Institusi: Universitas Indonesia

  • Ketua MWA UI Gus Yahya : Sidang Etik UI Belum Tentu Batalkan Status Doktoral Bahlil Lahadalia

    Ketua MWA UI Gus Yahya : Sidang Etik UI Belum Tentu Batalkan Status Doktoral Bahlil Lahadalia

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia (UI) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya membeberkan bahwa sidang etik yang dilakukan UI tidak harus berpengaruh terhadap status doktoral Bahlil Lahadalia.

    Adapun, Gus Yahya mengemukakan alasan dilakukannya sidang etik ini dikarenakan tidak semua isu yang menjadi perhatian bisa dihadapkan dengan peraturan-peraturan yang ada.

    “Ya tidak harus [potensi pelanggaran]. Karena tidak semua isu yang menjadi concern bisa di-address dengan peraturan-peraturan, maka kita adakan sidang etik,” tuturnya kepada wartawan di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Jumat (15/11/2024).

    Ketua Umum PBNU ini turut menyampaikan hasil dari sidang etik itu akan mempengaruhi keputusan ke depannya. Namun, dia menyebut tidak harus dengan konsekuensi pencabutan status doktoral Bahlil Lahadalia.

    “Sidang etik itu nanti konsekuensinya apa? Ya tidak harus dengan konsekuensi [pencabutan] status doktoral maupun status disertasinya. Tidak harus. Tergantung nanti apa hasil sidang etik itu sendiri,” jelasnya.

    Kendati demikian, kakak dari eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini menuturkan belum tahu pasti kapan jadwal sidang etik ini mulai bergulir. Akan tetapi, dia memastikan ada audit secara menyeluruh dalam sistem akademik UI.

    Tak hanya itu, dia juga menegaskan sidang etik ini dilakukan karena memang ada pertimbangan dari Dewan Guru Besar terkait dengan keseluruhan sistem dan mekanisme akademik di UI.

    “Ini dipandang perlu, karena sebetulnya banyak concern yang tidak tercakup di dalam peraturan-peraturan yang ada. Secara formal, tidak menjadi address, karena tidak ada peraturan. Saya kira ini menyangkut dokumen [nota dinas] yang tengah beredar. Yang beredar itu sebenarnya nota dinas internal kepada rekan-rekan di dalam [internal UI],” tandasnya.

    Padahal semestinya, lanjutnya, yang bertugas untuk meluncurkan siaran pers adalah pihak eksekutif dan dalam konteks ini adalah rektor UI.

    Sebelumnya, berdasarkan dokumen nota dinas UI yang diterima Bisnis, diinformasikan bahwa Dewan Guru Besar (DGB) UI akan melakukan sidang etik terhadap potensi pelanggaran yang dilakukan dalam proses pembimbingan mahasiswa Program Doktor (S3) di SKSG. 

    Langkah ini diambil untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan di UI dilakukan secara profesional dan bebas dari potensi konflik kepentingan.

    Tak hanya itu, dokumen yang ditandatangani Gus Yahya ini menyebut UI meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait BL atau Bahlil Lahadalia. UI mengakui bahwa permasalahan ini merupakan kekurangan dari UI sendiri. 

    “Mengingat langkah-langkah yang telah diambil oleh UI, kelulusan BL [Bahlil Lahadalia] mahasiswa Program Doktor [S3] SKSG ditangguhkan, mengikuti Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022, selanjutnya akan mengikuti keputusan sidang etik,” tulis dokumen tersebut, seperti dikutip pada Rabu (13/11/2024).

  • Hanya Tangguhkan Gelar Doktor Menteri Bahlil, Gigin Praginanto: UI Memang Memalukan

    Hanya Tangguhkan Gelar Doktor Menteri Bahlil, Gigin Praginanto: UI Memang Memalukan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, memberikan kritik tajam terhadap Universitas Indonesia (UI) terkait penangguhan gelar doktor Bahlil Lahadalia.

    Gigin menyebut tindakan UI sebagai hal yang memalukan, mengingat disertasi Bahlil diduga merupakan hasil penjiplakan.

    “Bagi saya UI memang memalukan,” ujar Gigin dalam keterangannya di aplikasi X @giginpraginanto (15/11/2024).

