Pelajaran dari Rentetan Penembakan Massal di AS untuk Sekolah Aman di Indonesia
Guru Besar/Professor Fakultas Hukum Universitas Indonesia Bidang Studi Hukum Masyarakat & Pembangunan/ Pengajar Tidak Tetap Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI/ Sekjen Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia/ Pendiri Masyarakat Viktimologi Indonesia/ Executive Committee World Society of Victimology -WSV/ Co-Founder Victims Support Asia/ Anggota Dewan Riset Daerah DKI Jaya 2018 – 2022
SERANGAN
bersenjata, apakah menggunakan senjata api, bom dan sejenis-nya seperti yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat, 7 November 2025, bisa jadi fenomena langka di Indonesia.
Karena lazimnya yang jadi target adalah kedutaan besar, kantor polisi, mal,
night club
dan tempat-tempat yang merepresentasikan produk budaya kapitalis barat.
Namun, peristiwa tersebut bukan fenomena langka di Amerika Serikat. Sejak
penembakan massal
di Columbine High School, Colorado (20 April 1999) hingga September 2024, terdapat lebih dari 417 kasus kekerasan senjata api di sekolah.
Kemudian tahun ajaran 2000-2001 hingga 2021-2022, terdapat 1.375 penembakan di sekolah dasar dan menengah negeri dan swasta, yang mengakibatkan 515 kematian dan 1.161 luka-luka.
Frekuensi penembakan di sekolah di AS telah meningkat drastis sejak 2018, dengan beberapa tahun terakhir (2021, 2022, 2023, dan 2024) mencatat rekor setidaknya sejak 2008 (
Cnn.com
, 28/10/2025,
Edweek.org
, 31/12/2024,
Usafacts.org
, 20/02/2024).
Dari ribuan kasus kejahatan bersenjata di lingkungan kampus dan sekolah di AS, paling tidak ada 5 (lima) kasus yang paling diingat.
Banyaknya kasus penembakan di sekolah di Amerika disebabkan berbagai faktor yang kompleks dan saling terkait. Beberapa penyebab utama yang disebutkan dalam berbagai sumber meliputi:
Pertama, kepemilikan senjata api yang meluas. Amerika Serikat memiliki tingkat kepemilikan senjata api yang tinggi. Individu mudah memperoleh senjata secara legal maupun ilegal.
Lemahnya regulasi terkait kepemilikan senjata menjadi salah satu faktor utama yang meningkatkan risiko terjadinya penembakan massal (
Kompas.com
, 28/03/ 2023).
Kedua, peraturan yang lemah. Peraturan terkait kepemilikan dan penggunaan senjata di banyak negara bagian di AS relatif longgar, sehingga memungkinkan individu dengan niat buruk atau masalah kejiwaan untuk memperoleh senjata dengan mudah (
Kompas.com
, 28/03/ 2023).
Ketiga, masalah kejiwaan dan sosial. Berbagai kasus menunjukkan bahwa faktor psikologis, seperti gangguan kejiwaan, serta tekanan sosial seperti
bullying
dan
perundungan
, menjadi motif yang sering dikaitkan dengan pelaku penembakan di sekolah.
Ada juga yang mengalami masalah keluarga atau lingkungan yang tidak stabil;
Keempat, pengaruh budaya dan media. Pengaruh media, termasuk film, permainan video kekerasan, dan budaya kekerasan secara umum, turut serta dalam membentuk perilaku tertentu, meskipun pengaruh ini masih menjadi perdebatan.
Kelima, faktor ekonomi dan gender. Masalah ekonomi dan faktor gender juga diidentifikasi sebagai faktor yang dapat memperburuk risiko kekerasan di sekolah, termasuk penembakan massal.
Selain faktor-faktor di atas, kondisi tertentu seperti pengalaman
bullying
, isolasi sosial, dan motif pribadi yang kompleks juga sering dilaporkan sebagai pemicu pelaku melakukan penembakan (
Voaindonesia.com
, 18/12/2024).
Khususnya terkait masalah kejiwaan dan sosial, pengalaman
bullying
serta isolasi sosial menjadi catatan khusus dari semua pelaku penembakan di lembaga pendidikan.
