mengusulkan, supaya sebelum bikin Cortex, simplifikasi peraturan pajak. Tapi waktu itu memang kalau harus memperbaiki ini, perlu waktu, ya sudah jalan saja dengan apa adanya,” terangnya.

    Dalam diskusi tersebut, Wijayanto juga menyoroti seretnya penerimaan pajak, yang menurutnya mengkhawatirkan. Pasalnya, kontribusi pajak mencapai sekitar 80%–85% dari total penerimaan negara.

    Dia mengungkapkan bahwa pada 2008 rasio pajak Indonesia sempat berada di angka 13,3%, namun pada 2024 turun menjadi 10%, dan pada 2025 diperkirakan kembali turun ke kisaran 9,9%.

    “Kalau ini hanya turun di tahun ini, barangkali karena ada satu fenomena. Tapi kalau ini merupakan sesuatu yang terus terjadi, ini struktural. Ada something wrong dengan ekonomi kita,” katanya.

    Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada jangka menengah dan panjang, salah satu yang perlu dilakukan adalah memperbaiki iklim investasi agar pelaku usaha mau menanamkan modal atau melakukan ekspansi. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada penerimaan pajak.

    Adapun langkah jangka pendek yang membutuhkan ketegasan adalah mendorong sektor ekonomi bawah tanah (shadow economy), seperti kegiatan penyelundupan, agar bisa masuk ke dalam sistem legal. Dengan begitu, negara bisa memungut pajak dari aktivitas yang sebelumnya tidak tercatat.

  • Anies Singgung Presiden Selalu Absen di Forum PBB, Sindir Jokowi?

    Anies Singgung Presiden Selalu Absen di Forum PBB, Sindir Jokowi?

    GELORA.CO – Calon presiden (capres) 2024 sekaligus Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Rasyid Baswedan menyentil, pemerintahan Indonesia yang tidak hadir di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meski tidak menyebut nama, namun pidato Anies tersebut jelas ditujukan kepada Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Hal itu karena Jokowi selama 10 tahun masa pemerintahannya selalu absen dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York. Anies pun dengan lugas menyentil presiden yang tak pernah hadir dan selalu diwakilkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi.

    “Bapak Ibu sekalian, bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri. Ini Bapak Ibu sekalian, kalau kita tidak aktif di dunia internasional,” kata Anies saat berpidato dalam Rapimnas Ormas Gerakan Rakyat di Jakarta Pusat, Ahad (13/7/2025).

    “Itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor empat terbesar. Ukuran rumahnya nomor empat terbesar di RT itu. Tapi kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuman kita bayar iuran jalan terus. Ingin rame juga tidak taat di kampung,” ucap Anies melanjutkan.

    Dia heran, mengapa 10 tahun terakhir, presiden RI tak pernah menghadiri Sidang Majelis Umum PBB yang merupakan salah satu forum terpenting di dunia. Anies pun mendukung pemerintah RI semakin aktif di perpolitikan luar negeri agar kehadiran Indonesia dirasakan negara lain.

    “Cuman begitu rapat warga kita tidak datang. Padahal ukuran rumah kita nomor empat terbesar di kampung itu. Sudah saatnya kita tidak lagi pasif. Sudah saatnya kita ambil posisi yang proaktif,” kata Anies.

    Dia menyebut, kekuatan Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar nomor empat di dunia. Karena itu, Anies menyayangkan, mengapa pemerintah RI sebelumnya tak pernah menghadiri forum PBB.

    “Bagaimana dengan masa depan kita? Indonesia memiliki penduduk yang luar biasa besar. Dan konsekuensi dari besarnya penduduk Indonesia. Pasar kita menjadi pasar yang sangat menarik. Bagi siapa? Bagi siapa pun juga. Jangan sampai yang tertarik pada Indonesia justru dunia internasional,” kata mantan rektor Universitas Paramadina tersebut.

    Ketika dicegat wartawan terkait pidatonya, Anies menjelaskan, Indonesia bisa berperan besar dalam percaturan geopolitik dunia. Sayangnya, peluang itu tidak diambil karena presiden pasif dalam bidang luar negeri.

    “Jadi ada tantangan besar soal lingkungan hidup. Ini adalah masalah kemanusiaan dan Indonesia bisa ambil peran di situ. Lalu yang kedua, ketegangan-ketegangan akibat konflik yang bermunculan di beberapa wilayah. Akhir-akhir ini muncul di Timur Tengah,” kata Anies.