    Meskipun disertasi Bahlil diduga bermasalah, UI hanya memilih untuk menangguhkan gelar doktor yang telah diberikan, bukan mencabutnya secara permanen.

    Gigin menambahkan bahwa penangguhan gelar tersebut justru menciptakan kesan bahwa universitas besar seperti UI tidak tegas dalam menegakkan integritas akademik.

    “Sudah jelas disertasinya adalah hasil jiplakan tapi gelar doktornya tidak dibatalkan, hanya ditangguhkan,” tandasnya.

    Sebelumnya diketahui, kelulusan Bahlil Lahadalia dari program doktor ditangguhkan Universitas Indonesia (UI). Keputusan itu sesuai hasil rapat koordinasi empat organ UI yang dilaksanakan pada Selasa, 11 November di Kampus UI Salemba.

    Dalam keterangan resminya, UI meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait BL, mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).

    UI mengakui bahwa permasalahan ini, antara lain bersumber dari kekurangan UI sendiri, dan tengah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya baik dari segi akademik maupun etika.

    Di sisi lain, pengesahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang baru dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 13 November 2024.

  • Apindo Usul Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda

    Apindo Usul Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda

    Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan kritik terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal 2025. Menurut Apindo, kebijakan ini kurang tepat karena daya beli masyarakat saat ini sedang melemah. Oleh karena itu, Apindo mengusulkan agar pemerintah menunda rencana kenaikan tarif PPN.

    “Kalau berbicara Pasal 7 ayat (1) tentang waktu pelaksanaan PPN, sebenarnya pemerintah juga bisa melakukan penyesuaian waktu, tidak harus mengubah undang-undang tersebut,” kata analis kebijakan ekonomi Apindo Ajib Hamdani, Jumat (15/11/2024).

    Penyesuaian serupa pernah dilakukan, seperti penundaan pajak karbon yang awalnya direncanakan berlaku pada April 2022, tetapi ditunda karena situasi belum memungkinkan.

    “Dengan sudut pandang yang sama, seharusnya pemerintah bisa melakukan penyesuaian waktu atas kenaikan tarif BPN dari 11 persen menjadi 12 persen untuk tidak dikenakan 1 Januari 2025,” kata Ajib Hamdani.

    Ajib menambahkan, pemerintah sebaiknya memprioritaskan peningkatan daya beli masyarakat pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Dari sudut pandang dunia usaha, menurutnya waktu kenaikan PPN pada 1 Januari 2025 kurang tepat. Saat ini, daya beli masyarakat sedang menurun. Bahkan, banyak dari kelas menengah yang bergeser ke kelas ekonomi lebih rendah. Berdasarkan data LPEM Universitas Indonesia, sejak 2018 hingga 2023, lebih dari 8,5 juta orang mengalami penurunan kelas ekonomi.

    “Hal ini seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, terutama dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, yaitu menjaga daya beli masyarakat,” kata Ajib.

  • Gelar Doktor Ditangguhkan, Ini Komentar Bahlil – Espos.id

    Gelar Doktor Ditangguhkan, Ini Komentar Bahlil – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Bahlil Lahadalia.(Bisnis/Himawan L Nugraha)

    Esposin, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan persoalan menunda sementara (moratorium) gelar doktoral yang diperoleh dirinya dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) bukan ditangguhkan, melainkan menunggu yudisium dan melakukan perbaikan disertasi terlebih dahulu.

    Promosi
    Jadi Ajang Masuk Pasar Global! Saatnya UMKM Daftar BRI UMKM EXPO(RT) 2025

    Bahlil yang ditemui di Komplek Parlemen Jakarta, Rabu (13/11/2024) menyatakan dirinya belum mengetahui isi surat penangguhan gelar doktoral tersebut, namun sudah mendapat rekomendasi yang perlu dilakukan.
     
    “Saya belum tau isinya ya, tapi yang jelas bahwa kalau rekomendasinya mungkin sudah dapat, di situ yang saya pahami bukan ditangguhkan tapi memang wisuda saya itu harusnya di Desember,” kata Bahlil sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (15/11/2024). 
     