Eric Harris dan Dylan Klebold melakukan serangan massal di Columbine (1999) karena faktor kompleks psikologis dan sosial, yang memengaruhi masing-masing secara berbeda, tetapi pada akhirnya mengarah pada aksi kekerasan massal bersama.
Eric Harris dinyatakan oleh psikolog FBI sebagai seorang psikopat yang menunjukkan sifat narsis, agresi, dan kurangnya empati.
Ia adalah dalang dan penggerak di balik serangan tersebut, merencanakannya selama sekitar satu tahun dengan keinginan untuk menciptakan teror.
Sebaliknya, Dylan Klebold digambarkan sebagai individu yang pemarah dan depresif dengan sikap dendam terhadap orang-orang yang ia rasa telah memperlakukannya dengan buruk, lebih labil secara emosional, dan memiliki kecenderungan bunuh diri.
Motifnya adalah kombinasi kemarahan yang mendalam, depresi, dan keinginan yang terencana untuk melakukan aksi teroris domestik terhadap negara dengan menggunakan SMA sebagai target simbolis.
Harris menginginkan ketenaran dan kehancuran dalam skala yang lebih besar, sementara keterlibatan Klebold melengkapi perhitungan dingin Harris dengan amarah emosional.
Seung-Hui Cho, pelaku penembakan di Virginia Tech (2007) menewaskan 32 orang akibat kombinasi masalah kesehatan mental yang parah dan keluhan pribadi.
Didiagnosis depresi berat dan mutisme selektif, Cho berjuang secara sosial dan emosional sepanjang hidupnya.
Ia digambarkan sebagai sosok yang terisolasi dan bermasalah, dengan perilaku dan tulisan-tulisannya yang kasar menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru dan teman sekelas sebelum serangan.
Cho meninggalkan catatan yang menyalahkan orang lain, dengan tulisan “Kalian yang menyebabkan saya melakukan ini,” yang menunjukkan perasaan terpojok dan menjadi korban.
Motifnya kompleks, melibatkan rasa sakit psikologis yang mendalam, perasaan penolakan dan isolasi, serta keinginan untuk membalas dendam atas perlakuan buruk.
Pembantaian itu merupakan akibat tragis dari penyakit mental yang tidak diobati, keterasingan sosial, dan rencana yang terencana untuk menyebabkan kerusakan massal sebelum ia bunuh diri.
Nikolas Cruz membunuh siswa siswi di SMA Marjory Stoneman Douglas di Parkland, Florida (2018), terutama karena rasa sakit emosional yang mendalam, isolasi sosial, dan keinginan untuk balas dendam serta pengakuan.
Ia sengaja memilih Hari Valentine untuk melakukan serangan tersebut karena ia merasa “tidak punya siapa pun untuk dicintai dan dicintai.”
Kondisi mental Cruz memburuk secara signifikan setelah putus dengan pacarnya sekitar enam bulan sebelum penembakan.
Serangan itu direncanakan dengan cermat selama beberapa bulan, alih-alih impulsif. Ia meneliti pembunuh massal lainnya dan mempersiapkan diri dengan cermat untuk memaksimalkan kerugian.
Cruz mengakui ia berhenti menembak ketika ia merasa tidak punya orang lain lagi untuk dibunuh. Tindakannya didorong oleh campuran perasaan penolakan, kesepian, kemarahan, dan gangguan mental yang sebagian disebabkan oleh kerusakan otak prenatal akibat konsumsi alkohol ibunya selama kehamilan.
Adam Lanza, pelaku penembakan di Sekolah Dasar Sandy Hook, Connecticut (2012) menewaskan 26 orang, termasuk 20 anak-anak.
Lanza menderita masalah kesehatan mental yang serius, termasuk gangguan Asperger, kecemasan ekstrem, kecenderungan obsesif-kompulsif, dan gangguan sosial yang sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari dan hubungan sosialnya.
Ia juga terisolasi secara sosial dan memiliki hubungan renggang dengan ibunya, yang ia bunuh sebelum penembakan.
Lanza terobsesi dengan penembakan massal, khususnya pembantaian Columbine 1999, dan mengumpulkan banyak informasi tentang insiden kekerasan massal sebelumnya.