    Dia menerangkan, saat ini, selain perang, dunia juga diliputi ketegangan akibat kebijakan ekonomi dan perdagangan. Yang terpenting, menurut Anies, Indonesia wajib terlibat aktif dalam mendukung perjuangan Palestina melawan penindasan Israel.

    “Nah, kita di Indonesia bisa ikut ambil peran di situ. Tentu pemerintah harus merumuskan, bisa ambil peran aktif. Dan tadi pesan dari Ibu Dina (pemateri) menarik. Bahwa sikap Indonesia di dalam perjuangan Palestina harus diterjemahkan. Menjadi langkah-langkah konkret,” kata matan mendikbud tersebut.

  • Ekonom Sebut Uni Eropa Bisa Jadi Pasar Lebih Menjanjikan Daripada AS

    Ekonom Sebut Uni Eropa Bisa Jadi Pasar Lebih Menjanjikan Daripada AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menyebut Uni Eropa adalah pasar yang lebih menjanjikan dibandingkan Amerika Serikat (AS), terutama dengan adanya perjanjian dagang Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA).

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut sebagai mitra dagang, Uni Eropa mengantongi permintaan yang lebih tinggi dan potensi yang lebih menjanjikan daripada Negeri Paman Sam.

    “Uni Eropa merupakan pasar yang sangat potensial bagi Indonesia, bahkan lebih menjanjikan daripada AS,” kata Wijayanto kepada Bisnis.com, Minggu (13/7/2025).

    Terlebih, Wijayanto menilai perjanjian IEU—CEPA hadir pada saat Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia.

    Senada, Trump juga mengenakan tarif tinggi untuk Uni Eropa, yakni sebesar 30%. Untuk itu, dia memperkirakan nilai perdagangan Indonesia dan Uni Eropa akan melonjak.

    “Nilai perdagangan Indonesia dan Uni Eropa akan meningkat pesat, karena selama ini terhambat oleh tarif yang tinggi sehingga produk kita kalah bersaing dari produk negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand,” ujarnya.

    Adapun, Wijayanto menuturkan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya hingga tekstil dan produk tekstil dari Indonesia berpeluang meluas ke pasar Eropa. Pasalnya, dia menilai permintaan sederet produk tersebut akan melonjak di pasar Eropa.

    “CPO dan produk turunannya, tekstil dan produk tekstil, sepatu, elektronik, dan produk perhiasan atau kerajinan. Demand produk tersebut dari Uni Eropa sangat tinggi, sedangkan Indonesia merupakan produsen yang kompetitif,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan perjanjian IEU—CEPA bukan hanya sekadar meningkatkan kinerja perdagangan kedua negara, melainkan juga mendorong agar investasi Eropa masuk ke Indonesia.

    “Tentunya goals-nya itu [dari IEU—CEPA] menurut saya bukan hanya dari sektor perdagangan saja, tetapi bagaimana kita bisa mendorong agar investasi dari Eropa itu bisa masuk ke Indonesia,” ujar Andry.

    Untuk itu, dia berharap sederet perusahaan yang bergerak di bidang maupun sektor kimia dan farmasi, teknologi tinggi, dan energi terbarukan bisa masuk ke Tanah Air. Apalagi, menurut Andry, Eropa juga berminat jika diberikan kesempatan untuk berinvestasi di sektor tersebut.

    “Jadi bagaimana kita bisa mendorong agar penggunaan sumber-sumber energi terbarukan ini semakin banyak dan banyak di antaranya itu berasal dari Eropa,” ujarnya.

    Indef juga berharap dengan produk asal Indonesia bisan masuk ke pasar Eropa dengan harga yang kompetitif tanpa adanya bea masuk seiring adanya perjanjian IEU—CEPA, termasuk CPO dan produk turunannya. Sebab, selama ini produk yang menjadi komoditas unggulan Indonesia ini sulit menembus pasar Eropa.

    “Menurut saya produk-produk yang berbahan baku sawit rasa-rasanya jadi salah satu produk yang kita dorong untuk masuk ke pasar Eropa karena selama ini kan sulit untuk produk-produk CPO kita masuk ke pasar Eropa,” tuturnya.