    “Saya menyertakan lulus itukan setelah yudisium, dan yudisium saya Desember. Kalau kemarin, disertasi saya itu setelah disertasi ada perbaikan disertasi. Jadi setelah perbaikan disertasi baru dinyatakan selesai,” lanjutnya.
     
    Lebih lanjut, Bahlil mempersilakan untuk menanyakan soal penangguhan gelar doktoralnya itu ke pihak Universitas Indonesia. “Lebih rincinya nanti tanya di UI saja,” kata dia.

    Sebelumnya, Universitas Indonesia (UI) menangguhkan kelulusan studi doktoral (S3) yang ditempuh oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Bahlil Lahadalia.
     
    Dalam Nota Dinas dengan Nomor: ND-539/UN2.MWA/OTL.01.03/2024 yang beredar di Jakarta, Rabu, pihak UI meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait Bahlil Lahadalia (BL), mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).
     
    Selanjutnya, UI telah melakukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG sebagai komitmen untuk menjaga kualitas dan integritas akademik.
     
    Adapun Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari unsur Senat Akademik dan Dewan Guru Besar telah melakukan audit investigatif terhadap penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG yang mencakup pemenuhan persyaratan penerimaan mahasiswa, proses pembimbingan, publikasi, syarat kelulusan dan pelaksanaan ujian.
     
    Berdasarkan hal tersebut maka UI memutuskan untuk menunda sementara (moratorium) penerimaan mahasiswa baru di Program Doktor (S3) SKSG hingga audit yang komprehensif terhadap tata kelola dan proses akademik di program tersebut selesai dilaksanakan.

     

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Ferdinand Hutahean: Baiknya Bahlil Mengundurkan Diri dari Kabinet

    Ferdinand Hutahean: Baiknya Bahlil Mengundurkan Diri dari Kabinet

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, mengomentari masalah yang dihadapi Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, setelah gelar doktornya ditangguhkan oleh Universitas Indonesia (UI).

    Dikatakan Ferdinand, status gelar Bahlil yang ditangguhkan seharusnya berdampak pada dokumen resmi yang menyebutkan gelar tersebut, termasuk dalam pengangkatan Bahlil sebagai Menteri.

    “Saya pikir, SK-SK tentang pengangkatan Bahlil sebagai Menteri kalau kemarin mencantumkan gelar doktor, harus direvisi oleh seknet. karena tidak sesuai lagi,” ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Jumat (15/11/2024).

    Menurut Ferdinand, gelar doktor Bahlil saat ini tidak bisa digunakan. Hal itu setelah pihak UI menegaskan soal penangguhan.

    “Gelar doktornya kan tidak bisa dipakai saat ini. Sehingga itu yang pertama harus dibereskan Setneg (Sekretaris Negara). Kalau ternyata waktu dilantik kemarin dia menggunakan gelar doktor,” tukasnya.

    Ferdinand juga menegaskan bahwa situasi ini sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan Indonesia.

    “Saya pikir, ini sangat memprihatikan bagi dunia pendidikan kita,” sebutnya.

    Lebih lanjut, Ferdinand menyarankan agar Bahlil Lahadalia mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari kabinet.

    “Ada baiknya, lebih baik Bahlil mengundurkan diri lah dari kabinet,” Ferdinand menuturkan.

    Namun, ia juga mengakui bahwa dalam hal ini tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bahlil, melainkan hanya soal etika kepatutan.

    “Gak elok juga dong kalau begitu, tapi ini kembali kepada personalnya Bahlil. Dalam hal ini kan tidak ada aturan atau UU yang dilanggar. Ini hanya etika kepatutan saja,” tandasnya.

  • Rehabilitasi Pecandu Judi Online akan Dibantu Pemerintah – Espos.id

    Rehabilitasi Pecandu Judi Online akan Dibantu Pemerintah – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Ilustrasi judi online. (freepik)

    Esposin, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyebutkan, rehabilitasi pecandu judi online akan mendapat bantuan dari pemerintah.
     
    Beberapa di antaranya seperti bantuan biaya perawatan rehabilitasi di rumah sakit melalui skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta bantuan sosial dari Kementerian Sosial.
     