Salvador Ramos, pelaku penembakan massal di Robb Elementary School, Uvalde Texas (2022), menewaskan 19 anak dan dua guru akibat kombinasi isolasi sosial, perundungan, masalah keluarga, dan trauma yang belum terselesaikan.
Ia adalah seorang siswa sekolah setempat berusia 18 tahun yang hanya memiliki sedikit teman dan mengalami perundungan, serta kehidupan rumah tangga bermasalah yang ditandai oleh ketidakteraturan keluarga dan dugaan penyalahgunaan zat terlarang oleh ibunya.
Ramos membeli dua senapan serbu secara legal sesaat sebelum ulang tahunnya yang ke-18 dan dengan cermat merencanakan serangan tersebut.
Laporan menunjukkan bahwa ia mencari ketenaran dan pengakuan, seperti halnya penembak massal lainnya, yang mencerminkan pola pikir yang terganggu akibat penolakan dan agresi sosial selama bertahun-tahun.
Tindakannya berdarah dingin dan disengaja, dengan bukti yang menunjukkan keinginan untuk menyebabkan kerusakan massal tanpa motif tunggal yang jelas di luar riwayat pribadi dan masalah psikologisnya yang bermasalah.
Dari ke-lima kasus kekerasan bersenjata di sekolah di atas, benang merahnya adalah longgarnya kontrol pemerintah AS dan masyarakat terhadap kepemilikan senjata api, masalah kejiwaan, isolasi sosial, perundungan, emosi yang labil, depresi, kemarahan, pola asuh dalam keluarga, faktor ekonomi, serta budaya kekerasan dan ekspos media (terutama media online yang dipelajari dan merasuki para pelaku.
Dalam kasus di SMAN 72 Jakarta Utara, kendati hasil investigasi belum final dan belum ada kesimpulan akhir, tapi dari penelusuran sementara terdapat kesamaan kondisi dari terduga pelaku dengan para pelaku serangan bersenjata di AS, yaitu: memiliki masalah kesehatan mental, isolasi sosial, senang menyendiri, emosi yang labil, kemarahan terpendam, menjadi korban perundungan, dan mempelajari kekerasan dari kasus-kasus sebelumnya melalui media online.
Satu hal yang masih positif dari Indonesia adalah adanya larangan kepemilikan senjata api untuk keperluan pribadi dan oleh pihak yang tak punya otoritas.
Namun, ternyata untuk membuat bom-bom rakitan tetap bisa dipelajari dan dibuat sendiri dengan arahan dari media internet, serta bahan baku-nya pun masih bisa diperoleh di tempat-tempat tertentu.
Pelajaran dari kasus SMAN 72 di Jakarta Utara, sekolah di Indonesia tidak cukup sekadar tempat belajar yang nyaman dan mencerdaskan, tapi juga harus aman.
Konsep sekolah aman melibatkan penciptaan lingkungan di mana siswa, staf, dan pengunjung merasa aman, dihormati, dan didukung untuk belajar dan berkembang tanpa rasa takut akan bahaya atau kekerasan.
Pendekatan komprehensif terhadap keamanan sekolah menyeimbangkan tiga komponen utama, yaitu iklim sekolah (
school climate
), perilaku siswa (
student behavior
) dan keamanan fisik (
physical security
) (CSPV UC Boulder, January 2025).
Iklim sekolah mencakup kualitas hubungan interpersonal, lingkungan belajar mengajar, norma, nilai, dan struktur organisasi. Iklim yang positif menumbuhkan rasa hormat, inklusi, keadilan dalam disiplin, dan keamanan emosional bagi seluruh anggota komunitas sekolah.
Perilaku siswa mencakup strategi proaktif dan konsisten digunakan untuk mendorong perilaku positif, mencegah perundungan, dan menangani perilaku bermasalah secara efektif. Ini juga melibatkan penilaian ancaman perilaku dan praktik keadilan restoratif.
Keamanan fisik mencakup langkah-langkah seperti akses terkendali, kesiapsiagaan darurat, pemantauan, dan infrastruktur keamanan membantu melindungi dari ancaman fisik sekaligus memastikan kesiapan untuk merespons keadaan darurat.
Kerangka kerja sekolah aman mengintegrasikan komponen-komponen ini berdasarkan kebutuhan dan sumber daya sekolah yang unik, menggunakan data dan kolaborasi antar tim multidisiplin untuk menerapkan intervensi berbasis bukti.