    Finalisasi IEU-CEPA

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut melalui perjanjian dagang IEU—CEPA, produk Indonesia yang akan masuk ke Eropa tidak akan dikenakan bea masuk alias tarif 0%.

    “Berarti antara Indonesia dan EU itu akan produk kita bisa masuk ke Eropa dengan tarif 0%,” kata Airlangga dalam keterangan pers dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (13/7/2025).

    Menko Airlangga mengungkap bahwa negosiasi perjanjian dagang IEU—CEPA telah memasuki tahun ke-10 dengan lebih dari 19 putaran. Namun, dia memastikan perundingan IEU—CEPA akan rampung dan segera ditandatangani Presiden.

    “IEU—CEPA ini kita sudah berunding masuk tahun ke-10, lebih dari 19 putaran. Namun seluruh isunya akan selesai. Dan ini tentu merupakan sebuah milestone baru di tengah situasi ketidakpastian,” ujarnya.

    Rencananya, Airlangga menuturkan bahwa perjanjian IEU—CEPA ini akan ditandatangani pada kuartal III/2025 di Jakarta. Sayangnya, dia enggan memberikan informasi lebih detail terkait jadwal penandatanganan IEU—CEPA.

    “Nanti akan ada penandatanganan di kuartal ke-3 tahun ini dan di Jakarta. Tapi kita tunggu pengumuman dari Presiden. Jadi kita tidak, tidak spill-spill,” katanya.

  • Ekonom sarankan Kopdes Merah Putih dijalankan bertahap, fokus piloting

    Ekonom sarankan Kopdes Merah Putih dijalankan bertahap, fokus piloting

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom sarankan Kopdes Merah Putih dijalankan bertahap, fokus piloting
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 11 Juli 2025 – 21:34 WIB

    Elshinta.com – Ekonom dan dosen Program Magister Manajemen Universitas Paramadina Handi Risza Idris menyarankan agar Program 80 Ribu Koperasi Desa Merah Putih dijalankan secara bertahap, dan sebaiknya berfokus pada koperasi-koperasi percontohan atau piloting untuk meminimalkan risiko kegagalan.

    Menurut Handi, pendekatan masif tanpa kontrol berisiko tinggi menyebabkan kegagalan massal.

    “Ya katakanlah mungkin tahun pertama 1.000-5.000 koperasi terlebih dahulu yang dijalankan, kemudian dievaluasi kalau seandainya ini berhasil bisa dicontoh oleh daerah lain, tetapi seandainya gagal diperbaiki,” kata Handi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat.

    Handi menekankan pentingnya belajar dari sejarah, khususnya Program Koperasi Unit Desa (KUD) di era Orde Baru, yang didorong oleh pemerintah pusat kala itu. Banyak koperasi mengalami masalah dan akhirnya berguguran, meskipun diberikan alokasi dana yang tidak sedikit.

    “Ini harusnya menjadi salah satu tolok ukur bahwa pengelolaan koperasi yang lebih banyak didorong atau diinisiasi oleh pemerintah pusat ini tidak banyak bisa bertahan di tingkat desa,” jelasnya.

    Handi berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan yang lebih hati-hati untuk memastikan keberlanjutan dan dampak positif program ini bagi masyarakat, ketimbang hanya mengejar target kuantitas semata.

    Hingga saat ini, tercatat sekitar 80.500 Koperasi Desa Merah Putih terbentuk di seluruh Indonesia, dengan 77.000 di antaranya telah memiliki badan hukum dari Kementerian Hukum.

    Program 80 Ribu Kopdes Merah Putih ini rencananya diluncurkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 19 Juli 2025 di Klaten, Jawa Tengah.

    Dari puluhan ribu koperasi tersebut, ada 103 koperasi yang menjadi percontohan yang juga akan diluncurkan serentak oleh presiden pada tanggal yang sama.

    Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa 80 ribu koperasi lebih itu ditargetkan dapat beroperasi penuh pada Desember 2025, sesuai dengan keinginan Presiden.

    Ia membantah anggapan bahwa fokus operasional tahun ini hanya terbatas pada 103 kopdes percontohan.

    “Enggak. Presiden sudah bilang targetnya akhir tahun ini, Desember 2025, 80 ribu itu semua sudah beroperasi,” kata Budi Arie di Jakarta, Kamis (10/7).

    Sumber : Antara