    “Pasti, karena ini bagian dari korban sosial. Dan tentu, selain BPJS, kemudian kita juga ada berbagai bantuan-bantuan dari Kementerian Sosial,” katanya seusai mengunjungi pasien rehabilitasi kecanduan judi online di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Jumat (15/11/2024). 
     
    Tak hanya sekadar bantuan, Cak Imin juga menegaskan pihaknya akan memberikan berbagai modal pelatihan kepada korban agar dapat mencari nafkah, setelah korban kembali pulih.
     
    “Pasti (pelatihan korban), akar masalahnya adalah dua. Yang pertama tentu kemiskinan dan pengangguran, akar yang kedua adalah ya psikologis, ya kecanduan dan berbagai aspek-aspek non-ekonomi,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. 

    Promosi
    Waspada Penipuan, Ini Cara Bedakan BRImo FSTVL yang Asli dan Palsu!

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSCM dr Kristiana Siste Kurniasanti mengonfirmasi bahwa para pasien rehabilitasi kecanduan judi online mendapatkan perawatan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
     
    “Ter-cover oleh BPJS, (baik) rawat inap dan rawat jalan,” ungkapnya sebagaimana diansir Antara. 
     
    Sepanjang 2024, Siste mengungkapkan terdapat sebanyak 46 pasien rawat inap yang menjalani rehabilitasi kecanduan judi online. Angka tersebut meningkat sebesar tiga kali lipat dibandingkan dengan 2023.
     
    Adapun pasien rawat jalan, kata dia, terdapat sebanyak 126 orang pasien sepanjang 2024 ini, meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan 2023.
     
    “Yang datang kemari itu kebanyakan adalah memang dari Jabodetabek, tapi ada rujukan juga dari luar kota misalnya dari Kalimantan, Sumatera, kemudian juga dari Jawa Tengah itu ada yang datang kemari, ada juga dari Sulawesi,” ucap Kristiana Siste Kurniasanti.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Memastikan Pemberantasan Korupsi Melalui Pemilihan Kepala Daerah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 November 2024

    Memastikan Pemberantasan Korupsi Melalui Pemilihan Kepala Daerah Nasional 15 November 2024