Tujuannya adalah menyeimbangkan keselamatan dengan lingkungan belajar yang suportif dan inklusif, memitigasi risiko mulai dari perilaku buruk ringan hingga situasi yang mengancam jiwa (CSPV UC Boulder, January 2025).
Penciptaan lingkungan belajar yang aman adalah fondasi dari pendidikan yang sukses dan berkualitas.
Selain itu, pemerintah dan lembaga pendidikan harus menempatkan kesehatan mental dan sosial siswa sebagai sesuatu yang prioritas. Ikhtiar-ikhtiar untuk merawat kesehatan mental harus dilakukan.
Praktisi kesehatan mental harus dilibatkan dan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan, termasuk para orangtua/keluarga siswa, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Awasi dan kendalikan akses siswa pada konten-konten kekerasan. Cegah dan tolak budaya kekerasan di sekolah seperti perundungan, diskriminasi, intoleransi, xenophobia, kekerasan seksual, pemalakan, serta
toxic seniority
, baik secara luring maupun daring.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Institusi: Universitas Indonesia
-
/data/photo/2025/11/10/69112aba4f8cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Ketika Sekda Ponorogo Terlibat Jual Beli Jabatan Usai Berkuasa 13 Tahun, Bolehkah Menjabat Selama Itu? Nasional
Ketika Sekda Ponorogo Terlibat Jual Beli Jabatan Usai Berkuasa 13 Tahun, Bolehkah Menjabat Selama Itu?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti peran Sekretaris Daerah (Sekda) Agus Pramono.
Bukan hanya sebagai penerima duit suap, tetapi
Agus Pramono
disebut menjabat selama 13 tahun sebagai sekda Pemkab Ponorogo, jabatan yang lebih panjang daripada presiden dua periode.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025), Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Agus kemungkinan besar melancarkan aksi jual-beli jabatan pada periode kepemimpinan kepala daerah sebelumnya.
“Di samping dia menerima juga, apakah juga dia mempertahankan juga dengan memberi. Jadi, ada dia menerima dari kepala dinas dan untuk mempertahankannya, apakah dia memberi juga ke bupati. Itu juga kami dalami,” kata Asep.
Perbuatan Agus bersama
Bupati PonorogoSugiri Sancoko
berdampak besar pada pembangunan daerah, khususnya terkait regenerasi dan sistem meritokrasi di pemerintahan.
Karena kasus jual-beli jabatan, Asep mengatakan orang-orang atau pejabat yang memiliki kompetensi yang seharusnya menjabat di tempat tertentu justru digantikan oleh mereka yang memiliki koneksi dan uang.
Pengisian jabatan jadi celah bagi para pejabat yang memiliki kewenangan untuk praktik korupsi.
“Yang imbasnya ke depan adalah karena pertama, jabatan tersebut diisi oleh orang-orang atau diisi oleh pejabat-pejabat yang tidak berkompeten, tidak memiliki kompetensi di jabatan tersebut, maka tidak bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat,” kata Asep saat konferensi pers penetapan tersangka Bupati Ponorogo, Minggu (9/11/2025).
Dari kasus ini, timbul pertanyaan bolehkah sekda menjabat selama itu?
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan secara singkat, normalnya Sekda menjabat selama lima tahun.
Namun tidak menutup kemungkinan mereka bisa lebih dari lima tahun jika kinerjanya dianggap bagus.
“Lima tahun harus dievaluasi, bila bagus bisa diperpanjang,” ucapnya kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
Dalam Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 juga dijelaskan secara gamblang bahwa jabatan Sekda bisa diperpanjang tanpa batas, sesuai dengan kinerjanya.
Hal ini termaktub dalam Pasal 117 ayat 1 dan 2 UU ASN 5/2014 yang berbunyi:
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Lina Miftah Jannah mengatakan, meski secara regulasi dibenarkan, namun pejabat tak sebaiknya berlama-lama di satu tempat tertentu.
Karena praktik korupsi seperti di Probolinggo tersebut biasanya akan dilakukan oleh para pejabat yang sudah ahli dalam bidang birokrasi.
Melihat status jabatan Sekda yang melampaui presiden dua periode, ada kemungkinan sudah mengetahui celah yang bisa mereka mainkan untuk praktik korupsi.
“Terhadap mereka yang sudah terlalu lama atas jabatan yang terlalu lama dalam jabatan yang sama atau sejenis, maka mereka sudah tahu celah-celahnya,” imbuhnya.
Para pejabat yang disebut “kreatif” memanfaatkan celah regulasi dan mulai memberikan bisikan pada kepala daerah untuk memainkan celah tersebut.
Pengamat kebijakan publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yogi Suprayogi menilai, perlu ada penempatan Sekda Pemda dari pemerintah pusat.
Sekda dianggap tak bisa lagi menjadi representasi keinginan kepala daerah.
“Pemerintah daerah itu sebagai pengguna saja,” imbuhnya.
Selain itu, mengembalikan lembaga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menjadi sangat krusial untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh terkait merit sistem di lingkungan ASN daerah.
Karena setelah KASN bubar, tak ada lagi fungsi pengawasan sistem merit yang benar-benar berjalan dan dilaksanakan oleh lembaga independen.
“Walaupun zaman ada KASN juga ada jual-beli jabatan, tapi fungsi kontrolnya akan menjadi lebih lemah sekali,” kata Yogi kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
Sebab itu, dia mengatakan perlu ada tindakan lanjutan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar lembaga seperti KASN dibentuk kembali.
Adapun putusan MK yang dimaksud yakni 121/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang 16 Oktober 2025.
Dalam amar putusan tersebut, Ketua MK Suhartoyo mengatakan, Pasal 26 ayat 2 UU ASN 20/2023 yang menghapus keberadaan KASN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai penerapan pengawasan sistem merit, termasuk penerapan terhadap asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN dilakukan oleh suatu lembaga independen.
Dia berharap agar pemerintah bisa memasukkan putusan MK ini dalam revisi UU ASN yang sedang menjadi program legislasi nasional (Prolegnas) di tahun ini.
Namun tidak hanya sekadar membentuk KASN, Yogi berharap agar lembaga tersebut juga diisi oleh anak-anak muda yang bisa memberikan warna berbeda terhadap lembaga tersebut.
Efek praktik korupsi jual beli jabatan ini tak hanya sampai di sistem merit, tetapi pejabat yang sudah membayar untuk posisi yang ia jabat juga akan berpikir untuk mengembalikan ongkos yang telah dikeluarkan.
Asep Guntur juga menyinggung skor pengelolaan SDM secara nasional masih rendah, yakni di angka 65,93 poin.
Hal ini menunjukkan tindak korupsi dengan modus jual-beli jabatan masih cukup tinggi, karena penempatan pejabat di tempat di satuan perangkat daerah belum sesuai harapan.
Secara khusus, tren penurunan juga terjadi di Kabupaten Ponorogo.
“Kemudian khusus di Kabupaten Ponorogo skor SPI menunjukkan tren penurunan dari skor 75,87 pada tahun 2023 menjadi 73,43 pada tahun 2024 atau menurun hampir 2 poin lebih,” katanya.
“Penurunan ini juga terjadi pada komponen pengelolaan SDM dari 78,27 menjadi 71,76. Ini menurunnya sangat jauh hampir 6, sekian persen. Oleh karena itu kegiatan tertangkap tangan yang dilakukan oleh KPK di Kabupaten Ponorogo ini secara valid mengkonfirmasi data tersebut,” kata Asep lagi.
Dia menyimpulkan, penurunan skor pengelolaan SDM ini karena praktik korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah, sehingga orang atau pejabat yang ditempatkan tidak sesuai dengan kompetensinya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jimly Asshiddiqie Bilang Kasus Ijazah Jokowi Tak Semestinya Dibawa ke Ranah Pidana, Harusnya ke PTUN
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, turut menanggapi langkah Polda Metro Jaya yang menetapkan Roy Suryo Cs sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu Presiden ke-7, Jokowi.
Dikatakan Jimly, persoalan ijazah tidak semestinya dibawa ke ranah pidana karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah.
“Nanti soal ijazahnya, jangan soal pidana, nanti ujung-ujungnya penjara, gak menyelesaikan masalah,” ujar Jimly dikutip pada Minggu (9/11/2025).
Diungkapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, publik sejatinya hanya ingin mengetahui keaslian ijazah Jokowi, bukan menghukum pihak-pihak yang mempertanyakan.
“Orang ini mau tahu ini ijazahnya benar apa enggak. Kalau polisi kan bukan pengadilan,” ucapnya.
Jimly menyarankan agar polemik ijazah Jokowi diselesaikan melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN), bukan lewat jalur pidana.
“Yang paling bagus itu di pengadilan, tapi pengadilan tentang ijazah. Bukan pengadilan pidana, bukan penghinaan. Supaya ada proses mengenai ijazahnya secara administrasi,” jelasnya.
Guru Besar Universitas Indonesia ini juga menilai bahwa isu ijazah palsu sering digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan lawan.
“Selama saya memimpin MK 5 tahun dan di KPP 5 tahun, kasus paling banyak itu soal ijazah palsu. Karena ijazah itu gampang dijadikan alasan untuk menjatuhkan lawan politik,” katanya.
Ia menambahkan, sistem administrasi negara yang masih lemah sering kali menimbulkan kesalahan teknis pada dokumen, yang kemudian dimanfaatkan untuk menyerang tokoh tertentu.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5406534/original/027758900_1762580205-Jimly_Asshiddiqie_saat_dilantik.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Profil Jimly Asshiddiqie: Cendekiawan Hukum yang Kini Ditunjuk Pimpin Komisi Reformasi Polri
Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah tim Komisi Reformasi Polri di Istana Presiden, Jakarta Pusat pada Jumat (7/11/2025).
Dalam kesempatan ini, Prabowo turut melantik Jimly Asshiddiqie, mantan ketua Mahkamah Konstistusi sebagai Ketua Komisi Reformasi Polri.
Dilansir Liputan6.com dari website Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jimly Asshiddiqie lahir di Kota Palembang, Sumatera Selatan pada 17 April 1956. Dia pernah menempuh pendidikan tingkat S-1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia pada tahun 1977-1982.
Usai menyelesaikan pendidikan tingkat S-1 nya, Jimly kemudian kembali meneruskan pendidikan tingkat S-2 Hukum di Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia pada tahun 1984 hingga 1986.
Lalu, Jimly kembali mengambil Program Doktor kerja sama Rechtsfaculteit, Rijksuniversiteit, Leiden dengan gelar S-3 pada tahun 1987 hingga 1991. Tak hanya itu, pada tahun 1994 ia kembali menempuh studinya di Post-Graduate Course, Harvard Law School, Cambridge, Massachussett dan beberapa kursus singkat lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
Jimly diketahui juga aktif dalam sejumlah organisasi islam sejak tahun 1970. Dia diketahui pernah ikut serta dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) Palembang, menjabat sebagai ketua Umum Youth Islamic Study Club Al Azhar, dan Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPМI).
Tak hanya itu, Jimly juga pernah menjadi bagian dari Majelis Ulama Indonesia. Dia menempati posisi sebagai Pengurus Harian (MUI), Ketua Dewan Penasihat Dewan Masjid Indonesia, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia, hingga Ketua Badan Pembina Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar.
Bukan hanya aktif dalam berbagai organisasi islam. Jimly juga aktif dalam beberapa organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Di antaranya seperti Penasehat Asosiasi Pengajar HTN dan HAN, Ketua Dewan Pembina Yayasan Jimly School of Law and Government (JSLG), Penasihat Asosiasi Pengajar HTN dan HAN, sampai jadi Penasihat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
-

Akademisi hingga Industri Sepakat Bensin Campur Etanol Kunci Transisi Energi
Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi hingga pelaku industri kendaraan bermotor menyepakati bahwa rencana mandatory BBM campur etanol 10% (bioetanol) dan biodiesel harus dipercepat untuk mendukung target transisi energi dan penurunan emisi karbon.
Ketua Pusat Studi Kebijakan Energi Universitas Indonesia (Puskep UI) Ali Ahmudi menjelaskan Indonesia memiliki potensi bioenergi yang besar dan sebanding dengan negara-negara seperti Brasil yang berhasil mengembangkan penggunaan etanol hingga tingkat E100.