    Memastikan Pemberantasan Korupsi Melalui Pemilihan Kepala Daerah
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka
    SEOLAH
    tak ada hentinya, masyarakat terus disuguhkan terungkapnya berbagai dugaan tindak pidana korupsi. Begitu seringnya, masyarakat jadi permisif dengan persoalan korupsi.
    Realitas ini tentu sangat memprihatinkan. Kita seperti terus berkubang pada situasi yang jelas-jelas sangat tidak menguntungkan. Membuat sejumlah daerah, progres pembangunannya lambat atau bahkan cenderung stagnan.
    Terus maraknya kasus
    korupsi
    mengonfirmasi bahwa korupsi adalah persoalan mendasar, tidak saja struktural, kultural, tapi juga personal.
    Persoalan struktur karena nyata-nyata telah melekat pada sistem pemerintahan, termasuk juga partai politik, institusi kepolisian dan militer, hingga aparatur penegak hukum.
    Sementara persoalan kultur karena ada kelaziman kolektif yang telah diterima menjadi kebiasaan dalam masyarakat di berbagai lingkungan sosial.
    Sedangkan persoalan personal karena mentalitas korupsi yang hampir menyatu dalam kepribadian masyarakat pada umumnya, bahkan yang ‘lurus’ dianggap aneh, atau istilah sekarang ‘agak lain’.
    Ketika kondisinya telah kronis seperti ini, ketika penyimpangan dalam bentuk korupsi sudah sistematis, dan merusak semua sektor di berbagai tingkat, termasuk lembaga pengawasan, pertanyaan yang muncul kemudian adalah dari mana memulai pemberantasan korupsi?
    Secara teori, tentu saja ada berbagai pendekatan dan upaya dalam melawan korupsi, di antaranya pendekatan hukum (
    law enforcement
    ), pendekatan politik (
    goodwill
    ), dan pendekatan secara kultur.
    Apapun pilihan atau cara dan pendekatan yang digunakan, yang pasti, dalam melawan korupsi, harus dilakukan secara komprehensif dan sungguh-sungguh. Tidak pula tebang pilih atau tajam ke bawah, tumpul ke atas.
    Tak dimungkiri, dengan adanya desentralisasi kewenangan fiskal ke daerah pascaditerapkannya otonomi daerah, pelaku dan locus korupsi yang sebelumnya lebih terpusat di Jakarta, kini menyebar ke seluruh daerah.
    Meningkatnya kewenangan penguasa di daerah ternyata tidak diikuti dengan peningkatan akuntabilitas dan transparansi dari pemerintah daerah secara profesional maupun proporsional.
    Padahal, semakin besar kewenangan yang dimiliki, semakin besar pula potensi korupsi yang bisa terjadi.
    Seperti ungkapan populer dari Lord Acton “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).
    Korupsi
    dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak pidana korupsi.
    Makin menguatnya kekuasaan politik, baik eksekutif maupun legislatif di daerah yang tidak berjalan paralel dengan kemampuan profesional, semakin membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri dan kelompok.
    Di sinilah persoalannya, karena telah membudaya dan sistematik, maka kebijakan pemberantasan korupsi yang bersifat parsial dan tambal-sulam tentu tidak bisa diandalkan.
    Pemberantasan korupsi harus dimulai dengan manajemen pemerintah (pemerintah daerah) yang terbuka dengan sistem akuntabel dan bisa menjamin asas pertanggungjawaban kepada publik. Dalam konteks tersebut, otonomi daerah sejatinya memungkinkan hal itu dilaksanakan.
    Begitu pula dalam proses pengambilan kebijakan di berbagai bidang terutama yang berkaitan langsung dengan kebijakan pembangunan dan pengelolaan anggaran haruslah selalu melibatkan publik, baik itu sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
    Artinya, pemberantasan korupsi mesti dalam satu paket dengan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dan
    good governance
    atau tata kelola pemerintahan yang baik (transparansi, akuntabilitas, keadilan, efisiensi, efektivitas dan partisipasi). Semua menjadi kesatuan gerak.
    Perang melawan korupsi sistemik harus menjadi agenda perubahan yang lebih luas, yakni bagian dari upaya membenahi administrasi pemerintah, upaya peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dan reformasi birokrasi, hingga meningkatkan partisipasi masyarakat sipil (
    civil society
    ) dalam pengambilan kebijakan publik.
    Singkat kata, gerakan antikorupsi mesti berjalan bersama dengan upaya reformasi sistem yang rentan bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewengan. Tidak parsial.
    Seperti yang kerap kita saksikan di berbagai daerah, sejauh ini belum terlihat ada komitmen yang sungguh-sungguh, nir kemauan politik, ketiadaan sinergitas (
    check and balance
    ) antara eksekutif (pemerintah provinsi, kabupaten dan kota), legislatif (DPRD).
    Aparat penegak hukum (kejaksaan, kehakiman dan kepolisian di daerah) juga belum mampu menunjukan kineja maksimal. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, ada saja yang terlibat mafia kasus atau jual beli pasal.
    Di sisi lain kalangan organisasi masyarakat sipil (LSM, Ormas, akademisi kampus, gerakan mahasiswa, pers, tokoh masyarakat dan agama) masih ‘happy’ pada agenda masing-masing.
    Alih-alih menjadi bagian dari arus besar dalam pemberantasan korupsi, belakangan muncul fenomena ‘pasang badan’ atau menjadi tameng untuk membela orang-orang yang sedang dalam proses hukum atau kasus korupsi.
    Dengan menjadi semacam corong untuk merasionalisasi atau mengklarifikasi tindakan orang-orang yang sedang dibidik dalam pusaran kasus penyalahgunaan kekuasaan (korupsi).
    Kondisi ini tentu tidak kondusif bagi upaya pemberantasan korupsi. Dampaknya, begitu banyak potensi dan indikasi korupsi nyatanya berbanding terbalik dengan kualitas pencegahan maupun penanganannya.
    Menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi di berbagai daerah masih jauh panggang dari api. Komitmen antikorupsi sekadar slogan.
    Realitas ini harusnya dapat menyadarkan kita. Saatnya seluruh komponen masyarakat bangkit dan mengambil sikap dan peran strategis.
    Terutama organisasi masyarakat sipil, perlu lebih berperan aktif dan konstruktif termasuk lewat sosialisasi secara masif guna mengefektifkan serta memaksimalkan upaya pemberantasan korupsi.
    Antara lain dengan terus mendorong pemerintah daerah, eksekutif dan legislatif, yang dipilih secara langsung dapat menegakkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, kemudian turut memberi kontrol memadai terhadap jalannya pemerintahan.
    Selanjutnya yang tak kalah penting adalah mengawal setiap proses terkait dengan pemberantasan korupsi, terutama yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
    Sebentar lagi akan ada siklus pergantian kepemimpinan daerah, melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di berbagai tingkatan (provinsi, kabupaten/kota).
    Para kandidat yang ikut dalam pemilihan, di antaranya juga adalah pejabat dan mantan pejabat publik, termasuk dari kalangan birokrat atau pensiunan. Mereka masing-masing tentu memiliki rekam jejak, ada yang positif atau berprestasi, banyak pula yang gagal.
    Di sinilah butuh kecermatan rakyat sebagai pemilih. Para kandidat yang punya reputasi buruk, tidak memiliki kapasitas, minus integritas dan kemampuan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, apalagi terindikasi atau terkait kasus korupsi, mesti diwaspadai.
    Mereka yang suka menumpuk harta dengan menilep dana publik adalah contoh kandidat tak bernurani. Pantas dihukum dengan tidak memilih mereka dalam Pilkada.
    Masyarakat juga mesti mencermati politisi birokrat atau yang berasal dari kalangan pejabat publik yang terbukti kerap menggunakan instrumen birokrasi sebagai mesin untuk meriah dan melanggengkan kekuasaannya, itu korupsi politik.
    Mereka yang menggunakan mesin birokrasi untuk kepentingan pribadi adalah cermin kandidat pejabat publik yang tega mengkhianati rakyat.
    Mereka yang tak becus menggunakan kekuasaan saat kekuasaan itu dipercayakan kepada mereka, tak pantas dipilih kembali menjadi pemimpin rakyat.
    Kandidat yang suka menghalalkan segala cara (apalagi dengan korupsi) demi meloloskan ambisi politik-nya, adalah politisi busuk yang tentu saja patut dihindari dan dipinggirkan.
    Dalam momentum seperti Pilkada, rakyat-lah yang berhak memberi dan menarik kembali kekuasaan dari siapapun tergantung pada bagaimana kekuasaan itu digunakan dan diarahkan.
    Kalau kekuasaan digunakan dan diarahkan semata-mata untuk kepentingan rakyat, itulah substansi demokrasi.
    Namun jika kekuasaan dipakai untuk menimbun kekayaan dan membohongi banyak orang, barangkali kekuasaan dalam diri seseorang harus dicegah dan diberikan kepada yang lebih pantas untuk memimpin.
    Dalam Pilkada nanti, rakyat memiliki kewenangan penuh untuk itu. Artinya, di bilik suara saat pencoblosan tanggal 27 November nanti, adalah momentum bagi publik untuk menghukum politisi gagal dan memilih kandidat yang berpotensi menjalankan kepemimpinan dengan lebih baik.
    Dengan begitu, masyarakat pemilih sejatinya telah ikut memberikan kontribusi terhadap hadirnya pemerintahan yang baik, sesuatu yang penting bagi upaya pemberantasan korupsi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Konferensi Internasional Humanitarian Islam 2024 digelar di Kampus Universitas Indonesia