“Kalau kita berpikir futuristik, maka seharusnya kita mendukung bioetanol dan biodiesel. Itu adalah cara kita keluar dari ketergantungan energi fosil dan menuju kedaulatan energi,” ujar Ali dalam diskusi publik Puskep UI, Jumat (7/11/2025).
Selain itu, pengembangan bioetanol juga berkaitan dengan ketahanan energi. Ali menegaskan bahwa kedaulatan energi hanya dapat dicapai jika sumber energi dikembangkan dari dalam negeri, termasuk dari bioenergi.
Di sisi lain, Zarkoni Azis, Pendidik Bidang Bioenergi Puskap Energi UI, menjelaskan bahwa bioetanol dapat meningkatkan kualitas pembakaran karena memiliki angka oktan tinggi.
Campuran E10 dapat meningkatkan performa, dan dalam kondisi mesin yang dirancang khusus, penggunaan dapat diperluas hingga E85 bahkan E100, seperti yang dilakukan Brasil dan Amerika Serikat.
“Penentuan kualitas BBN tidak cukup dengan melihat botol bening dan endapan. Ada sekitar 20 parameter pengujian yang harus digunakan untuk memastikan mutu bensin-etanol,” tuturnya.
Dia menilai percepatan implementasi bioetanol dapat dilakukan bertahap, misalnya dari E5 menuju E10, sambil memastikan kesiapan infrastruktur distribusi serta desain material kendaraan yang sesuai.
Dengan potensi tanaman berpati seperti tebu, singkong, dan sorgum yang luas, Indonesia disebut memiliki modal dasar kuat untuk mendorong substitusi bensin berbasis fosil.
Dalam kesempatan yang sama, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan kesiapan industri otomotif nasional dalam mendukung pemanfaatan etanol sebagai campuran bahan bakar (biofuel).
Pemanfaatan etanol dinilai sejalan dengan upaya pengurangan emisi dan transisi menuju energi baru terbarukan. Selain biodiesel yang sudah diterapkan sejak lama, etanol juga berpotensi menjadi pilihan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Secara teknis, sebagian besar kendaraan yang diproduksi sejak tahun 2000 sudah kompatibel menggunakan bahan bakar dengan campuran etanol. Namun, penerapannya secara menyeluruh tetap memerlukan tahapan dan penyesuaian, termasuk kesiapan infrastruktur penyaluran dan pasokan bahan baku etanol dalam negeri.
Pemerintah disebut tengah menyusun roadmap bertahap menuju pengembangan kendaraan rendah emisi hingga kendaraan fleksibel (flex engine) yang mampu menggunakan berbagai jenis biofuel.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara memandang Indonesia memiliki sumber biomassa yang melimpah untuk memproduksi etanol, mulai dari tebu (melalui molase), singkong, jagung, hingga sorgum.
Sejumlah daerah bahkan telah mulai memperluas penggunaan campuran etanol, misalnya Jawa Timur, yang memanfaatkan molase sebagai bahan baku E10.
Potensi ini dinilai dapat menekan impor bahan bakar maupun gula sekaligus mendorong pengembangan rantai pasok energi bersih di dalam negeri.
“Industri kita siap. Kita mendukung penggunaan biofuel karena ini terkait dengan energi terbarukan. Etanol punya kelebihan seperti emisi yang lebih baik dan peningkatan angka oktan. Namun, penggunaannya tetap perlu diperhatikan standar dan tahapan implementasinya,” ujar Kukuh.
Lebih lanjut, Kukuh menjelaskan bahwa penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar telah meluas secara global. Beberapa negara bahkan telah mencapai penggunaan tinggi, seperti Brasil dengan E85 hingga E100.
Indonesia telah memproduksi mesin kendaraan yang kompatibel hingga E85/E100 dan mengekspornya ke Brasil, meski penggunaan bahan bakarnya di dalam negeri belum merata.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan teknis industri otomotif nasional bukan menjadi hambatan utama, melainkan ketersediaan bahan bakar dan kebijakan implementasi yang masih perlu diperluas.
Hingga saat ini, Kukuh menegaskan bahwa sebagian besar pabrikan kendaraan telah menyatakan kesiapannya untuk mendukung campuran etanol hingga tingkat E10.
“Kendaraan yang diproduksi sejak tahun 2000 rata-rata sudah kompatibel menggunakan campuran etanol sampai E10. Industri kendaraan bermotor siap mengadopsi hal ini, tinggal implementasinya yang perlu dilakukan secara bertahap sesuai standar,” pungkasnya.
-

Viral Bensin Baru Bobibos, Pakar & Industri Pertanyakan Komposisi hingga Hasil Uji
Bisnis.com, JAKARTA — Ramainya kehadiran bensin baru bermerek Bobibos, yang diklaim ramah lingkungan dan setara RON 98, menuai pertanyaan dari pelaku industri kendaraan bermotor dan pakar energi.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi terperinci terkait asal usul atau spesifikasi dari bensin baru besutan PT Inti Sinergi Formula (Sultan Sinergi Indonesia Group) tersebut.
“Spesifikasinya seperti apa, ujinya seperti apa, berapa lama dan sebagainya karena enggak bisa kita hanya ‘oh, ada orang klaim oke’, kan enggak,” kata Kukuh kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
Menurut dia, produsen dari BBM tersebut harus memberikan bukti sertifikasi dari lembaga-lembaga yang mengurus izin distribusi dan hasil uji kelayakan laboratorium.
Pihaknya akan meninjau lebih lanjut terkait kabar tersebut dan menunggu hasil uji dari Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM. Dia pun berharap produk bahan bakar baru dapat diproses sesuai standar dan ketentuan.
“Dalam hal ini paling enggak saringan pertamanya kan pemerintah, dalam hal ini bisa diuji di Lemigas. Apa bener seperti itu klaimnya kan? Karena nanti masing-masing orang bisa klaim, ‘saya mengeluarkan ini, mengeluarkan itu’,” ujarnya.
Namun, pelaku industri tidak akan menutup diri. Kukuh menyebut, pihaknya terbuka untuk bekerja sama jika produsen BBM baru yang menjadi alternatif bahan bakar existing, mau untuk melakukan uji coba.
“Ya silakan anggota, siapa yang mau apa enggak. Oh kita buka, alternatif kenapa enggak gitu kan?” tuturnya.
Ditemui terpisah, Ketua Pusat Studi Kebijakan Energi dan Pertambangan (Puskep) Universitas Indonesia Ali Ahmudi mengatakan, perlu ada pembuktian terbuka terkait klaim kualitas dan spesifikasi bahan bakar tersebut.
Ali menjelaskan bahwa bahan bakar dengan nilai RON tinggi seperti RON 98 biasanya memerlukan proses pengolahan yang panjang dan penambahan zat aditif tertentu.
Bahkan, pada kilang minyak, produk yang berasal dari minyak bumi umumnya menghasilkan RON 92, 95, hingga 98 melalui tahapan teknologi yang kompleks.
Dia pun mempertanyakan mekanisme yang digunakan Bobibos dalam mencapai nilai RON 98, termasuk terkait adanya penambahan hidrogen untuk memisahkan unsur oksigen dari struktur senyawa nabati sehingga menghasilkan hidrokarbon murni.
“Pertanyaannya ada dua, apakah betul RON-nya 98 dan bagaimana proses memperoleh hidrokarbon murninya?” katanya.
Dia menjelaskan, proses peningkatan kualitas bahan bakar nabati biasanya melibatkan reaksi kimia tertentu, termasuk penggunaan katalisator, baik alami seperti zeolit maupun berbasis bahan kimia sintetis.
“Misalnya minyak jelantah bisa menjadi avtur atau biodiesel setelah melalui pemecahan rantai hidrokarbon dengan katalisator,” tuturnya.
Menurutnya, bahan bakar nabati murni tanpa campuran fosil seperti S100 atau B100 secara teknis memungkinkan untuk diproduksi. Namun, prosesnya tetap membutuhkan bahan tambahan atau katalis yang mendukung reaksi konversi tersebut.
Untuk itu, menekankan perlunya transparansi formula, proses reaksi, serta hasil pengujian laboratorium untuk memastikan kualitas, keamanan, dan kesesuaian standar BBM tersebut jika akan dipasarkan luas.
/data/photo/2025/11/09/690ffe18d2175.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/11/05/690b076dee7f2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)