    Konferensi Internasional Humanitarian Islam 2024 digelar di Kampus Universitas Indonesia

    Selasa, 5 November 2024 16:26 WIB

    Menteri Agama Nasaruddin Umar (kedua kanan) didampingi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (tengah), Menteri Luar Negeri Sugiono (kedua kiri), Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro (kanan) dan Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro (kiri) menghadiri pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam 2024 di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (5/11/2024). Konferensi yang diselenggarakan oleh PBNU tersebut dihadiri oleh para sarjana dan akademisi berbagai negara untuk merumuskan dan menawarkan solusi dari berbagai macam konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/agr

    Menteri Agama Nasaruddin Umar (kanan) berbincang dengan Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun (kiri) seusai pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam 2024 di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (5/11/2024). Konferensi yang diselenggarakan oleh PBNU tersebut dihadiri oleh para sarjana dan akademisi berbagai negara untuk merumuskan dan menawarkan solusi dari berbagai macam konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/agr

    (Dari kiri ke kanan) Mensos Saifullah Yusuf, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berbincang dalam pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam 2024 di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (5/11/2024). Konferensi yang diselenggarakan oleh PBNU tersebut dihadiri oleh para sarjana dan akademisi berbagai negara untuk merumuskan dan menawarkan solusi dari berbagai macam konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/agr

  • Hukum yang Diterima Jika Ketahuan Plagiat atau Joki Disertasi

    Hukum yang Diterima Jika Ketahuan Plagiat atau Joki Disertasi

    Jakarta: Baru-baru ini, Disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di tangguhkan oleh Universitas Indonesia (UI) yang memunculkan dugaan plagiat dan penggunaan joki.

    Plagiarisme dan praktik joki dalam karya ilmiah, termasuk disertasi, adalah pelanggaran serius yang memiliki konsekuensi hukum dan sanksi akademik.

    Tapi sanksi apa yang didapat jika ketahuan melakukan tindakan tercela tersebut? Ini penjelasannya
     
    Plagiarisme dan Joki Disertasi
    Melansir Hukumonline, plagiarisme adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri.

    Dalam konteks akademik, plagiarisme dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan berbagai cara, salah satunya adalah menggunakan jasa joki untuk mengerjakan disertasi atau karya ilmiah lainnya.

    Joki dalam KBBI berarti orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. 

    Joki menerima imbalan atas jasanya, dan karya tersebut diakui sebagai hasil dari mahasiswa yang memesan. Praktik ini jelas-jelas merupakan bentuk penipuan intelektual dan tidak sesuai dengan etika akademik.
     
    Sanksi Akademik dan Hukum
    Di Indonesia, plagiarisme dalam disertasi atau karya ilmiah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik, serta KUHP yang diperbarui dengan UU 1/2023.

    Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya terbukti merupakan hasil plagiarisme dapat dikenai sanksi akademik berupa pencabutan gelar.

    Pasal 25 ayat (2) UU Sisdiknas mengatur bahwa gelar akademik yang diperoleh melalui karya ilmiah yang terbukti plagiat akan dicabut.

    Selain itu, Pasal 70 UU Sisdiknas juga menyatakan bahwa mahasiswa yang melakukan plagiarisme dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama dua tahun dan/atau denda hingga Rp 200 juta.

    Dalam konteks hukum pidana, menurut Fachrizal Afandi, pakar pidana Universitas Brawijaya, tindakan jokiser atau plagiarisme dapat dikategorikan sebagai pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 KUHP lama atau Pasal 391 UU 1/2023.

    Dalam pasal ini, pemalsuan surat yang menimbulkan kerugian dapat dikenakan hukuman penjara hingga enam tahun dengan denda sebesar 2 miliar.

    Terkait kasus pak Menteri, perlu diingat bahwa kasus tersebut masih berupa dugaan. Bahlil sendiri baru-baru ini buka suara dan merasa Disertasinya tidak ditangguhkan.

    Untuk belajar lebih lanjut tentang hukum plagiarisme dan joki karya ilmiah, bisa dipelajari lebih lanjut di Hukumonline.

    Baca Juga:
    UI Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia

    Jakarta: Baru-baru ini, Disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di tangguhkan oleh Universitas Indonesia (UI) yang memunculkan dugaan plagiat dan penggunaan joki.
     
    Plagiarisme dan praktik joki dalam karya ilmiah, termasuk disertasi, adalah pelanggaran serius yang memiliki konsekuensi hukum dan sanksi akademik.
     
    Tapi sanksi apa yang didapat jika ketahuan melakukan tindakan tercela tersebut? Ini penjelasannya
     
    Plagiarisme dan Joki Disertasi
    Melansir Hukumonline, plagiarisme adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri.
    Dalam konteks akademik, plagiarisme dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan berbagai cara, salah satunya adalah menggunakan jasa joki untuk mengerjakan disertasi atau karya ilmiah lainnya.
     
    Joki dalam KBBI berarti orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. 
     
    Joki menerima imbalan atas jasanya, dan karya tersebut diakui sebagai hasil dari mahasiswa yang memesan. Praktik ini jelas-jelas merupakan bentuk penipuan intelektual dan tidak sesuai dengan etika akademik.
     
    Sanksi Akademik dan Hukum
    Di Indonesia, plagiarisme dalam disertasi atau karya ilmiah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik, serta KUHP yang diperbarui dengan UU 1/2023.
     
    Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya terbukti merupakan hasil plagiarisme dapat dikenai sanksi akademik berupa pencabutan gelar.
     
    Pasal 25 ayat (2) UU Sisdiknas mengatur bahwa gelar akademik yang diperoleh melalui karya ilmiah yang terbukti plagiat akan dicabut.
     
    Selain itu, Pasal 70 UU Sisdiknas juga menyatakan bahwa mahasiswa yang melakukan plagiarisme dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama dua tahun dan/atau denda hingga Rp 200 juta.
     
    Dalam konteks hukum pidana, menurut Fachrizal Afandi, pakar pidana Universitas Brawijaya, tindakan jokiser atau plagiarisme dapat dikategorikan sebagai pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 KUHP lama atau Pasal 391 UU 1/2023.
     
    Dalam pasal ini, pemalsuan surat yang menimbulkan kerugian dapat dikenakan hukuman penjara hingga enam tahun dengan denda sebesar 2 miliar.
     
    Terkait kasus pak Menteri, perlu diingat bahwa kasus tersebut masih berupa dugaan. Bahlil sendiri baru-baru ini buka suara dan merasa Disertasinya tidak ditangguhkan.
     
    Untuk belajar lebih lanjut tentang hukum plagiarisme dan joki karya ilmiah, bisa dipelajari lebih lanjut di Hukumonline.
     
    Baca Juga:
    UI Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil Lahadalia
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (SUR)

  • Berani Tangguhkan Kelulusan S3 Bahlil, Lukman Simandjuntak: MK Harus Belajar dar UI

    Berani Tangguhkan Kelulusan S3 Bahlil, Lukman Simandjuntak: MK Harus Belajar dar UI

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Universitas Indonesia resmi menangguhkan kelulusan S-3 Bahlil Lahadalia. Hal itu mendapat apresiasi.

    Pegiat Media Sosial Lukman Simandjuntak menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) mesti belajar dari kampus dengan almamater kuning itu.

    “MK harus belajar dari UI,” ucapnya dikutip dari unggahannya di X, Kamis (14/11/2024).

    Lukman mengatakan awalnya UiI diragukan memproses dugaan pelanggaran akademik oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Golkar itu. Namun akhirnya memberi keputusan yang memuaskan.

    “Ketika prosesnya diragukan, keputusannya ditangguhkan,” ucapnya.

    Di sisi lain, Lukman mengungkit kinerja MK. Saat Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua Majelis Kehormatan MK hanya mencabut cabatan Anwar Usman, alih-alih dipecat sebagai hakim MK.

    “Lah Jimly cabut jabatan Anwar Usman,” ujarnya.

    Di sisi lain, ia menyebut Fufufafa, dalam hal ini yang kerap dikaitkan dengan Gibran malah diloloskan. Padahal Gibran waktu itu dianggap melanggar konstitisui karena keputusan MK yang diketaui Anwar Usman.

    “Tapi keputusan loloskan Fufufafa tetap dijalankan, keputusan macam apaan tuh?” imbuhnya.

    Adapun penangguhan itu disampaikan melalui Nota Dinas dengan Nomor: ND-539/UN2.MWA/OTL.01.03/2024 yang beredar di Jakarta, Rabu (13/11).

    0ihak UI meminta maaf kepada masyarakat atas permasalahan terkait Bahlil Lahadalia, mahasiswa Program Doktor (S3) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG).

    Selanjutnya, UI telah melakukan evaluasi mendalam terhadap tata kelola penyelenggaraan Program Doktor (S3) di SKSG sebagai komitmen untuk menjaga kualitas dan integritas akademik.
(Arya/Fajar)